Lluvia

By mafiakangkung

62.2K 6.7K 7.5K

[š™Šš™£ š™‚š™¤š™žš™£š™œ] Lluvia / Yu-vee-ah Spanish (n.) Rain Qaaley Wonwoo Aestas terlahir di era yang memandang ke... More

Guide to Lluviaverse
CapĆ­tulo 00 : introducciĆ³n
CapĆ­tulo 01 : un amante de la libertad
CapĆ­tulo 02 : un momento caĆ³tico
CapĆ­tulo 03 : una sonrisa pacĆ­fica
CapĆ­tulo 04 : un nuevo secreto
CapĆ­tulo 05 : uno despiadado
CapĆ­tulo 06 : un aroma potente
CapĆ­tulo 07 : un melocotĆ³n en flor
CapĆ­tulo 08 : una negociaciĆ³n
CapĆ­tulo 09 : un primer encuentro
CapĆ­tulo 10 : un hombre de hombros anchos
CapĆ­tulo 11 : lazos de sangre de la familia
CapĆ­tulo 12 : esperanzas rotas
CapĆ­tulo 13 : verdad amarga
CapĆ­tulo 14 : hermoso error
CapĆ­tulo 15 : efecto mariposa
CapĆ­tulo 16 : antes de irte
Capƭtulo 17 : quemar el ocƩano
CapĆ­tulo 19 : entre vida y muerte
Lluvia F.A.Q
CapĆ­tulo 20 : ser el Ćŗnico
CapĆ­tulo 21 : en nombre del amor
CapĆ­tulo 22 : no puedes escapar
CapĆ­tulo 23 : el Ćŗltimo diablo
CapĆ­tulo 24 : un nuevo dĆ­a, un nuevo comienzo
CapĆ­tulo 25 : bello durmiente

CapĆ­tulo 18 : nuevo al comienzo

1.4K 156 122
By mafiakangkung

‼️WARNING‼️

Memuat birth scene of male pregnancy (mpreg) di paragraf pertama. Silakan skip dan mulai membaca part dua demi kemaslahatan bersama.

...

Chapter XVIII : Back To The Start

"We all make mistakes, have struggles, and even regret things in our past. But you are not your mistakes, you are not your struggles, and you are here NOW with the power to shape your day and your future."Steve Maraboli

.

.

.

"Apa dokter belum sampai juga?! Ke mana perginya mereka di saat genting seperti ini! Omegaku akan segera melahirkan dan kalian malah diam saja?! Cepat panggil semua dokter yang ada di El Fuego! Aku tidak mau tahu dalam sepuluh menit mereka harus tiba di sini!"

Para pelayan Taiga Palacio menghambur panik kala suara lantang Marc Hoshi Taiga menggema sampai ke luar kamar. Pasalnya siang ini kontraksi Woozi semakin rutin dengan interval lima menit sekali. Setelah semalam mengeluh perutnya kencang, Woozi yang baru memasuki usia kandungan 37 minggu tidak menyangka jika kontraksi beruntun akan datang jauh sebelum hari lahir yang telah dokter perkirakan.

Nahasnya, karena kejadian mendadak ini berimbas pada segala wacana yang banyak berubah. Namun tidak dengan keinginan sang Omega yang mengupayakan agar bisa melahirkan di rumah menjadi kecemasan tersendiri bagi Hoshi saat mengetahui dokter yang biasa mengecek kandungan sang suami saat ini sedang berada di luar Paradia.

Wajar apabila situasi menjadi semakin buruk karena tidak pernah dalam seumur hidupnya ikut tersiksa melihat pujaan hati merintih menahan sakit luarbiasa.

"Jagoan, jangan sakiti Papamu, Nak. Jadilah anak baik di dalam sana, kami tahu kau ingin segera menyapa kami. Kami pun tidak sabar ingin mendekap dan menciummu di sini. Kita berjuang sama-sama ya? Tapi Padre mohon jangan membuat Papamu kesulitan. Padre tidak sanggup melihatnya, hiks."

"Y-Yang Mulia," Woozi merintih di tengah kontraksi yang pelan-pelan mereda. "Kau menangis? Ya Tuhan suamiku, a-aku baik-baik saja. Kenapa kau menjadi cengeng seperti anak kecil begini?"

"Baik-baik saja bagaimana?! Kau kesakitan sejak semalam dan kontraksinya pun semakin rapat. Atau lebih baik kita ke rumah sakit saja sekarang? Menunggu dokter tiba hanya akan membuatmu semakin kelelahan. Aku tidak sanggup melihatmu menderita, sayang. Aku takut kalian kenapa-napa. Jika memang kau tidak kuat menahan sakitnya, lebih baik kita putuskan c-section saja."

Tapi Woozi tetap menggeleng. Mencoba tersenyum manis pada suaminya yang sudah berwajah pias. "Aku kuat, Hoshi. Aku akan melahirkan buah cinta kita di rumah, bersamamu ... tentu dengan tanganmu yang akan selalu menggenggam dan merengkuh tubuhku. Aku akan berjuang untuk menghadirkan harimau kecil ini ke dunia, kau jangan khawatir. Aku betul tidak apa—nnnnhhh."

"Sudah, sudah, jangan terlalu banyak bicara. Lebih baik fokus dengan pernapasan yang sudah kau pelajari di kelas yoga, biar aku hubungi dokter lagi untuk memastikan di mana posisinya."

Suasana hati calon pemimpin Paradia begitu campur aduk. Siapapun pasti akan panik menyambut kelahiran anak pertama, apalagi kejutan yang begitu mendadak membuat fokus Hoshi terpecah ke mana-mana. Padahal selama ini tidak ada satu hal pun di dunia yang membuatnya takut, tapi setelah menyaksikan perjuangan Woozi yang akan melahirkan buah cinta mereka. Rela mengandung jagoan kecil selama 37 minggu dalam tubuh mungilnya. Dari semua kisah sebelum bahkan saat masa kehamilan akhirnya bisa dilalui oleh Omega Aquila. Sebagai seorang Alpha, Hoshi merasa tidak berguna karena kondisinya sekarang malah menambah panik sampai membuat suasana menjadi lebih tegang dari sebelumnya.

Namun bersyukur tak lama kemudian pintu kamar menjeblak terbuka. Dokter yang dihubungi sudah tiba membawa peralatan yang dibutuhkan mengingat ini adalah kelahiran cucu pertama Raja V Taiga. Bisa jadi bayi ini pula yang akan mewarisi tahta berikutnya. Maka dokter bersama beberapa asisten mengerahkan yang terbaik langsung mengecek jalan lahir sudah di bukaan berapa. Woozi kembali meringis ketika merasakan benda asing memasuki tubuhnya. Membuat Hoshi ikut tak tega saat melihatnya.

"Sudah bukaan 9, Yang Mulia. Masih ada satu bukaan lagi sampai Yang Mulia Erena boleh mengejan begitu posisi kepala bayinya betul-betul turun dan ketubannya pecah. Mohon ditunggu, kami akan siapkan beberapa keperluan terlebih dahulu."

"H-Hoshi ... ungghhh. A-aku merasa sesuatu mendorong paksa bagian bawah tubuhku. Ini berbeda dengan yang sebelumnya. I-ini benar-benar menyakitkan. Oh, tidak ... sepertinya air ketubannya pecah."

"Tahan, Woozi sayang. Pasti itu kepala jagoan kita yang sedang berusaha mencari jalan lahir. Sebentar lagi kau akan menjadi Papa dan aku pun menjadi Padre setelah menanti beberapa bulan lamanya. Kumohon kuatlah. Aku akan terus di sini bersamamu."

Woozi mengangguk pasrah karena fokusnya pasti akan terpecah saat merasakan dorongan dari dalam perut yang semakin intens. Pada kenyataannya, melahirkan normal bukan hal baru untuk para Omega dominan. Tubuh mereka sudah dipersiapkan untuk melalui proses persalinan. Termasuk fungsi kloaka yang menjadi jalan lahir ikut terbuka saat memasuki pembukaan sempurna. Beruntung Tuhan memudahkan setiap prosesnya, meski harus melahirkan di usia kandungan 37 minggu, Woozi masih bisa bertahan karena ada Hoshi yang selalu menguatkan.

Ruang kamar sengaja dibiarkan sepi dengan dihuni hanya oleh Hoshi, dokter, dan dua asisten yang kini menahan kaki kanan serta kiri Woozi. Alpha Taiga sengaja duduk di puncak ranjang menjadikan dadanya tumpuan di mana Omega mungil tercinta memilih melahirkan dengan posisi setengah duduk. Kedua tangannya mencengkram paha dalam, membiarkan jalan lahir pelan-pelan terbuka saat mengejan sekuat tenaga. Sebisa mungkin tidak mengeluarkan suara, Woozi betul-betul menurut perintah dokter dan berhasil membuat Hoshi semakin jatuh cinta.

"Sempurna, Yang Mulia. Ayo dorong yang panjang jangan terputus-putus saat kontraksi datang. Oh, rambutnya lebat sekali dan semakin terlihat. Ayo terus dorong yang kuat, Yang Mulia. Kepalanya sudah hampir keluar."

