Dear Mom || Watanabe Harutoโœ”[...

By Millenniums12

906K 165K 83.6K

[Treasure series Book 1] Aku adalah bagian dari kisah terburuk dalam hidup mama. Starring: -Watanabe Haruto ... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
36
37
38
Dear Mom Terbit Ulang
Dear Mom Segera Terbit Ulang
Vote Cover
OPEN PO
Thanks readers (II)โค
PO Ke 2
PO ke 3
PO ke 4
PO ke 5
Last PO
Special Sale!
Giveaway?

35

15.1K 2.9K 1K
By Millenniums12

(Biasakan pencet bintang di ujung kiri bawah sebelum atau sesudah membaca:)

Author POV

Awalnya, malam ini Hanbin hendak pergi ke studio lagi, karena masih ada banyak hal yang harus dia kerjakan. Namun Jennie melarangnya, setelah bertanya apakah pekerjaan Hanbin tidak bisa dilanjutkan besok dan Hanbin menjawab bisa, Jennie memintanya untuk tak pergi ke studio malam ini.

Karena belakangan ini Hanbin sama sekali tak pernah tidur di rumah, Jennie memintanya agar menggunakan waktu malam ini untuk beristirahat. Bahkan saat Hanbin hendak berbaring di atas sofa, Jennie menyuruhnya untuk tidur di atas tempat tidur.

"Emangnya badan kamu gak pegel-pegel tidur di sofa tidur? Tidur di kasur aja, lagi pula kasurnya juga luas."

Begitu ucap Jennie, rasanya dia tak tega melihat Hanbin terus menerus tidur di sofa, apalagi suaminya yang belakangan ini selalu menghabiskan waktu di studio itu pasti tidur di atas sofa juga selama menginap di studio.

Walau awalnya Hanbin menolak karena takut Jennie merasa tak nyaman jika tidur berdua tanpa Haru di tengah-tengah mereka, akhirnya dia menurut setelah Jennie merebut bantal dan selimutnya lalu meletakkannya di atas tempat tidur.

Karena tengah dalam proses menyelesaikan beberapa lagu ciptaannya yang akan masuk ke album comeback salah satu grup penyanyi laki-laki, Hanbin bilang dirinya mungkin masih akan sibuk sampai satu minggu ke depan.

Karena itu, Jennie ingin memastikan Hanbin beristirahat dengan baik di tengah kesibukannya, setidaknya untuk malam ini saja. Dia juga akan memasak berbagai makanan untuk sarapan Hanbin pagi nanti, karena belakangan ini dirinya tak bisa memastikan apa Hanbin makan dengan baik dan teratur.

Sesuai dugaan Jennie, Hanbin pasti benar-benar kelelahan, karena langsung terlelap tak lama setelah berbaring di atas tempat tidur.

Sebelum tidur, seperti biasanya Jennie menyempatkan diri untuk pergi ke kamar Haru. Dia akan ada di sana sampai Haru naik ke atas tempat tidur, lalu akan menarik selimut untuk menutupi tubuh Haru, setelahnya dia akan membisikan kalimat manis yang selalu dibisikkan Jisoo sejak Haru kecil.

"Jadi kapan kakek ke sini? Katanya mau ngajak Haru jalan-jalan."

"Mmm kapan yaa? Rahasia dong, biar surprise bro!"

"Ih gitu ... Ngomong-ngomong kakek semenjak sering ikut main bareng game online sama temen-temen Haru jadi kaya anak gaul gini ya bahasanya hahaha ..."

"Emang, geli banget dengernya. Gak cocok juga, udah kakek kakek gini, jadi kebiasaan pulang kerja bilang What's up brader! Sampai asisten rumah pada keheranan semua."

"Itu namanya keren tau! Biar kaya anak zaman now."

"Tapi gak keren kalau papa yang ngomong, udah kakek kakek gitu."

"Loh kok ngeledek? Mama sirik ya? Iri? Bilang bosss!"

"Apaan sih!"

Jennie tersenyum bahagia, melihat Haru yang tengah duduk di kursi meja belajarnya asik video call dengan orang tua Hanbin sampai gelak tawanya terdengar berkali-kali.

"Kalau gitu selamat istirahat ya kek, nek, Haru tunggu kedatangan kalian di Jeju ya ..."

"Selamat istirahat juga brader, sampai ketemu nanti~"

"Dahhh Haru sayaang, selamat tidur, mimpi indah yaa ..."

Setelah menyudahi sesi video callnya, Haru beranjak dari duduknya untuk menuju tempat tidur, dia baru menyadari kehadiran Jennie di pintu.

"Loh, mama sejak kapan berdiri di situ?" Tanya Haru,

"Belum lama. Kok belum tidur?" Tanya Jennie seraya melangkah masuk, saat Haru berbaring di atas tempat tidurnya, Jennie mendudukkan diri di sampingnya dan menyelimuti Haru.

"Tadi abis video call dulu sama kakek dan nenek. Oh iya, mereka bakal main ke sini loh, ma. Katanya nenek kangen sama mama." Ujar Haru,

Jennie sedikit terkejut mendengarnya, "Oh iya?"

Haru mengangguk.
Lalu menceritakan bahwa tadi neneknya menanyakan banyak hal tentang Jennie. Bagaimana kabar Jennie, apakah ada sesuatu yang membuat Jennie tak nyaman, apa Jennie kelelahan, apa Hanbin membuat onar dan membuat Jennie terbebani dan masih banyak lagi.

Jennie terharu mendengarnya, dirinya bersyukur karena mama Hanbin begitu memperhatikannya.

"Papa udah tidur ma?" Tanya Haru, Jennie menggangguk meng-iyakan.

"Kayanya dia kecapekan, pas tiduran di kasur gak lama langsung tidur."

"Kasian banget. Gimana gak kecapekan, jarang tidur gitu kayanya. Nanti kalau sakit gimana coba?"

Jennie tersenyum, lucu rasanya melihat Haru begitu mengkhawatirkan Hanbin.

"Sekarang Haru tidur ya."

"Selamat tidur juga, ma." Ucap Haru, Jennie mengangguk seraya tersenyum.

Seperti malam-malam biasanya, Haru akan memegangi tangan kanan Jennie begitu erat dengan kedua tangannya, sementara tangan kiri Jennie akan mengusap pucuk kepalanya sampai dia tertidur.

"Makasih banyak ya Haru sayang, karena udah hadir dalam hidup kami. Mama sayaaang banget sama Haru." Bisik Jennie seraya tersenyum begitu manis,

Mendengar ucapan manis yang dibisikkan mamanya itu, sudah seperti mengisi daya bagi diri Haru, bisikan manis itu selalu membuat Haru merasa bahagia setiap mengakhiri hari-harinya yang bisa dibilang tak mudah untuk dia jalani karena apa yang membuatnya pergi dari Seoul.

Jennie kembali ke kamarnya.
Berbaring di atas tempat tidur walau rasanya dia belum mengantuk sama sekali, karena malam semakin larut.

Ditatapnya Hanbin yang berbaring menyamping menghadapnya, ada dua buah guling yang membatasi mereka berdua. Jennie berbaring menyamping menghadap laki-laki di hadapannya yang tengah terlelap itu, sambil menumpuk kedua tangannya di atas bantal dan menjadikannya sebagai alas untuk pipi kanannya, Jennie menatap wajah Hanbin yang terlihat lelah sekali.

