Something About You

By matchamallow

4.1M 570K 253K

18+ HISTORICAL ROMANCE (VICTORIAN ERA/ENGLAND) Inggris pada masa Ratu Victoria Sebelum meninggal, ibu dari Ka... More

INTRODUCTION
Sinopsis - Something about This Story
Part 1 - Something about Blackmere Park
Part 2 - Something about Rejection
Part 3 - Something about True Sadness
Part 4 - Something about A New Hope
Part 5 - Something about Beauty
Part 6 - Something about Dream
Part 7 - Something about Madame Genevieve
Part 8 - Something about Reputation
OFFICIAL ACCOUNT
Part 9.1 - Something About Kindness
Part 9.2 - Something About Kindness
Part 10 - Something About Manner
Part 11 - Something About Rules for Lady
Part 12 - Something About The Season
Part 13 - Something About Scandal
Part 14 - Something About Laugh
Part 15 - Something About the Reason
Part 16.1 - Something About That Man
Part 16.2 - Something About That Man
Part 17 - Something About Gentleman
Part 18 - Something About Heart
PART 19.1 - Something About Lisette
Part 19.2 - Something About Lisette
Part 20 - Something About The Way You Make Me Feel
Part 21.2 - Something About Missunderstanding
Part 22.1 - Something About Distance
Part 22.2 - Something About Distance
Part 22.3 - Something About Distance
Part 23.1 - Something About Gossip
Part 23.2 - Something About Gossip
Part 23.3 - Something About Gossip
Part 23.4 - Something About Gossip
Part 24.1 - Something About Proposal
Part 24.2 - Something About Proposal
Part 24.3 - Something About Proposal
Part 24.4 - Something About Proposal
Part 25.1 - Something About Purpose
Part 25.2 - Something About Purpose
Part 26.1 - Something About Plan
Part 26.2 - Something About Plan
Part 27. Something About The Truth
Part 28 - Something About Chaos
Part 29 - Something About Revenge
Part 30-Something About Another Woman
Part 31.1 - Something About Friendship
Part 31.2 - Something About Friendship
Part 31.3 - Something About Friendship
Part 32.1 - Something About Betrayal
Part 32.2 - Something About Betrayal
Part 33 - Something About Seduction
Part 34.1 - Something About The Fear
Part 34.2 - Something About The Fear
Side story/ POV Raphael
Part 35.1 - Something About Happiness
Bab 35.2 - Something About Happiness
Part 36 - Something About Boundary
Part 37 - Something About Carlisle
Part 38 - Something About True Sadness
Part 39 - Something About Awakening
Part 40 - Something About Lost
Part 41 - Something About Hopeless
Part 42.1 - Something About Keele
Part 42.2 - Something About Keele
Bab 43 - Something About Doubt
Part 44 - Something About Invitation
Part 45.1 - Something About Love and Confession

Part 21.1-Something About Missunderstanding

50.6K 8.1K 3K
By matchamallow


***

Jangan lupa vote dulu.

Jangan lupa komen NEXT dulu di line ini.

***




NAMA PEMERAN DAN GELARNYA

Kaytlin de Vere

Lisette de Vere

Raphael Fitzwilliam – Marquess of Blackmere

Sophie Lyndon – Duchess of Schomberg

***

Derek Vaughan – Viscount Vaux of Harrowden

George Sommerby

Anthony Weston – Earl of Malton

Madame Genevieve

Christopher Maximillian

Damon Falkner – Duke of Torrington

Harry Lockwood – Viscount Wallingford

Tambahan : Mellisa Humpwell, Sir Walcott, Winston Basset dkk

***

PART 21| SOMETHING ABOUT MISSUNDERSTANDING

Setelah kejadian malam itu, Kaytlin tidak melihat Marquess of Blackmere selama tiga hari yang berlalu dengan sangat perlahan.

Padahal Kaytlin sudah menyiapkan dirinya untuk tidak menghindari masalah lagi. Ia berencana akan menyapa pria itu seperti biasa lalu meminta maaf, serta mengatakan akan menganggap hal itu tidak pernah terjadi.

Meski Kaytlin tidak mungkin menganggapnya tidak pernah terjadi.

Ia bahkan masih bisa mengingat rasa ciuman itu. Rasanya mengejutkan. Ciuman itu menghancurkan segala hal-hal manis yang dibayangkannya akan romansa. Bukannya tidak menyenangkan. Itu...entahlah, Kaytlin pun bingung. Ciuman itu membangkitkan perasaan aneh dalam dirinya, seakan ia terhanyut, dan menginginkan sesuatu tapi ia tidak tahu itu apa. Meskipun agak bodoh tentang hubungan pria dan wanita, ia tahu bahwa ada hal yang lebih dari sekadar ciuman yang terjadi pada pasangan yang sudah menikah, dan juga pada orang-orang yang digunjingkan memiliki hubungan gelap, hanya saja Kaytlin tidak tahu secara pasti. Ini menakutkan, ia tidak mungkin menginginkan sampai sejauh itu.

Dan setiap mengingatnya, Kaytlin akan merasakan gelisah sekaligus malu. Seperti sekarang.

"Ada apa dengan dirimu?" Pertanyaan Lisette membuat pikiran Kaytlin yang berkelana kembali ke alam nyata.