"Haah ... hah ... nghhh, a-aku tidak sanggup dokter. A-ku haus, Hoshi ... aku ingin minum."

"Istirahatlah saat kontraksinya mereda, Woozi. Kau benar-benar hebat sudah berjuang keras, lihat ... harimau kecil kita semakin dekat. Ayo semangat, jangan takut karena aku akan menggenggam tanganmu. Kalau perlu cakar dan patahkan tulangku, terserah. Bagi dua rasa sakitnya denganku. Aku tidak masalah."

Begitu kontraksi kembali datang, Woozi meraup udara sebanyak-banyaknya, menjatuhkan dagu di atas dada dan menahan napas. Berusaha mendorong kepala bayi yang perlahan muncul ke permukaan namun kembali tenggelam. Proses melelahkan itu membuat jalan lahir dipenuhi sensasi panas seperti cincin api menjalar di area bawah tubuhnya. Woozi akhirnya menangis sesenggukan, tak mampu menahan untuk tidak menjerit ketika kepala bulat makhluk mungil itu keluar seluruhnya.

Mengambil napas lagi, kali ini urat di kening dan keringat membanjiri wajah cantiknya membuat Hoshi ikut sakit kala menyaksikannya. Tak tega sekaligus takjub menjadi saksi perjuangan Woozi yang rela menahan sakit ribuan kali lipat hanya demi melahirkan bayinya. Benar-benar tubuh sang Omega seperti terbelah ketika posisi crowning di mana bahu dan seluruh tubuh bayi merah itu meluncur dan langsung ditidurkan di dadanya.

"Yang Mulia, putra kalian lahir dengan selamat."

"Oeeeeek ... Oeeeek... Oeeeeek...."

"S-sayang, bayiku," Woozi tak menyangka dengan kehadiran malaikat kecil yang kini berada di dadanya. Tangisan yang cukup kuat, barangkali bisa terdengar keluar kamar.

Begitu pun Hoshi yang tak mampu menahan air mata ketika tangisan sang jagoan semakin kencang. Woozi tidak menyangka bisa melalui proses luarbiasa di mana hari ini resmi menjadi seorang Ibu Omega yang melahirkan buah hatinya. Lihatlah, malaikat itu tampak lembut dan rapuh, tangan kecilnya bergerak menggapai pipi Woozi dan Hoshi yang menyaksikan berulangkali mengecup puncak kepala sang suami. Berterima kasih pada Tuhan untuk pengalaman luarbiasa ini.

"H-Hai ... sayang, ini Padre, Nak. Padre Hoshi dan malaikat cantik yang sedang memelukmu adalah orang paling hebat karena sudah melahirkanmu ke dunia. Woozi terima kasih banyak. Untuk kado terindah setelah kita menikah, terima kasih sudah berjuang untuk melahirkan putra manis dan tampan. Aku sangat mencintaimu. Aku pun sangat beruntung menikahimu. Terima kasih, belahan jiwaku."

"Hoshi ... aku seperti sedang bermimpi. D-dia betul-betul hadir dalam dekapanku. Tubuh mungilnya hangat, dia bergerak di atasku. Aku ingin terus memeluknya t...tapi aku lelah. Aku ingin tidur, Hoshi."

"Istirahatlah. Biar kita serahkan harimau kecil berpipi merah ini pada dokter. Hei anak pintar, kau lucu sekali dan ya Tuhan ... kau mirip sekali dengan Woozi."

Setelah Woozi melahirkan plasenta dan Hoshi memotong tali pusat, sang Omega pun dibiarkan beristirahat jika mengingat perjuangannya dari semalaman. Tak terbayangkan sesakit apa menjadi seorang Ibu yang akan melahirkan. Hoshi semakin menghargai betapa hidup para Ayah tidak pernah bisa disejajarkan dengan pengorbanan para Ibu untuk buah hatinya. Mereka rela terluka, terkoyak tulangnya, kehabisan tenaga demi menghadirkan sebuah nyawa.

Bahkan Hoshi tak mampu mengucap kata selain syukur dan terima kasih karena setelah dibersihkan, wajah bayinya tampak menggemaskan. Pipi putih bulat dengan mata kecil yang masih menutup rapat. Hoshi jatuh cinta pada putra pertamanya. Calon kebanggaan Paradia di masa yang akan datang. Akan dia siapkan baik-baik nama yang bisa menjadi doa untuk jagoannya kelak.

Belum sempat Hoshi menggendong dan melakukan skin to skin, tiba-tiba pintu kamar terbuka menampilkan raut wajah Zico, Wendy, dan Vernon yang ikut terharu atas kelahiran anggota baru di royal family Taiga. Hoshi refleks memeluk sang ayah, ibu, dan adiknya secara bergantian.

"Selamat, Kak! Akhirnya kau resmi menjadi seorang Ayah!"

"Terima kasih, Vernon. Kau pun selamat karena sekarang resmi menjadi seorang Paman."

"Apa bayinya sudah diberi nama?" Wendy tidak sabar ingin melihat sang cucu, berulangkali mengintip di balik punggung Hoshi.

"Belum, Madre. Aku masih dilema akan memberikan nama yang mana. Mungkin nanti saat Woozi bangun aku akan bertanya padanya. Jika kalian ingin melihatnya, lihat saja. Dokter sedang menimbang berat badannya. Syukurlah dia terlahir dalam keadaan sempurna dan sehat."

Begitu diberikan izin, Hoshi ditinggal bersama Zico yang masih menatap tanpa ekspresi. Namun pelukan dan tepukan di bahu membuat emosi Hoshi akhirnya luruh. Tak sadar air mata menetes di pipi. Rupanya kebanggaan seorang Ayah adalah memiliki anak lelaki. Mungkin itu yang Zico rasakan ketika putra kebanggaannya sudah tumbuh menjadi seorang Ayah yang bisa diandalkan.

"Selamat, Nak. Selamat untuk kelahiran anak pertama kalian. Terima kasih karena sudah memberikan cucu untuk keluarga kita."

"Padre, akhirnya aku menjadi seorang Padre juga. Jadi begini ya rasanya? Bahagia, bangga, dan semua perasaan membuatku menjadi berbeda. Aku seperti terlahir sebagai pribadi baru. Seperti bukan aku."

"Nak," Zico membuka suara, bimbang dan tak sampai hati merusak kebahagiaan Hoshi. "Ada hal penting yang ingin Padre bicarakan denganmu."

"Ya?"

Sayang sekali, tapi Zico tak punya pilihan lagi. Panggilan Joongki beberapa waktu tadi berhasil menampar agar menyadari realita. Bahwa kebahagiaan tidak selamanya bertahan karena ada kewajiban lain yang harus mereka tunaikan segera. Tentang sebuah nyawa, Kota La Cascada, bahkan bisa dibilang nasib seisi Paradia lantaran masa lalu yang tak seharusnya diingat kembali muncul di masa sekarang.

"Kita harus pergi detik ini juga. Padre sudah menyiapkan squad terpilih dan jet pribadi untuk kita sampai di La Cascada secepatnya."

"Apa yang terjadi? Kenapa kita harus ke La Cascada? Anakku baru saja lahir, Padre. Bagaimana bisa aku pergi meninggalkan Woozi di sini?"

"Kita tidak memiliki waktu lagi. Untuk Woozi dan bayimu, serahkan pada Madre dan para pelayan. Aku akan meminta dokter untuk terus memantau selama 7x24 jam. Kau harus menemani Padre karena ini demi nasib Paradia."

Dada Hoshi mencelos, baru saja dia diterbangkan ke atas awan setelah kelahiran sang anak kesayangan, kalimat Zico membuatnya jatuh ke dasar jurang. Berat rasanya harus meninggalkan keluarga, jauh di dasar hati Hoshi masih ingin menatap dan mendekap bayinya. Dalam kondisi sang Omega yang sedang masa pemulihan, tentu saja Alpha Taiga tak mampu membiarkan Woozi sendiri tanpa penjagaan.

"Ini tidak hanya tentang Paradia, tapi juga tentang Qaaley. Padre mendapat kabar jika Qaaley diculik dan saat ini kondisi di La Cascada benar-benar tidak terkendali. Kita harus menyelamatkannya sebelum terlambat. Kau mau kan berjuang dengan Padre? Meski berat harus meninggalkan kebahagiaanmu di sini, tapi Padre tidak akan memaafkan diri ini jika sebagai Raja tak becus melindungi rakyatnya."

"Bagaimana bisa Qaaley diculik? Siapa yang menculiknya?"

"Akan Padre jelaskan saat di perjalanan nanti, lebih baik sekarang kau bersiap-siap. Sepuluh menit lagi kita berangkat."

Tentu sebagai seorang calon pemimpin Paradia berikutnya, tidak ada alasan bagi Hoshi mangkir dari kewajiban yang ada. Kalimat Zico yang berani membawa nama Paradia membuktikan jika kondisi memang sedang tidak baik-baik saja. Ditambah kenyataan jika benar Wonwoo diculik, itu artinya Hoshi sudah gagal menjadi kakak. Salahnya yang di awal mengizinkan adik manisnya pergi menjalankan misi. Hoshi tidak bisa menerima keadaan jika akhirnya harus seperti ini.