Sambil terpikir banyak hal tentang laki-laki di hadapannya, Jennie mulai bertanya-tanya sendiri. Tentang orang seperti apa laki-laki di hadapannya ini.

Mengingat segala hal yang telah dilakukan Hanbin demi dirinya selama ini, Jennie tiba-tiba merasa begitu penasaran, ada rasa seperti ingin segera mengetahui lebih banyak, tentang orang seperti apa Hanbin sebenarnya. Jennie ingin mengetahui segalanya jauh lebih dalam lagi.

Terpikir banyak hal tentang Hanbin sembari menatap wajahnya yang masih terlelap tanpa posisi tidurnya berubah sedikitpun, Jennie sama sekali tak menyadari bahwa waktu telah berlalu melewati tengah malam.

Kedua mata Jennie membulat seketika seraya menggigit bawahnya, karena Hanbin tiba-tiba membuka matanya dan kelihatan terkejut melihat Jennie tengah menatapnya.

Hanbin sedikit memicingkan matanya, lalu menguceknya perlahan. Ditatapnya lagi Jennie yang berbaring menghadapnya seperti membeku. "Jen? Kamu belum tidur?" Tanya Hanbin terkejut,

Jennie menggeleng, "Gak bisa tidur." Jawabnya jujur, karena dirinya masih belum merasa mengantuk padahal waktu telah menunjukkan pukul 2 dini hari.

Hanbin bergegas bangun, dengan posisinya yang masih duduk di atas tempat tidur, dia menatap jam dinding. "Udah jam 2 loh. Kamu mikirin sesuatu sampai gak bisa tidur?" Tanya Hanbin cemas,

Jennie menggeleng, "Engga kok. Emang belum ngantuk, gak tau kenapa."

"Takut mimpi buruk lagi?" Tanya Hanbin lagi,

Jennie menggeleng lagi, "Engga. Aku udah gak mimpi buruk lagi. Beneran, belum ngantuk aja."

Hanbin terdiam sejenak, lalu beranjak dari tempat tidur dan bergegas menuju kamar mandi.

Begitu keluar wajahnya basah, karena dia baru saja membasuhnya dengan air.

"Kenapa bangun jam segini? Masih banyak waktu sampai pagi, mending kamu tidur lagi." Ucap Jennie, dia ikut bangun menjadi duduk saat Hanbin beranjak dari tempat tidur.

"Iya, mau ke dapur dulu, pengen minum." Ucap Hanbin, dia bergegas keluar dari kamar dan pergi ke dapur.

Bahkan setelah dirinya kembali ke kamar, Jennie yang terlihat kembali berbaring dibalut selimut masih belum terlelap juga.

"Coba minum ini." Ucap Hanbin seraya menyodorkan segelas susu coklat hangat pada Jennie,

Membuat istrinya itu bergegas duduk dan mengambilnya, "Kenapa repot-repot?" Tanya Jennie tak enak,

"Engga kok. Dulu, tiap kali aku susah tidur, mama suka bikinin susu coklat hangat, katanya supaya aku ngantuk dan bisa tidur. Ternyata kadang emang ngebantu." Ucap Hanbin,

Jennie lantas meneguk segelas susu coklat hangat pemberian Hanbin itu. Begitu Jennie selesai meneguknya, tangan Hanbin bergerak untuk mengambil alih gelasnya dari tangan Jennie dan meletakkannya di atas nakas.

"Mau dibacain buku cerita? Kali aja nanti langsung ngantuk." Ucap Hanbin,

Jennie tersenyum lalu mengangguk.
Hanbin yang lantas berjalan menuju rak buku di sudut kamar untuk mengambil salah satu buku cerita anak-anak miliknya sama sekali tak menyadari, bahwa Jennie tiba-tiba termenung dengan mata berkaca-kaca.

Jennie baru saja teringat akan sesuatu, sebuah kenangan menyakitkan dari masa kecilnya.

"Ini, diminum dulu susu coklatnya ... Sekarang mama bacain cerita yaa."

Jennie sama sekali tak pernah merasakannya, dibuatkan susu sebelum tidur lalu dibacakan buku cerita sampai terlelap. Saat dirinya masih kecil, dia terbiasa melihat mama kandungnya masuk ke kamar Yeri untuk memberikan segelas susu hangat dan membacakan cerita pengantar tidur untuk Yeri.

Waktu itu, Jennie terbiasa untuk duduk di depan pintu kamar Yeri yang sedikit terbuka dan mendengarkan mamanya membacakan cerita pengantar tidur untuk Yeri. Jennie suka mendengarnya, yang membuatnya merasa begitu pedih adalah ... Mamanya sama sekali tak pernah membacakan cerita untuknya.

"Dulu aku suka banget cerita ini, judulnya Si Pangeran Buruk Rupa yang Baik Hati." Ucap Hanbin seraya mendudukkan diri di atas tempat tidur dengan buku cerita anak-anak di tangannya.

Ucapan Hanbin menyadarkan Jennie dari lamunan akan kenangan menyakitkan dari masa kecilnya. Sementara Hanbin telah duduk dengan bersandar ke kepala tempat tidur, Jennie kembali berbaring seraya menarik selimut untuk menutupi dirinya sampai sebahu.

"Berdoa dulu, biar gak mimpi buruk." Suruh Hanbin,

Jennie mengangguk, lalu memejamkan kedua matanya seraya menggenggam kedua tangannya sendiri. Saat matanya terbuka sebagai pertanda selesai berdoa, Hanbin membuka lembaran buku cerita di tangannya.

"Pada suatu hari, lahirlah seorang pangeran tampan di negeri Aurora ..."

Senyum Jennie otomatis mengembang, mendengar Hanbin mulai membacakan cerita untuknya. Setelah menginjak usia kepala tiga, Jennie baru mengetahui rasanya dibacakan cerita pengantar tidur.

Satu bulir air mata lolos dari sudut matanya, masih tersenyum karena merasa begitu bahagia bercampur terharu, Jennie bersyukur dalam hati. Karena Tuhan membiarkan Jennie merasakan salah satu hal yang paling ingin dirasakannya dulu.

Walau mamanya sama sekali belum pernah membuatkannya susu setiap malam dan membacakannya cerita pengantar tidur, setidaknya Jennie telah merasakannya hari ini, walau Hanbin lah yang melakukan semua itu untuknya.

Belum sampai di akhir cerita, Jennie telah terlelap. Hanbin menghentikan bacaannya beberapa saat setelah Jennie terlelap. Ditatapnya Jennie yang baru kali ini Hanbin lihat terlelap dengan senyum yang terlukis di wajahnya.

"Mimpi indah ya, Jen." Bisik Hanbin seraya tersenyum,

Ditutupnya buku cerita di tangannya dan diletakannya di atas nakas, sebelum kembali membaringkan diri di atas tempat tidur. Kini, giliran Hanbin yang terus menatap wajah damai Jennie yang tengah terlelap.

.

Langit masih gelap, namun Hanbin telah mengerjakan segala macam. Halaman dan teras telah disapunya, mawar-mawar Jennie telah disiramnya, kali ini dengan jumlah air yang wajar tentunya. Karena Hanbin telah berguru pada rekan kerjanya yang suka mengoleksi tanaman.

Menyapu dan mengepel lantai, mengelap kaca jendela juga kaca-kaca bingkai foto agar tak berdebu, Hanbin mandi dahulu sebelum menyetrika pakaian.