"Ada apa denganku?" Kaytlin balik bertanya.

"Sejak beberapa hari kau sering melamun lalu setelahnya kau pasti merona dan menarik napas lelah. Apa kau sakit?"

Kaytlin menggeleng cepat. "Tidak."

"Apakah ada masalah?"

Kaytlin menggeleng-geleng lagi.

Ekspresi tidak jujur pasti terlihat jelas di wajahnya karena Lisette menyipitkan mata. Kaytlin menelan ludah, berusaha menetralisir keadaan dirinya yang kurang lihai berpura-pura. Ia tidak mungkin mengatakan pada Lisette bahwa ia berciuman di taman belakang, apalagi jika tahu dengan siapa ia berciuman. Di antara semua anggota keluarganya, Lisette yang paling gencar memarahi Kaytlin.

Lisette memalingkan wajahnya kembali. Kaytlin merasa lega.

➰➰➰

Pada dasarnya, Kaytlin memang wanita yang berpikiran cukup dewasa. Ia tidak perlu bersedih dan melankolis sepanjang waktu karena memang tidak ada yang perlu ia sesalkan. Mungkin itu salah satu fase hidup yang harus ia lewati seperti kata ayahnya dulu. Mungkin juga ia memang terlalu sering melihat Lord Blackmere. Perasaan itu akan terlupakan saat Lisette dan dirinya sudah pergi dari Blackmere Park, atau mungkin juga sebelum itu.

Yang jelas Kaytlin menjalani kehidupannya seperti biasa. Menghadiri pesta, menemani Lisette dan Dowager Marchioness berjalan-jalan, serta belajar membuat gaun.

"Gosip dan skandal itu tentu saja tidak sama," cerocos Melissa seperti biasa pada pesta yang mereka hadiri malam itu. Ia selalu berbicara banyak jika sudah bersama Kaytlin. Dan seperti biasa, tema mereka adalah pergosipan. "Gosip belum tentu kebenarannya sedangkan skandal sudah pasti benar dan biasanya didahului dengan kejadian tertangkap basah."

Kaytlin mengangguk-angguk mendengarkan.

Lalu Melissa melanjutkan, "Begitu skandal terjadi, maka kau tidak akan bisa menyembunyikannya. Seantero London akan tahu karena ada sebuah tabloid gosip mingguan yang terbit setiap Kamis. Semua berlangganan tabloid itu, termasuk keluargaku. Ibuku bahkan sangat menanti-nantikan ada suatu berita besar setiap kali tabloid datang. Tapi akhir-akhir ini sangat jarang ada skandal atau pun berita menarik terjadi."

"Aku tidak pernah melihat tabloid semacam itu," tukas Kaytlin antusias.

Melissa terheran-heran. "Di estat walimu?"

Kaytlin menggeleng.

"Itu tidak mungkin!" pekik Melissa. "Tidak ada yang tidak berlangganan tabloid gosip. Tabloid itu pasti tersembunyi di suatu tempat di sana."

"Kepala pelayan menyetrika koran yang datang setiap pagi. Ia hanya menyetrika Times," jelas Kaytlin.

Melissa tampak berpikir. "Aku baru ingat walimu Dowager Marchioness of Blackmere. Kudengar keluarganya sangat misterius dan tertutup."

"Her Lady memang tampaknya tidak mempedulikan gosip. Yang ia lakukan setiap hari adalah hidup sehat dan menjaga ketenangan dirinya." Kaytlin bercerita penuh kekaguman.

"Mungkin pemikiran orang yang sudah berumur berbeda dengan kita semua. Atau mungkin memang keluarga walimu memang berbeda seperti yang kudengar," tanggap Melissa. "Omong-omong apakah kau pernah melihat Marquess of Blackmere?"

Di antara sekian banyak topik yang ada, mengapa Melissa malah memilih membicarakan pria itu? "Tentu saja. Itu rumahnya."

Melissa mencengkeram kedua bahu Kaytlin dengan tiba-tiba. "Bagaimana rupanya?"

"Kau tidak pernah melihatnya?"

"Dia tidak pernah menampakkan dirinya di season selama bertahun-tahun. Alasannya karena ia bangsawan yang menyalahi aristokrasi. Bangsawan yang bekerja atau berdagang memang sebuah aib karena bangsawan...tidak pantas bekerja. Itu sama saja dengan turun derajat menjadi pelayan. Tapi itu dulu. Semua perlahan sudah berubah. Aku yakin ia hanya nyaman memakai alasan itu agar tidak perlu dikejar oleh ibu ambisius dan debutan."

"Memangnya ia akan dikejar oleh mereka?"

"Dia seorang marquess dengan usia di bawah setengah abad. Dengan banyaknya debutan yang ikut berkompetisi di sini yang menurut statistik melebihi jumlah pria di Inggris Raya? Ya! Tentu saja ia akan sangat dipertimbangkan menjadi buruan kesekian."

"Ah," Kaytlin mengangguk-angguk nelangsa. "Baiklah."

"Apakah ia pernah mengajak wanita ke estatnya?"

"Tentu saja tidak..."

"Kupikir ia sudah bertunangan atau memiliki seorang wanita yang menjadi penyebab dia menutup dirinya. Tapi ternyata..." Melissa berhenti berkicau. "Kenapa wajahmu merona? Apa kau sakit?"