"Ya Tuhan, kenapa harus serumit ini? Kenapa pula akhirnya jadi begini? Qaaley ... aku mohon bertahanlah. Tunggulah, aku akan segera datang untuk menyelamatkanmu."

---

"Inikah gedungnya? Kylan tunggu, jangan dulu masuk! Peganglah ini untuk senjatamu."

Jun memberikan Mingyu pisau lipat yang selalu dibawa setiap saat. Satu-satunya senjata yang paling dia percaya mengingat kehidupan di La Cascada sama dengan menantang maut. Tak pernah terprediksi kapan dia akan diserang. Meski kenyataan mengatakan jika selama ini serangan yang datang tidak lebih dari pemabuk jahil yang tiba-tiba mencari gara-gara saat berpapasan di jalan. Namun demi berjaga-jaga, Jun selalu membawa pisau itu di saku celana maupun pakaiannya.

"Bagaimana denganmu? Bukankah ini pisau kesayanganmu?"

"Jangan khawatir, aku masih bisa mengandalkan dua tinjuan dan tendangan kaki kananku yang mematikan. Kau jangan lupa rekor kakak tampanmu ini yang pernah hampir mematahkan bahu Brendan saat latihan dulu."

"Tidak, Javiero. Tetap saja aku tidak bisa memakainya. Lebih baik kau yang pegang, aku cukup percaya diri untuk mengandalkan ilmu beladiri yang sedikit-sedikit pernah aku kuasai."

Tidak semestinya upaya penyelamatan Wonwoo malah diisi debat kecil sepasang kakak beradik Dorado yang kini mengoper pisau dari tangan satu ke tangan yang lain. Memangkas durasi yang harusnya satu jam kurang bisa menemukan Wonwoo sebagaimana pesan yang tiba-tiba dikirim ke gawai. Begitu menyadari kebodohan mereka, Mingyu dengan terpaksa menerima pisau dan senyum tampan terpatri di wajah kakak kandungnya.

"Kau harus menyelamatkan Qaaley, Kylan. Serahkan sisanya padaku, biar aku di sini yang akan melindungimu. Aku bersumpah takkan membiarkan siapapun menyentuhmu sebelum melangkahi mayatku."

"Javiero...."

"Kau tahu jika aku sangat menyayangimu, kan? Ingat baik-baik kalimatku, karena sampai kapanpun aku tidak akan meninggalkanmu sendiri. Hanya kita berdua di dunia ini yang saling menyayangi dan melindungi. Jika kau sampai terluka, maka aku tidak akan pernah bisa memaafkan diri ini yang sudah abai padamu. Aku hanya ingin berguna sebagai seorang kakak, yang juga menjadi kebanggaan adiknya."

Hati Mingyu terenyuh mendengar kalimat tulus yang dilontarkan Jun. Seperti pesan terakhir, momen sendu siang itu cukup kontradiksi dengan langit La Cascada yang mendadak lebih cerah dari biasanya. Namun sehangat apapun mentari bersinar, ada kehampaan yang dirasakan sebab tidak ada sosok Wonwoo di sisinya. Mingyu meremas dada kala sesak dan rasa panas menjalar. Hampir saja air mata kembali jatuh setiap mengingat kebodohannya, namun kesempatan kali ini bukan untuk Mingyu sia-siakan. Bagaimanapun caranya dia harus menyelamatkan sang Omega tercinta. Tidak ada satu orang pun yang boleh mengusik keluarga kecilnya, apalagi menyentuh buah hati yang kini Wonwoo kandung dalam tubuh rapuhnya.

"Maafkan aku jika sampai detik ini belum bisa menjadi adik yang baik untukmu. Selama ini kau selalu berdiri di depanku dan menjadi tameng yang selalu melindungiku. Kau pun harus tahu, Javiero, tanpa dirimu aku mungkin akan mengenal dan semakin tenggelam dalam kesepian. Terima kasih karena kau sudah menjadi kakak, orang tua, dan keluarga untukku. Aku pun memiliki perasaan yang sama denganmu. Jadi ... jangan mati dulu. Kau harus melihat kelahiran anakku yang juga calon keponakanmu."

"Dasar bodoh, ini bukan saatnya bermellow-ria. Aku tidak memiliki tisu untuk menghapus air mata, jadi hentikan kalimat manismu itu."

"Maaf."

Sial. Jika begini ceritanya, Jun bisa menangis termehek-mehek hanya karena mendengar sang adik kesayangan mengutarakan isi hatinya. Mereka sudah melebihi batas usia untuk lebih ekspresif atas perasaan yang ada. Dengan kata lain, kalimat itu memang memberikan jutaan makna berharga tapi tidak untuk membuat Jun terjebak dalam suasana. Fokus mereka saat ini adalah menyelamatkan dua nyawa. Wonwoo dan bayinya.

Begitu langkah kaki keduanya memasuki gedung kosong, bunyi lemparan batu terpantul di dinding. Jun dan Mingyu refleks terhenti ketika lima—tidak, enam orang muncul dari setiap penjuru gedung. Mereka membawa pipa besi dan tongkat baseball yang digesekkan ke lantai. Meninggalkan bunyi bising yang cukup ngilu di telinga, namun beruntung bukan senjata tajam dan senjata api yang mereka bawa sebab jelas akan menjadi kekalahan telak untuk kakak beradik Dorado ini.

"Dengar, Kylan. Apapun kondisinya, untuk saat ini jangan sampai terpisah dariku. Tetaplah berada di belakang punggungku. Mereka sepertinya bukan orang sembarangan, cara memegang tongkat cukup membuktikan jika tak sengaja mengenai leher kita akan langsung patah saat itu juga. Jangan lupa, gunakan pisau lipat yang kuberikan di saat yang tepat. Kau mengerti?"

"Tentu saja aku mengerti karena aku bukan anak kecil lagi, Javiero. Meski tubuhku belum betul-betul prima, tapi tiga dari mereka masih bisa aku lawan dengan sekuat tenaga."

"Good. Berhati-hatilah karena kita tidak pernah tahu musuh lain bisa muncul di mana dan kapan saja."

Memastikan jika posisi mereka yang kini sedang memunggungi dalam kondisi di kepung dari segala sisi tidak menimbulkan gerakan mencurigakan, Jun menyusun strategi bagaimana menumbangkan pria bertopi yang memegang tongkat terlebih dahulu baru mendaratkan tinjuan di perut dua pria lainnya. Jelas mengandalkan tangan kosong, Dorado tampan itu memilih pasrah namun setidaknya cukup percaya diri karena meski hidup sengsara di La Cascada Jun masih bisa menjaga massa otot dengan berlatih rutin setiap akhir pekan.

Setidaknya tubuh kekarnya masih berguna untuk meninggalkan memar dan mematahkan tulang. Karena perbandingan mereka yang jelas timpang sebelah. Bayangkan saja dua lawan enam, yang mana lawan dari dua Dorado ini memiliki postur tubuh lebih gempal. Barangkali waktu lima belas menit tidak akan cukup untuk mengalahkan keenamnya. Mingyu mendecih saat kekhawatiran untuk Wonwoo mengisi benak secara tiba-tiba.

"Qaaley, bersabarlah. Aku janji akan menolongmu, ya ... setelah aku membekuk mereka. Tunggu aku."

"Kemari kau, Bedebah!"

Duk.

Kaki Jun yang melompat dan berlari di udara berhasil mengenai dada si pria bertongkat yang langsung tersungkur ke tanah. Mingyu pun berlari menangkis setiap pukulan yang dilayangkan. Tubuh besarnya dengan sekuat tenaga menubruk serangan pria lain yang siap mendaratkan tinjuan. Kali ini baik Mingyu dan Jun melawan masing-masing tiga pria yang salah satu di antara mereka membawa alat sebagai senjata.

Bukan masalah, sebab dewi fortuna menaungi dua kakak beradik ini yang bisa dengan leluasa memenangkan permainan karena keuntungan tubuh mereka yang cukup gesit melakukan pelarian. Jun berhasil membuat salah satu pria tersungkur saat ujung sepatunya menendang wajah hingga berdarah. Sedangkan Mingyu yang berada di posisi barat daya mengambil ancang-ancang untuk menggunakan pisau lipat. Berniat menusuk tangan maupun bagian tubuh yang cukup vital.

"Kylan, awas!"

Brak.

Sebuah kursi melayang hampir menimpa kepala Mingyu yang berhasil meloncat saat salah satu pria yang melawan Jun berganti mengepung dirinya. Kali ini Jun kewalahan lantaran kakinya terkena tendangan hingga terasa linu di tulang. Namun bukan masalah, darah Dorado yang mengalir di tubuhnya membuat tenaga kembali terisi penuh dua kali lipat. Menghitung aba-aba dalam hati, Jun meninju dada sang pria yang berdiri persis di hadapannya. Berhasil, pria itu tersungkur seraya terbatuk cukup lama sampai kesulitan untuk kembali bangkit.

Mingyu dan Jun kembali merapat dengan memunggungi diri masing-masing. Mengabsen sisa lawan yang masih lebih banyak dari segi jumlah. Kali ini keduanya bertukar posisi, Mingyu mengoper pisau lipat yang langsung Jun tangkap. Dalam sekali hentakan, Jun berhasil menyayat pipi, lengan, dan dada tiga pria yang melawan Mingyu sebelumnya.

