Me vs Papi

By Wenianzari

39.8K 5.4K 1.6K

Kisah sederhana namun rumit dari mereka yang menjadi satu-satunya. Tentang Asterion Helios yang menjadi orang... More

Pulang
Satu April
Peluk Untuk Pelik
Sebuah Harap
Ketika Durenes Baper
Minggu Manis
Kenapa - Karena
Hari Bahagia
Pundak Ternyaman Kedua
Dua Pagi
Menjenguk
Jealousy
Tujuan
Kencan
Don't Leave Me
Welcome to My House
Moment Langka Rion
Dinner
His Everything
Telling a Secret
Pengakuan
Perasaan Membingungkan
Karena Papi Berhak
Hallo Om Ganteng
Double Date?
Lost Control
Promise me
Terima Kasih dan Maaf
Morning Drive
Ketakutan Terbesar
Don't Mess With My Daughter
Crying Sobbing
Last Chapter; Me vs Papi
Bonus; Belum Terbiasa

Bitter - Sweet

703 131 19
By Wenianzari

*Warning!!!*

"Buka baju nya."

Rion menganga lebar-lebar saat Noushin berucap seperti itu. Lantas dia segera menyilangkan tangan nya didada.

"No-Noushin, kamu... Serius?" Tanya Rion sambil terbata.

"Iya, serius Pak."

"Secepat ini?"

"Kalau nanti-nanti, Pak Rion bisa masuk angin."

"Masuk angin?"

"Iya. Baju Pak Rion kan basah." Dan Rion langsung mengangguk paham. Rupanya itu alasan kenapa Noushin menyuruh nya membuka baju.

Jadi, di pesta Bryan tadi, tepatnya setelah Rion dan dan Noushin meresmikan hubungan, dua orang itu sengaja memisahkan diri dari keramaian lalu menuju ke sebuah gazebo yang dihiasi lampu-lampu warna kuning. Sembari berjalan menuju kesana, dua manusia yang sedang berbahagia itu saling berbincang sambil sedikit bergurau, layaknya remaja yang baru mengenal cinta.

"Jadi, kamu ingin saya panggil apa, Noushin?"

"Maksudnya?"

"Katanya... Kamu ingin punya panggilan khusus dari saya, seperti saya memanggil Brigyta dengan sebutan Igy."

Gezzz!!

Noushin langsung dibuat malu seketika. Bisa-bisa nya pria itu ingat dengan racauan nya tadi. Padahal Noushin mengucapkan kalimat pengakuan cemburu karena nama panggilan itu, setengah tidak sadar.

"Kenapa diam? Padahal tadi kamu udah kayak eminem lho." Rion meledek yang kemudian langsung mendapat cubitan dilengan nya.

"Aduh sakit. Udah berani ya kamu cubit-cubit." Noushin langsung mengerucutkan bibirnya.

"Pak Rion aja udah berani nyosor."

"Hahaha, tapi kamu juga menikmatinya kan?" Noushin hanya mengedikkan bahu.

"Gimana? Saya goodkisser kan?"

"Pak Rionnnn..."

"Sebentar," Rion mencegat Noushin hingga wanita itu jadi berhenti berjalan.

"Kenapa?"

"Harusnya saya yang bilang begitu. Kenapa. Kenapa kamu masih panggil saya Pak Rion?"

"Hm?"

"Kalau sedang berdua, jangan panggil saya Pak dong. Kurang romantis."

"Terus panggil nya apa?"

"Mas? Hng... Mas Rion?"

"Nggak Pak, saya geli."

"Belum juga saya apa-apain, udah geli aja."

"Astaga... Kalau begini cocok nya Om Rion deh, Pak."

"Om?!" Rion speechless.

Noushin nyengir seraya langsung menarik tangan nya yang dipegangi pria itu, meloloskan diri pelan-pelan, sebelum mengucapkan sesuatu yang lantas membuat dirinya dikejar Rion.

"Hehe, soalnya mirip Om-Om pedofil. Oops---huaaaa Pak Rioooonnnn..."

Meskipun susah, tapi Noushin mencoba berlari sekencang yang dia bisa supaya tidak tertangkap oleh Rion yang mengejar dibelakang. Sampai kemudian keduanya berlari menuju air mancur dry fountain---yang kebetulan saat Noushin memijak nya, air sedang tidak memancur. Sementara saat Rion memasuki kawasan itu, air langsung keluar dari bawah ke atas hingga membuat Rion basah kuyup seketika. Sedangkan Noushin, meskipun berhasil menghindar, tapi dia juga terkena cipratan nya.