Kaytlin terperanjat dan menggeleng. "Tidak__"

"Ya, Tuhan, Duchess of Schomberg!" desis Melissa setengah berbisik.

Kaytlin tercengang untuk sesaat. "Ba...bagaimana kau bisa tahu?"

"Ia baru saja muncul di pintu masuk." Melissa menunjuk dengan lirikan matanya.

Sesaat Kaytlin mengerjap-ngerjap karena kebingungan, lalu mengikuti arah pandang Melissa dan melihat Duchess of Schomberg di sana, dikelilingi banyak pengagum mulai dari yang muda hingga paruh baya. Kaytlin hampir berpikir Melissa tahu tentang hubungan Lord Blackmere dengan sang duchess. Melissa kadang suka melompat dari satu topik ke topik lain dengan semena-mena tanpa konfirmasi.

"Akhir-akhir ini dia sering muncul di setiap pesta," lanjut Melissa. "Pada hari biasa, debutan tak menarik sepertiku sulit mendapatkan perhatian karena sudah ada debutan menarik lain seperti Lisette. Ditambah dengan adanya Her Grace membuat peluangku lebih berkurang. Sebaiknya kita pulang saja sekarang daripada membuang-buang waktu lebih lama lagi."

Kaytlin terbelalak. "Apa ibumu akan mengizinkan?"

"Tentu saja tidak! Ia tidak akan menerima alasan buruk itu padahal itu kenyataan," gerutu Melissa sambil tertawa. Kaytlin balas tertawa geli.

Sebenarnya Kaytlin merasa sungkan pada Melissa karena dengan berada di sana menemaninya terus-menerus, Melissa semakin sulit mendapat perkenalan. Tapi bukan Kaytlin yang memintanya ada di sana. Mungkin Melissa sedikit merasa lelah berinteraksi berusaha menarik perhatian para pria sepanjang waktu, sedangkan yang mengajaknya berdansa sangat jarang.

"Rumor sudah beredar bahwa sang duke sedang sekarat dan ia akan menjadi salah satu janda muda nan kaya di Inggris. Semua sudah mengerubutinya seperti lebah padahal sang duke belum meninggal. Jika sudah, aku yakin ia tidak akan sulit mendapatkan pendamping hidup lagi sebelum masa berkabungnya selesai." Melissa berhenti sejenak sebelum menambahkan dengan muram. "Bahkan mungkin sebelum aku mendapatkan pendamping."

Tidak diragukan lagi.

"Kau terlalu kejam pada dirimu sendiri. Mungkin kau tidak perlu dikerubuti seperti lebah, suatu saat kau akan menemukan seorang lelaki yang hanya akan melihatmu saja." Dibanding bersedih untuk dirinya sendiri, Kaytlin memilih menghibur Melissa.

"Mungkin jika orang lain yang mengatakannya aku yakin mereka hanya bermaksud menghiburku. Tapi kau memang percaya hal semacam itu, bukan?" Mata Melissa berbinar.

Kaytlin tersenyum enggan, merasa masih memiliki pikiran itu meski sekarang sudah tidak seyakin dulu. "Bukankah sudah ada yang mengajakmu berdansa tadi?" Kaytlin lanjut bertanya.

"Yah, setelah dansa ini. Hanya satu. Cukup melegakan dibanding tidak sama sekali." Melissa memperlihatkan kartu dansanya. "Setidaknya Ibu tidak akan menceramahiku nanti."

Musik terhenti tanda dansa sesi itu telah berakhir dan sesi terbaru dimulai.

"Giliranku berdansa. Aku akan segera kembali." Seorang pria menghampiri Melissa dan membawanya ke lantai dansa membuat Kaytlin berdiri di sana seorang diri. Lisette juga masih harus berdansa sekali lagi sehingga belum bisa menemaninya.

"Miss de Vere." Tanpa Kaytlin sangka, Duchess of Schomberg menghampiri Kaytlin bersama rombongan teman-temannya.

Karena yakin ia satu-satunya 'Miss de Vere' yang ada di sana, Kaytlin balas menyapa dengan sedikit merendahkan tubuh. "Your Grace."

"Anda mengenalnya, Your Grace?" tanya teman-teman sang duchess dengan antusias yang dibuat-buat.

"Tentu saja, ia adalah sahabat baruku. Perkenalkan, Miss Kaytlin de Vere."

"Senang mengenal Anda, Miss de Vere." Semua lord dan lady di rombongan itu memberi salam padanya dan memperhatikan Kaytlin dengan saksama bagai menilik sebuah artefak bersejarah. Satu per satu sang duchess memperkenalkan Kaytlin pada mereka.

"Bisakah kalian memberi waktu sebentar untukku berbicara pribadi dengannya?" pinta Duchess of Schomberg dengan nada lembut yang membuat siapa pun tidak mungkin menolak.

"Tentu saja, Your Grace. Kami akan selalu menunggu Anda di sini," sahut salah satu dari mereka.

"Kuharap aku tidak membuatmu terganggu," komentar Duchess of Schomberg sambil mengajak Kaytlin berjalan di sisi lantai dansa.

Kaytlin menggeleng cepat. "Tentu saja tidak, Your Grace. Malah aku sangat tidak menduga Anda akan menyapaku."

