FAR

By SyifaZali

118K 18.7K 1.6K

Mungkin beginilah rasanya menjadi istri yang tak diinginkan. Menjadi pasangan yang tidak pernah didamba. Aku... More

Prologue
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Epilog
Free Chapter 🙊
INFOO

Chapter 7

2.4K 390 14
By SyifaZali

Ada apa dengan Mas Azam?
.
.
.
🍁🍁🍁

Aku mondar-mandir mengelilingi kamar. Sedari tadi, aku tidak bisa memejamkan mataku. Membaca buku pun tidak bisa fokus. Pikiranku terus tertuju pada gadis bernama Nanda. Dan.,. Aufar.

Pesan dari pria bernama Farez itu hanya kubaca sebelum akhirnya ponselku kehabisan baterai. Kebiasaan ku sejak dulu, aku selalu mematikan ponsel ketika sedang mengisi daya.

Musik dari bawah itu semakin kencang membuatku semakin tidak bisa memejamkan mata. Semakin malam, justru semakin kencang. Seharusnya sebaliknya.

Terdengar suara Farez yang melarang seseorang masuk. Aku yakin itu Aufar. Aku segera menuju pintu untuk membukakannya.

Klek.

Aku berdiri mematung ketika mendapati justru Nanda yang berdiri didepan pintu. Bukan, bukan itu yang membuatku kaget, namun Aufar. Aufar yang sedang dipapah oleh Nanda itu terlihat seperti orang mabuk.

Nanda menatapku sinis.

"Minggir." Aku melihat ke belakang badan Aufar. Farez sedang menatapku takut-takut lalu mengedipkan matanya agar aku minggir dan memberi jalan untuk Nanda dan Aufar.

Kenapa hatiku ini? Hanya melihat Aufar dipapah oleh Nanda saja rasanya—ah sudahlah. Toh, pasti mereka juga sudah sering seperti itu selama ini.

Nanda menjatuhkan tubuh Aufar dikasur milikku, membuat bau alkohol semakin tercium olehku. Aku masih menatapnya dengan tatapan kosong.

"Ngapain Lo liat-liat?!" Suara Nanda yang keras membuatku terkejut.

"Eng.. enggak..." Aku menggeleng.

"Bisa keluar sebentar? Gue butuh waktu berdua sama Aufar." Pintanya dengan nada yang sedikit membentak. Aku sungguh tercengang dengan pernyataannya. Apa?! Keluar lalu meninggalkan mereka berdua?! Dia menyuruhku yang jelas-jelas istri sah nya Aufar?!

Lenganku ditarik seseorang membuatku mengikuti langkahnya. Farez. Dia menarik lenganku menuju pintu untuk keluar. Namun, dia hanya menarik lengan yang tertutup kain, bukan di pergelangan tanganku. Apa dia tau batasan antara laki-laki dan perempuan?

"Gue tau Lo gak suka di sentuh sama cowok." Katanya seperti tau isi pikiranku. Aku menggeleng.

"Ehm, lebih tepatnya sama yang bukan mahram." Ujarku memperjelas membuatnya mengangguk. Kini aku bersamanya diluar kamar. Berdiri bersama di balkon melihat beberapa orang yang masih menikmati alkohol yang mereka minum.

"Lo pasti gak nyaman sama suasana kayak gini." Suara Farez memecah keheningan. Aku tersenyum tipis menatapnya.

"Kenapa kamu narik saya? Bukankah berkhalwat itu dilarang?" Tanyaku tanpa menatap wajahnya. Dia tersenyum.

"Iya. Memang dilarang. Gue cuma gak mau Lo dimarahin Ama cewek itu." Eh, tunggu. Dia tau arti berkhalwat? Aku menataonya tak percaya.

"Kamu tau arti berkhalwat?!" Aku mengerjapkan mata membuatnya tertawa.

"Gue Islam kali." Jawabnya masih tertawa.

"Lo pikir, orang kayak gue gak belajar agama?!" Farez tertawa. Aku menggaruk tengkuk. Kupikir dia sama seperti Aufar.

