Wedding Destiny [TERBIT]

By kakapit

3M 167K 3.9K

Berawal dari kelulusan Fahri dan beberapa teman seangkatannya yang membanggakan di fakultas teknik, kelulusan... More

blurb
1. Pernikahan
2. Hambar
3. Perkara pindah
4. Buah
6. Perlawanan
7. Check up
8. Bawang merah
9. Rumah mertua
10. Marah
11. Aku balikin
13. Isabel
14. Mulai terbuka
16. Perempuan aneh
17. Ini pdkt?
18. Dekapan hangat
19. Pdkt halal
20. Trauma Mona?
22. Mimpi terbesar Fahri
25. Uwuu
26. Gym ball
27. Belanja untuk Deka
28. Piknik
29. Debut
32. Ranah Agil
34. Kecurigaan Mama
35. Pada akhirnya meledak juga
40. Belum saatnya
43. Menentukan pilihan
INFO BUAT KALIAN!!
AYO DONG BANTU PILIH!!
AYO IKUTAN PO!

37. Perjuangan dan terungkap

50.5K 4.8K 320
By kakapit

Happy reading 🙆

Malamnya Mona sudah benar-benar tidak bisa menahan sakit di perutnya, pinggulnya seperti hendak berpisah dari tubuhnya.

Mona bergegas berkemas memasukkan beberapa lembar pakaiannya dan sarung, tak lupa baju bayi yang dulu dibelinya sama Fahri ikut dibawanya juga. Sambil meringis menahan sakit Mona merapikan barang yang akan dibawanya ke rumah sakit, setelah berkemas ia memesan gocar menuju rumah sakit tempatnya biasa periksa kandungan.

Mona menghapus air matanya yang mengalir tanpa disadarinya, setelah menunggu beberapa menit mobil yang dipesannya sudah datang, Mona melangkah dengan tertatih menuju depan seraya menjinjing tasnya yang agak berat itu, jam menunjukkan pukul 23:45.

"Astagfirullah mbak, suaminya kemana?" Tanya mas gocar-nya setelah Mona naik ke mobil.

"Lagi kerja Mas," jawab Mona lirih.

"Saya jadi takut nih Mbak," ujar mas gocar.

"Saya nggak akan melahirkan disini kok Mas," balas Mona membuat mas gocar-nya langsung tancap gas.

Sesampainya di rumah sakit Bunda dan Anak Mona di tuntun mas gocar-nya kedalam UGD, setelah mengantar Mona mas gocar-nya pergi sebelumnya Mona sudah mengucap terimakasih sebanyak-banyaknya.

Setelah Mona dipindahkan ke kamar inap ia langsung ditangani oleh satu dokter wanita dan dua perawat yang terlihat seumuran dengannya, Mona langsung dipasangkan infus.

"Baru pembukaan tiga Bu Mona," ucap dokter Jessica.

Setelah dokter dan kedua perawat itu pergi Mona memejamkan mata, rasa nyeri di pinggulnya sudah mereda. Mona menggelinjang karena rasa sakitnya datang kembali, Mona turun dari ranjang rumah sakit seraya memijat pinggulnya yang terasa begitu nyeri. Mona meraih ponselnya di nakas jam menunjukkan pukul 03:48.

Setelah kontraksi itu sudah mereda Mona kembali naik diatas ranjang dengan pelan-pelan. Mona menatap langit-langit kamar inapnya saat ini, rasanya begitu sepi hingga suara-suara aneh dari luar bisa ia dengar dengan jelas.

Mona menitihkan air mata, detik-detik seperti saat ini seharusnya ada seorang suami atau keluarga yang selalu menemani dan memberikan semangat kepada perempuan itu, tetapi Mona harus sendirian menghadapinya, bertarung dengan isi kepala dan hatinya.

Mona menyambut paginya dengan kontraksi lagi, dokter Jessica kembali masuk kedalam memeriksa Mona.

"Masih pembukaan lima Bu Mona, lbu keliling-keliling aja dulu agar otot pinggul dan rahimnya rileks," ucap dokter Jessica yang dibalas anggukan oleh Mona.

Setelah dokter Jessica keluar ponsel Mona yang dichargernya di nakas berdering, nama Citra muncul di layar ponselnya.

"Kamu dimana Mon? Kok rumahmu kosong tapi mobil Fahri ada," ucap Citra disebrang telepon.

Mona menimang-nimang dulu sebelum memberitahukan keberadaannya, "aku ada di rumah sakit Cit."

"DEMI APA? KAMU LAHIRAN?!" Pekik Citra diujung sana.

Mona menjauhkan sedikit ponsel dari telinganya lalu mendekatkan kembali setelah Citra berhenti memekik diujung sana, "belum nih, masih pembukaan lima katanya."

"Sharelok sekarang juga!" Ucap Citra sebelum memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak.