"Aku biasa menyapa siapa saja yang ingin kusapa," Duchess of Schomberg tersenyum. "Kulihat adik dan temanmu sudah turun ke lantai dansa dan kau sendirian. Kau tidak berdansa?"

"Aku? Ah, mungkin Anda belum tahu bahwa aku bukanlah debutan," jelas Kaytlin.

"Itu juga yang menjadi tanda tanya bagiku," Duchess of Schomberg mengernyit dan berhenti di sebelah pilar bersama Kaytlin.

Bahkan dengan kening berkerut sekalipun, wanita itu masih tampak cantik. Kemungkinan besar Duchess of Schomberg memang alasan Lord Blackmere tidak pernah menginjakkan kaki di lantai season lagi. Sungguh ironis hanya Kay yang mengetahui misteri besar warga London itu seorang diri.

"Kenapa kau tidak menjadi debutan sehingga aku tidak tahu keberadaanmu selama ini?

"Aku memang tidak menjadi debutan karena...aku sendiri yang tidak mengharapkannya."

"Tidak mengharapkannya? Bagaimana bisa? Tidak ada gadis yang tidak mengharapkan akan mendapat pasangan seumur hidupnya, bukan?"

Kaytlin memikirkan alasan yang sekiranya tidak akan memojokkan walinya. Jika ia mengadukan Marquess of Blackmere tidak mau mensponsorinya, hal itu hanya akan menimbulkan masalah.

"Tidak, aku mungkin tidak akan mengikuti season karena aku sudah berencana untuk hidup mandiri."

Duchess of Schomberg mematung dengan bibir terbuka seakan apa yang dikatakan Kaytlin sangat asing dan mengerikan.

"Kau pasti bergurau bukan? Maksudmu kau tidak akan menikah?"

Kaytlin merasa salah bicara. "Entahlah, aku belum memikirkan hal itu, Your Grace."

"Biasanya lady yang tidak menikah akan menjadi pendamping gadis-gadis muda tapi biasanya itu terjadi pada sang lady yang memiliki keluarga besar yang menjaganya sehingga profesi itu tetap terhormat. Aku tidak tahu bagaimana bagi mereka yang tidak memiliki keluarga sepertimu, tapi dunia di luar sana sangat berbahaya untuk wanita. Kusarankan kau harus menikah, Miss de Vere. Maka dari itu kau pergunakanlah kesempatan ini untuk menjadi debutan."

Perkataan sang duchess memang ada benarnya. Kaytlin tahu di luar gemerlap pesta ini, ada sisi gelap dari kehidupan masyarakat kelas bawah di London. Jika Kaytlin tidak menikah, maka konsekuensi yang harus ia hadapi bukan hanya kelaparan, tetapi juga kerasnya dunia di luar sana. Kejahatan terjadi setiap waktu demi penny dan makanan. Semua tak luput dari kekejaman dan ketidakadilan terutama wanita. Tidak ada yang benar-benar bisa melindungi mereka. Kepolisian baru saja berdiri sebagai penegak hukum di London. Jumlah mereka tidak sebanding dengan kejahatan yang terjadi.

Para bangsawan memang tak luput dari perampokan tetapi para kriminal berpikir dua kali untuk membunuh atau pun melecehkan mereka karena hukuman gantung taruhannya. Setidaknya nasib mereka lebih terlindungi dibanding orang biasa.

"Kau...tidak mungkin mengharapkan Raphael akan terus menjadi penjagamu, bukan?"

Kaytlin tersentak dan menggeleng cepat. "Aku tidak pernah berpikiran seperti itu, Your Grace."

"Atau Raphaelkah yang tidak mau mensponsorimu? Itu sungguh keterlaluan, aku akan berbicara padanya."

"Tentu saja His Lordship tidak melakukan itu," Cepat-cepat Kaytlin menyanggah lagi. "Banyak pertimbangan juga yang membuatku tidak mengikuti season selain karena alasan tadi. Aku...aku sudah memiliki seseorang..."

"Seseorang?"

Sebagian besar orang menyukai hal-hal dramatis sehingga alasan itu akan lebih diterima dibanding alasan logisnya yang jujur. Sang duchess mungkin akan lebih menerima alasan bahwa Kaytlin sudah bertunangan atau memiliki kekasih sehingga tidak perlu menjadi debutan. Masalahnya adalah, Kaytlin tidak memiliki tunangan ataupun kekasih.

"Seseorang yang kucintai," putus Kaytlin pada akhirnya. Untung saja orang-orang mengatakan ia berbakat ambigu. Seseorang yang dicintai bisa berarti tunangan atau kekasih, atau mungkin hanya perasaan sepihak. Tergantung bagaimana persepsi orang yang mendengarnya saja sekarang.

Duchess of Schomberg menampakkan senyum merupakan campuran rasa senang dan sedih sekaligus. "Aku sudah menduga pasti ada sesuatu hal yang membuatmu tidak bisa menjadi debutan. Ternyata kau sudah memiliki seseorang."

Lalu ia melanjutkan, "Sayang sekali, padahal aku sangat mengharapkan kau menjadi debutan."

"Kenapa, Your Grace?" Kaytlin memberanikan diri bertanya. Ia sesungguhnya juga masih bingung mengapa sang duchess begitu peduli padanya.