Dan di sinilah dia sekarang, dalam ruangan di lantai atas yang menjadi ruangan khusus untuk menyetrika pakaian. Sementara dirinya menyetrika seragam sekolah Haru, si pemilik seragam yang telah mandi dan mengenakan kaus putih polos dan celana selutut tengah duduk di sudut ruangan sembari memeluk bantal. Kedua telinganya asik mendengarkan lagu yang diputar Hanbin di ponselnya.

Sesuai permintaan Haru, Hanbin memperdengarkan lagu-lagu ciptaannya pada Haru sebelum dirilis, namun yang dia perdengarkan adalah versi demonya, Hanbin sendiri yang menyanyikannya.

Haru duduk memeluk bantal dan menyandarkan punggungnya ke tembok, dirinya begitu menikmati lagu-lagu yang diputar Hanbin. Mungkin karena Haru mengetahui bagaimana kisah hidup papanya itu, Haru bisa merasakan banyak hal dari lagu-lagu ciptaan Hanbin yang dinyanyikan sendiri oleh papanya itu.

Seperti rasa bersalah, penyesalan, keputus-asaan, kekaguman, juga rasa cinta yang begitu besar. Haru meyakini, bahwa lirik dari lagu-lagu ciptaan Hanbin itu pasti telah ditulis belasan tahun lalu. Salah satu lagu menggambarkan keputus-asaan seseorang dalam mencari orang yang dicintainya karena pergi menjauh.

"Nih ..." Hanbin menyerahkan kemeja sekolah Haru yang baru saja selesai dia setrika,

Bergegas bangun untuk mengambil kemejanya dan memakainya, "Makasih om." Ucap Haru membuat Hanbin langsung menghela nafas panjang seraya menatapnya dengan raut wajah datar,

"Salah, kebiasaan dulu manggil papa pake sebutan om." Ucap Haru diiringi kekehannya sendiri,

"Ngomong-ngomong, konsep album comeback nya apaan emang, pah?" Tanya Haru,

Hanbin masih berdiri menghadapnya, "Menurut kamu apa?" Dirinya malah bertanya balik,

"Sad boy." Jawab Haru,

"Ngeledek terus!!"

"Emang iya! Eh mama, tanya aja ke mama." Ucap Haru seraya melambaikan tangan ke arah pintu,

Hanbin berbalik dan benar saja, ada Jennie berdiri di depan pintu, entah sejak kapan. "Pagi, Jen. Gimana tidurnya, nyenyak gak?" Sapa Hanbin,

"Pagi. Nyenyak kok." Jawab Jennie seraya tersenyum,

"Kamu kenapa repot-repot setrika baju?" Tanya Jennie,

"Gak apa-apa, lagian udah lama aku gak bantu kerjain kerjaan rumah." Ucap Hanbin,

"Ma, liat deh. Sekarang papa udah jago nyetrika baju, rapi banget." Ucap Haru seraya menunjukkan kemeja putih yang tadi disetrika Hanbin dan kini telah dipakainya,

Jennie hanya tersenyum melihatnya. "Mau sarapan apa?" Tanya Jennie,

"Apa aja." Jawab Hanbin dan Haru serempak.

Pagi ini, Jennie memasak banyak makanan. Tak hanya untuk sarapan, dirinya juga menyiapkan bekal untuk Hanbin dan Haru. Karena Hanbin masih akan sibuk, Jennie membekalinya banyak makanan, termasuk buah dan camilan.

Sebelum ke studio, Hanbin melajukan mobilnya menuju sekolah Haru, setelahnya baru dia akan mengantar Jennie ke rumah sakit. Haru kelihatan begitu senang karena akhirnya berangkat sekolah diantar kedua orang tuanya.

"Astaga, Haru lupa!"

Jennie dan Hanbin menoleh ke belakang serempak, begitu mereka sampai di depan sekolah Haru. Putra mereka terlihat mengeluarkan selembar kertas dan pulpen dari tas sekolahnya.

"Mau minta tanda tangan buat izin ikut persami akhir pekan ini." Ucap Haru, seraya menyodorkan selembar kertas dan pulpen di tangannya pada Hanbin.

"Wah, pasti seru. Anak smp nya juga?" Tanya Jennie, sementara Hanbin tengah menandatangani lembar perizinan milik Haru.

"Engga tau deh." Haru jadi teringat Liona yang kemarin dibentaknya. Setelah apa yang terjadi di atap sekolah kemarin, Liona sama sekali tak datang menemui Haru. Wajar jika gadis itu marah, karena Haru membentaknya tanpa sebab.

"Nih." Hanbin menyerahkan lembar perizinan yang telah ditanda tanganinya,

"Makasih om Hanbin." Ucap Haru membuat Jennie menatapnya penuh keterkejutan,

Tangan Hanbin langsung bergerak untuk mencubit pipi Haru, "Terus aja terus, panggil om terus, gak dibeliin boba lagi baru tau rasa!" Ancam Hanbin,

Haru yang pipinya masih dicubit Hanbin malah tak kuasa untuk tidak tertawa, "Jangan dong! Jahat banget, waktu itu katanya mau beliin Haru boba yang banyak!"

"Idih apaan, penawarannya udah kadaluarsa tau!" Sahut Hanbin mengingat saat dirinya membujuk Haru agar tidak marah lagi dengan berjanji akan membelikannya boba yang banyak, Haru malah mengatakan bahwa dirinya bukan anak kecil yang bisa dibujuk dengan boba.

"Jahat banget. Ya udah, nanti Haru tinggal minta beliin sama kakek aja. Kalau gitu, Haru pamit ya. Dahhh om Hanbin, dahhh tante Jennie, sampai ketemu nanti sore." Ucapnya sebelum turun dari mobil,

Jennie langsung memukul bahunya pelan seraya tertawa. Haru bergegas masuk ke sekolah setelah orang tuanya itu melambaikan tangan masih sambil tertawa karena tingkahnya barusan.

"Seneng banget ngajak berantem, heran." Celetuk Hanbin, sambil melajukan mobilnya menuju rumah sakit tempat Jennie bekerja.

"Pas awal-awal kamu sibuk, dia bilang kangen ngeledekin dan bercandain kamu, karena waktu itu kamu kaya orang banyak pikiran banget sampai gak ngerespon kalau dia ajak bercanda. Pasti sekarang dia seneng, karena bisa bercandain kamu lagi." Ujar Jennie,

"Berarti harus siap-siap nih, kalau nanti udah gak sibuk, dia pasti ngajak berantem terus." Ucap Hanbin seraya tertawa setelahnya, sama halnya dengan Jennie.

Sampai di depan rumah sakit, "Bekelnya harus dihabisin ya. Vitaminnya juga jangan lupa diminum. Dan harus banyak minum air putih." Ucap Jennie sebelum turun dari mobil,

"Iya. Makasih banyak, Jen." Ucap Hanbin,

Jennie mengangguk, lalu turun dari mobil.
Tanpa dia duga, Hanbin ikut turun dari mobil dan terus menatapnya yang hendak berjalan masuk.

"Semangat ya kerjanya, semoga hari kamu menyenangkan." Ucap Hanbin,

Dia tersenyum dan melambaikan tangan pada Jennie, sebelum akhirnya kembali naik ke dalam mobil dan bergegas pergi.