"Gue pengen minta satu hal sama Lo." Farez masih menatap lurus ke depan. Dia seolah tau bahwa laki-laki tidak boleh menatap sembarang perempuan.

"Lo harus kuat ngadepin Aufar. Mau gimanapun dia, Lo harus kuat. Gue bakal tetep bantuin Lo." Permintaan yang sungguh mencengangkan. Pria itu menoleh lalu tersenyum tipis.

"Gak usah tegang gitu."

Ceklek.

Pintu dibuka. Nanda menatapku. Dari sejak melihatku tadi, sampai sekarangpun, tatapannya masih tidak berubah.

"Awas Lo macem-macem." Ancamnya membuatku mengerutkan kening. Macam-macam? Bukankah yang seharusnya berkata begitu adalah aku?! Farez menatapku sebentar lalu berjalan ke arah Nanda.

Setelah berbincang sebentar dengan Nanda, akhirnya mereka berdua menuruni tangga bersama. Aku menghela nafas.

Mungkin memang aku harus kuat seperti kata Farez. Karena aku tidak tahu, hal-hal apa saja yang akan terjadi setelah ini.

🍁🍁🍁

Aku membuka mataku ketika mendengar alarm berbunyi. Alarm itu berbunyi setiap jam 3 pagi. Malam ini, terpaksa aku tidur di sofa dekat kasur. Aku tidak ingin mengganggu Aufar.

Aku mengucek mata ketika mengetahui Aufar sudah membuka mata. Dia duduk bak orang linglung di kasurnya.

"Lo yang bawa gue?" Tanyanya memecah keheningan. Aku yang masih mengumpulkan nyawa itu langsung menggeleng. Ku benarkan kerudungku agar tidak terlihat rambutku.

"Bukan aku. Tapi perempuan bernama Nanda." Jawabku lalu berjalan ke arah kamar mandi kamar itu berniat untuk berwudhu. Wajah Aufar nampak terkejut. Namun, sepertinya dia masih setengah sadar untuk bertanya lebih jauh.

Setelah selesai mengambil wudhu aku langsung menggelar sajadah.

"Lo tadi tidur di sofa?" Aku menoleh ke sumber suara lalu mengangguk.

"Kenapa gak bangunin gue?" Ternyata dia cerewet juga jika sedang mabuk. Aku menggenti kerudung selop yang kupakai dengan mukena berwarna abu-abu milikku.

"Kamu lagi mabuk."

"Kenapa gak tidur disampingku?"

"Gak mau."

"Kenapa?"

"Karena kamu belum bisa jadi imam sholatku." Jawabku membuatnya terdiam. Matanya masih menatap kedepan. Pandangannya kosong.

"Apa hubungannya?"

"Aku gak mau disentuh sama kamu sebelum kamu bisa jadi imam sholatku." Dia malah tertawa mendengar pernyataanku. Perasaan tidak ada yang salah dengan kalimatku.

"Percaya diri banget Lo, gue gak bakal mau. Lagin gue juga gak tertarik nyentuh Lo." Kalimatnya barusan... Dia mengucapkannya dengan sadar tidak, sih? Kenapa sangat menyakitkan.

"Gue cuma gak tega aja liat cewek lemah kayak Lo tidur di sofa." Lanjutnya membuatku malah ingin menangis. Kenapa kalimat yang keluar dari mulutnya tidak pernah menyenangkan hatiku.

Aku langsung mengenakan bawahan mukenaku lalu melanjutkan niatku untuk sholat tahajud. Tak kupedulikan tatapan Aufar kepadaku.

Selesai melakukan 2 rakaat sholat tahajud aku berniat mengambil Al-Qur'an yang berada di dekat kasur Aufar. Ku lirik Aufar yang sudah terlelap.

Aku menarik selimut Aufar yang berantakan. Kurapikan agar tidurnya lebih nyaman.

"Gak usah sok perhatian." Dia membuka sebelah matanya membuatku sedikit terkejut. Aku langsung berpura-pura mencari Al-Qur'an ku. Aufar masih menatapku, mungkin menungguku menjawab pernyataannya.