"Karena aku..." Ucapan sang duchess tertahan, lalu ia memilih tidak melanjutkan dan tersenyum. "Sudahlah, itu tidak penting lagi sekarang."

➰➰➰

Miss Kaytlin,

Maafkan kelancanganku. Bolehkah aku memanggilmu seperti itu? Karena aku terkadang kebingungan untuk membedakanmu dengan Miss Lisette. Kau juga bisa memanggilku Anthony.

Seharusnya aku mengirimkan surat setelah aku berada di London, namun saat membaca surat ini aku masih berada di estatku bersama adik-adikku yang penuh pertanyaan. Ada beberapa hal yang harus kulakukan di sini sehingga menghambatku kembali ke London. Bagaimana kabar Miss Lisette? Kuharap aku tidak terlambat nanti saat tiba di sana, tapi tentu saja aku selalu mendoakan yang terbaik baginya (meski menurutku aku yang terbaik).

Aku sebenarnya ingin juga menulis surat untuknya, tapi aku lupa meminta izin padanya saat di London kemarin. Jika aku nekat aku khawatir ia akan terganggu, bahkan aku ragu ia akan membacanya. Syukurlah ia memiliki kakak yang sangat baik dan ramah.

Selama ini teman-temanku terbatas pada pria dan hewan ternak sehingga adik-adikku (terutama Thomas) tidak percaya bahwa aku memiliki teman seorang lady. Aku sangat berterima kasih apabila kau bersedia untuk membalas surat ini untuk membuktikan pada mereka bahwa aku tidak berbohong.

Tertanda,

Anthony Weston


"Kay, ia menyapamu lagi?"

"Siapa?"

"Duchess of Schomberg, aku tidak sengaja melihatmu berbicara dengannya saat aku berdansa tadi."

Kaytlin menoleh pada Lisette yang duduk di tempat tidurnya.

"Apakah ia bertanya tentang gaunnya lagi?" lanjut Lisette.

Kaytlin mengangguk. "Begitulah."

Dengan malas Lisette kembali membuka-buka majalah yang dipinjamkan oleh Melissa padanya. "Ia tidak bisa terus menerus menganggapmu sebagai pelayan toko saat sedang berada di pesta," gerutunya.

"Ia juga menanyakan apakah aku perlu bantuannya selama berada di season, tapi aku sudah menjelaskan padanya aku bukan debutan."

"Kay, apa kau tahu? Saat Duchess of Schomberg mendekatimu, Dowager Marchioness terlihat aneh."

Informasi itu membuat Kaytlin was-was dalam hati. Dowager Marchioness pasti tahu masa lalu cucunya tetapi Kaytlin tidak tahu apakah Her Lady tahu tentang bahwa Lord Blackmere masih menjalin hubungan dengan Duchess of Schomberg hingga kini.

"Aku tidak mengerti apa yang terjadi dengan Dowager Marchioness," tutur Kaytlin. Untuk yang satu ini ia memang tidak mengerti, meski ia mengira memang ada hubungan dengan yang ia pikirkan tadi.

"Mungkin hanya perasaanku, tapi semua orang menjadi aneh akhir-akhir ini, termasuk dirimu. Aku merasa seperti orang bodoh yang tidak tahu apa yang terjadi."

Kaytlin menenangkan. "Tentu saja tidak, Lis, itu hanya perasaanmu saja," Lalu berusaha mengalihkan perhatian. "Omong-omong Earl of Malton mengirimkan surat."

"Dia mengirimkan surat kepadamu?" Lisette mendongak lagi.

"Ya, ia juga menanyakan kabarmu, apa kau ingin membacanya." Kaytlin menyodorkan pada Lisette.

Lisette menatap surat di tangan Kaytlin. "Tidak. Surat itu ditujukan padamu. Jika kau hendak membalas katakan aku baik-baik saja."

"Apakah aku berbuat kesalahan? Kau terlihat tidak senang."

"Tidak, Kay. Itu hanya perasaanmu saja." Lisette menghela napas, lalu menutup majalah, dan memilih menguburkan dirinya di selimut.

"Aku tidak bermaksud menjadi pendukung Earl of Malton. Seperti yang kukatakan beberapa waktu lalu, jika kau tidak menyukainya, aku tidak akan berusaha membuatmu menyukainya," ucap Kaytlin cemas. Ia sangat mengerti gelagat Lisette. "Aku hanya berteman dengannya. Tidak ada hubungan dengan membantu pendekatannya padamu."

"Ya." Lisette menyahut dari balik punggungnya.

My Lord,

Tentu saja Anda bisa memanggilku Kaytlin tanpa Miss, begitu pula Lisette. Terima kasih telah mengizinkanku memanggil nama Anda, tapi aku akan tetap memanggil Anda dengan gelar Anda di muka umum demi menghormati Anda. Jika kita sedang dalam acara yang santai, aku akan berusaha memanggil dengan nama Anda, hanya untuk menyenangkan Anda (tertawa).

Aku hanya bergurau. Aku sangat senang Anda menganggapku teman setelah para pria dan hewan ternak.

