Dibalik Bina [#1.BSS] [Terbit...

By elgasenjaya

7K 971 83

Bina Satya series. "Ketika kehadiranmu kuanggap berarti." Bina Dhara Himeka, seorang siswi SMA Balakosa yang... More

Note and Cast
Prolog
bag 1. Pertama Kali Bertemu
bag 2. Gak Sopan
bag 3. Perjodohan?
bag 4. Dia Menyebalkan
bag 5. Sepatu Usang
bag 6. Beratnya Sebuah Tugas
bag 8. Berubah Ubah
bag 9. Latihan
bag 10. Teman
bag 11. Tinju
bag 12. Lomba
bag 13. Bersama Satya
bag 14. Orang Tertentu
bag 15. Gio
bag 16. Kado Ulang Tahun Satya
Bag 17. Keinginan Gio
bag 18. Perasaan Bersalah
bag 19. Perhatian Satya
bag 20. Makam
bag 21. Menjauh
bag 22. Flashback
bag 23. Cobaan
bag 24. Karena Satya
bag 25. Jihan Lagi
bag 26. Tidak Paham
bag 27. Ancaman
bag 28. Permintaan
bag 29. Takdir
bag 30. Permintaan Maaf
bag 31. Bertemu Kembali
Epilog
Cerita Kedua : Jihan Khatulistiwa
Mengenai E-book

bag 7. Acuan

177 27 0
By elgasenjaya

Entah waktu itu aku mempunyai keberanian darimana tiba tiba berani menjambak ibu ibu menyebalkan itu. Aku hanya kesal pada ibu tersebut yang seenaknya menggunakan kekuasaan orang lain. Kalo saja keponakannya tau tantenya seperti ini, sudah pasti dia akan malu tujuh turunan dan bingung harus diletakkan dimana wajahnya.

Selain itu, aku juga kesal kepada orang orang berseragam yang mengatur jalan. Kenapa sangat sabar menghadapi ibu dakjal seperti itu. Mungkin untuk menjaga nama baik instansi. Tapi itu sudah sangat keterlaluan dan diluar batas wajar.

Aku jadi ingat sekali kata kata yang Mas Satya ucapkan saat aku mengomelinya karena dia berusaha untuk sabar dalam menangani ibu tersebut. Kata kata tersebut akhirnya menjadi acuanku hingga sekarang.

"Saya hanya rakyat biasa juga berani buk."

Ibu tersebut tidak terima ketika aku yang datang tiba tiba langsung menjambaknya tanpa ampun. Dia berteriak seperti orang kesetanan lalu ikut menjambak rambut sebahuku. "BERANI KAMU SAYA LAPORIN KAMU SAMPAI MASUK PENJARA!!!" bentaknya sekaligus mengancam. Dipikir takut.

"Sialan!!!" teriakku mengumpat. Sungguh jambakan ibu tersebut bukan main main. Lebih baik di tinju daripada di jambak seperti ini. Rasanya seperti kulit kepala akan lepas dari tengkoraknya. "Arghhhh," teriakku melampiaskan rasa sakit di kepalaku. Lalu aku mencakarnya agar dia berhenti tapi naas, ibu berpunuk unta itu justru mencakarku balik.

Para petugas langsung mengerumuni kami berdua untuk memisahkan kami yang sudah menjadi tontonan banyak orang. Mereka mengaku sulit, karena kami berdua sama sama tidak mau di pisahkan. Hingga akhirnya beberapa menit kemudian kami terpisah sendiri karena ibu tersebut sudah lelah dan tidak kuat menahan sakit karena jambakanku. Sekaligus menangis karena cakaranku yang tidak main main.

Aku duduk di kursi halte sambil mengerucutkan bibirku. Kepalaku masih nyut nyutan sekaligus panas karena jambakan tadi. Tatapanku tajam menatap ibu ibu si pembuat ulah yang masih nampak menangis di mobilnya sambil di obati oleh petugas dishub wanita. Giliran sudah babak belur kaya gitu langsung diem di hadapan petugas.