"Kau lihat itu, Kylan? Kakakmu hebat sekali, bukan?"

"Jangan bermain-main, bodoh! Di belakangmu, awas!"

Wush. Tak. Srek.

Jun dengan mudah menghindar ayunan tongkat besi yang hampir menghantam kepala. Namun berkat teriakan Mingyu yang juga berhasil memelintir lengan sang pria, akhirnya dua Dorado memimpin sebab lawan yang tersisa satu orang itu entah kenapa menunjukkan raut kebingungan. Begitu hendak menggertak, pintu dari arah jam dua tiba-tiba menjeblak terbuka dengan suara bising teriakan yang mungkin ada sekitar 7 orang berlari mengepung mereka.

"Puta Madre! Kenapa cecunguk ini semakin bertambah banyak? Kylan, kau tidak apa-apa?"

"Ugh—aku baik-baik saja. Kau tidak perlu khawatir!"

Mingyu meringis terkena hantaman dari belakang. Kepalanya mendadak pening, namun karena teringat wajah Wonwoo yang bisa saja kini dalam kondisi mengenaskan memilih untuk kembali melawan. Tangannya meraih pipa besi saat mencoba bangkit dan berdiri, lalu mengayunkan di udara hingga berhasil mengenai leher tiga pria yang mencoba mendekatinya.

"Cih. Mereka tidak ada habisnya! Kalau begini bagaimana cara menyelamatkan Qaaley?"

"Javiero, gunakan ini!"

Wush. Hap.

Seringai Jun terkembang saat di kedua tangannya dua senjata yang sempat digunakan oleh musuh sebelumnya. Bukan masalah untuknya melawan sisa dari mereka sendirian, selama Jun dan Mingyu tetap fokus meski jumlah yang tidak setimpal membuat kewalahan. Namun selama dua puluh menit memberikan perlawaanan, separuh dari pria menyebalkan itu sudah tumbang.

Jun dengan agresif mendaratkan pukulan telak di dada pria terakhir yang mengepungnya. Namun saat akan memberikan pukulan kedua, sepasang matanya tak sengaja menatap sosok dari kejauhan yang memerhatikan mereka. Dia adalah Aleix Chanyeol Cygnus yang langsung melangkah pergi saat Jun menyadarinya.

"Keparat kau, Aleix!!! Jangan pergi sebelum kau katakan di mana Qaaley?! Argh, brengsek ... kalian mengganggu jalanku!"

Fokus Mingyu terpecah mendengar nama Omeganya disebut. Lantas menatap Jun dan tak menyadari jika lawan yang berhasil dibekuknya tiba-tiba bangkit meraih sebongkah kayu.

Bug.

"KYLAN!!!"

Mingyu tersungkur setelah mendapat pukulan hebat di tengkuk. Barangkali mengenai kepala sebab saat tubuhnya ambruk ke lantai, dia bisa merasakan basah darah menetes dan membasahi kerah pakaian.

"Qaaley .... a-ku harus menyelamatkanmu ... tapi ... k-kepalaku pusing dan berat ... sekali. S-sial, Qaal...ey tunggu a...ku."

"KYLAN! HEI! BANGUN KYLAN! ARGH ... BAJINGAN KAU BERANI-BERANINYA MELUKAI ADIKKU! KEMARI KAU LAWAN AKU! KAU HARUS MEMBAYAR PERBUATANMU WAHAI IBLIS JAHANAM!"

Pergulatan kembali memanas di mana Jun membabi buta mengunci leher pria yang memukul Mingyu dengan kedua pahanya. Mendaratkan bogeman tanpa ampun sampai merusak wajah hingga babak belur. Lawan lain yang juga bangkit secara tertatih-tatih menghadang namun Jun berhasil sangkal dengan menarik kerah mereka hingga terpantul di lantai.

Kemarahan semakin menjadi, seperti ada yang bangkit dari tubuh. Di mana darah yang panas bergolak, membuat tubuh Jun terasa ringan saat menghakimi musuh yang berdatangan. Meninggalkan Mingyu yang tergeletak tak sadarkan diri dalam kondisi tengkurap. Rembesan darah mengisi paving block membuat Jun kembali nyalang.

"Kylan! A-adikku Kylan ... bangunlah! Sialan, lukanya cukup lebar dan darah mengucur semakin deras. SIAPAPUN!!! TUHAN TOLONG!!! TOLONG SELAMATKAN ADIKKU!!!!"

---

"Di sini!"

Langkah kaki Joongki dan Kai terhenti mengikuti instruksi Kyungsoo yang memilih pojok gedung untuk tempat persembunyian. Setelah kepergian Seokmin dan Seungcheol yang menyusul kubu Jun dan Mingyu, mereka yang melakukan pergerakan di akhir berhasil menemukan lokasi setelah mendapat petunjuk dari Kai.

"Kau yakin ini tempat yang aman, Laia?"

"Semoga, Signor. Saya hanya butuh pendamping yang bisa menahan musuh yang berani mengusik saat melacak di mana lokasi Brendan dan Qaaley."

"Gunakan drone!" sahut Kai berapi-api. "Gedung ini sudah lama terbengkalai. Bahkan di beberapa sisi dan hampir di setiap sayap ada ruangan yang tidak disertai atap. Kita bisa melacak menggunakan kamera drone. Setidaknya itu lebih memudahkan daripada harus memahami denah. Karena jujur, aku sebagai pemiliknya sudah lupa dengan denah bangunan ini."

"Ide bagus! Tapi anda tidak perlu khawatir karena saya sudah memasang alat pelacak di baju Brendan. Butuh waktu lima menit untuk mengeceknya di laptop. Mohon tunggu sebentar."

"Baik, jika begitu aku akan mengendalikan drone dan Castiel membaca posisi Brendan bersama Laia. Kita berbagi tugas selagi anggota Cassano Family masih dalam perjalanan."

Kai mengangguk semangat. Sudah bukan waktunya untuk bekerja mandiri dan mengandalkan emosi sesaat. Sebagaimana yang dikatakan Joongki di rumah sakit, masalah ini bukan lagi tentang La Cascada tapi menyangkut Paradia. Ada banyak pertanyaan yang dia simpan, namun Kai pilih untuk sejenak melupakan. Setidaknya sampai ada waktu tepat untuk mendengar penjelasan Joongki yang lebih mengetahui motif adiknya.

Lima menit berlalu, Kyungsoo berteriak puas melihat hasil di mana layar laptop menampilkan titik merah di antara garis hijau yang merupakan posisi Seungcheol. Sedangkan di ruang kosong namun masih satu layar yang sama, kamera mengintai ke segala penjuru gedung. Mencari di mana keberadaan kubu Jun dan Seokmin yang terpisah.

"Signor, mohon arahkan ke barat daya. Aku seperti melihat sesuatu."

"Oke!"

Benar saja, meski gambar tidak begitu terlihat jelas namun kepekaan Kyungsoo berhasil menemukan dua sosok yang ramai dikelilingi orang. Dari postur tubuhnya seperti Jun karena sempat menatap ke kamera drone.

"Javiero dan Kylan ada di sayap gedung bagian barat melawan beberapa orang. Sedangkan posisi Arthur dan Brendan ada di bagian timur laut. Oh, sebelum kalian pergi menyusul mereka ... gunakan ini. Jangan sampai komunikasi kita terputus. Aku akan memberikan ini pada anggota Cassano Family yang lain jika mereka tiba!"

"Lalu dirimu?" Kai refleks berteriak mengagetkan Joongki dan Kyungsoo yang memberikan sepasang earphone dan mini microphone sebagai alat komunikasi.

"Aku bisa bersembunyi sampai bala bantuan datang. Doakan saja semoga aku tidak terlalu mencolok hingga dicurigai musuh."

"Tidak," Joongki membuka suara dengan raut serius. "Kami akan menemanimu sembari menunggu anggota lain yang sebentar lagi tiba. Kau adalah harapan kami yang bisa mengatur strategi ini, Laia. Tidak akan aku biarkan mereka menemukanmu bahkan menyentuhmu."

"Signore," Kyungsoo tersenyum manis mendapat perhatian dari bos yang sangat dihormatinya. Memilih mengabdikan seumur hidup dengan menjadi bawahan Alpha Cassano memang bukan hal buruk. Setidaknya Kyungsoo ikhlas dan rela jika harus berkorban nyawa untuk Joongki.

Mengundang gurat kecemburuan di wajah Kai yang merasa tak terima melihat tatapan Kyungsoo begitu memuja atasannya, tangan hacker cantik itu pun tiba-tiba dia genggam. Kai menatap Kyungsoo dengan ekspresi serius yang bisa membuat para Omega dan Beta bertekuk lutut dibuatnya.

"Aku pun tidak akan meninggalkanmu, Laia. Setidaknya sampai bala bantuan datang, kami tidak akan membiarkanmu sendiri di sini. Karena bagaimanapun juga kita adalah tim sekarang."