Jennie belum melangkah masuk.
Masih berdiri mematung di depan rumah sakit, menatap mobil Hanbin yang telah melaju pergi.

Sejujurnya sejak pagi buta tadi, lagi-lagi sikap Hanbin mengingatkan Jennie akan kenangan menyakitkan di masa lalu.

"Pagi, Jen. Gimana tidurnya, nyenyak gak?"

Saat Hanbin menyapanya pagi tadi dan bertanya apakah Jennie tidur nyenyak, Jennie teringat akan sebuah momen dari masa lalunya. Di mana, setiap pagi dia yang datang ke dapur untuk membantu mama kandungnya menyiapkan alat makan di meja, selalu menyaksikan bagaimana mamanya menyapa Yeri yang baru bangun tidur dan menanyakan hal yang sama persis seperti pertanyaan Hanbin pada Jennie tadi.

"Selamat pagi sayang, nyenyak gak tidurnya? Mimpi indah gak semalem?"

Begitu ucapan mamanya kandungnya seraya memeluk Yeri, hampir setiap paginya. Dan Jennie menjadi yang setia menyaksikan tanpa pernah merasakannya, karena mama kandungnya tak pernah berlaku manis padanya, tak seperti perlakuan beliau pada Yeri.

"Semangat ya kerjanya, semoga hari kamu menyenangkan."

Dan ucapan Hanbin sebelum pergi beberapa saat lalu juga mengingatkan Jennie, pada saat di mana mama atau papanya selalu mengucapkan kalimat yang mirip pada Yeri, setiap kali mengantar dirinya dan Yeri sekolah.

"Semangat ya sayang sekolahnya, have a nice day."

Hanya Yeri, yang selalu mendapat ucapan sederhana namun begitu manis itu dari orang tua mereka.

Dan pagi ini, lagi-lagi Tuhan membiarkan Jennie merasakan, apa yang tak pernah dirasakannya dulu dari orang tua kandungnya.

Walau orang tua angkatnya juga memperlakukannya dengan begitu manis, namun semua perlakuan Hanbin sejak semalam begitu mirip dengan perlakuan manis orang tua kandungnya terhadap Yeri dulu. Seakan Tuhan tengah mengobati satu per satu luka dalam hati Jennie, karena tak pernah mendapat perlakuan yang sama dengan Yeri dari orang tua mereka dulu.

Bahkan tak hanya sampai di situ.
Sore harinya, tanpa Jennie duga, Hanbin datang ke rumah sakit untuk menjemputnya.

Saat hendak pulang, dirinya terkejut melihat Hanbin telah berdiri di samping mobilnya yang terparkir di depan rumah sakit.

"Jen." Panggil Hanbin seraya tersenyum dan melambaikan tangan pada Jennie, begitu melihat Jennie telah keluar dari rumah sakit dan akan pulang.

Jennie terpaku, bersamaan dengan perasaannya yang berubah aneh seperti semalam dan pagi tadi.

"Yeri sayang!!"

Anehnya juga, Jennie lagi-lagi teringat akan masa lalu. Setiap kali melihat mama atau papa kandungnya datang ke sekolah untuk menjemput Yeri. Mereka akan memanggil Yeri sayang sembari tersenyum dan melambaikan tangan pada Yeri yang hendak keluar menuju gerbang.

"Kamu sengaja jemput aku ke sini?" Tanya Jennie, saat dirinya sampai di hadapan Hanbin.

"Iya, yuk pulang." Ucapnya seraya membukakan pintu mobil untuk Jennie,

Mereka menuju sekolah Haru setelahnya.

"Gimana hari ini? Kerjaan kamu lancar?" Tanya Hanbin membuka pembicaraan selama di perjalanan,

"Lancar kok." Jawab Jennie,

"Pasiennya banyak hari ini?" Tanya Hanbin lagi,

"Banyak banget."

"Wah, pasti capek banget ya?" Sejenak Hanbin menoleh ke arah Jennie,

"Awalnya capek banget, tapi capeknya langsung ilang setelah aku ketemu Jian di koridor." Ucap Jennie, tangannya mengeluarkan sebuah lolipop berukuran cukup besar dari tasnya,

"Jian?" Tanya Hanbin,

"Iya, dia pasien yang baru selesai operasi satu minggu yang lalu, umurnya baru 5 tahun. Beberapa hari yang lalu, aku nemenin dia jalan-jalan karena ibunya ada keperluan mendadak dan para suster lagi sibuk nanganin pasien lain, eh tadi dia kasih aku permen pas ketemu di koridor. Anaknya lucu banget, pipinya chubby, bicaranya juga pinter banget, tiap kali dia bicara rasanya aku kaya meleleh." Ucap Jennie seraya tertawa kecil di akhir ucapannya,

Menoleh untuk menatap Jennie sekali lagi, Hanbin tersenyum melihatnya. Rasanya begitu membahagiakan untuk Hanbin, melihat Jennie menceritakan sedikit dari kesehariannya hari ini. "Kamu pasti suka banget sama anak kecil ya ..."

Jennie tersenyum, "Iya. Ngomong-ngomong, pekerjaan kamu gimana?" Giliran Jennie yang bertanya,

"Masih banyak yang harus aku kerjain dan kayanya nanti malem aku harus ke studio lagi." Ujar Hanbin,

"Ngerjain lagu sampai pagi?" Tanya Jennie, Hanbin mengangguk menanggapi pertanyaannya itu.

Keduanya sama-sama terdiam beberapa saat. "Emang gak bisa dilanjut besok aja?" Tanya Jennie lagi,

"Engga, besok pagi ada jadwal rekaman-"

"Terus kamu tidurnya kapan?" Jennie memotong ucapan Hanbin barusan, sampai Hanbin sedikit tersentak karena terkejut.

"Kalau kerjaan aku malem ini udah kelar, aku langsung tidur kok. Setelah itu baru lanjut rekaman pagi nanti. Oh iya, maaf ya besok aku gak bisa bantuin kamu dulu."

"Kenapa minta maaf sih? Gak perlu ngerasa gak enak soal itu. Berarti besok kemungkinan kamu pulang sore?

"Iya."

"Kalau gitu, pagi nanti aku anterin sarapan ke studio."

"Engga usah, Jen. Ngerepotin kamu kalau gitu."

"Engga. Lagi pula aku libur besok. Mau dimasakin apa?" Tanya Jennie,

"Apa aja Jen, makasih banyak ya sebelumnya."

"Iya. Santai aja." Ucap Jennie, menutup percakapan antara mereka berdua.

Setelah jadwal rekaman dimulai, Hanbin jadi jauh lebih sibuk lagi. Namun di tengah kesibukannya, dia masih menyempatkan diri untuk menjemput Jennie dan juga Haru setiap harinya, tak lupa juga dia mendengarkan keluh kesah Haru setiap harinya.

Setiap kali Jennie tak ada jadwal praktik di rumah sakit, Hanbin akan pulang dengan membawakan sesuatu untuknya dan juga Haru. Seperti strawberry, cake, es boba dan yang lainnya.

Lalu setiap malam dirinya akan kembali lagi ke studio. Namun sebelum pergi, tanpa Jennie duga, Hanbin selalu menyempatkan untuk membuatkannya susu coklat hangat dan membacakan buku cerita sampai Jennie terlelap.