Benar benar menyebalkan.

Saat aku masih dendam menatap ibu ibu berkerudung biru itu, seseorang berseragam polisi menghalangi pandanganku. Aku mendongak dan iris mataku langsung berhadapan dengan iris mata tajam itu, Mas Satya. Segera aku memalingkan pandanganku dari matanya yang tajam ke name tag namanya. Satya Utkarsh, ini pertama kalinya aku mengetahui nama lengkapnya.

Aku membiarkan lelaki berbadan tegap itu duduk di sampingku. Karena jarak kami yang terlalu dekat, aku bergeser ke samping sedikit. Dia menghembuskan nafasnya perlahan lelah lalu menatapku, sedangkan aku hanya bisa meliriknya melalui ekor mata.

"Hadap saya," ujarnya menekan. Aku masih diam enggan menuruti permintaannya.

Dia mendengus lalu menghadapkan tubuhnya padaku. Tangannya memegang kedua pipiku agar aku menatap wajahnya. Jari jempol nya bergerak mengusap pipiku yang terasa perih. Mungkin saja berdarah karena cakaran ibu dakjal itu.

Aku memundurkan wajahku agar dia tidak menyentuhku tetapi nihil. Sekalipun mundur, tangannya tetap melekat di kedua pipiku. "Ini ndan." Ucapan salah satu anggota Mas Satya membuat lelaki berbadan tegap itu mengalihkan pandangannya dariku.

Mas Satya mengangguk lalu mengambil benda yang kuyakini obat obatan dari anggotanya itu. "Terima kasih," ujarnya. Anggotanya menunduk sebentar lalu pergi meninggalkan aku dan Mas Satya berdua saja.

Devina dan Dewa? Mereka sedang berada di cafe memesan minuman untukku. Sebenarnya mereka berdua tidak ingin meninggalkanku disini tetapi Mas Satya yang menyuruh mereka berdua untuk membeli minum. Sementara dia sibuk mengurusi ibu ibu yang habis kucakar tadi barulah setelah itu memberikan tanggung jawab itu pada yang lain dan beralih padaku.

"Diem!!!" bentaknya karena aku sedari tadi tidak bisa diam saat di obati. Aku hanya memanyunkan bibirku dan membiarkan dia berbuat seenaknya terhadap wajahku. "Ini yang terakhir," ujarnya lagi. Suaranya lebih pelan daripada sebelumnya.

Setelah itu Mas Satya mengambil plester dan meletakkannya pada dahiku dan pipiku. Begitu selesai, tangannya tidak langsung menyingkir dari wajahku. Melainkan mengelus plesternya terlebih dahulu.

"Jangan ikut campur lagi!!!" Ucapnya sedikit menekan tiap kata. Barulah setelah itu tangannya menyingkir dari wajahku.

Aku terdiam sebentar. Dia benar benar membuatku bingung. Tadi pagi Mas Satya mengacuhkanku. Sekarang dia justru memperingatiku untuk tidak ikut campur dalam urusannya. Belum lagi dia mengobati luka luka yang ada di wajahku. Padahal dia bisa menyuruh petugas lain untuk mengobatiku alih alih membuang waktunya hanya untuk mengobatiku. Seharusnya jika dia benar benar serius mengacuhkanku, kenapa tidak cuek saja atas apa yang terjadi padaku?

"Kenapa sih Mas Satya sabar banget menghadapi manusia seperti itu?" Pertanyaanku bertepatan dengan Mas Satya yang berdiri dari duduknya. "Seharusnya Mas Satya lawan jangan cuma diam saat di rendahkan seperti itu," lanjutku mengomel.

Dia menatapku sebentar lalu menatap ke sekitar. Orang orang nampak sibuk dengan tugasnya masing masing. Tanpa aba aba Mas Satya bergerak cepat mendekatiku kembali. Tangannya yang berotot dan kokoh mengurungku dalam kukungannya. Aku langsung terdiam karena gerakannya yang tiba tiba itu.