"Pak Rion... Bajunya dibuka." Rion terperangah mendengar suara Noushin. Lantas dia mengangguk seraya melepas kancing kemeja nya satu-persatu. Well, jas hitam yang tadi dia kenakan sudah ditanggalkan sejak di mobil.

Ah iya, saat ini mereka ada di Apartment Noushin. Wanita itu sudah pindah sejak tiga hari yang lalu.

Noushin berdeham seraya langsung membalikkan badan, saat tanpa sengaja kedua matanya melihat dada bidang Rion yang sudah terekspos.

"Kenapa berbalik? Takut tergoda ya?"

"Tuh kan, emang cocok nya dipanggil Om." Rion langsung terbahak.

"Saya juga sempat berfikir begitu. Tapi... ini jujur ya, saya baru pertama kali nya lho godain anak gadis sampai segininya."

"Oh... Biasanya janda yang digodain?" Rion terkekeh.

"Nggak pernah." Noushin segera berbalik lagi, berniat untuk menatap mata Rion, mencari kebanaran dari ucapan pria itu. Tapi, matanya nakal, dua organ yang berfungsi untuk melihat itu malah salah fokus ke tubuh shirtless Rion yang terpampang jelas sampai-sampai membuatnya meneguk ludah tanpa sadar.

"Kenapa? Penasaran ya sama tubuh saya?" Goda Rion, membuat wajah Noushin langsung memerah bak kepiting rebus.

"Boleh, silahkan dilihat sepuasnya. Tapi nggak apa-apa ya, perut saya agak buncitan. Udah lama nggak nge-gym soalnya, ditambah, sering makan malam juga, nemenin Tea yang malam-malam suka kelaparan."

Noushin berdeham. Dia memilih melupakan niatnya tadi, lalu bergegas mengambil paksa kemena Rion yang ada ditangan, untuk kemudian dia bawa menuju mesin cuci. Setelah itu, dia mengambil kaos dan celana bokser milik adiknya dan memberikan nya pada Rion yang sejak tadi masih diam ditempat.

"Pak Rion pakai ini dulu sembari menunggu bajunya kering. Well, jangan mikir yang nggak-nggak. Ini baju adik saya."

"Oke, terima kasih. Saya ganti baju dulu, kamu mau ikut?"

"Pak---"

"Bercanda," Lalu Rion mengacak-acak rambut Noushin dengan gemas. Hingga pemiliknya sedikit melembek seperti jelly kalau disentuh.

Selesai dengan segala hal yang diributkan tadi, sekarang dua manusia itu sedang bersantai di depan televisi. Rion sengaja menunggu pakaian nya kering terlebih dahulu supaya sampai rumah nanti, dia tidak dirundung banyak pertanyaan soal kenapa bajunya basah. Bisa-bisa anak gadisnya meledek habis-habisan kalau tahu alasan nya.

"Pak Rion,"

"Hm?"

"Tea di rumah sama siapa?"

"Ada Mama sama Bi Martem."

"Mama nggak jadi pulang kemaren?"

"Iya, jadinya besok. Soalnya kemaren Tea nggak ngizinin, sampai ngambek-ngambek dia."

"Oh iya? Kenapa?"

"Kata Tea; 'nanti rumah bakalan sepi. Tante Noushin pergi, Oma pergi, semua aja pergi, aku sendirian.' Gitu. Emang suka ngambekan anaknya. Kamu siap nggak ngehadapin dia?"

"Saya nggak bakal bilang mau, kalau saya nggak siap, Pak." Mungkin itu kalimat sederhana, tapi bagi Rion, maknanya sangat dalam. Sampai-sampai, dia langsung membawa Noushin kedalam pelukan nya.

"Terima kasih ya, sudah menerima saya."

"Hm. Dan terima kasih juga sudah mau susah-susah meyakinkan saya." Rion semakin mengeratkan dekapan nya, lalu disusul dengan membubuhkan satu kecupan pada puncak kepala Noushin. 

***

Tepat pukul sembilan malam, Tea baru saja sampai di depan rumah nya. Dia buru-buru turun dari motor Sean, wajahnya bahkan terlihat sangat panik, hingga dia lupa melepas helmet yang ada di kepalanya.

Karena setelah mengucapkan, "Pokoknya malam ini aku senang. Terima kasih banyak Sean, dadah, aku masuk ya, kamu hati-hati di jalan, mwahh!" Tea langsung bergegas masuk ke pekarangan rumah nya yang kemudian disambut Oma di depan teras, dengan wajah yang penuh akan kekhawatiran.

"Oma, Papi belum pulang kan?" Tanya Tea panik.

