After All This Time (TERBIT)

De teru_teru_bozu

3.2M 35.7K 1.8K

Terbit Maret 2023 - Metropop Gramedia Pustaka Utama Wattys2018 winner The Contemporary Everyone deserves sec... Mais

satu
dua
tiga
empat
lima
enam
tujuh
delapan
sembilan
sepuluh
sebelas
dua belas
tiga belas
empat belas
After All This Time (cetak)
PO After All This Time

enam belas

12.4K 2.7K 300
De teru_teru_bozu


PAK Hilmy menerima kehadiran Rahman di kantor pribadinya dengan wajah masam.

"Saya sudah bilang, saya nggak akan mau bicara kalau bukan sama Pak Karnaka!" semprotnya galak.

Rahman tersenyum. "Boleh saya duduk?" tanyanya sopan.

"Duduk aja," balas Pak Hilmy sengak. "Mau ngerokok juga silakan. Ruangan ini tidak ber-AC."

Rahman menggeleng. Dia tidak merokok kecuali ketika kepalanya sedang butuh konsentrasi tinggi. Yang dia hadapi saat ini belum sampai ke level itu. "Apa yang akan Pak Hilmy lakukan setelah ini?" Rahman memilih kalimatnya dengan hati-hati.

"Memecat Rara tentu saja. Saya tidak tahan memiliki bawahan pembangkang seperti ini."

"Apakah hal itu akan menyelesaikan masalah?"

Pak Hilmy terdiam. Lalu menggeleng dengan ragu.

Rahman lagi-lagi tersenyum. Pak Hilmy adalah gambaran khas orang-orang berusia senja yang sedang menghadapi post power syndrome. Normalnya, dua tahun lagi pria senior ini purna jabatan. Mungkin secara fisik beliau masih terlihat segar dan penuh semangat. Namun faktor emosi yang semakin labil sangat berbahaya bagi seorang decision maker seperti pria senior ini.

"Saya memiliki dua opsi yang mungkin akan menarik bagi Pak Hilmy," kata Rahman kalem. Opsi yang sudah dia pikirkan masak-masak dalam waktu cukup singkat. Opsi yang dia putuskan setelah keluar dari ruangan Rara setengah jam yang lalu.

"Coba katakan, Pak Rahman. Biar saya bisa mempertimbangkan."

Rahman mengambil jeda beberapa saat sebelum berbicara. "Pertama, Pak Hilmy bisa kembali ke kantor pusat. Di sana Bapak bisa menunggu masa pensiun dengan damai, mengerjakan tugas-tugas yang tidak terlalu berat, dan meninggalkan cabang serta proyek ini untuk kami selesaikan."

Pak Hilmy mengerutkan kening, tidak menutupi kecurigaannya pada niat Rahman.

"Atau opsi kedua, Pak Hilmy bisa tetap bertahan di sini. Kami dari kantor pusat akan menunggu laporan saja dan berjanji tidak akan intervensi apa pun, membiarkan Pak Hilmy menyelesaikan keruwetan di sini menurut cara Pak Hilmy. Termasuk mau memecat siapa pun yang Bapak inginkan. Silakan mencari solusi sekaligus sumber pembiayaan untuk pembengkakan biaya konstruksi itu, kalau memang ada."

Rahman sengaja menekankan pada kalimat terakhir ini. Sulit sekali memancing pengakuan pria di depannya ini untuk jujur bahwa proyek ini bermasalah. Dan Rahman juga tahu kalau dirinya sedang berjudi dengan menawarkan opsi ini. Buah simalakama yang tidak akan menguntungkan posisinya sama sekali. Karena orang seperti Pak Hilmy pasti akan mencari jalan paling mudah untuk menyelamatkan diri, tak peduli efeknya pada orang lain.

"Apakah kalau saya memilih opsi pertama, artinya semua masalah di sini tidak lagi menjadi tanggungan saya?" tanya pria itu hati-hati.

Rahman mengangguk.

"Saya bebas sebebas-bebasnya?" pria itu menegaskan. "Termasuk urusan biaya konstruksi?" kali ini ada kewaspadaan di balik kata-kata Pak Hilmy.

Rahman menyembunyikan senyumnya. Ternyata pancingannya mengena. Jadi pembengkakan biaya konstruksi itu memang ada. Dan tekanan yang Pak Hilmy berikan pada Rara tak lain adalah bentuk denial yang pada akhirnya hanya akan membuat proyek ini semakin terpuruk karena salah kelola. Pak tua ini liciknya memang absolut! Rahman yakin 100% kalau sebenarnya Pak Hilmy pun tidak tahu cara mengatasinya. Usia telah membuat kemampuan analitis Pak Hilmy menurun drastis. Usia pula yang membuat pria ini keras kepala hingga pada tahap tidak masuk akal.