Jika di film film biasanya seseorang akan mundur jika salah satunya memajukan wajahnya. Maka dari itu agar Mas Satya melepasku dari kukungannya, aku langsung memajukan wajahku. Tapi dia justru tidak mundur satu senti pun. Dengan pandangan tajamnya, dia memajukan wajahnya. Membuatku refleks mundur hingga punggungku mepet pada pembatas besi di halte. Seketika itu juga tanganku gemetaran, kakiku terasa membeku dan wajahku terasa kaku. Dia tersenyum miring merasa menang dalam permainan ini.

"Saya sebenarnya tidak sabar tapi saya selalu mencoba. Saya selalu ingat posisi saya sebagai apa disini. Saya komandan yang harus menjaga sikap saya dan menjaga nama baik instansi saya," ucapnya sambil menatap kedua mataku lekat lekat.

Aku mengerjapkan kedua mataku lalu menghadap ke samping asal tidak menatap mata tajamnya itu. "Ma-mas Satya bisa tidak kita ngomong dengan cara biasa saja gak harus begini?" cicitku.

"Mau tidak mau sabar itu menjadi kewajiban Bina," ucapnya lagi mengabaikan permintaanku sebelumnya. Aku meliriknya. "Jika kamu tersulut emosi bisa saja kamu direkam oleh orang lain dan diputar balikkan faktanya menjadi hoax. Walaupun sudah jelas posisinya bukan kamu yang salah. Terkadang menahan emosi itu lebih baik daripada emosi itu membuatmu terjerumus ke dalam jurang yang bahkan tidak kamu ketahui. Letaknya bisa muncul tiba tiba disekitar kita."

"Mas...."rengekku. Karena sedari tadi dia mengurungku di bawah kuasanya. Aku takut orang orang melihat kami dan berfikir yang aneh aneh. Apalagi kondisinya Mas Satya menggunakan seragam lengkap. Sesuai ucapannya bisa saja seseorang merekamnya dan memutar balikkan fakta yang dapat merusak nama baik instansi.

Mas Satya menjauhkan dirinya dariku. Tapi tatapannya masih menatap kedua mataku lekat lekat. "Kalo kamu tidak sabar dalam menghadapi hal seperti ini. Bagaimana jika akhirnya kamu menghadapi hal yang lebih parah dari ini?" tanyanya.

Aku terdiam. Entah yang dimaksud adalah aku yang emosi pada ibu ibu tadi. Atau aku yang dikurung di bawah kuasanya.

Yang mana yang dia maksud? Otakku tidak bisa berfikir.

*****

8 mei 2021.

"ANJING!!!"

Seorang pria yang baru saja menabrak motorku mengumpati diriku. Aku menoleh kebelakang lalu menatap motor bagian belakangku yang sudah penyok.

"Kau yang anjeng!!!" umpatku kesal. Lantaran sudah jelas dia yang salah tapi aku yang di umpat.

Dia salah karena tidak berhenti saat lampu lalu lintas menunjukkan warna merah. Memang jalanan yang aku lewati ini sepi. Tapi walaupun sepi bukan berarti bebas melanggar peraturan. Dimanapun berada peraturan harus di taati.

Karena peraturan di buat untuk kepentingan bersama. Siapapun yang melanggar peraturan bukan hanya merugikan diri sendiri melainkan merugikan orang lain juga.

Pria yang menabrakku tidak terima karena aku mengumpatinya. Dia turun dari motornya sambil memukul stir motornya emosi sekaligus melempar helmnya ke aspal. Suasana jalan sepi dan dia seenaknya berbuat apa saja.

Bahkan dengan arogant, pria berumur sekitar 40 tahunan itu menarik kerah kemeja yang aku gunakan. "BERANI LO YA!!!" bentaknya. Kalo wanita lain mungkin akan menangis ketika berhadapan dengan pria macam ini. Tapi berbeda denganku, aku justru ingin sekali meninjunya bertubi tubi karena sifat arogantnya itu. Mungkin dua kali pukulan, pria di hadapanku bisa pingsan sekaligus patah hidung. Tapi aku berusaha menahan emosiku.