"Belum sayang, udah ayo masuk, ini helm nya di lepas dulu, simpan aja di gudang suruh Bi Martem." Ucap Melanie yang juga ikut-ikutan panik, sambil melepaskan helmet dari kepala cucu tercintanya.

"Udah, ayo masuk sayang." Helmet yang Tea kenakan sudah terlepas, Melanie pun segera menuntun cucu nya masuk.

"Cepetan sana ke atas, terus jangan lupa hapus make up, cuci muka, tangan, kaki dan pake baju tidur!" Titah Melanie yang kemudian diangguki Tea. Lantas Tea pun menaiki anak tangga dengan tergesa-gesa, hingga ketika dia sampai di dalam kamarnya, napas nya terengah, seperti habis melakukan olahraga berat.

"Ya Tuhan... Ini lebih seram dari pada film horor ternyata." Gumam Tea usai menetralkan napasnya. Kemudian cewek itu segera mengambil piyama satin warna merah muda, lalu masuk ke kamar mandi pribadi nya. Dia cuci muka,tangan dan kaki terlebih dahulu sebelum memakai piyama tidur pilihan nya malam ini. Selesai dengan perintah Oma, Tea melanjutkan nya dengan ritual skincare supaya wajahnya semakin cantik, seperti Mami yang dia lihat dalam foto masa mudanya.

"Finish!" Dan setelah itu Tea pun segera merebahkan dirinya pada ranjang. Karena belum mengantuk, Tea pun membuka ponselnya. Dia mengetikkan sesuatu untuk Sean.

Sean, udah sampai?

Maaf ya, tadi aku takut kalau Papi udah pulang:(

Tapi ternyata belum...

Pacaran sama aku ribet ya? :(

Maaf....T_T

Tea menunggu balasan Sean cukup lama, sekiranya dua jam lebih, karena sudah dua episode drama yang dia tonton. Sampai akhirnya dia menyerah. Pikirnya, Sean marah. Tea pun bangkit dari posisi rebahan untuk kemudian keluar kamar. Isi kepala nya sedikit kacau karena memikirkan Sean dan nasib hubungan nya yang baru dibangun beberapa jam lalu. Ditambah, Papi juga belum pulang, padahal waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam, dan tidak ada satu pun, pesan masuk diponselnya yang memberitahu kapan Papi nya akan pulang.

Karena biasanya, kalau bepergian seorang diri, Rion tidak pernah lupa mengabari kapan kepulangan nya pada sang anak. Makanya Tea buru-buru pulang tadi, padahal dia sedang asik menikmati perayaan resmi nya hubungan dia dengan Sean. Tea takut kalau Papi pulang diam-diam seperti skenario yang ada dalam kepalanya. Namanya juga pergi tanpa pamit sama orang tua, jadi suka panik nggak jelas.

Dan lagi, secapek apapun kondisi Rion, pria itu akan tetap mengunjungi kamar Tea untuk sekedar memastikan buah hati nya sudah terlelap atau belum ketika sudah sampai rumah. Sudah kebiasaan sejak dulu. Jadi, Tea paham, kalau Papi belum mengunjungi kamar, itu artinya Papi belum pulang.

Tea mengesah panjang.

Kalau sedang overthinking seperti ini, hanya makanan manis yang mampu mengalihkan. Makanya Tea segera bergegas ke dapur untuk mengambil beberapa cokelat dan makanan ringan lain nya. Setelah itu Tea segera bergegas menuju ruang keluarga, menyalakan televisi untuk menemaninya. Tea pun menikmati waktu nya. Meskipun dia nggak suka kesepian, tapi kadang-kadang dia suka sendirian seperti ini; menenangkan.

Dua bungkus cokelat berukuran besar dengan bebera bungkus makanan ringan sudah Tea habiskan sambil menonton, tapi... Papi belum juga pulang. Bahkan sekarang jarum pendek sudah menunjuk angka dua.

"Jam dua?!" Tea terkejut.

"Papi kemana sih!" Entah mengapa Tea jadi kesal. Padahal dia tahu kemana Papi nya pergi; pesta ulang tahun Om Bryan. Kalau dengan siapa nya... Tea kurang tahu. Soalnya sejak tiga hari lalu, Noushin sudah pindah ke Apartment baru nya.

Alhasil, Tea pun nekad menelepon Papi di jam dua pagi. Persetan jika nanti dia dimarahi Papi, Tea bisa cari alasan.

Telepon tersambung, suara serak Papi nya segera Tea tangkap dalam pendengaran.

"Hallo?"

"PAPI MABOK?!!!!" Nada suara Tea meninggi.

"Tea?" Disana Papi nya nampak kebingungan, mungkin karena kesadaran nya belum penuh.

