Ranayya menatap Auva yang terbaring lemah di atas brankar dengan begitu banyak alat-alat melekat ditubuh wanita itu.
Damares setia menunggu Auva. Berjongkok di hadapan Ranayya.
"Pa, mana janji Papa nggak akan bikin Mama lecet?" Ranayya mencebikkan bibirnya.
"Papa nyakitin hati Mama 'kan? Papa kenapa tega? Rayya nggak mau ketemu sama Papa lagi. Rayya takut Papa bikin hati Mama sakit lagi."
Gadis kecil itu membalikkan badannya, melipat kedua tangannya di depan dada. Damares menghela napasnya panjang.
"Rayya," panggil Damares.
"Rayya bisa rasain rasa sakit Mama kok. Papa jangan bicara lagi sama Rayya. Nggak boleh sakitin Mama. Papa keluar aja Rayya bisa jaga, Mama. Maaf Pa."
Ayah masuk kedalam ruangan Auva membawakan makanan untuk cucu-nya yang sedang merajuk pada Damares.
"Dam, pulang," suruh Ayah.
Damares yang ingin bertahan dipaksa Ayah pulang. Dengan berat hati Damares pun pulang.
Ayah mendudukkan Ranayya di atas brankar. Gadis kecil itu mengusap pipi Mamanya dengan sayang.
"Mama nggak usah khawatir lagi ya. Sekarang Mama sama Rayya. Rayya nggak akan biarin Papa nyakitin Mama lagi."
Auva meneteskan air matanya dengan cepat Ranayya mengelap pakai tisu. Ia juga mengelap air matanya sendiri. Tak tega harus mengusir Papa-nya.
🐈
Di basecamp Neriozator. Kursi berjejer dengan podium kecil di depannya. Keempat geng itu berada disini semua.
Malam mereka berkumpul. Poto Gempano yang tertawa terbingkai besar di depan. Mel bersama Jenisha dan Yuni duduk di depan.
Mereka yang pergi tour kemarin hadir semua. Mengenang dan melepas jabatan Gempano di basecamp.
Ciko berdiri di podium memegang microfon.
"Kita berada disini, mengenang teman seperjuangan kita yang lebih dulu pergi ke pangkuan Tuhan."
Ciko tertawa dalam rasa sakit. "Nama yang unik dan sifat yang unik juga. Gempano Vulkanik, udah kayak bencana aja ya."
Mereka yang mendengarnya tertawa pelan. Mel terdiam memperhatikan poto kekasihnya yang tinggal kenangan. Baru menjalin asmara harus dihantam kenyataan.
"Coba kalian pikirkan. Apa yang telah Gempano perbuat selama ini. Hanya membawa tawa saja, tingkahnya yang kocak. Selalu dirindukan."
"Gempano, kita disini rindu. Lihatlah." Ciko menunjuk ke atas langit yang gelap, bertabur bintang.
Mereka semua mendongak. Tidak dengan Mel yang masih tak bergeming. Memakai jaket dari masing-masing geng motornya.
"Dia pasti menertawakan kita yang cengeng. Gempano disana ngeledek kita dan bilang. Anak geng motor kok cengeng, lihat kayak gue nggak pernah nangis."
Mereka menghapus air matanya yang turun begitu saja. Bahkan ada yang masih menangis sesegukan.
Ciko tak bisa melanjutkan pidato-nya. Ia turun dari podium, tak kuat jika orang yang selalu membawa tawa dan humoris itu pergi duluan.
Roy, Jagat, dan Marten pun naik ke podium. Terdengar isakan tangis yang lainnya. Perempuan yang hanya bertemu dengan Gempano sekali saja bisa merasakan kehilangan. Karena lelaki itu sangat friendly. Kenal tak kenal semua disapa-nya dengan lawakan.
"Setiap pertemuan ada perpisahan."
"Siapapun yang hidup bakalan mati."
"Kematian tidak ada yang tau. Mau tua, muda, anak kecil, orang kaya, ataupun orang biasa pasti akan menghadapi kematian."
"Gempano pergi membawa seribu luka. Ia membawa lawakan receh-nya."
Roy memejamkan matanya. Menahan bulir air matanya sendiri.
"Damares sebagai ketua Nerioz boleh maju. Kita akan melepas jabatan Gempano sebagai anggota inti Nerioz. Meggantikannya dengan kenangan di empat geng motor."
Damares pun maju ke podium. Jagat menyerahkan jaket Nerioz, gelang Gempano, dan bendera Neriozator. Menyimpan di nampan dan memberikan kepada Damares.
Damares meneteskan air matanya. Marten memeluk Damares menepuk punggung lelaki itu.
"Rasanya sakit, Dam," kata Marten.
"Mel boleh maju," titah Roy.