Sejak Anda kembali ke estat, tidak banyak acara di sini. Lisette sering merasa lelah dan memohon kepada Dowager Marchioness of Blackmere untuk tidak mengadakan acara pendekatan. Tapi secara fisik, ia baik-baik saja.

Acara terakhir yang kami adakan adalah dua hari lalu yakni melukis di pinggir sungai. Dowager Marchioness juga mengundang Melissa serta beberapa debutan lainnya. Kata Dowager Marchioness, ini pertama kali kami mengadakan afternoon tea yang mengundang debutan ke estat. Aku tidak menyangka mereka semua sangat pandai melukis. Para gentleman memuji lukisan bunga mawar Lisette sangat bagus. Melissa sangat mahir melukis baki teh dan mendapat pujian. Aku juga melukis bunga lily, lalu seorang gentleman memujiku dengan mengatakan lukisan anjing poodle-ku sangat bagus.

Kuharap surat ini dibaca oleh adik-adik Anda (terutama Thomas). Aku tidak sabar ingin bertemu Georgina.

Salam,

Kaytlin de Vere

Selesai menuliskan balasan surat untuk Earl of Malton, Kaytlin mengibas-ngibaskannya sejenak agar tintanya mengering lalu melipatnya. Besok ia akan meminta amplop kepada Winston Basset sang kepala pelayan lalu menitipkannya untuk dikirimkan jika ia bersedia.

Kaytlin menoleh pada Lisette yang masih tidur memunggunginya di ranjang. Ia menghela napas lalu bertopang dagu menatap keremangan di luar jendela. Andai saja ia bisa membaca pikiran atau perasaan orang lain, mungkin semua akan lebih mudah.

➰➰➰

"Aku senang kau akhirnya bersedia bertemu kembali denganku di sini," ujar Sophie sambil menyesap madeira, anggur kesukaannya. Ia duduk dengan santai di sofa beledu biru yang berada di ruang tamu chateau itu.

Raphael berjalan menuju wanita itu sembari menatapnya. Tidak ada yang berubah dari Sophie, wanita itu terlihat seperti malaikat tak bercela. Rambutnya yang pirang keemasan, mata biru dengan pandangan teduh, kulit cemerlang tanpa noda sedikitpun, serta tubuh yang ramping. Ia masih sama seperti dulu, sebelum menikah dengan Duke of Schomberg. Terkadang malah ia terlihat lebih cantik saat ini.

"Bukankah kau ingin berbicara tentang Miss Kaytlin de Vere?" Raphael duduk sambil melepas sarung tangan.

Sophie tersenyum. Wajahnya terlihat senang. "Tidak perlu, aku sudah berbicara dengannya kemarin di pesta."

"Oya? Apa yang kaubicarakan?" Raphael menuangkan segelas madeira untuk dirinya sendiri.

"Alasannya tidak menjadi debutan. Seharusnya kaukatakan saja sejak awal bahwa ia sudah memiliki seseorang."

"Seseorang?"

"Ia mengatakan sudah memiliki seseorang yang ia cintai. Bukankah itu alasan ia tidak ingin menjadi debutan?"

Raphael termenung mengingat-ingat. "Ia memang pernah bercerita bahwa ia menyukai seorang reverend di desanya."

"Itu sangat manis, tapi aku sempat berharap ia menjadi debutan."

"Kenapa?"

"Sebentar lagi David akan berpulang," Sambil mengayunkan sebelah kakinya yang terangkat, Sophie menyebut nama Duke of Schomberg, suaminya. "Aku akan menjalani masa berkabung selama setahun. Jika tiba-tiba kita menikah, akan mengundang pertanyaan banyak orang, apalagi...kau tahu? Ada rumor beredar bahwa aku memiliki kekasih gelap. Sudah bisa dipastikan rumor itu akan jatuh padamu."

"Jadi, apa hubungan Miss de Vere dengan semua ini?"

"Aku sengaja memperkenalkannya pada teman-temanku sehingga mereka mengira dia adalah temanku. Jika suatu saat kau membawanya sebagai debutan, aku yang dekat dengannya akan sangat wajar jika lama-kelamaan dekat denganmu sebagai keluarga walinya. Saat kita menikah kembali, namamu tidak akan digunjingkan." Sophie menyesap madeiranya dan tersenyum. "Bukankah itu ide yang bagus?"

Raphael merasa sedang membahas sebuah rencana kejahatan. Untuk saat ini rumor itu tidak mengarah pada Raphael karena hubungannya dengan Sophie memang tidak terekspos secara luas. Ada banyak pria yang dulu mendekati Sophie, bukan hanya dirinya.

"Mengapa bukan Lisette?"

"Ya Tuhan, Raphael! Kaytlin sudah mengetahui hubungan kita, sedangkan Lisette tidak. Kita bisa berbicara dengan bebas dengan adanya Kaytlin, karena ia sudah tidak perlu penjelasan lagi. Lagipula sejak awal melakukan debut, kau tidak pernah mengantar Lisette de Vere."

"Jika itu terjadi, kau berencana menyuruhku menampakkan diri di London?"

Sophie mengangguk. "Aku tahu kau tidak senang, tapi apa boleh buat, kau harus melakukannya."

Dalam benak Raphael itu bayangan yang sangat mengerikan. Ia tidak berbakat menahan lidahnya pada suatu hal yang tidak ia sukai apalagi memuji. Sepertinya Raphael ragu untuk memenuhi permintaan ini, bahkan demi Sophie sekalipun.