Mona menghela nafas berat lalu mengirimkan Citra lokasinya saat ini, Mona juga mengirimkan pesan kepada mertuanya kalau dirinya masuk rumah sakit, sejujurnya Mona enggan memberitahu mama mertuanya karena Fahri tidak ada disampingnya saat ini.

Mona takut jika kedua mertuanya itu datang mengunjunginya dan Fahri tidak ada disisinya, hal itu akan menjadi masalah lagi apalagi masalah beberapa hari yang lalu belum mereda. Tapi jika Mona tidak mengabari mertuanya ia jadi tidak enak hati.

Selang beberapa menit Citra datang dengan membawa banyak makanan dan buah-buahan. "Disini rupanya."

Mona menoleh menatap pintu masuk yang memunculkan Citra disana, "kenapa sih pakai segala bawa gituan."

"Kenapa sih memangnya? Buat kita makanlah," ucap Citra sedikit sewot.

Mona bergerak memukul pelan lengan sahabatnya itu, "lagi dapet ya?"

Citra meletakkan semua makanan yang dibawanya keatas nakas lalu menarik kursi yang terletak dibawah ranjang Mona.

"Dari kapan masuk rumah sakit?" Tanya Citra.

"Dari tadi malam."

"Kamu sama siapa kesini?"

"Hm, sendirian naik gocar," jawab Mona terdengar ragu.

"What the hell..., Fahri udah sinting kayaknya! Dia kemana memangnya?" Tanya Citra emosi.

"Dia lagi manggung diluar kota," jawab Mona seadanya.

"Dah gila kayaknya lakikmu!"

"Assalamualaikum." Mona dan Citra kompak menoleh ke arah pintu ruang inap Mona.

Citra beranjak dari tempatnya, "duduk disini tante," ucapnya.

Kedua mertua Mona melangkah mendekati ranjang perempuan itu.

"Gimana nak?" Tanya mama.

Mona tersenyum tipis, "tadi pagi masih pembukaan lima kata dokter, Ma."

Emita duduk ditempat yang Citra duduki tadi sedangkan Farid duduk di sofa.

"Fahri kemana Nak?" Tanya papanya Farid.

Mona melemparkan penglihatannya ke mama yang disetujui anggukan oleh mama, "dia manggung Pah."

"Udah gila ya tuh anak, udah tahu istri bentar lagi lahiran malah keluyuran nggak jelas!" Ucap papa dengan nada ketus.

Mona menggeleng pelan seraya melemparkan senyum ke papa mertuanya itu, "dia lagi kerja Pah."

Farid tak habis pikir dengan Mona yang terus menerus membela Fahri padahal pria itu jelas-jelas salah, saat diperjalanan menuju rumah sakit Farid beberapa kali menyuruh istrinya mengubungi anak tengahnya itu, awalnya nomor Fahri aktif lalu setelah dihubungi kedua kalinya nomor Fahri sudah tidak aktif sepertinya pria itu sengaja menonaktifkan ponselnya.

*******

Citra dan Mama Emita menemani Mona bermalam di rumah sakit, sedangkan Papa Farid sudah pulang duluan karena Farras sendirian di rumah.

Pukul 22:30 Mona dilarikan masuk kedalam ruang persalinan setelah Mama Emita melaporkan ke perawat yang jaga, Mona menangis merasakan sakit diarea perut dan pinggulnya yang begitu dahsyat.

"Suaminya boleh masuk," ucap dokter Jessica yang akan menangani Mona.

"Suaminya lagi kerja dok," jawab Citra.

Citra dan Mama Emita harap-harap cemas diluar, Citra menelpon Bima agar mencari keberadaan Fahri, sedangkan Mama Emita menelpon suaminya agar segera menuju rumah sakit.

Selang beberapa menit Bima dan Bagas datang dengan raut khawatir, setelahnya disusul dengan Ananta yang datang bersama wanita yang sekiranya adalah Mamanya.

Wanita cantik yang tak lekang oleh umur itu tampak lebih khawatir dibandingkan semua orang yang sedang menunggu di luar.

"Mendingan Mama pulang deh, ngapain sih ikut Anta kesini," ucap Ananta.

Anggi mendelik tajam, "kenapa memangnya?!"

"Gue cari Fahri dulu," ucap Bima sebelum kembali meninggalkan rumah sakit.

"Gue ikut bang," cetus Farras yang disetujui oleh Papanya.

Emita hampir menangis setelah menunggu hampir 2 jam tapi suara bayi tak kunjung terdengar, sedangkan Papa Farid mencoba menenangkan istrinya.

"Suaminya kemana sih?!" Tanya Anggi yang terdengar seperti bentakan.

Ananta berdecak, "Mama ini kenapa sih?" Ananta merasa tidak enak dengan orang tua Fahri.