Sapaan Selamat pagi dan pertanyaan Apa kamu tidur nyenyak? Termasuk ucapan yang awalnya Hanbin ucapkan sewaktu mengantar Jennie berangkat kerja pun masih Jennie dapatkan, karena Hanbin menanyakan dan mengucapkan semua itu lewat pesan setiap kali tak bisa pulang di pagi hari.

Lalu entah sejak kapan, Hanbin mulai terbiasa bertanya "Ada kejadian apa aja hari ini?" Setiap kali dirinya pulang saat Jennie libur bekerja. Dan entah sejak kapan, Jennie begitu menyukai rasanya saat mendengar pertanyaan semacam itu.

Dan setiap kali Hanbin mendengarkan cerita tentang apa saja yang Jennie alami setiap harinya dengan raut wajah bahagia, Jennie merasa ... Bahagia juga.

Ada seseorang yang setia menanyakan apa saja yang Jennie alami setiap harinya, bagaimana hari-hari Jennie, apa Jennie tidur nyenyak, Jennie tak pernah tahu sebelumnya, bahwa mendapat semua perlakuan sederhana itu rasanya begitu membahagiakan.

Sore ini, Jennie mendudukkan diri di lantai teras, dia pulang lebih cepat dari biasanya karena hari ini pasien tak begitu banyak, Hanbin tak menjemputnya karena masih mengerjakan sesuatu di studio.

Jennie menatap ke luar pagar seraya menunggu Hanbin dan Haru pulang.

Begitu sebuah mobil berhenti di depan pagar, Jennie sontak berdiri dengan senyum mengembang. Dilihatnya mobil yang terparkir di depan pagar itu ternyata bukanlah mobil Hanbin.

Begitu seseorang turun dari mobil, Jennie dibuat terkejut karena ternyata yang datang adalah papanya Hanbin.

Melihat mertuanya membuka pagar, lalu berjalan masuk seraya memangku sebuah kotak besar berwarna putih, Jennie bergegas menghampirinya.

"Papa." Panggilnya,

"Jennie, gimana kabar kamu? Lagi libur kerja ya?" Tanya tuan Kim, beliau meletakkan kotak besar yang dibawanya di teras.

"Baik pah. Engga, tadi Jennie pulang cepet. Papa apa kabar? Ke sini sama siapa?"

Tuan Kim berjalan menuju mobilnya lagi, Jennie mengekorinya. "Baik. Sendirian, kebetulan papa ada pertemuan bisnis di Jeju, jadi mampir ke sini dulu." Ucap tuan Kim seraya mengeluarkan kotak besar lainnya dari dalam mobil.

Jennie kebingungan melihatnya, "Itu ... Apa?" Tanyanya,

"Strawberry. Kata Hanbin, kamu suka banget strawberry. Jadi papa beliin sekalian mampir jenguk kalian."

"Kenapa repot-repot papa? Terima kasih banyak, Jennie jadi gak enak. Mana strawberry nya sebanyak ini." Ucap Jennie, menatap dua kotak besar berwarna putih berisi strawberry-strawberry seukuran kepalan tangan remaja.

"Baru segini, sisanya masih di jalan."

Jennie mengerutkan dahi mendengar ucapan mertuanya itu.

Melihat menantunya kebingungan, tuan Kim mendudukkan diri di kursi teras.

"Papa, silahkan masuk, duduknya di dalam aja. Mau Jennie bikinin kopi atau teh?" Tawar Jennie,

"Di sini aja. Gak usah repot-repot, papa gak akan lama kok."

Jennie tetap merasa tak enak. Dia bergegas membuatkan minuman untuk mertuanya itu. Sementara mereka berdua duduk di teras, Hanbin dan Haru masih belum pulang juga.

"Gimana hari-hari kamu di sini, Jen? Betah tinggal di sini?" Tanya tuan Kim,

"Betah kok, pah. Jennie suka banget suasana kota ini."

"Syukur kalau gitu. Haru gimana? Sekolahnya lancar?"

Mereka bicara banyak hal tentang Haru. Jennie merasa tersentuh, karena papanya Hanbin begitu memperhatikan Haru, beliau bertanya banyak hal tentang bagaimana keseharian Haru, termasuk bagaimana keadaan Haru setelah apa yang membuat mereka pergi dari Seoul.

"Hanbin gimana? Dia pasti ngerepotin kamu ya?" Tanya tuan Kim,

Jennie menggeleng cepat-cepat, "Engga sama sekali, pah."

"Apa dia bersikap baik sama kamu? Kalau dia berulah atau bikin kamu kesel, bilang sama papa ya. Biar papa omelin dia."

Jennie tertawa kecil mendengarnya, dia mengangguk seraya tersenyum.

"Papa ... Kenapa? Kok keliatan kaya kepikiran sesuatu?" Tanya Jennie, begitu mengamati raut wajah tuan Kim yang terlihat seperti memikirkan sesuatu.

"Engga, cuma kepikiran, takut Hanbin bikin kamu gak nyaman atau menderita. Kalau ada sikap atau perilaku anak papa yang bikin kamu gak nyaman, bilang aja ya Jen. Jangan ngerasa sungkan. Papa gak bisa tenang, tiap kali mikir bahwa tinggal satu atap sama Hanbin pasti sama sekali gak mudah buat kamu." Tuan Kim menundukkan wajahnya dalam-dalam, dirinya terlihat begitu mengkhawatirkan Jennie.

Dalam hati Jennie menyadari, bahwa Hanbin benar-benar mirip seperti papanya, dari sikap, perlakuan dan perhatiannya.

Jennie hanya terdiam menatap mertuanya itu karena merasa tersentuh, tuan Kim menoleh ke arahnya karena Jennie sama sekali tak merespon perkataannya. Beliau terkejut melihat Jennie menatapnya dengan mata berkaca-kaca.

"Awalnya memang berat, tapi makin hari, ada banyak hal yang bikin Jennie sadar, bahwa Jennie mulai nyaman sama kehidupan yang Jennie jalani sekarang. Bukan hanya karena Haru, tapi juga karena Hanbin. Anak papa baik banget sama Jennie, dia juga kelewat perhatian dan pengertian. Sampai hari ini, ada begitu banyak hal yang udah dia lakukan untuk Jennie, pah. Dia baik banget." Ucap Jennie seraya tersenyum, lalu dia menceritakan bagaimana sikap Hanbin setelah mereka menikah, apa saja yang telah Hanbin lakukan untuknya, juga bagaimana Hanbin memperlakukan dirinya.

Tuan Kim tertegun mendengar semua yang diceritakan Jennie tentang Hanbin. Karena beliau sama sekali tak dekat dan tak pernah akur dengan Hanbin, putranya itu sama sekali tak pernah terbuka atau menceritakan banyak hal padanya.

Tak lama mobil Hanbin datang dan terparkir di depan, mengalihkan atensi Jennie dan tuan Kim. Ternyata, bukan hanya mobil Hanbin yang terparkir di depan, tapi juga sebuah mobil pick up yang terlihat membawa kotak-kotak besar berwarna putih seperti yang dibawa tuan Kim tadi.

Melihat dua orang turun dari mobil pick up seraya menurunkan kotak-kotak besar dan hendak membawanya masuk, Haru dan Hanbin membuka pagar dengan raut wajah kebingungan.

Begitu menatap ke arah teras, Haru melongo kaget. "KAKEK!" Panggilnya terkejut, seraya langsung berlari ke arah tuan Kim dengan kegirangan.