"Betul, Pak," jawabnya sambil mengangguk meyakinkan.

"Kalau opsi kedua? Artinya pihak kantor pusat akan menutup mata terhadap apa yang terjadi di sini? Semua di bawah kendali saya sepenuhnya?"

"Tepat sekali."

Rahman sengaja tidak berpanjang kata demi meningkatkan adrenalin Pak Hilmy yang terlihat galau di antara dua pilihan. Pria senior itu bangkit dari tempat duduknya dan berjalan memutar menuju jendela. Di luar senja mulai turun, menyiratkan warna jingga cantik di bulan September. Tahun ini musim kemarau usianya lebih lama. Belum ada tanda-tanda akan turunnya hujan meskipun sudah seperempat jalan menuju akhir tahun.

Rahman mengamati sosok tua yang sedang berpikir serius itu. Andai pun Pak Hilmy mengambil opsi kedua, Rahman tidak dapat membayangkan apa yang terjadi pada Rara. Gadis itu akan mati karier dengan cacat fatal yang bakal tersebar di dunia konstruksi. Pak Hilmy seorang veteran dengan jaringan sangat luas. Sekali dia membuat statement, langkah Rara untuk berpindah perusahaan atau proyek bakal sulit.

Tetapi bila Pak Tua ini mengambil opsi pertama, itu hanya membuktikan dugaan Rahman kalau proyek ini dalam masalah. Dia yang akan terkena imbasnya. Selain murka, Karnaka juga pasti menyuruhnya untuk membereskan kekacauan di sini. Yang artinya Rahman harus siap babak belur kalau masalahnya ternyata lebih besar dari yang dia bayangkan sebelumnya.

"Baiklah, Pak Rahman, saya memilih opsi pertama saja. Lebih masuk akal bagi kondisi fisik saya yang sudah tua ini," kata pria itu pelan, sama sekali tidak menyadari ketegangan yang melilit Rahman.

Ketika ia menjabat tangan pria yang lebih muda itu dengan senyum cerah karena berhasil luput dari masalah, Rahman membalasnya dengan senyum lega. Kamu selamat, Ra!

***

"Lo emang gila, Man!" semprot Karnaka setelah mendengar kabar dari Rahman.

Rahman tertawa lebar. Pria itu menyandarkan tubuhnya di kepala tempat tidur yang ada di salah satu kamar guest house perusahaan yang ditempatinya untuk sementara. Ini hari yang sangat panjang dan melelahkan. Tadi pagi dia masih di Jakarta. Tetapi hingga malam ini, dia sudah bertemu pertama kalinya dengan Rara setelah sebelas tahun tidak mendengar kabarnya, dilanjutkan dengan menyelesaikan masalah pelik tanpa berdiskusi dengan siapa pun, dan sekarang menyampaikan keputusan sepihak yang dijamin membuat atasannya mengamuk tetapi tidak berani memecatnya.

"Di antara Pak Hilmy dan kadiv engineering itu, gue prefer mempertahankan si kadiv lah," kata Rahman enteng. "Karena masalah utama ada di kepemimpinan Pak Hilmy. Mempertahankan beliau sama aja dengan memelihara sumber masalah."

"Jadi itu yang bikin lo kasih opsi ke Pak Hilmy kayak gitu?" tanya Karnaka geram.

"Emang gue bisa apa lagi?" Rahman balas bertanya, sengaja memancing emosi atasannya. Sedikit adrenalin akan bagus buat Karnaka biar kerja jantungnya lebih lancar, pikirnya geli. "Beliau nggak bisa diajak kompromi. Tetapi beliau juga nggak mampu menyelesaikan masalah."

"Dari mana lo tahu kalau Pak Hilmy nggak bisa menyelesaikan masalah?" tantang Karnaka.

"Dari pilihan dia lah!" jawab Rahman lugas.

"Tapi nggak bisa juga lo seenaknya pindahin beliau ke pusat, Man! Kalau dia ngaco di sini, gimana? Itu sama aja lo nambahin kerjaan gue, tahu?"

"Trus mau lo gimana? Satu-satunya pilihan adalah mengeluarkan Pak Tua itu dari Sindur. Jadi yang bisa gue lakukan cuma mencari cara gimana biar beliau mau pergi dengan suka rela tanpa ribut. Nggak mungkin juga kan, gue pecat Pak Hilmy? Lo yang direktur utama aja kagak berani, apalagi kacung kayak gue?" ejek Rahman semakin menjadi.