"Papi dimana? Kenapa belum pulang? Ini udah menjelang pagi!" Terdengar helaan napas gusar diseberang sana.

"Kamu belum tidur?"

"Nggak usah mengalihkan pembicaraan! Jawab aja pertanyaan aku. Sekarang Papi dimana?!"

"Hng... Papi... Papi ada di Apartment."

"Bukan nya Papi udah ngejual satu-satu nya apartment yang Papi punya?"

"I-iya."

"Terus? Sekarang Papi ada di Apartment siapa?"

"Papi pulang sekarang ya, kamu tidur."

"Jawab dulu pertanyaan aku!"

"Tea--"

"Papi selalu ngajarin aku buat jujur." Meskipun kadang-kadang Tea suka bohong.

Terdengar helaan napas lagi dari Rion di seberang sana.

"Oke." Jeda sejenak sebelum kemudian Rion berkata jujur, "Papi ada di Apartment Tante Noushin."

Layaknya game yang sedang dimainkan namun tiba-tiba handphone malah ngelag, seperti itulah Tea sekarang.

"Tea, Papi bisa jelasin---" Belum sempat Rion melanjutkan kalimat nya, Tea langsung memutuskan sambungan sepihak tanpa sepatah kata pun yang terucap.

Tea masih diam ditempatnya, pandangan gadis itu langsung kosong seketika. Entah mengapa, saat mendengar Papi ada di Apartment Tante Noushin pada jam segini, ada sesuatu aneh yang menyinggahi dadanya. Hingga tanpa sadar, dia mengesah panjang sekali lagi, sebelum bergegas menuju kamar nya.

***

"Maaaaaa... Mamaaaa!" Begitu keluar dari kamar nya, Gaby langsung teriak-teriak memanggil Mama nya yang kemudian langsung dibalas sahutan lantang dari Jeni.

"Kenapa sih pagi-pagi udah teriak-teriak panggil Mama?!"

"Ya... Maaf. Aku tuh lagi panik Ma."

"Panik kenapa? Sebentar, kamu kok tumben-tumben nya pagi-pagi udah rapi plus wangi? Mau ngedate?"

"Duh! Boro-boro ngedate. Aku lagi kemusuhan sama Akrie." Jelas Gaby sambil cemberut. Pasalnya, semalam dia dan Akrie berantem gara-gara Akrie ngepost foto bareng cewek bule yang cuma pake bikini di instagram strory nya.

"Kemusuhan gimana?"

"Ada pokoknya. Ah iya, aku mau pergi ke rumah sakit buat nengokin Sean, Ma."

"Lho! Sean yang lebih ganteng dari pacar kamu itu? Dia kenapa?"

"Ih Mama! Akrie juga ganteng. Semalam Sean dikepung geng motor."

"Ya Tuhan!!!"

"Terus sekarang gimana?"

"Kata adiknya sih satu tangan nya kena tusuk pisau, tapi sekarang orangnya udah siuman."

"Ya Tuhan.... Yaudah, sana jengukin. Sama siapa?"

"Tadinya mau sama Tea, cuma aku telepon nggak aktif-aktif. Terus telepon Papi Rion, katanya dia baru aja pergi ke Bogor, ikut Oma."

"Bukan nya Tea sama Sean dekat ya? Terus sekarang kamu kesana sama siapa?"

"Ya makanya aku juga nggak tahu kenapa Tea malah pergi sementara Sean terbaring lemah. Aku udah pesan ojol Ma, Abang nya juga udah di depan."

"Yaudah, sementara kamu dulu aja. Nanti gampang hubungan Tea lagi. Eh nggak bawa sesuatu?"

"Gampang beli dijalan deh."

"Yaudah, hati-hati ya sayang."

"Iya."

Gaby pun bergegas pergi menuju rumah sakit tempat dimana Sean dirawat. Dalam perjalanan, dia sempat mampir ke pedagang buah untuk membeli satu keranjang buah-buahan.

Kurang lebihnya satu jam perjalanan Gaby tempuh dengan Mamang ojol, akhirnya dia sampai di rumah sakit Angkasa, tempat dimana Sean dirawat. Gadis dengan rambut sebahu itu berjalan cepat melewati lorong-lorong untuk sampai pada kamar rawat inap Sean---Istar yang memberi informasi di kamar mana Sean berada. Sesampainya disana, Gaby segera disambut Istar dengan senang. Soalnya Gaby suka main ke rumah Sean bareng pacarnya, jadi Istar akrab, bahkan sudah menganggap Gaby seperti kakak nya sendiri.

"Sean gimana, Tar?" Bukan nya menjawab, Istar malah langsung memeluk Gaby dengan erat lalu menumpahkan air matanya.