Semua orang semakin tidak tenang setelah beberapa perawat masuk kedalam ruang persalinan dengan tergesa-gesa. Citra merapalkan doa semoga Mona yang sedang berjuang di dalam diberikan kekuatan lebih.

Seorang perawat keluar dengan raut khawatir, "Ibu Mona kehilangan banyak darah, tolong salah satu dari keluarga pasien sekiranya mendonorkan darahnya kurang lebihnya dua kantong."

Emita tertunduk lemas setelah mendengar penuturan perawat itu begitupun dengan Farid, Bagas dan Citra, ketiganya seolah tidak punya harapan lagi.

"Saya Mamanya dan dia kakaknya," ucap Anggi seraya menunjuk Ananta.

Semua orang disana terkejut, bahkan Bagas yang tadi duduk langsung beranjak dari tempatnya, sedangkan Ananta menatap Mamanya dengan penuh tanda tanya.

Mama Anggi dan Ananta dipersilahkan masuk kedalam ruang persalinan, keduanya dituntut masuk kedalam. Ananta menoleh ke arah samping terdengar suara Mona yang menggeram beberapa kali hingga suara deru nafas perempuan itu begitu terdengar di indra pendengarnya. Setelah di cek Mama Anggi cocok untuk menjadi pendonor sedangkan Ananta tidak cocok.

Ananta di dalam sana seperti orang linglung tidak mengerti apa yang terjadi saat ini.

"Sus Kakaknya bisa temani Adiknya lahiran, kan?" Tanya Anggi setelah suster itu menyuntiknya.

Perawat itu mengangguk pelan, "iya bisa, silahkan pergi ke samping."

Ananta melangkah berat menuju tempat Mona berada, rasa sesak menghantam rongga dadanya setelah melihat Mona berjuang diambang kematian. Ananta melangkah menuju dekat kepala Mona, perempuan itu menoleh sebentar lalu kembali mengejan dan menangis.

Ananta bergerak mengusap kepala Mona yang basah karena keringat, entah mengapa air matanya menetes.

"Nta, Fahri," lirih Mona.

Ananta menelan ludahnya kasar, diambang Kematianpun Mona masih ingat dengan pria yang terus menorehkan luka di hidupnya.

"Kita harus melakukan operasi sekarang juga, bayinya terlalu lama dijalan lahir," ucap dokter Jessica membuat Ananta kembali menitihkan air mata.

Mengapa ia harus tahu kalau Mona adiknya disaat perempuan itu berada diambang kematian seperti ini.

Pikirannya campur aduk sekarang, ada rasa sesal, marah, kecewa, sesak, dan sakit.

Mona ternyata adiknya, Fahri yang menghilang, bayang-bayang mantan kekasihnya, semua bercampur aduk dalam pikirannya hingga rasa sesak kembali dirasakannya seperti ada benda tumpul yang baru saja menghantamnya.

Bayang-bayang masa lalunya kembali datang, dulu Ananta pernah dengan teganya melenyapkan anaknya sendiri, hanya dirinya dan mantan kekasih yang tahu kelakuan bejatnya dulu.

Apakah ini bentuk karma yang diterimanya, bukan melalui dirinya tetapi melalui adik kandungnya, Mona.

Ananta berdiri kaku menatap beberapa tenaga medis mengelilingi Mona.

"Bapak silahkan keluar dulu, saat melakukan operasi tidak diperbolehkan masuk kecuali tenaga medis," ucap salah satu perawat membuat Ananta melangkah berat keluar dari sana.

*******

Besok aku update nggak ya? Katanya kalau terlalu rajin update jelek juga, iya nggak sih?

Untuk bab kedepannya akan aku private ya, terimakasih untuk kalian yang rajin vote❤️❤️

Btw aku seneng banget hari ini, setelah tahun lalu gagal akhirnya aku tahun ini lulus sbmptn!

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN SEBANYAK-BANYAKNYA!!

Continue Reading

You'll Also Like

4.5K 342 52
πŸ’œLavenderWriters Peoject Season 05. ||Kelompok 01|| #Tema; Kenangan Cinta Pertama. β€’Β°Ketua; Piya. Β°β€’Wakil Ketua; All Member. β€’ β€’ β€’ Siapa yang mau ji...
2.4M 181K 48
Elang menikahi Nadella, karena orangtuanya menyuruhnya. Sungguh, dalam pikirannya tidak pernah sekali pun terlintas menikahi gadis yang bahkan seumur...
2.1M 31.3K 46
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
Beside You By Chikz

Teen Fiction

9.6K 2.4K 50
-Yang berusaha bertahan untuk mengubur perasaan- Cover by Dyoonart *** Jovian Xavier - Alnara Alfredo πŸ’“πŸ’“πŸ’“ "Jov, lo pilih gemesin atau nyebelin?" "...