"Bangsat sialan lo, Man! Lo bikin tensi gue naik dan jantung gue karatan!"

"Gue cuma berusaha bantu lo dengan wewenang gue yang terbatas, Bos."

"Dan itu sama aja lo bikin Pak Hilmy langsung berhadapan dengan gue, Rahman Hartala!" semprot Karnaka sebal.

Rahman tertawa terbahak-bahak mendengar sumpah serapah atasannya.

"Man, sekarang siapa yang bakal beresin urusan Sindur kalau Pak Hilmy mundur? Lo mikir itu nggak? Lo mikir nggak siapa yang cocok jadi pengganti Pak Hilmy sebagai kepala cabang, sekaligus pimpro Sindur? Otak lo di mana, Man?" Karnaka masih terdengar geram.

"Lo kan, bosnya. Terserah lo, mau tunjuk siapa," Rahman ngeles. "Gue cuma janji bantu beresin doang. Sebulan maksimal gue di sini."

"Lo memang setan, Rahman!" terdengar Karnaka kembali marah-marah dengan kesal.

"Bos, coba deh lo lihat dari sisi positifnya, biar nggak ngegas melulu. Pak Hilmy akan pergi untuk selamanya, itu artinya lo bebas serta aman dari gangguan dia. Udah deh, ntar di kantor pusat lo bisa kasih mainan apaan kek gitu, biar anteng sementara sambil nunggu pensiun. Sementara itu gue akan berusaha beresin urusan di sini. Gue akan penuhi janji gue untuk beresin urusan di sini. Habis itu terserah. Lo mau pecat gue atau apa, silakan!"

"Sialan, lo!"

Rahman tertawa. "Gimana? Oke, Bos?" tanya Rahman. Karnaka memang tidak perlu tahu alasan sesungguhnya, tentang komitmennya untuk mempertahankan Rara. Karena bagi Rahman, untuk saat ini, kepastian pekerjaan bagi Rara adalah hal yang paling penting.

"Oke deh, kalau itu mau lo! Gue tunggu laporan lengkap. Beresin Sindur. Lalu balik ke sini. Gue ada rencana besar buat lo di sini."

"Apaan?" Rahman mengerutkan kening.

"Ada lah. Karena lo kayaknya nggak minat gantiin Pak Hilmy pegang cabang tiga, gue ada satu peluang gede buat lo ntar. Tunggu aja tanggal mainnya."

Dan Karnaka memang nyebelin kalau sudah bermain teka-teki itu. Jadi Rahman membalasnya dengan pura-pura tak peduli. "Surprise dari lo jarang bikin gue excited," ejeknya.

"Kampret, lo!"

Malam itu, sementara kedua rekannya terdengar ribut menonton televisi, Rahman memilih bekerja di depan layar laptopnya. Lalu tiba-tiba saja wajah Rara hadir memenuhi isi kepalanya. Semula pria itu berusaha mengabaikannya dan memaksa dirinya untuk berkonsentrasi pada pekerjaan. Tetapi hanya bertahan beberapa menit, sebelum akhirnya dia menyerah.

Entah bagaimana awalnya, karena tiba-tiba saja Rara bercokol di kepalanya dengan intensitas melebihi batas kewajaran. Membuat pikirannya dijejali dengan berbagai ingatan tentang masa lalu dan masa kini. Akhirnya Rahman menyandarkan punggungnya sambil memijit tengkuknya yang tegang, membiarkan dirinya melamun dan terombang-ambing dalam kenangan yang selama ini berusaha dia lupakan.

***

Continue lendo

Você também vai gostar

52.5K 8.3K 25
[Wattys Winner 2022] [WattpadRomanceID Reading List Pilihan Juni 2022 kategori Bittersweet of Marriage] === Follow dulu sebelum baca yuk! === "Cuma...
847 100 21
[Kumpulan Cerpen] DAFTAR ISI: 💍 Pre-wedding Catastrophe (Chicklit-Horror) 🚢 Penghujung Masa Tenang (HisFict-Action) 🔍 Finding San (Mystery-Adventu...
465K 75.1K 20
Cerita tentang Arum dan Yusra. Pastry Chef yang sedang berjuang mewujudkan impiannya melalui toko roti sederhana yang didirikannya. Hingga seorang ak...
1.1M 54.9K 38
"Jalang sepertimu tidak pantas menjadi istriku, apalagi sampai melahirkan keturunanku!" Bella hanya menganggap angin lalu ucapan suaminya, ia sudah...