"Istar.... Jangan bikin gue panik! Sean gimana?"

"Aku nggak tega lihat Sean, kak." Gaby mengesah lantas mengelus punggung Istar dengan pelan. Ini pertama kalinya dia melihat Istar menangis sesedih ini karena Kakak nya. Karena biasanya, Istar nggak pernah begitu. Cewek dengan tampang bule itu lebih sering marah-marah kalau sama kakak nya. Tapi kali ini, sangat berbeda.

"Sssttt... Udah-udah, Sean bakal baik-baik aja kok. Yaudah masuk yuk?" Istar menggeleng.

"Nggak mau. Kak Gaby aja."

"Oke, gue masuk ya." Setelah melepaskan pelukan Istar, Gaby pun segera masuk kedalam dan mendapati Sean sedang terbaring lemah di ranjang rumah sakit ditemani Mama nya.

"Permisi Tante," Ujar Gaby sopan. Elmira menoleh seraya langsung menyambut Gaby dengan hangat.

"Sini sayang, masuk." Gaby menurut lantas dia berdiri disamping Elmira yang sedang duduk. Dipandanginya tubuh teman seperjuangan nya itu dengan seksama, ada banyak sekali perban yang melekat ditubuh atletis Sean; ditelapak tangan kanan, dilengan kanan, dan di dahi. Disudut bibir kiri cowok itu juga sedikit sobek, kedua pipinya memar sampai keunguan.

Gaby meringis. Sean yang biasanya pecicilan, sekarang mendadak jadi cowok paling alim.

"Sean, sayang, ada teman kamu." Sean segera membuka matanya dan mendapati Gaby sedang mengigiti kukunya sendiri.

"Gaby?"

"Hm."

"Gaby, tante titip Sean dulu ya? Kalian ngobrol deh sepuasnya."

"Mama mau kemana?"

"Merhatiin adek kamu. Semalam dia nggak tidur nungguin kamu siuman, terus disuruh makan nggak mau, nangis terus dia," Sean sampai tersentuh mendengarnya.

"Bilangin Istar, aku nggak apa-apa gitu."

"Iya Mama juga udah bilang. Yaudah, kalian enjoy ya, kalau ada yang sakit langsung panggil suster."

"Hmm, nanti suruh Istar masuk ya Ma?"

"Iya." Setelah itu Elmira pun bergegas keluar.

Di dalam, Gaby segera memburu banyak pertanyaan pada Sean. Ya... Kalau tadi kan masih jaga image di depan Mama nya Sean.

"Sean lo kok bisa sih sampai kayak gini? Gimana ceritanya? Bukan nya semalam lo sama Tea ya?" Bukan nya menjawab, Sean malah terkekeh sebentar, sebelum kemudian meringis kesakitan.

"Bisa-bisa nya ya lo ketawa disaat lagi kesakitan gini."

"Habisnya muka lo panik banget, padahal bukan pacar gue."

"Gimana nggak panik, perban di tubuh lo sampai banyak gitu."

"Iya-iya. Thanks ya udah jengukin. Lo sama siapa?"

"Sendiri. Tadinya gue mau bawa Tea, tapi kata Papi nya dia baru aja pergi ke Bogor ikut Oma nya. Tea udah tahu belum lo nasibnya gini?"

"Iya? Ngapain? Nggak tahu, gue sih belum kasih tahu, hp gue hilang soalnya."

"Palingan liburan. Berarti dia belum tahu deh kayaknya."

"Kalau gitu nggak usah kasih tahu. Biarin dia have fun sama liburan nya."

"Kok gitu?"

"Gue takutnya dia nyalahin diri sendiri atas insiden yang gue alamin."

"Coba deh ceritain detail nya gimana." Kemudian Sean pun menceritakan kejadian semalam dengan sedatail mungkin. Dari yang dia pergi sama Tea, makan ice cream bareng, dilanjut pergantian status mereka yang sekarang sudah pacaran, helmet Istar yang Tea bawa pulang karena lupa melepasnya, sampai kejadian dimana dia dikepung gang motor gara-gara Sean disangka musuh mereka. Iya, para anggota geng motor itu salah sasaran yang berujung melukai Sean.

"Ya Tuhan.... Malang banget nasib lo. Lo yakin Tea nggak boleh tahu?"

"Nggak boleh. Gue sayang Tea, gue nggak mau membuat orang yang gue sayangi menyalahkan dirinya sendiri."

***

Sudah tiga hari Tea di Bogor, dan selama itu pula dia sengaja mematikan ponselnya. Tea marah besar sama Papi karena kejadian malam itu, sampai-sampai dia enggan ngomong sama Papi nya walaupun hanya sepatah dua patah. Hingga Oma dan Opa nya dibuat bingung luar biasa.