Anggukan sang Omega yang tersipu dan mengalihkan wajah membuat senyum di wajah Joongki terbit. Namun tidak terlalu lama, sebab dia lebih mengkhawatirkan para Dorado yang berada di garda terdepan. Meski seingin apapun menyusul mereka, kenyataan jika Kyungsoo merupakan prioritasnya membuat ketua Cassano Family ini dilema.

Tapi beruntung bala bantuan yang ternyata beberapa anggota Family datang. Beserta mantan anggota White Eagle yang sudah berteman baik dengan Joongki menemukan lokasi mereka.

"Eden! Kenapa kau di sini?"

"A-aku ingin bertemu Arthur, Kak. Tapi sebelumnya aku ingin bertanya, apa benar Elly adalah dalang di balik ini semua?"

Kai tak mampu menahan perasaan berkecamuk saat ditatap raut muram adik kandungnya. Pasti berat untuk Jisoo menerima kenyataan jika pemuda yang sudah dia anggap kakak kembar meski tidak ada darah mengikat mereka sudah melakukan tindak kejahatan.

Jika Kai perhatikan seksama, mereka yang baru saja datang memang sudah beraliansi dengan Joongki. Yang juga artinya siap memerangi rencana busuk Jeonghan yang di mata Kai berubah menjadi pribadi berbeda. Adik yang dia kenal tidak sekejam ini, bukan seperti ini Jeonghan Lupus yang dia sayangi. Dada Kai sesak setiap mengingat kenangan manis mereka yang juga sebagai rut buddy.

"Kita akan memastikannya, Eden. Karena semuanya sudah di sini, kita bagi dua regu untuk membantu kubu Javiero dan Brendan. Eden dan salah satu Cassano Family yang bisa bertarung lebih baik menunggu di sini dan menjaga Laia selama kita ada di dalam. Bagaimana, Vin? Kau setuju?"

"Aku setuju, Cas. Yang paling penting jangan terpisah dan bersembunyilah di tempat paling aman."

Suho mengangguk paham. "Kalau begitu aku, Lucanie, dan beberapa pengikut White Eagle akan menyusul Kylan. Di mana posisi mereka sekarang?"

"Di sayap barat. Sebelum anda pergi, tolong pakai alat ini untuk memudahkan komunikasi. Semoga kalian baik-baik saja!"

Jaehyun mengambil dua buah earphone beserta mini microphone yang langsung ditaruh di saku kemeja. Hal melegakan karena akhirnya bala bantuan datang, sehingga Joongki dan Kai bisa leluasa menolong Seungcheol di tempat berbeda. Semoga mereka bisa segera menemukan di mana lokasi Wonwoo. Maka dari itu, Jisoo sangat diperlukan untuk menjaga Kyungsoo yang berusaha mencarinya.

"Kami pergi dulu, kalian berhati-hatilah."

"Jangan khawatir, Signore. Semoga Qaaley bisa segera ditemukan!"

Setelah mengantongi pistol dan senjata tajam yang akan sangat dibutuhkan dalam pertempuran, Joongki berlari menerobos ruangan kosong. Disusul Kai yang masih berat hati meninggalkan dua sosok yang baginya cukup berarti. Entahlah. Entah sejak kapan Kai merasa ada dorongan untuk mengambil bagian hidup Kyungsoo. Di balik sisi kerennya yang sangat bisa diandalkan, Alpha Lupus itu ingin melindungi si anak kebanggaan Cassano Family sebagaimana kodratnya yang seorang Omega.

"Kau tidak perlu khawatirkan Laia, Cas. Dengan dia bisa hidup sampai detik ini membuktikan dalam kondisi segenting apapun Laia bisa bertahan karena memang dia sangat cerdas dan selalu memiliki strategi brilian."

"T-tidak. Siapa pula yang memikirkan anak buahmu? Aku hanya meragukan tindakan Elly. Ada banyak pertanyaan dalam benakku tapi yang paling mengganggu, kenapa bisa dia melakukan ini? Melihat kau pun sampai turun tangan membawa regu El Fuego dalam upaya penyelamatan ini, aku masih belum percaya jika orang yang selama ini hidup di sisiku ternyata melakukan hal paling tak terduga."

Joongki tersenyum selama perjalanan yang memang cukup panjang karena gedung ini begitu luas dalam ribuan hektar. Menjadi tempat eksekusi paling menyeramkan jika menginhat nyawa yang dilenyapkan bisa langsung menjadi santapan buaya di sungai terdalam dan terluas di La Cascada.

"Terkadang ada banyak hal yang tidak kita sadari karena terlalu mempercayai seseorang. Hani Draco selama hidup menjadi salah satu keluargamu, tentu masa lalu kelam yang sempat terjadi bukan kewajiban kalian untuk mengetahui itu. Tapi besar harapanku agar hal ini tidak akan pernah terjadi lagi, Cas. Sudah cukup di 22 tahun lalu aku melalui banyak penyesalan sampai orang terdekatku berguguran. Tidak ada lagi tragedi yang akan tercatat di masa kini. Semoga Hani Draco tidak melakukan hal gila seperti yang pernah dilakukan pendahulunya dulu."

"Apa itu, Vin? Siapa Draco dan Dorado sampai mereka bisa saling menyerang? Dan apa yang mengakibatkan terjadinya kerusuhan 1993? Sebenarnya apa yang terjadi di El Fuego pada saat itu? Dan lagi, kenapa kau sampai sepeduli ini pada empat kakak beradik itu? Diam-diam aku mencari tahu tentangmu yang ternyata selama ini melindungi mereka atas alasan pribadi. Apakah para Dorado adalah keluargamu?"

Tatapan Joongki berubah nanar ketika mendongak menatap bentang langit berwarna biru. Di mana awan putih bergerak bebas, menjadi hari paling tidak biasa karena La Cascada yang merupakan kota hujan tiba-tiba berubah hangat dan cerah. Jelas tidak seperti hari-hari kemarin, Joongki merasakan hatinya selalu sesak setiap kembali mengulas masa lalu. Ke masa jauh sebelum kerusuhan terjadi 22 tahun lalu.

Pada kenangan di usianya yang baru menginjak angka lima mengetahui kebenaran jika darah yang mengalir di tubuhnya juga berasal dari salah satu kota di Paradia. Rumah asal Ibu biologisnya yang seorang Alpha Dorado namun gugur dalam perang aliansi Paradia - Irishania, tepat dua tahun setelah melahirkannya.

Benar-benar tidak mudah menjadi Joongki yang di beberapa belas tahun kemudian, wanita yang dinikahinya bahkan sudah melahirkan buah hati yang kini tumbuh dewasa harus pergi untuk selamanya. Semua karena kesalahan Joongki yang tak pernah bisa tegas memilih di mana dia berada untuk selama-lamanya.

Menjadi seorang halfblood Familia Dorado dan Cassano membuatnya berada di posisi serba salah. Maka sudah Joongki putuskan sejak kerusuhan 1993 menyerang El Fuego akan menebus setiap kesalahan. Terutama menjaga satu-satunya putra peninggalan sang istri yang juga kini turun dalam perselisihan.

"Cas, kau tahu? Aku tidak pernah memberitahu siapapun tentang hidup dan masa laluku, tapi adanya aku berdiri di sini sudah jelas selain untuk berjuang memperbaiki masa lalu, aku hanya ingin membalas hutang budiku pada seorang adik yang kuanggap segalanya. Dia adalah Ayah kandung Brendan yang sudah menerima dan menganggapku sebagai keluarga meski sebagai Dorado aku cukup berbeda. Dan tentunya ada satu lagi sosok yang memberiku alasan untuk menjaga kota La Cascada. Dia adalah putra kebanggaanku ... Arthur Seokmin Dorado yang membuatku rela melakukan apa saja bahkan bertaruh nyawa demi melindunginya. Itulah bentuk cintaku sebagai seorang Ayah yang memiliki segudang dosa pada putranya."

Kai tak mampu berkata-kata. Yang dia tangkap, suasana detik itu berubah sendu di mana mata Joongki berkaca-kaca kala memutar kembali kisah pahit di masa lalu. Jauh sebelum kerusuhan 1993 menyerang El Fuego, tepatnya saat Joongki memaknai sebuah kehilangan untuk kali pertama dalam hidupnya.

---

Irishania, 43 Years Ago....

"Akhirnya, semua ini sudah berakhir! Kerusuhan ini sudah berakhir. Oh Tuhan, Vincenzo ... kemarilah, Nak. Ini adalah kemenangan untuk kita. Perang akhirnya berakhir. Kita sudah merdeka!"

Joongki kala itu baru menginjak usia lima tahun, di mana kabar kemenangan sekaligus kemerdekaan negara Irishania dikumandangkan melalui radio di area pengungsian. Mengakhiri perang tak berkesudahan selama puluhan tahun yang cukup melekat di benak si bocah sebab dalam perang itu pula merenggut nyawa Ibu Alpha yang sudah melahirkannya ke dunia. Ibu Doradonya yang tiga tahun lalu gugur dalam tugas membela negara mengingat Paradia dan Irishania sudah beraliansi sejak lama.