"Terkadang menahan emosi itu lebih baik daripada emosi itu membuatmu terjerumus ke dalam jurang yang bahkan tidak kamu ketahui."

Pandanganku yang semula menatap tajam pria di hadapanku kini beralih menatap sekitar tempat ini. Begitu menemukan cctv di salah satu tiang, sudut bibirku tertarik ke atas. Aku mencengkeram tangannya lalu menarik pria di tempat yang strategis dan terlihat jelas di cctv. Jika dia memukulku, aku bisa menjadikan rekaman di cctv sebagai barang bukti.

"Silahkan pukul!!!" kataku sambil menatapnya datar. Pria tua itu mengernyitkan alisnya. Mungkin dia kaget karena wanita yang di hadapinya tidak takut dipukul. "Silahkan pukul. Kenapa takut?" tanyaku sambil menaikkan alisku.

Aku tersenyum miring sambil menatap kamera. "Sudah jelas anda yang salah karena mengendarai motor dengan kecepatan tinggi. Hampir menerobos lampu merah tapi sayangnya justru menabrak belakang motor saya hingga penyok sedikit. Sekarang menarik kerah kemeja yang saya gunakan. Sudah berapa banyak kesalahan yang anda lakukan?"

Dia terdiam. Hidungnya kembang kempis.

Aku tertawa hambar. "Tadi anda seolah olah arogant. Tapi kenapa sekarang diam saja?" tanyaku sambil tersenyum miring.

"Kau harus ganti rugi!!!" ucapnya cepat. Suaranya meninggi. Tangannya masih tetap memegang kerah kemeja yang aku gunakan dan sejujurnya aku sedikit merasa tercekik.

"Kenapa saya harus ganti rugi?" tanyaku. "Bukankah sudah jelas anda yang salah disini?" tambahku lagi.

"Apa kau punya bukti!!!"

Aku tersenyum lalu menunjuk cctv yang membelakanginya. Pria tersebut langsung menoleh dan bibirnya seketika terkatup rapat. Dia melepas tangannya dari kerah kemejaku.

"Sekarang kita urus saja ke kantor polisi. Bagaimana?" tanyaku. Tidak lupa aku tersenyum manis. Pria itu hanya bisa mematung.

"Kalo kamu tidak sabar dalam menghadapi hal seperti ini. Bagaimana jika akhirnya kamu menghadapi hal yang lebih parah dari ini?"

Dulu aku memang sempat tidak paham dengan kata kata itu karena Mas Satya mengucapkannya dengan cara yang tidak tepat. Aku bahkan sempat merenungi kata kata tersebut di dalam kamarku sambil menatap langit langit kamar dan mencoba memahaminya berkali kali.

Sekarang kata kata itulah yang membuatku selamat dari jurang yang datang tiba tiba.

*****

Maaf ya kalo chemistry antara Bina dan Satya itu kurang. Karena masih ada 3 season lagi. Disini cuma bercerita masa lalu mereka.

Menurut kalian ending S1 mereka gimana?

Buat yang gak paham sama kata kata Satya. "Kalo kamu tidak sabar dalam menghadapi hal seperti ini. Bagaimana jika akhirnya kamu menghadapi hal yang lebih parah dari ini?"

Itu kalo di misalkan kaya ada orang jelek jelekkan dibalas tamparan. Akhirnya yang nampar masuk penjara karena perilaku kekerasan.

Jadi kita itu harus sabar karena kedepannya tidak tahu. Karena apa yang kita buat dengan emosi bisa jadi kita menyelesaikan masalah atau mungkin memperburuk keadaan.

Salam,

Elga senjaya

12 juni 2021

Continue Reading

You'll Also Like

499K 53K 46
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...
565K 23.5K 38
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...
6M 315K 58
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
2.8M 138K 61
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