Aku langsung kembali ke sajadahku, lalu melanjutkan Hafalanku.

🍁🍁🍁

Aku menyalakan ponselku ketika selesai melakukan sholat subuh. Banyak sekali pesan yang masuk dari Farez. Rupanya dia memperingatkan ku sebelum Nanda masuk memasuki kamar.

Aku tertawa membaca pesan darinya. Seolah Nanda adalah monster ganas yang mematikan jika tidak di hindari. Padahal, Nanda itu kan wanita cantik. Kenapa aku harus takut?

Namun, dia sepagi ini sudah online saja. Aku menuju kasurku. Sebelum shubuh tadi, Aufar sudah berpindah kamar menuju kamar rahasianya. Aku langsung mengganti spray karena setelah di gunakan Aufar tadi, bau alkohol itu malah menempel di sprey itu.

Setelah mengganti sprey aku berniat untuk memasak, mengingat dulu dirumah aku selalu membantu Umi memasak.

Tapi..

DRTTTDRTT

Aku mengambil ponsel ketika kudapati berdering. Mas Azam? Sepagi ini dia meneleponku kenapa? Aku menggeser panel hijau.

"Assalamualaikum, da?" Suara laki-laki yang sudah 6 tahun kucintai diam-diam itu membuatku malah ingin menangis. Mengingat bagaimana aku berusaha mati-matian memendam perasaanku. Namun, saat dia ingin melamarku malah takdir tidak merestui.

Bukankah hidup memang kejam?

"Waalaikumussalam, mas Azam.." jawabku membuat pria itu menghembuskan nafas gusar.

"Kamu sekarang dimana? Mas mau ketemu kamu..." Hatiku mencelos. Kenapa baru sekarang, mas?

"Di rumah Aufar. Suami Maida, mas.."

"Kamu gak di apa-apa in kan sama dia? Kamu baik-baik aja kan?" Pertanyaan macam apa itu? Kenapa mas Azam bertanya seperti itu?

"Baik kok, mas.. Kalo mas Azam-" ponselku direbut seketika oleh pria berkaus hitam itu. Apakah hobinya merebut ponsel orang?

"Far, apaan, sih?"

"Elo yang apaan?!"

"Kok aku?"

Aufar tidak menggubris pertanyaanku lalu menempelkan gagang teleponnya ke telinganya.

"Dengar ya, Azam. Kalo Lo emang cinta sama istri gue. Lo tinggalin dia. Lepasin dia. Gak usah ganggu hidupnya lagi! Paham?!" Suara Aufar yang menggelegar itu membuatku bergidik ngeri. Aufar langsung mematikannya sepihak.

"Kenapa sih, far. Sensi amat." Gerutuku lalu mengambil ponsel bercasing hitam milikku itu.

"Dia itu munafik." Sarkasnya lalu mengacak rambutnya. Aku mengerutkan kening bingung. Maksudnya apa berkata seperti itu? Apa dia mengenal mas Azam? Tidak mungkin dia mengenalnya, toh mereka baru bertemu saat bertemu di rumahku. Ah sudahlah.

Aku menaruh ponselku lalu keluar menuju dapur.

🍁🍁🍁

Alhamdulillah bisa up hari ini..

Semoga sukaa!!  Aamiin aamiin aamiin...

Makasih buat yang udah baca sampe chapter ini❤️
Jazakumullahu Khairan Katsiran 🥰

Jangan lupa bersyukur hari ini ❤️

Continue Reading

You'll Also Like

1.5M 130K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
10.6M 675K 43
Otw terbit di Penerbit LovRinz, silahkan ditunggu. Part sudah tidak lengkap. ~Don't copy my story if you have brain~ CERITA INI HANYA FIKSI! JANGAN D...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.8M 74.8K 34
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
545K 41.7K 28
Hanya Aira Aletta yang mampu menghadapi keras kepala, keegoisan dan kegalakkan Mahesa Cassius Mogens. "Enak banget kayanya sampai gak mau bagi ke gu...