Hal itu yang mengakibatkan sang Ayah yang juga pernah tergabung dalam regu spesial bersama sang Ibu dinyatakan cacat selama-lamanya, hampir saja kehilangan nyawa setelah tangan kanannya putus di medan perang. Beruntung orang baik menemukan tubuh dan merawatnya. Meski harus terpisah dengan jasad wanita yang dia cinta, namun kemenangan ini begitu membahagiakan. Membuat Joongki kecil bertanya, air mata apa yang sang Ayah titihkan sekarang? Untuk siapa tangisan itu ditujukan? Kebahagiaan untuk negara yang pada akhirnya merdeka? Atau kenangan masa lalu yang begitu indah pernah dilalui bersama mendiang Ibunya?

Joongki tidak pernah mengenal sosok sang Ibu Dorado. Namun dia bisa merasakan jantungnya bertalu-talu setiap mendengar nawa sang Ibu disebut. Darah Familia Dorado yang mengalir dalam tubuhnya membuat semangat dan ambisi untuk Joongki kecil dipenuhi rasa penasaran. Bertanya-tanya seperti apa kampung halaman ibunya yang begitu misterius itu? Paradia terdengar indah namun juga mengerikan karena pasalnya banyak melahirkan generasi monster sampai prajurit wanita diturunkan dalam medan perang.

Dan Paradia merupakan negara yang sudah sejak puluhan tahun lalu merdeka dan dipimpin oleh Raja Taiga. Itulah sepenggal kisah yang sering sang Ibu ceritakan pada Ayahnya lalu dilungsurkan pada Joongki setiap dia akan terlelap. Rasa penasaran dan kedekatan itu membuatnya ingin mengenal negara baru. Joongki ingin tahu bagaimana masa lalu Ibunya ketika tumbuh di El Fuego.

"Emilia, akhirnya perjuangan kita tidak sia-sia. Terima kasih sudah datang dalam hidupku, menghadirkan putra tampan yang begitu mirip denganmu. Aku akan menjaganya, Emilia. Aku akan menyayangi putra kita. Semoga kau tenang di Surga sana."

Ayah Joongki memeluk pigura yang memuat satu-satunya foto peninggalan istri tercinta.

"Papà."

"Iya, Nak? Kenapa putra tampanku?"

"Paradia dan El Fuego itu seperti apa? Kenapa namaku dan namamu Cassano tapi nama Ibu Dorado? Sebenarnya aku siapa?"

"Nak, kau adalah buah cinta kami. Ibumu adalah prajurit berprestasi. Papà bertemu dengannya di medan perang enam tahun lalu. Kami menjalin hubungan hingga lahirlah dirimu. Bagaimana Paradia dan El Fuego, jujur Papà tidak tahu. Tapi segera setelah kondisi negara ini pulih, kita pergi untuk mengunjungi tempat asal Ibumu dilahirkan ya? Untuk sekarang, kau fokuslah berjalah untuk menjadi anak yang pintar. Jangan cemas karena sekarang negara kita sudah berbeda. Kita menang, Nak! Kita merdeka."

Masih dengan rasa penasaran yang tak temukan jawabannya. Setiap Joongki bertanya selalu nihil yang dia dengar dari penjelasan sang Ayah. Mungkin sampai usia 6 tahun di mana salah seorang kerabat dari Ibunya berkunjung ke Irishania. Setahun setelah negara itu merdeka, akses dari luar negeri sudah banyak diizinkan sehingga dengan leluasa turis asing berdatangan dan pelan-pelan ekonomi pun bangkit dari keterpurukan.

"Oh, jadi pria kecil ini yang bernama Vincenzo Joongki Dorado? Wajahmu betul-betul mirip Emilia, kau memang putranya. Salam kenal, Vin. Aku adalah kakak kandung Ibumu. Singkat cerita aku adalah Pamanmu dari El Fuego."

Mata Joongki tiba-tiba berbinar seperti pernah bertemu sebelumnya. Mungkin karena dia adalah saudara yang juga mengalirkan darah Dorado yang sama, Joongki jadi lebih mudah akrab. Setiap tiga bulan sekali, pria itu pasti datang berkunjung dan kali ini membawa serta bocah berusia 5 tahun yang fisiknya lebih besar jika dibandingkan Joongki yang usianya setahun lebih tua.

"Nah, Vin. Dia adalah putraku, namanya Brian Kangin Dorado. Kalian memiliki nawa yang sama. Semoga kalian selalu rukun sebagai keluarga."

Kedekatan Vincenzo dengan Kangin bisa dibilang seperti adik dan kakak kandung. Hanya terpaut satu tahun saja, mereka bisa berbaur sehingga membuat para Ayah bangga. Namun sebetulnya, sudah sejak lama pria Cassano itu ingin berdiskusi dengan sang kakak ipar, tentang rasa penasaran Joongki yang semakin menjadi mengenai Paradia maupun El Fuego.

"Bagaimana jika kau membawa putraku tinggal di Paradia? Sudah sejak setahun yang lalu Vincenzo bertanya-tanya, namun sayangnya aku tidak memiliki jawaban dan hal itu membuatku merasa buruk sebagai seorang Ayah. Setidaknya, jika dia tahu bagaimana suasana kota yang sudah membesarkan Ibunya, mungkin dia akan belajar jika dalam tubuhnya tidak hanya mengalir darahku sebagai orang Irishania, tapi juga Dorado yang berasal dari Paradia."

"Kau yakin? Semua anak yang terlahir dari Familia Dorado harus melalui serangkaian pelatihan militer dini hingga mereka remaja. Jika Vincenzo ikut denganku, artinya kalian tidak akan pernah bisa bertemu untuk waktu yang lama."

"Bukan masalah. Setidaknya aku ingin Vincenzo mengenal di mana Ibunya dibesarkan, kesalahan terfatalku dulu mengizinkan Emilia turun langsung dalam medan perang saat usia Vincenzo baru satu tahun. Aku sudah gagal membawa pulang Ibu dari anakku. Maka dari itu aku ingin membiarkan Vin memilih jalan hidupnya dan belajar tentang dunia baru."

"Jika itu maumu, maka aku akan membawa Vincenzo pulang ke Paradia. Aku berjanji akan menjaganya sampai waktu tiba dia kembali ke Irishania."

"Terima kasih, Kak. Maaf jika aku tidak bisa menjadi Ayah dan suami yang baik untuk Emilia."

Lembar baru dalam hidup Joongki pun dimulai, yang mana saat genap menginjak usia 7 tahun dia tinggal bersama keluarga Kangin di Blok A1. Hatinya menghangat melihat ada banyak Dorado sepertinya yang juga memiliki postur segempal Kangin. Untuk anak seusia 7 tahun, memang Vincenzo bisa dikategorikan cukup kecil. Setiap pelatihan pun ada saja hal yang membuatnya harus dihukum. Namun dalam beberapa tahun kemudian, sampai akhirnya Joongki menjadi salah satu prajurit berprestasi seangkatan. Tubuh yang lebih ramping dan dulu menjadi kelemahan terbukti paling lebih gesit kala menggunakan senjata.

Bersama Pilar Siwon Dorado dan Brian Kangin Dodado putra kebanggan familia pada masanya, Joongki mendapat hadiah berupa tatto di lengan kiri sebagai lambang Dorado berprestasi. Meski di awal Joongki sempat bungkam memilih tidak berbicara selama setahun karena anak seusianya dari familia berbeda menghina aksen yang berbeda. Mereka mencibir jika Joongki bukan warga El Fuego sebenarnya. Hal itu jelas membuat hatinya sakit namun jika diingat di masa sekarang, Joongki malah bangga menjadi halfblood karena bisa menempatkan diri di mana saja.

Dan hari itu adalah perayaan ulang tahun yang ke delapan belas. Joongki dinyatakan lulus dan bisa melamar ke instansi, namun dia lebih memilih tidak melanjutkan karena ingin segera pulang bertemu sang Ayah. Hampir belasan tahun dia habiskan waktu di Paradia. Aksennya pun sudah hilang dan yang paling tak disangka-sangka, teman Joongki datang dari berbagai kalangan. Seperti dari empat familia lainnya dan seorang Matthew Zico Taiga yang merupakan calon pemimpin Raja Taiga berikutnya.

Joongki bersyukur pernah tumbuh besar di lingkungan yang mau menerimanya terlepas kebenaran jika dia bukan Dorado murni. Hal itu dibuktikan dengan pertemuan dengan salah satu mantan prajurit wanita di pelatihan. Starla Yeobin Dorado, seorang Omega female yang lebih memilih karir untuk menjadi pelukis agar bisa mengelilingi dunia. Mereka jatuh cinta dan di usia 22 tahun Joongki dikaruniai seorang bayi laki-laki sehat dan tampan yang diberi nama Arthur Seokmin Dorado.

"Sayang, aku tidak menyangka dia akan begitu menggemaskan. Terima kasih sudah melahirkannya, terima kasih banyak, Starla."

"Vin, dia adalah bukti cinta kita. Nama Arthur akan membawanya menjadi pria yang bertanggungjawab, tentu menjadi pria manis yang menjaga orang yang dia cinta. Tapi yang terpenting, aku ingin Arthur menjadi pemuda periang yang memiliki senyum secerah surya. Ah, putraku. Mama sangat mencintaimu, Nak."

"Ayah pun sangat mencintaimu, Arthur. Jadilah kebanggaan dan harapan kami. Ayah berjanji akan menjaga kalian berdua."