"WHAT'S UP BRADER!!" Ucap tuan Kim seraya berdiri dan langsung memeluk Haru yang berlari menghampirinya,

"Apaan sih brader brader, itu cucunya pak! Lupa ya udah kakek kakek?" Celetuk Hanbin seraya melepas sepatunya,

"Apa sih, sirik aja." Sahut tuan Kim,

"Papa pesen apaan sih?" Tanya Hanbin, menatap banyak kotak besar di teras, karena tak mungkin jika Jennie memesan sesuatu sebanyak itu, Hanbin bisa langsung menebak bahwa papanya lah yang memberi mereka semua itu.

Tuan Kim bergegas membuka salah satu kotak, membuat Jennie tersenyum begitu senang melihat strawberry berukuran besar-besar di dalamnya. "Strawberry kesukaan menantu papa."

Hanbin dan Haru menganga tak percaya, "Semua kotak ini ... Isinya strawberry?" Tanya Hanbin lagi, dibalas anggukan oleh papanya.

Bahkan Jennie yang semula tersenyum senang berubah menjadi tercengang.

"Tuhkan, kebiasaan papa nih! Beli apa-apa suka gak kira-kira. Kalo Jennie dikasih strawberry sebanyak ini, yang ada nanti dia mabok strawberry, terus muak sampai gak mau makan strawberry lagi seumur hidup." Oceh Hanbin, membuat Jennie langsung menyikut lengannya, karena dia terdengar seperti tengah mengomeli papanya.

"Eng-ga kok, pah. Jennie suka banget. Makasih banyak ya papa, udah repot-repot bawain Jennie strawberry sebanyak ini."

Tuan Kim tersenyum lalu mengangguk.
Namun wajahnya berubah sensi lagi begitu menatap Hanbin.

"Tuan, ini titipannya." Ucap salah satu laki-laki yang barusan membawakan strawberry pesanan tuan Kim, dia menyerahkan sebuah kantung plastik besar entah berisi apa.

Tuan Kim mengambilnya, lalu memberi laki-laki itu beberapa lembar uang seraya berterima kasih.

"Yang ini buat cucu kakek!" Ucapnya seraya memberikan kantung plastik besar di tangannya yang ternyata berisi beberapa cup brown sugar boba kesukaan Haru,

"Waaaahhhhh, BOBAAA!! Makasih kakek." Teriak Haru kesenangan,

Lagi-lagi Hanbin menganga tak percaya, "Papaaaa, yang bener aja ngasih Haru boba sebanyak itu. Kalau nanti dia diabetes gimana?!" Tanya Hanbin,

Lagi-lagi Jennie menyikut lengannya, "Gak boleh gitu. Kan bisa kita bagi buat tetangga." Bisik Jennie,

"Papa lebay banget sih, sekali-kali gak apa-apa lah. Iya kan, kek?" Ucap Haru, tuan Kim tertawa kecil lalu mengangguk seraya mengusak pucuk kepalanya.

Tak bisa berlama-lama, tuan Kim pamit pulang karena memiliki banyak urusan di Jeju. Haru sempat menahannya dan memaksa agar kakeknya itu menginap, tapi beliau berjanji akan datang lagi dan menginap dengan istrinya, setelah urusan bisnisnya selesai. Barulah Haru mengizinkannya pergi.

Berjalan menuju rak, Hanbin mengambil gelas untuk minum. Dilihatnya Haru telah duduk di sofa dan bersiap menyeruput es boba pemberian kakeknya, setelah mereka memindahkan kotak-kotak besar berisi strawberry ke dalam.

"Haru, bobanya bagi-bagi ke tetangga, jangan kamu habisin sendiri. Jangan lupa kasih Liona." Ucap Jennie,

Belum sempat Haru menyeruput bobanya, Haru beranjak dari sofa. "Iya, ma." Sahutnya seraya memasukkan tiga cup boba ke dalam kantung plastik berukuran sedang. Bergegas dirinya menuju rumah Liona. Gadis itu benar-benar menjauhi Haru setelah kejadian di atap waktu itu.

Jennie mendudukkan dirinya di kursi meja makan, Hanbin yang baru saja mengambil segelas air hendak duduk di sampingnya, tanpa Hanbin duga, Jennie tiba-tiba menarik tangannya untuk segera duduk.

Melihat Jennie seperti tak sabar ingin bercerita, Hanbin tersenyum. Belum sempat Hanbin bertanya bagaimana keseharian Jennie tadi, "Kamu inget pasien anak-anak yang pernah aku ceritain waktu itu?" Tanya Jennie,

Hanbin mengangguk, "Yang namanya Jian?" Tanyanya,

Jennie mengangguk meng-iyakan, "Tadi dia udah dibolehin pulang. Pas pamit sama aku, dia kasih aku ini." Ujar Jennie seraya menunjukkan sebuah gambar bunga matahari dalam pot di kertas tebal pemberian Jian.

"Waahh, lucunya." Ucap Hanbin,

Jennie tertawa kecil, ditatapnya gambar pemberian Jian yang digambar sendiri oleh pasien berumur 5 tahun itu. "Iya kan, lucu bangetttt." Ucap Jennie menjadi gemas sendiri,

Melihatnya, Hanbin terkekeh seraya menatap Jennie penuh arti. Istrinya yang kelihatan begitu bahagia hanya karena gambar bunga matahari seorang anak kecil itu terlihat benar-benar lucu di matanya.

"Mau aku beliin bingkai? Biar gambarnya bisa kamu pajang di kamar atau di ruangan kamu di rumah sakit." Ucap Hanbin,

Jennie mengangguk-ngangguk kesenangan.

"Kamu mau tau gak, tadi sebelum pulang, dia meluk aku erat banget. Dia janji bakal ngunjungin aku ke rumah sakit sesekali, katanya dia sedih karena gak bakal ketemu aku lagi. Rasanya pengen aku ajak dia main ke sini, gemes banget." Celoteh Jennie,

Andai dirinya tahu, betapa menggemaskan dirinya di mata Hanbin, setiap kali bercerita dengan begitu semangat. Melihatnya, Hanbin jadi tertawa sendiri.

"Kamu kok ketawa?" Tanya Jennie,

"Lucu aja liat kamu cerita, kaya anak kecil." Ujar Hanbin,

Jennie ikut tertawa juga, sampai akhirnya menyadari sesuatu, bahwa tangan Hanbin yang tadi ditariknya, masih dia genggam sampai detik ini.

"Maaf." Ucap Jennie lantas melepaskan tangan Hanbin, entah kenapa kata maaf otomatis keluar dari mulutnya.

Hanbin juga baru menyadari, bahwa Jennie baru melepas tangannya sejak tadi. Dia hanya tersenyum kikuk, lalu meneguk segelas air di tangannya yang tiba-tiba gemetar, karena gugup setengah mati.

Di sisi lain ...

"Halo tante."

Haru pergi ke kediaman Liona, untuk memberikan es boba.

"Eh Haru, mau ketemu Liona ya?" Tanya Lisa, dirinya tengah menggendong Leon di teras rumah.

Kebetulan Liona muncul dari pintu, namun langkahnya terhenti begitu melihat Haru berdiri di halaman.

"Kalian mau main ya?" Tanya Lisa lagi,

Liona hanya menatap Haru sebentar, lalu kembali masuk ke dalam rumahnya tanpa mengatakan sepatah kata pun.