"Untunglah Miss de Vere tidak akan menjadi debutan." Raphael kembali mengingatkan.

"Sayang sekali," Sophie mendesah. "Aku sudah merencanakan banyak hal. Ia memang bukan tipikal yang akan menjadi populer di season, tetapi beberapa kenalanku menyukainya karena ia cukup ramah dan sepertinya penurut. Bahkan Lord Matthew sedikit terobsesi padanya. Ia mengatakan Kaytlin memiliki...aura yang berbeda. Bukankah setengah darahnya bukan Inggris?"

"Seingatku Lord Matthew yang kukenal sudah menikah dan memiliki anak."

"Memang. Ia ingin menjadikan Kaytlin sebagai mistress**-nya." (**mistress : wanita simpanan)

Genggaman tangan Raphael pada gelasnya mengetat. "Kau serius?"

"Ia memang mengatakannya, tapi tidak di hadapanku. Seseorang memberitahukan padaku," lalu menambahkan, "tapi kurasa berakhir menjadi mistress juga bukan hal buruk untuknya."

Raphael menatap Sophie seolah-olah wanita itu sudah gila.

"Jangan menatapku seperti itu. Aku memaparkan kenyataan. Ia memang cukup menarik tapi ia yatim piatu dan tidak memiliki maskawin. Orang-orang tidak pernah tahu tentang ibunya, Lady Josephine Forthingdale yang kawin lari bersama Honorable Richard de Vere. Baron of Fauconberg tampaknya berusaha keras menutupi aib keluarga mereka. Tapi bagaimana jika mereka tahu? Tidak akan ada yang mau berspekulasi meminangnya dengan taruhan nama baik. Jika Kaytlin tidak mendapatkan suami, menjadi mistress tidak terlalu buruk dibandingkan telantar atau menjadi korban pemerkosaan di jalanan London. Setidaknya ia terjamin secara finansial dan juga keamanan__"

"Sophie..." Raphael menutup mata lalu membukanya kembali. "Hentikan."

Suasana hening untuk sesaat karena Raphael mengucapkannya dengan begitu dingin.

"Maaf telah membuatmu kesal," Sophie tertawa miris. "Tenanglah, untuk saat ini Lord Matthew atau siapa pun tidak akan melakukannya."

"Bagaimana kau bisa yakin?"

"Ia sudah tahu bahwa Kaytlin berada di bawah perwalian keluargamu. Awalnya ia menduga Kaytlin adalah pendamping Lisette. Semacam itulah." Sophie mengangkat bahu. "Jangan menyalahkan spekulasi orang. Kakak beradik itu tidak memiliki kemiripan sama sekali."

Raphael terdiam menatap pola karpet di depan kakinya. Meskipun Sophie sudah mengatakan seperti itu, ia masih belum bisa sepenuhnya tenang. Di antara ratusan wanita cantik di London, kenapa pilihan Lord Matthew jatuh kepada Kaytlin? Dan kenapa Raphael juga memikirkannya seserius ini? Ia menyesap madeiranya kembali dan berharap minuman itu bisa menolongnya.

Sophie menaruh minumannya yang masih tersisa setengah di meja dan bangkit menghampiri Raphael lalu duduk di pangkuannya. "Raphael, kau harus mengerti, wanita tidak banyak memiliki pilihan dalam hidupnya. Kami terlahir sebagai makhluk lemah. Alasan itu juga yang membuatku mengambil keputusan dalam hidupku."

Kenyataan memuakkan itu memang benar. Itu juga yang membuat Raphael memaklumi apa yang membuat Sophie meninggalkannya. Meski Raphael juga kadang ingin mengatakan pada Sophie betapa itu keputusan yang sangat bodoh dan tergesa-gesa. Tapi semua wanita di posisinya pasti akan melakukan hal yang sama. Tidak pernah ada yang berani menantang dunia demi hal yang tidak pasti.

Kecuali Josephine.

Dan tentu saja itu juga keputusan bodoh yang berakhir sia-sia.

Sophie, pada akhirnya benar. Dan Raphael juga dulunya tidak memperjuangkan Sophie lebih baik. Ia juga tidak berani menantang dunia, meski demi Sophie.

"Aku mengerti," sahut Raphael.

"Kau memang selalu mengerti. Maka dari itulah aku tidak bisa membayangkan bagaimana jika kau tidak ada di sampingku seperti saat ini." Sophie mengalungkan tangan melingkari bahu Raphael dan menurunkan bibirnya ke bibir Raphael.

Raphael merengkuh pinggang Sophie. Ia membalas ciuman Sophie dengan segenap pengetahuannya. Sophie menyelipkan lidahnya, Raphael menyambutnya dan membelai Sophie hingga mendesah.

Ada baiknya Raphael memang harus menemui Sophie karena sudah lama ia tidak melihat wanita itu dan sebaliknya, ia terlalu sering bersama Kaytlin de Vere. Kedekatan memang terkadang mengacaukan perasaan yang sesungguhnya. Inilah yang Raphael nantikan. Ia harus mendapatkan kembali kewarasannya. Hanya satu ciuman. Satu ciuman yang akan membuatnya kembali pada dirinya lagi.