Namun kebahagiaan tidak menaungi selamanya, dua tahun setelah Yeobin melahirkan dan kembali menggeluti hobinya. Sebagai seorang Dorado memang menjadi hal yang dianggap tabu apabila tidak melanjutkan jenjang karier sebagai prajurit di bidang pertahanan. Seperti Siwon yang diutus secara ekslusif oleh Raja IV Taiga untuk melindungi royal family. Begitupun Kangin yang mendulang prestasi cemerlang berhasil menduduki jabatan Jendral di usia muda.

Hanya Joongki yang memilih hidup biasa saja dan mengunjungi Ayahnya di Irishania. Namun nahas, kabar mengejutkan datang jika Cassano Family yang berhasil mencetak generasi pengacara kenamaan—setelah Joongki pindah ke Paradia, sang Ayah membuka sekolah dan firma hukum—diserang. Ternyata setelah perang berlalu belasan tahun lamanya, tidak menyurutkan dendam yang menyeret keluarga Cassano sampai berurusan dengan segerombolan mafia.

Bersama pujaan hatinya, Joongki terbang ke Irishania untuk menyelamatkan sang Ayah. Meninggalkan Arthur yang masih terlalu kecil di tengah kondisi tidak memungkinkan sehingga terpaksa dijaga oleh kakek dan neneknya di El Fuego. Hingga bertahun-tahun lamanya tidak ada kabar, ternyata Joongki di negara asal tengah berduka setelah kedatangan di hari pertama menemukan mayat sang Ayah tergeletak di rumahnya. Yeobin yang menemani Joongki melawan depresi bahkan menjadi korban pembunuhan selanjutnya musuh Cassano Family yang sampai detik ini belum diketahui apa motifnya.

Joongki murka dan semakin membabi buta membalaskan dendam. Sehingga selama di Irishania tepatnya kota l'impronta yang menjadi kota dengan angka kejahatan tertinggi, ilmu yang dia dapatkan selama masa pelatihan di El Fuego membawanya menjadi seorang mafia kelas kakap yang tak bisa dikalahkan begitu saja. Joongki mampu membalikan keadaan di mana musuh yang di awal menyerang berhasil menjadi kawan bahkan membantunya meraih kesuksesan meski harus melalui jalan yang cukup kotor.

Hingga pada akhirnya Joongki lupa pulang dan kembali menjenguk anaknya yang jelas kesepian. Seokmin tidak pernah tahu jika Ibunya meninggal karena kelalaian Joongki selama di Irishania. Menjadi sebentuk trauma yang membuatnya sulit untuk putuskan kembali ke Paradia.

Tepatnya di tahun 1993, sebuah panggilan dari nomor tak dikenal. Rupanya Zico sang teman dari Paradia memberi kabar jika El Fuego berubah kacau. Menjadi lautan api yang mana kediaman Familia Dorado di Blok A1 habis diserang. Joongki tahu ini terlambat, tapi wajah Seokmin kala bayi yang sering dia gendong di beberapa tahun sebelumnya menghantui benak. Penyesalan tiba-tiba datang karena baru kali ini dia memutuskan untuk pulang setelah berlarut-larut dalam duka kehilangan.

Setibanya di sana, Joongki terkejut luarbiasa melihat tidak ada satupun orang yang selamat. Sisa masih menyalak di mana bangunan kediaman sudah menghitam menjadi debu dan banyak pondasi yang roboh. Mayat-mayat tergeletak di setiap sudut Blok A1, hingga sosok wanita yang masih merintih dan bergerak menyentil empati Joongki.

Bukankah dia Yuri istrinya Siwon?

"T-tolong, selamatkan anak...ku."

"Ya Tuhan, siapapun yang masih hidup! Tolong! Ada orang yang masih membutuhkan pertolongan di sini!"

"K-kau siapa?" Yuri mencoba bertanya di tengah rasa sakitnya.

"Aku Vincenzo. Kau masih mengingatku? Aku Ayahnya Arthur."

"A-Arthur?" Yuri terkesiap. Ingatannya kembali pada empat bocah yang selama ini selalu mengisi hari-harinya. Empat bocah yang dua di antaranya adalah murid juga anak dari kerabat Doradonya.

"Bertahanlah, Carla. Aku akan mencari bantuan."

"T-tidak, Vin. L-lebih baik ... k..kau ... se-selamat...kan mereka. Arthur—a-ada bersama Brendan ... dan a-anakku. Tolong selamatkan mereka."

Bergelut dengan hati nurani, Joongki akhirnya meninggalkan Yuri yang berusaha mendorongnya pergi. Memilih untuk mencari di mana keberadaan empat bocah yang melarikan diri dari maut. Para Dorado cilik yang tak bersalah dan satu di antaranya adalah darah daging Joongki dari mendiang istrinya.

"Arthur sayang ... kau di mana, Nak? Ayah rindu, maafkan Ayah yang sudah meninggalkanmu. Pulanglah, Nak. Ayok pulang bersama Ayah."

Tapi nihil, di sepanjang jalanan tidak ada satupun tanda-tanda yang menunjukkan adanya empat Dorado yang malang. Hingga tak sengaja terdengar bunyi sedikit mencurigakan di balik semak-semak. Berada di perbatasan El Fuego dengan jalan menuju kota lain, Joongki membeliak tak percaya menemukan empat bocah yang sedang meringkuk kedinginan di belakang gedung terbengkalai. Berselimutkan kardus, saling memeluk tubuh mungil masing-masing.

Mereka sudah terlelap dengan pemandangan menghangatkan hati di mana Seokmin pun larut dalam dunia mimpi sembari mengemut jari. Seperti menyadari ada keberadaan seseorang, bocah polos itu terbangun menatap siluet Joongki yang membelakangi cahaya.

"Arthur...."

"Um, Paman ciapa? Apa Paman olang baik? Aytuy tatut. Aytuy kedinginan. Aytuy ingin puyang."

Rasanya seperti ditikam sembilu yang mengalirkan racun mematikan. Menghunus ulu hatinya kala wajah bocah yang begitu mirip dengan wanita yang dia cinta perlahan menangis dalam diam. Namun yang paling menyakitkan bagi Joongki saat putra yang lama tak dia kunjungi memanggil dirinya dengan sebutan Paman alih-alih Ayah. Kenyataannya Joongki tidak bisa marah karena penyebab kenapa Seokmin bisa tidak mengenal siapa orang tuanya adalah buah keegoisan Joongki yang memilih pergi meninggalkan Paradia.

"Arthur, kenapa kau menangis? Ssssh, sudah ... sini aku peluk. Kau tidak perlu takut."

Seungcheol kecil yang masih mengantuk belum menyadari ada sosok pria dewasa duduk berjongkok di hadapannya. Hanya fokus memeluk tubuh dingin Arthur yang pada usia itu sangat cengeng kembali mengemut jemari. Membuat Joongki menitikan air mata. Untuk pertama kali dia malu dan kalah telak oleh bocah yang bahkan usianya masih terlalu dini untuk merasakan neraka dunia.

"Anda siapa?" Seungcheol bertanya dengan nada penuh curuga. Di tangan kanannya menggenggam batu, upaya bertahan apabila Joongki betul-betul orang jahat.

"Anggap aku hanya orang yang tidak sengaja lewat. Siapa namamu, Nak? Apa kau juga Dorado?"

"Brendan," Jawabnya tanpa tenaga, Joongki bisa menebak jika Seungcheol adalah putra Kangin karena memiliki tatto di lengan kiri yang sama dengannya.

"Oke, Brendan. Selagi suasana malam ini masih sunyi, kau mau membantuku membangunkan adik-adikmu? Di sini masih tidak aman untuk kalian. Lebih baik kita pergi sejauh mungkin. Jangan khawatir, aku akan aku carikan tempat yang layak untuk kalian tinggal."

"Ke mana?"

"Tempat yang jauh dan jelas aman. Tolong percayalah padaku, aku bukan orang jahat."

Tanpa melontarkan pertanyaan lanjutan dan bentuk protesan lainnya, Seungcheol akhirnya membantu Joongki membangunkan Jun yang langsung bangkit dari tidur. Sedangkan Mingyu bayi masih terlalu kecil untuk berjalan kaki, hanya bisa digendong oleh Seungcheol yang berganti tugas dengan Jun. Karena di dada Joongki kini Seokmin yang dia dekap untuk pertama kali setelah terpisah bertahun-tahun. Mungkin ini akan menjadi pelukan terakhir, sebab Joongki tidak bisa selamanya berada di sisi sang anak, terpaksa menitipkan pada orang yang berhutang budi pada Joongki saat di Irishania.

Dia adalah kakek dari Namjoon yang memiliki rumah tua di Kota La Cascada namun cukup untuk menampung empat bocah. Sampai akhirnya Joongki harus kembali ke Irishania karena mengurus masalah yang belum selesai dengan para mafia hanya bisa memantau melalui kebaikan kakek dan cucunya.

"Signore! Sudah aku putuskan akan bekerja denganmu mulai sekarang. Tolong berikan aku pekerjaan apapun itu. Akan aku lakukan dengan senang hati karena sejak kakek meninggal, aku tidak memiliki sepeser pun uang."