"Loh, Liona! Ini ada kak Haru juga." Ucap Lisa setengah berteriak,

"I-ini tante, Haru cuma mau nganterin ini buat tante." Haru memberikan kantung plastik berisi es boba di tangannya pada Lisa, lalu pamit pulang setelahnya.

Dia jadi merasa bersalah karena telah membentak Liona waktu itu.

.

"Kalian kenapa sih keliatan canggung banget? Lagi marahan ya?" Tanya Donghyuk,

Malam ini, dirinya dan Lisa mengundang Hanbin dan Jennie untuk mengobrol di teras rumah mereka. Ditemani dua botol soju dan strawberry pemberian Jennie yang Lisa hidangkan di atas piring.

Berbeda dengan mereka yang duduk berdekatan sampai lengan satu sama lain bersentuhan, Jennie dan Hanbin malah duduk berjarak. Seperti orang sedang marahan.

"Engga kok." Sahut Hanbin,

"Jujur ya, kalian berdua tuh dari awal keliatan canggung banget. Kaya ... Baru saling kenal satu sama lain. Kita yang sering merhatiin kalian jadi gemes sendiri." Ucap Lisa, diiringi kekehannya dan Donghyuk.

Sama-sama tak tahu harus merespon bagaimana, Hanbin dan Jennie hanya tersenyum kikuk.

"Ceritain dong, gimana awal mulanya kalian kenal sampai akhirnya nikah dan punya anak dua." Celetuk Jennie, mengalihkan pembicaraan.

Pasangan di hadapannya dan Hanbin langsung senyum-senyum salah tingkah. Mirip seperti dua orang yang tengah kasmaran, keduanya bergantian menceritakan kisah pertemuan mereka sampai akhirnya menjalin hubungan asmara, lalu menikah dan memiliki Liona juga Leon.

Senyum Hanbin dan Jennie sama-sama mengembang, mendengar kisah mereka yang begitu manis dan berjalan berurutan seperti kisah orang-orang pada umumnya.

Bertemu, jatuh cinta, saling mengenal, menjalin hubungan asmara, saling mengenal jauh lebih dalam lagi, menikah lalu memiliki anak. Berbeda dengan kisah Hanbin dan Jennie, yang begitu penuh lika-liku dan air mata.

"Kalau kalian gimana?"

"Sekarang giliran kalian yang cerita, gimana awalnya kalian ketemu sampai akhirnya nikah dan punya Haru?"

Dalam hati Jennie mengutuk dirinya sendiri, karena pertanyaan yang tadi dilontarkannya pada Lisa dan Donghyuk, kini berbalik dilontarkan pada dirinya dan Hanbin.

Jennie tak memiliki apapun untuk diceritakan, tak mungkin jika dirinya menceritakan kisahnya dan Hanbin yang begitu penuh kepedihan dan air mata.

Bahkan Jennie juga tak mendengar Hanbin bersuara untuk menanggapi pertanyaan Lisa dan Donghyuk barusan. Jennie yakin Hanbin juga sama sekali tak tahu harus menceritakan apa, karena awal dari kisahnya dan Jennie jauh dari kata manis dan indah.

"Kita berdua satu sma dan ada di kelas yang sama pas tahun terakhir."

Jennie menoleh kaget ke arah Hanbin.
Karena laki-laki di sampingnya itu mulai bercerita, tanpa Jennie duga. Sampai membuat Lisa dan Donghyuk kelihatan begitu bersemangat untuk mendengar cerita Hanbin.

"Dia tipikal orang yang gak bisa berbaur sama orang lain. Selalu menyendiri dan keliatan gak suka ada di keramaian. Tapi dia tetep sekolah bahkan selalu ada di peringkat atas antara anak satu angkatan."

"Wowwww~" Seru Donghyuk dan Lisa seraya menatap Jennie dengan tatapan kagum, begitu mendengar cerita Hanbin.

"Terus terus?" Lisa meminta Hanbin melanjutkan ceritanya,

"Karena rumah dia sebelahan sama rumah sahabat saya, suatu hari saya pernah liat dia lagi main sama anjingnya di balkon rumahnya. Dan entah sejak kapan, saya mulai sering merhatiin dia, setelah sedikit dari kisah hidupnya saya tau. Istri saya, gak menjalani kehidupan seperti orang pada umumnya, dia lebih banyak ngabisin waktu sendirian walau sebenernya butuh seseorang di sisinya, dia lebih banyak liat seseorang diperlakukan dengan begitu manis, tanpa pernah ngerasain gimana rasanya diperlakukan manis seperti yang sering dia liat. Dia ... Gak nerima banyak kasih sayang, padahal dia begitu layak untuk dicintai."

Jennie berkaca-kaca, mendengar kata demi kata yang keluar dari mulut Hanbin yang sama sekali tak dia duga akan diucapkan suaminya itu.

Dia tiba-tiba teringat akan beberapa momen dari masa lalu. Saat dirinya duduk di tangga, melihat orang tuanya tengah merayakan ulang tahun Yeri bersama Hanbin, lalu tanpa sengaja terlibat kontak mata dengan Hanbin. Atau saat Yeri pulang bersama Hanbin dan disambut dengan hangat oleh mamanya, sedangkan dirinya yang pulang sendirian sama sekali tak dipedulikan layaknya tak terlihat. Jennie baru menyadari, bahwa Hanbin memang sering hadir, dalam beberapa momen yang begitu menyakitkan dalam hidup Jennie belasan tahun lalu. Hanbin banyak menyaksikan saat Jennie menatap Yeri yang diperlakukan begitu istimewa oleh orang tua mereka.

"Orang tua yang pilih kasih?" Tanya Lisa tiba-tiba, seolah dia bisa menebak apa yang Jennie alami dari cerita Hanbin barusan.

Jennie hanya tersenyum pedih. Lisa menggenggam tangannya seketika. "Kamu hebat, karena bisa bertahan melalui itu semua. Sebenernya bukan hal jarang. Ada banyak orang tua, yang suka membedakan perlakuan terhadap anak yang satu dengan yang lain. Ini bukan pertama kalinya saya denger cerita seseorang dengan persoalan kaya gitu." Ucap Lisa.

"Di tengah kehidupan menyakitkannya itu, dia masih bisa tersenyum, entah karena ketemu anak kucing di jalan pulang setelah sekolah, karena kelopak bunga atau dedaunan yang berguguran dari ranting pohon, karena strawberry yang dia beli di sebrang sekolah rasanya manis, dan masih banyak lagi. Walau nyimpen banyak rasa takut karena trauma masa kecil, ternyata dia seseorang yang mudah senyum karena hal-hal sederhana. Saya ada di beberapa momen, waktu dia senyum begitu bahagia karena hal-hal kecil. Dan awalnya saya mikir bahwa itu cuma rasa simpati, saya sering merhatiin dia, karena tau sedikit hal tentang kehidupannya yang pedih." Ucap Hanbin panjang lebar,

Jennie tertegun.
Bagaimana bisa laki-laki di sampingnya, ternyata mengetahui banyak hal tentang dirinya?

Jennie bahkan sama sekali tak pernah merasa, bahwa saat dirinya tersenyum sewaktu bertemu anak kucing di jalan pulang, tersenyum saat menatap kelopak bunga atau dedaunan yang berguguran dan tersenyum saat strawberry yang dibelinya terasa begitu manis, ternyata ada Hanbin yang memperhatikannya saat itu.