Mereka terus berciuman sementara Raphael merasakan tangan Sophie turun membuka kancing jubahnya, lalu menyelipkan tangannya di sana. Raphael masih mengenakan vest dan kemeja di bawah jubahnya tapi ia bisa merasakan sentuhan Sophie. Sentuhan yang memang ditujukan untuk membangkitkan hasratnya.

Lalu Sophie memutus ciuman mereka dengan perlahan dan menatap Raphael dengan raut kebingungan.

Raphael tahu apa yang terjadi. Dan ia mengutuk dirinya untuk itu.

"Raphael, apa kau sedang sakit? Maaf jika aku tidak bertanya sebelumnya," tanya Sophie dengan cemas.

Sejenak Raphael memaksa dirinya menatap Sophie. Kepahitan terbit dalam tenggorokan Raphael. Ia tidak percaya semua ini. Benar-benar mimpi buruk, dan semua mimpi buruk itu tidak mungkin berawal dari ciuman isengnya di halaman belakang. Raphael juga mencoba mengingat apa yang ia makan akhir-akhir ini. Semua ini belum pasti. Mungkin hanya sementara.

"Aku tidak berencana menginap," tukas Raphael setenang mungkin. Ia sudah berusaha dan sepertinya ia hanya akan semakin mempermalukan dirinya di hadapan Sophie jika mencoba memaksa sekali lagi. "Ada beberapa masalah yang terjadi...pada pekerjaanku."

Sophie tersenyum dan mengancingkan jubah Raphael. "Kadang kau terlalu tenggelam pada pekerjaanmu itu. Aku mengerti."

Menatap senyum itu membuat Raphael merasa bagaikan penjahat.

"Aku harus pergi sekarang. Mungkin lain kali." Raphael mencium bibir Sophie dengan ringan. "Maaf," ucapnya lirih.

Sophie bangkit dari pangkuannya, memberi kebebasan pada Raphael. Raphael mengambil kedua sarung tangannya dan bergegas melangkah dengan hati berkecamuk.

"Raphael..."

Langkah Raphael terhenti. Tapi ia belum sempat menoleh saat Sophie melanjutkan.

"Aku masih berharap kau menjadikan Kaytlin menjadi debutan meski hanya berpura-pura. Coba saja kautawarkan padanya. Sepertinya ia akan bersedia."

Raphael menarik napas gusar.

Sudah tentu Kaytlin bersedia. Wanita mana yang tidak akan menolak kesempatan emas semacam itu? Apalagi Raphael tahu alasan Kaytlin sebenarnya tidak ada. Menyukai seseorang. Itu hanya alasan yang dikarang Kaytlin untuk menutupi alasan yang sebenarnya bahwa Raphael tidak mau mensponsorinya. Seingatnya reverend yang diceritakan Kaytlin sudah menikah dengan wanita lain. Jadi siapa lagi orang yang disukai oleh Kaytlin?

Apa pun itu, saat ini tidak ada yang bisa mengubah pikiran Raphael. Kaytlin de Vere tidak akan menjadi debutan dan Raphael tidak perlu menghadiri season. Tapi tentu saja ia tidak akan mengutarakan hal itu terang-terangan pada Sophie.

"Aku akan memikirkannya." Hanya itu yang ia katakan sebelum melanjutkan langkah dan benar-benar pergi.

➰➰➰

Harap diingat, cerita ini berlatar setting abad 19 di mana emansipasi wanita masih jarang dan pemikiran para pria masih kolot. Aku mencoba membuat perubahan pemikiran pada Kaytlin dan Raphael senatural mungkin sesuai zamannya.

Karena kalian terlalu detail pengin tau banget posisi Kaytlin ciuman ama Raphael gimana, aku kasi gambaran di atas. Awalnya Raphael duduk di rumput, punggungnya nyender di pinggiran beton air mancur, terus Kaytlin duduk di depannya. Pas berdiri, dia ditarik, jatohnya begitu. Apaan sih? 😂

Thanks banget part kemarin ga ada narget vote atau komen tapi kalian selalu penuh semangat.

Btw ini 4000 plus kata dan belum kelar. Kalian pengen tau interaksi Raphael dan Kay setelah ini? Tunggu ke 21.2 soon ya (please give me time, ada 2 deadline yang harus kupenuhi, satu dari PH, satu dari project Webtoon)

Makasi sudah vote dan komen.

Continue Reading

You'll Also Like

4.1M 570K 69
18+ HISTORICAL ROMANCE (VICTORIAN ERA/ENGLAND) Inggris pada masa Ratu Victoria Sebelum meninggal, ibu dari Kaytlin dan Lisette Stewart de Vere menyer...
98.5K 8K 11
❤ Bastien Love Story [Pertama kali dipublikasikan di akun Hai2017]
Anak Buangan Duke By Luna

Historical Fiction

8.2K 1.6K 9
[Brothership story!] "Padahal hanya anak buangan, tapi kamu seolah memiliki kuasa seperti seorang raja!" Kalimat itu ditujukan pada Arthevian Montros...
737K 30.2K 24
[10 Besar Pemenang Kategori Best Editor Choice GMG Hunting Writers 2021 | TERBIT] Evelyn Southwell, seorang prajurit wanita yang bisa dikatakan langk...