Tea segera turun dari mobil golf setelah mobil itu sampai pada peternakan sapi Opa nya. Well, ditinggal Melanie selama berminggu-minggu membuat Antonie memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Dia memperbanyak sapi miliknya hingga kini berjumlah lima belas ekor dan membuatkan mereka kandang yang besar, yang cukup jauh dari rumah. Jangan tanya respons Melanie seperti apa. Dia marah besar sampai-sampai nggak mau tidur sekamar. Ngomong juga seperlu nya.

"Opa, yang namanya Rijuka yang mana?" Tanya Tea begitu dia dan Antonie sampai di kandang sapi. Gadis itu bingung membedakan nya, karena semuanya sama.

"Yang pakai head halter warna pink, yang ada klontong nya."

"Oh itu. Kenapa beda sendiri?"

"Buat kesayangan harus beda dong." Tea berdecih. "Kamu tahu nggak kalau klontong nya itu terbuat dari apa?"

"Emas?" Tebak Tea, karena dia sudah gapal betul, kalau Opa sedang tergila-gila dengan sesuatu, maka dia nggak akan segan-segan memberi kemewahan.

"Betul! Itu emas tiga puluh gram."

"Kecil banget."

"Opa juga mau nya yang seratus gram, cuma Rijuka nya takut keberatan."

"Hmm. Kalau Sakura yang mana?"

"Ya itu, disamping Rijuka. Soalnya masih nen, jadi harus dekat-dekat sama Ibu nya."

"Opa kenapa sih nernak sapi segala? Oma jadi ngamuk-ngamuk terus tuh."

"Opa kesepian. Waktu di Jakarta kan ada kamu, sekarang di Bogor, ada siapa coba yang bisa bikin Opa senang?" Tea mengedikkan bahu sambil memberika rumput untuk Rijuka.

"Kalau Opa kesepian kan bisa ke Jakarta."

"Opa udah nggak suka sama suasana di Jakarta. Terlalu bising."

"Hmm, susah kalau gitu."

"Makanya Opa mau nernak sapi. Biar nggak kesepian, biar ada kegiatan dan biar ada lapangan pekerjaan. Lumayan kan tuh orang yang Opa suruh buat ngambil rumput bisa dapat penghasilan." Tea hanya mengangguk paham sambil terus memberi makan Rijuka. Agaknya sekarang dia juga suka sama Rijuka yang penurut dan cantik.

"Tapi Opa jangan sampai kecapean. Terus juga jangan lupa perhatiin Oma tuh. Nanti kalau Opa terus-terusan sibuk sama sapi-sapi, giliran Oma yang kesepian."

"Iya sayang, tenang aja. Oh iya, kamu sama Papi lagi kenapa sih? Kemaren Papi telepon Opa katanya kamu nonaktifin handphone dari tiga hari yang lalu ya?" Wajah Tea yang tadi sumringah, kontan berubah jadi masam.

"Tanya aja sama Papi, dia udah berbuat apa sampai aku gini. Nggak mungkin ada asap kalau nggak ada api kan, Opa?" Antonie mengesah.

Entah itu Melanie atau pun Adrastea cucu nya, kalau sedang marah sama saja. Sama-sama menyuruh menebak kesalahan apa yang telah diperbuat. Memanglah menghadapi perempuan dibutuhkan sebuah kesabaran yang tinggi, serta rumus yang benar. Karena kalau salah, masalah bisa semakin panjang.

"Yaudah, nanti Opa tanyain. Oh iya, kamu masih ingat nggak pernah nanam bunga matahari di kebun strawberry?"

"Oh iya! Hampir aja lupa. Gimana tuh Opa, nasib bunga nya?"

"Kamu lihat sendiri deh. Yuk, ke kebun sekarang."

"Ayo!" Antonie berusaha menghibur cucu nya yang nampak muram sehingga kini langsung ceria kembali. Well, cuma Adrastea yang bisa bujuk Antonie supaya kebun strawberry bisa ditanami bunga matahari. Jadi, jangan ragukan lagi bagaimama besarnya rasa sayang pria baya itu pada cucu nya.

***

Rion memijat pelipisnya saat lagi-lagi suara operator yang terdengar ketika dia menghubungi nomor Tea. Terhitung sudah ratusan kali sejak tiga hari yang lalu, Rion berusaha namun hasilnya nihil. Iya, dia tahu kalau Tea benar-benar marah karena kejadian kemaren. Tapi, itu salah paham. Di Apartment Noushin, dia tidak melakukan apa-apa selain menunggu baju sampai kering hingga dia ketiduran.