"Bodohnya saya, karena bikin kesalahan yang begitu fatal terhadap dia, karena kecerobohan saya sendiri. Dan bikin hidupnya jadi jauh lebih menderita lagi. Dia pergi jauh dari hidup saya, setelahnya saya baru menyadari, bahwa saya merasa begitu kehilangan, di tengah rasa bersalah yang begitu besar. Gadis yang senyumnya selalu keliatan begitu indah dan telah membuat saya kagum dengan caranya untuk selalu bertahan di tengah kehidupannya yang menyakitkan itu, ternyata memang telah memiliki tempat tersendiri di hati saya."

"Terus gimana ceritanya kalian bisa dipertemukan lagi?" Tanya Donghyuk,

"Saya, Jennie dan Haru terpisah bertahun-tahun lamanya. Sampai suatu hari dipertemukan lagi dengan cara yang sama sekali gak pernah kita duga. Setelah banyak hal yang kita lalui, dia mau menerima saya. Setelah kesalahan fatal yang saya perbuat, dia masih berbaik hati mau kasih saya kesempatan untuk nebus semuanya."

Begitu Hanbin menyelesaikan ceritanya, Donghyuk dan Lisa telah sibuk menyeka air mata masing-masing. Walau Hanbin tak menceritakan semuanya dengan detail, mereka bisa menangkap garis besar dari kisah hidup Hanbin dan Jennie.

Mereka menjadi lebih terbuka setelahnya, dengan saling bertukar banyak cerita dan membicarakan banyak hal sampai menghabiskan cukup banyak waktu, saking asiknya mengobrol berempat.

Tak langsung masuk begitu pulang dari kediaman Lisa dan Donghyuk, Jennie justru mendudukkan dirinya di ayunan yang ada di halaman rumah.

"Belum ngantuk?" Tanya Hanbin,

Jennie mengangguk, dia duduk memeluk lutut. "Kamu tidur duluan aja." Suruhnya, karena belum ingin tidur meski malam semakin larut.

Hanbin langsung berlalu pergi, tanpa Jennie duga laki-laki itu meninggalkannya dan masuk begitu saja.

Jennie menundukkan wajahnya dalam-dalam, mengingat semua ucapan Hanbin saat menceritakan kisah mereka tadi, rasanya Jennie ingin menangis.

"Kenapa gak duduk di dalem aja? Nanti kalau masuk angin gimana?"

Jennie sontak mendongak, dilihatnya Hanbin telah berdiri di hadapannya, melebarkan selimut dan menyelimuti tubuh mungil Jennie dengan selimut itu.

Disodorkannya segelas susu coklat hangat pada Jennie. Dengan raut wajah begitu murung, Jennie mengambilnya. Melihatnya hanya terduduk diam tanpa mengucapkan sepatah katapun atau meneguk susu hangat pemberian Hanbin, terpikir oleh Hanbin, apa yang sebenarnya tengah dipikirkan istrinya itu.

"Kamu kenapa?" Tanya Hanbin menjadi keheranan sendiri, karena Jennie berubah murung setelah pulang dari kediaman Donghyuk dan Lisa beberapa saat lalu.

Bahkan dia hanya terus diam tanpa menjawab pertanyaan Hanbin yang masih berdiri mematung di hadapannya. "Mikirin apa?" Tanya Hanbin lagi,

"Kamu." Jawab Jennie masih dengan wajahnya yang tertunduk,

Hanbin seolah membeku seketika dibuatnya.

"Kenapa sama aku?" Tanya Hanbin lagi,

Jennie masih menunduk dan memegang erat segelas susu hangat pemberian Hanbin.

"Semua perlakuan manis kamu ke aku belakangan ini, kamu lakuin atas dasar apa? Simpati, atau ... Cinta?" Jennie sendiri tak mengerti, kenapa dia tiba-tiba ingin menanyakan perihal ini pada Hanbin.

"Menurut kamu?" Hanbin malah balik bertanya,

"Karena ngerasa bertanggung jawab, atas hidup aku yang udah kamu buat hancur belasan tahun lalu. Atau karena ngerasa kasihan, karena kamu tau dulu aku gak pernah diperlakukan kaya gitu sama mama atau papa."

"Yang pertama bener, yang kedua juga bener tapi bukan karena kasihan. Segala hal yang gak kamu dapat dari orang tua kandung kamu dulu, aku bakal bikin kamu ngerasain semua itu. Dan semua bentuk penderitaan yang pernah kamu alami dulu, gak akan aku biarin perempuan yang aku cinta ngerasain itu semua lagi. Pertanyaan kamu barusan, cukup ngebuktiin bahwa kamu ngerasa diri kamu gak ada artinya dan gak layak dicintai. Aku juga bakal bikin kamu ngerubah pola pikir itu, aku bakal bikin kamu ngerasa begitu berharga dan dicintai, dengan cara aku sendiri."

Air mata Jennie berjatuhan.
Dia hanya terdiam menatap Hanbin tanpa tahu harus mengucapkan apa lagi.

"Jangan ngerasa terbebani, jangan mikir yang engga-engga, jangan mandang rendah diri kamu sendiri dan jangan pernah mikir bahwa kamu bakal dibuang orang lain sekali lagi. Kamu gak akan pernah sendirian lagi, ada aku sama Haru di sisi kamu. Aku gak akan desak kamu buat nerima aku sebagai seseorang yang cintanya harus kamu balas, kalau kamu ngerasa gak nyaman, cukup terima aku sebagai teman hidup yang akan nemenin kamu lewatin banyak hal kedepannya, bikin kamu ngerasain banyak hal yang gak pernah kamu dapat dari orang tua kamu dulu dan gak akan ngebiarin kamu jatuh atau menderita lagi."

Jennie menangis.
Hanya isak tangisnya yang bisa Hanbin dengar. Matanya masih tak lepas dari kedua mata Hanbin, dengan pikiran bagaimana bisa laki-laki di hadapannya ini begitu mengerti dirinya dan isi hatinya?

Bagaimana bisa dia mengetahui, bahwa Jennie merasa tak berharga dan tak layak dicintai, bahwa Jennie takut dibuang lagi seperti bagaimana orang tua kandungnya membuangnya dulu.













Haaaai I'm back^^
Maaf sekali gw baru up, bener-bener susah ngetik chapter ini dari kapan tau baru selesai sekarang, setelah berkali-kali diubahT_T Maaf yaa kalau kalian puyeng bacanya:(

Btw, makasih banyak yaa buat kalian yang udah rekomendasiin cerita gw di tiktok, twitter, sw dan yang lainnya, makasih banyak yaa😭💕

Gw usahain up cepet, jangan lupa vote dan komen yaa^^

Oh iya, jangan lupa streaming mv barunya Hanbin yaa^^

Continue Reading

You'll Also Like

119K 22.1K 26
Berhati-hatilah saat tengah malam tiba. Karena ia terus mengawasimu sampai menjelang waktu subuh datang. Dan kamulah korban barunya. โjust don't trus...
152K 15.3K 39
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...
9.2K 689 14
IPS 5 Siapa yang tidak kenal dengan kelas 12 IPS 5? Kelas yang berisikan siswa-siswi yang memiliki wajah tidak memanusiawi. Maksudnya mereka terlalu...
102K 18K 187
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...