Jenisha menyadarkan lamunan Mel. Gadis itu maju dengan muka sembab dan tak bersemangat.
Damares mengulurkan tangannya pada Mel. Gadis itu berdiri di hadapan Roy.
Menyerahkan kalung dan jaket yang biasa dipakai Gempano. Kalung dengan nama Nerioz disana.
"Gempa mungkin sedang tersenyum disana. Melihat kekasihnya mengikuti lepas jabatan-nya sendiri tanpa kehadiran Gempa disini."
Roy mengusap pipi Mel. "Lo wanita kuat dan bisa melalui ini semua. Gue yakin sama lo."
Kekasih Roy pun maju ke podium. Memeluk Mel yang terisak kembali. Tak sanggup jika harus berada disini, melepas semua jabatan Gempano sendiri.
"Mel 'kan kuat jangan nangis sayang. Gempa nggak suka kamu nangis," ucap Fellysha menenangkan Mel.
Acara kembali dimulai. Meletakkan semua lepas jabatan Gempano di dalam basecamp. Mereka berdoa untuk Gempano.
Giliran Jagat yang memimpin acara yang sudah selesai ini.
"Terimakasih buat kalian yang udah hadir disini. Lepas jabatan Gempano sudah selesai."
"Anak Cobra sedang ditangani polisi."
"Nigel kritis dan besok Indri akan dijatuhkan hukuman."
"Buat Gempano. Terimakasih sudah menemani hari-hari kami. Dalam keadaan apapun, lo selalu tersenyum."
"Punya masalah atau tidaknya lo nggak peduli. Malahan lo yang jadi biang masalah. Apa kata Damares, Gempa jadi Tante Ririn sama Mbak Mella."
"Sekarang nggak akan ada yang gangguin kita lagi. Nggak ada yang chatting Damares dengan nama aneh. Gempano udah tenang disana."
"Selamat jalan Gempano. Kami disini akan merindukan lawakan dari lo."
"Tidak ada lagi tawuran bersama Gempano, tidak ada lagi si pintar Gempano yang selalu menenteng piala olimpiade di tangannya. Tak ada lagi penganggu Mel. Semuanya tinggal kenangan."
"Mel, kita bersamamu. Keempat geng ini akan menjagamu untuk Gempano."
Acara selesai. Banyak sampah tisu disini. Damares, Gibran, Seno, Nevano dan anak Neriozator lainnya masih setia menatap langit malam yang bertaburan bintang.
Mel tak lepas menatap poto Gempano. Sekarang kisah cinta nya sudah berakhir sampai disini. Tidak akan ada cinta-cinta selanjutnya. Hanya ada Gempano, Gempano, dan Gempano.
"Sayang, kamu lihat aku 'kan? Aku rindu." batin Mel.
🐈
"Saudari Indri Mutiara dijatuhkan hukuman lima belas tahun penjara dengan denda dua ratus juta rupiah!"
Indri terdiam, memakai baju tahanan. Ia tersenyum kemudian tertawa nyaring layaknya orang tidak waras.
"GUE CINTA SAMA DAMARES!!" teriaknya lantang.
"Nggak jelas banget orang gila satu ini!" ketus Yuni diangguki Jenisha yang hadir di ruang pengadilan itu.
Tangannya sudah di borgol. Indri berdiri, membalikkan badannya dan menatap Damares dengan senyuman mengembang.
"Dam, tunggu aku lima belas tahun lagi. Aku datang sayang."
"Auva istrimu? Sudah tidak bisa punya anak!"
"Diam Indri!" bentak Damares tak terima.
"Aku menjual tubuhku hanya untuk membeli peluru pistol itu! Merusak rahim Auva agar tidak ada anak yang bisa dia lahirkan! Rahimku diangkat dan Auva harus merasakannya juga! Tidak bisa punya anak! Auva itu gila dia nggak waras!"
Polisi membawa paksa Indri yang sudah membuat kegaduhan. Indri melambaikan tangannya dengan ciuman.
"LIHAT DAMARES!! BERKAT GUE AUVA NGGAK AKAN PUNYA ANAK!! DIA NGGAK PANTAS JADI SEORANG IBU!! AUVA HARUS MATI! GUE BENCI AUVAAA!!"
Jenisha bergidik ngeri melihat Indri yang seperti orang gila mengamuk tak jelas. Anak geng Cobra ditahan selama lima tahun di penjara.
Nigel langsung diseret dari rumah sakit ke penjara. Dikenakan hukuman sama seperti Indri juga.
Tak lama terdengar kabar bahwa Indri dilarikan ke rumah sakit jiwa di singapura oleh kedua orangtuanya. Karena anaknya semakin tertekan dan tidak waras. Ia berada didalam tahanan rumah sakit jiwa di singapura.
-JAGA JARAK KEMATIAN-
SEE YOU