Pintu ruangan Rion terketuk, membuat pria itu terperangah lantas mengizinkan seseorang dibalik pintu untuk masuk.

"Suram banget, Pak. Kenapa?" Anggap saja itu sapaan yang Valdo berikan ketika dia baru saja masuk.

"Butuh asupan, Do." Celetuk Rion asal.

"Weits! Asupan apa dulu nih?"

"Vitamin D."

"Wah... Ya jemur lah, Pak."

"Bukan D yang itu, Do."

"Terus D yang mana, Pak?"

"D...Disayang, hahahaha."

"Bahahahaha Pak Rion bisa ngelawak juga ternyata."

"Ya bisa lah, masa nggak. Kenapa nih? Bawa apaan?"

"Proposal. Ini dari orang yang sama, yang ngasih email kemaren Pak,"

"Yang minta saya sama Tea photoshoot bareng?"

"Iya, buat brand sempak yang dipake Justin Bieber itu lho, Pak."

"Calvin Klein," Rion membenarkan.

Well, ini bukan kali pertama nya Rion mendapat proposal dari brand ternama. Meskipun dia bukan artis, tapi badan Rion seperti model hingga brand-brand ternama banyak yang mengincar nya. Tapi, Rion selalu menolak tawaran itu. Alasan nya sederhana, dia nggak mau merenggut job para artis Indonesia.

"Iya maksudnya itu. Saya kan ingat Calvin Klein gara-gara Bieber yang suka pakai sempak nya. Bagus tuh, Pak. Siapa tahu aja nanti Tea jadi BA nya."

"Tapi nanti saya sama Tea nggak disuruh pakai sempaknya kan?"

"Ya nggak lah, Pak."

"Okay, nanti saya baca. Thanks ya."

"Iya, Pak. Yaudah, saya mau lanjut kerja lagi."

"Bilangin Noushin, nanti makan siang sama saya. Ada yang mau dibahas."

"Oke, Pak."

***

Ada yang selalu Rion kagumi dari sosok wanita cantik yang sekarang ada di depan nya, sedang makan siomay. Iya, Noushin, wanita yang sudah sah dia sebut sebagai calon istrinya. Ehem, betul kan? Kemaren dia sudah melamar nya secara resmi, ya.... Meskipun tidak ada cincin yang dia sematkan dijari manisnya.

Tentang bagaimana Noushin yang selalu terlihat anggun saat sedang melakukan apapun, Rion suka. Tentang bagaimana Noushin memperlakukan Tea seperti anaknya sendiri, Rion terpesona. Hingga tanpa pria itu sadari, perasaan nya perlahan tumbuh semakin dalam. Mungkin dulu hanya sekedar mengagumi tentang bagaimana wanita itu menjalani hidup---iya Rion telah melakukan background checking pada Noushin. Tapi sekarang dia ingin melindungi dan menjadikan nya rumah.

Rion berdeham, "Noushin."

"Hm?"

"Saya udah pernah bilang ini belum sih?"

Noushin mengerutkan kening seraya menggeleng pelan, "Bilang apa, Pak?"

"Kamu cantik."

~Uhuk-uhuk~

Dengan segera Rion pun menyodorkan minum untuk Noushin hingga lambat laun batuk-batuk nya menghilang.

"Pelan-pelan makan nya."

"Pak Rion lagi ngegombal ya?" Rion terkekeh.

"Bukan gombal. Itu ungkapan jujur dari dalam hati."

"Ah... Well, thank you, sir."

"Just thank you?"

"Terus?" Alih-alih menjawab, Rion malah memajukan bibirnya seraya memejamkan mata, memberi isyarat kalau dia meminta sebuah ciuman.

"Ya Tuhan... Tadi pagi kan udah, Pak." Kata Noushin malu-malu sampai wajahnya merah padam. Sementara itu, Rion membuka matanya lagi sebelum kemudian dia menunduk malu. Wajah Rion juga tak kalah merah.

Rion jadi teringat kejadian tadi pagi dimana saat itu Rion sedang kesal karena Tea yang lagi-lagi mengabaikan nya. Padahal Rion sudah frustasi karena rindu berat. Rion menghela napas gusar seraya melempar ponsel nya ke kursi belakang, lantas menancap gas dengan kecepatan diatas rata-rata untuk sampai pada Apartment Noushin.