"Kalau begitu ... jadilah mata, tangan, dan hatiku untuk menjaga para Dorado yang tinggal di rumah kakekmu. Aku akan memberimu rumah lain dan sejumlah uang setiap bulan. Tolong jaga mereka selagi aku tidak ada. Bagaimanapun juga mereka adalah permataku yang paling berharga."

to be continued

__________________

Length : 7630 words

Author's note :

Wazuuuuup guys, how are you?

Kembali ngaret wahai diriku mafiakangkung yang baru bisa apdet 3 minggu lebih, bahkan hampir 1 bulan karena bab kemarin 9 Juni sekarang apdetnya 5 Juli. Ahaydeuuuu, kalau udah amnesia emang rasanya tentram padahal hutang menggunung 😥

Okei, abaikan intro yang nggak bingitz, lebih baik kita mengulas bab ini aye-ayeeeey 🌠

Nggak kerasa yes udah memasuki mega-klimaks dan bisa jadi bab depan akan super-super klimaksnya karena masih ada hutang penjelasan. Yang pasti poin apa aja yang ada setelah bab ini :

1. Flashback asal muasal kenapa El Fuego bisa rusuh tahun 1993.
2. Arthur & Brendan yang akan duel dengan Lizer Jackson & Aleix Chanyeol urusan kematian Gerard Shownu.
3. Qaaley yang masih disekap Elly. Bismillah kamu aman ya sama Little Pea 😫
4. Dan kejutan lain yang belum bisa Kangkung spill.

HEHEHEHEHEHE SOK MISTERIUS AJA DULU YAKAN~

Eniwei baydeway basweiii(?), kita kasih selamat dulu yukz buat Padre Hoshi akhirnya resmi menjadi seorang Ayah. Luarbiasa sekali perjuangan seorang Omega melahirkan. Maapkan kesotoyan Kangkung bikin scene lahiran normal, kalau maksa mohon dimaklumi tapi yang pengin Kangkung sampaikan di scene part pertama adalah kebahagiaan menyambut kelahiran anak pertama yang pasti campur aduk. Kita bisa lihat sebucin apa Hoshi sama Woozi aduh mau lah sisakan Alpha maung seperti Ochiiii 🤩

Belum Kangkung spill siapa nama bebinya ya, inisialnya sih cyukup gemesin kayak bapaknya. Depan M, nama tengah V dan di nama belakang tentu Familia Taiga. MVT. Hayooo siapa yang bisa nebak nama lengkap calon temen mainnya Little Peanut? Nanti tak kasih permen. Hahaha canda permen.

Tapi sayang, kebahagiaan Hoshi harus disentil kenyataan jika Qaaley si adik kesayangan kenapa-napa. Makin gak sabar deh menunggu tim El Fuego membantu proses penyelamatan Qaaley. Sampe naik jet pribadi, ya mungkin satu jam kemudian nyampenya. Semoga tepat waktu 😥

Oke, kita beralih ke part dua di mana Kylan kena bogem di kepala sampe berdarah. Emang guys selama perkelahian Kylan nggak selincah Javiero karena kondisi yang masih lemes. Masih ada efek imprint Qaaley yang sekarang juga pingsan kan. Makanya dia tertatih-tatih banget nyelametin Omega sama Little Pea. Kita doakan semoga Kylan segera pulih, begitupun Dorado lain yang sampe Arc ini nggak ada korban jiwa 😭

Eh, kalau poin kalimat terakhir nggak janji guys. Sebagaimana yang sering Kangkung spo di twitter, Lluvia di mega-klimaks ini dipastikan sangat tidak baik-baik saja. Ada harga yang harus dibayar setimpal, dendam masa lalu nggak akan reda kalau tidak ada yang mengalah. Kira-kira nasib Brendan sama Elly gimana ya? Rahasia guys, Kangkung nggak akan spill sekarang, nantikan dengan sabar ya? 😘

Daaaaan tiba juga kita di part terakhir, gimana yang suuzon kalau Vincenzo bapaknya Arthur mana suaranya? Yeiii, tebakannya benar dong. Bisa kita simpulkan kalau Joongki juga Dorado, tapi halfblood. Ibunya warga El Fuego asli dan Dorado tulen tapi nikah sama Bapake asal Irishania.

Kenapa Joongki rela nolongin 4 Dorado? Tentu selain mengalirkan darah Familia Dorado, kewajiban Joongki melindungi Arthur, satu-satunya buah hati yang dulu pernah dia tinggalkan. Hubungan Joongki dengan Siwon (Ayah Jun & Mingyu) sebagai temen sama kayak ke Zico, tapi kalau ke Kangin Dorado jatohnya adik sepupu. Makanya Arthur dan Brendan masih ada ikatan darah walau beda rahim Ibu. Masih satu keturunan lah ya dari kakek buyut yang sama.

Dan menjawab kenapa Joongki sampe bisa punya tatto pedang mirip kayak Kangin dan Sencol memang cuma garis keturunan keluarga Kangin aja yang menjalankan ritual ini. Kalau mentemen notis bab Guide, familia mana aja yang menolak pernikahan di luar nawa, salah duanya adalah Draco dan Dorado itu memang bener guys. Makanya, kasus Joongki ini cukup unik, meski dia half Dorado tapi keluarga Kangin menerima dengan baik. Yang dalam catatan, belum tentu di keluarga Dorado lain akan semudah itu diterima, kasarnya di sini ada sebuah kesepakatan jika identitas Joongki memang sengaja dirahasiakan.

Identitas Joongki pula berkaitan dengan Kerusuhan 1993, masih ada benang merahnya. Bahkan dengan kematian Yunho Lluvia Bapakke Qaaley juga masih kena ciprat yang semoga bab depan bisa Kangkung jelaskan secara rinci agar bisa mencerahkan rasa penasaran mentemen sekalian 🐯

Kalau kita notis lagi, hampir semua karakter yang punya spot di Lluvia berangkat dari background nelangsa. Termasuk Arthur yang kita tau penuh canda tawa, kenyataannya dia gak pernah ngeuh siapa orang tuanya. Cuma tau Kakek dan Nenek pun saat masih kecil, ada banyak ingatan yang samar-samar di kepalanya. Dan Joongki punya alasan kenapa sampe memilih nggak mengakui karena memang egoisme masa lalu masih mendominasi.

Semoga aja setelah ini akan ada titik terang untuk semuanya. Mari persiapkan diri guys, peka dengan setiap kalimat Kangkung yang bisa jadi membawa spoiler. Tapi jangan khawatir, di bab ini dan bab depan Kangkung menyediakan kolom untuk menampung pertanyaan temen-temen yang masih blunder dan pengin ada pembahasan di selipan bab setelah bab depan.

Insyaallah Kangkung akan membuat 1 bab khusus berisi FAQ semesta Lluvia, bisa dibilang wikipedianya Lluvia dari bab 01-19 kalau nggak ada perubahan ya. Takutnya di bab 19 ada yang belum ke spill semua jadi nunggu bab 20, karena setelah Draco vs Dorado, kita beranjak ke konflik terakhir yang jadi sisa alias buntut dari bab guide sampe bab 20. Tentang El Fuego juga Paradia. Wow, ngerik sekali udah skala negara.

Oke deh guys, hanya itu yang bisa Kangkung ulas untuk update-an bab ini. Tidak banyak cakap karena takut di skip. Kangkung selalu pertimbangkan dengan kenyataan apakah teman-teman sampai bab ini sudah bisa mengikuti alur atau masih banyak yang ingin ditanyakan? Makanya seringkali Kangkung ajak agar jangan malu untuk bertanya. Silakan tinggalkan di lapak komentar apapun itu pertanyaannya seputar Lluvia, apabila belum mendapat jawaban akan Kangkung rangkum di bab FAQ.

Btw, setelah tamatnya Lluvia, ada 1 cerita setipe yang pengin Kangkung launching sebagai line up project tahun depan. Semoga terealisasi ya, mohon dukungannya mentemen!

Stay healthy juga loh, di manapun kalian berada jangan lupa pake masker. Patuhi protkes, jaga pola makan, pola tidur, dan hindari kerumunan! God bless you!!!

Bye bye~

Luv,
mafiakangkung 🐯

P. S : "Kylan lama banget siiikkk!!! Katanya mau nolongin aku? Aku dah kelamaan ekting pingsan nih. Pegel!!!" -Qaaley yang di bab ini gaji buta karena gak kebagian scene xixixi

- 05/07/2021 -

Continue Reading

You'll Also Like

234K 25.4K 17
[Brothership] [Re-birth] [Not bl] Singkatnya tentang Ersya dan kehidupan keduanya. Terdengar mustahil tapi ini lah yang dialami oleh Ersya. Hidup kem...
126K 1K 6
isinya jimin dan kelakuan gilanya
73.2K 6.9K 30
Marsha Ravena baru saja diterima di salah satu perusahaan ternama, ia jelas sangat senang karena memang dari dulu itulah yang ia inginkan. tetapi kes...
36.2K 5.3K 34
Cerita tentang perjodohan konyol antara christian dan chika. mereka saling mengenal tapi tidak akrab, bahkan mereka tidak saling sapa, jangankan sali...