Sesampainya disana, pria itu segera menekan bel, dan tak lama kemudian Noushin muncul dengan penampilan yang sudah siap. Tapi sayang nya, Rion membuatnya jadi berantakan seketika, saat dia maju selangkah lalu menyatukan bibirnya dengan bibir wanita itu, melumat nya cepat namun masih dengan kelembutan yang mendominasi. Pintu Apartment sudah tertutup rapat berkat satu kaki Rion yang menendang nya. Rion terus melangkah maju, sementara Noushin berjalan mundur. Terhanyut dalam ciuman yang kian memanas, tanpa sadar Rion sudah membawa Noushin dalam gendongan nya. Rion yang sempat membuka mata dan melihat sofa, lantas segera berjalan kesana, mendudukan dirinya dengan Noushin yang dia biarkan diatas pangkuan nya. Kegiatan mereka masih berlanjut dan semakin memanas dengan tangan Rion yang terus mengelus punggung wanita itu. Sampai akhirnya Rion segera menyudahi semuanya saat wajah Adrastea muncul di kepala nya dengan tatapan tajam.

"Soal tadi pagi, saya benar-benar minta maaf."

"Saya nggak bermaksud untuk---"

"It's okay. Itu hal yang sangat wajar dilakukan oleh pasangan."

"Pasangan?"

"Aren't we?"

"Yes. We are. Saya cuma terlalu senang aja seseorang menyebut saya pasangan nya." Noushin terkekeh seraya meletakkan sendok diatas piring. Siomay sudah tidak lagi menggoda nya.

"Saya juga senang." Rion mengulas senyum nya, lantas meraih satu tangan wanita itu untuk kemudian dia belai dengan lembut.

"Kalau begitu, apa kamu sudah siap untuk saya kenalkan pada publik sebagai calon istri saya?"

"Hng..."

"Nggak apa-apa, kalau kamu belum siap. Tapi... Izinkan saya melakukan ini," Rion merogoh saku jas nya untuk mengeluarkan kotak bludru warna biru dari sana. Lalu membuka nya.

Noushin terbelalak sempurna ketika melihat isi kotak tersebut; sebuah cincin berlian, yang Noushin yakini harganya sangat mahal.

"Pak Rion ini---"

"Saya udah ngelamar kamu dua kali dan selalu lupa dengan cincin." Rion terkekeh, malu sendiri.

"Jadi, tolong izinkan saya melamar kamu sekali lagi dengan cincin ini," Perlahan namun pasti Noushin mengangguk dengan senyuman yang menghiasi wajahnya.

"Will you be my wife, Noushin Lovandra?"

"Yes."

Maka setelah itu jari manis Noushin segera dilingkari oleh cincin pemberian Rion, sebuah tanda kalau mulai dari sekarang, Noushin adalah milik Rion seorang.

"I love you, today, tomorrow and till the day I close my eyes forever."








Bonus:

asterionhelios

liked by noushinlova and 1.899 others

asterionhelios the cutest person in the world and she's my little girl❤

View all comment

gabylaks Pa, aku iri aku bilang, post foto aku yg cakep pake caption manis dong🥺👉👈
evanderlakeswara papa gapunya foto kamu di hp
gabylaks dahlah😭

evanderlakeswara

liked by jenilakeswara and 788 others

evanderlakeswara istri kedua😎😘

View all comment

gabylaks paaaaa ga gitu konsepnya😭
evanderlakeswara gausah terharu gitu sayang😘
jenilakeswara ini anak sama bapak lagi kenapa sih🤦‍♀️

















Catatan Wen:

Hello I'm back!
Lumayan agak cepet kan ya.... hehe.
Well, ini udah banyak lho moment yg kalian minta. Awas aja kalo komen nya ga banyak aku ngambek! Dan ya ini aku ngetik 4000 word lohhhh, ramehin napaaaa😭😭😭
Aku suka kalo kalian komen bawel, soalnya seru bgt.

Btw gimana nih nasib Papi sama Tea. Bakalan rukun lagi nggak ya? Terus... Disini siapa yang tim Rendy? Kangen nggak sama dia?

Sorry kalo banyak typo, aku ga mood baca ulang wkwk

Okedeh segitu aja, see u!!!









Bumi, 01 Juni 2021.

Continue Reading

You'll Also Like

536K 34.9K 56
Cover by: google Entah dosa apa yang Tania lakukan sampai-sampai dunia mencampakkan Tania sesuka hati ke dunia asing yang bahkan Tania tidak tahu te...
168K 13.4K 17
🐇🐇🐇
964K 65.8K 52
Sherren bersyukur ia menjadi peran figuran yang sedikit terlibat dalam scene novel tersebut. ia bahkan sangat bersyukur bahwa tubuhnya di dunia novel...
1.7M 68.2K 43
"Setiap pertemuan pasti ada perpisahan." Tapi apa setelah perpisahan akan ada pertemuan kembali? ***** Ini cerita cinta. Namun bukan cerita yang bera...