Crafty | Treasure ✔

By HOLLA-GREEL

106K 24.4K 4.5K

❝ Mau digambar zig-zag atau horizontal, nih? ❞ More

Prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Epilog

14

2.7K 791 49
By HOLLA-GREEL

"J-Jeongwoo?"

Doyoung mendekati tubuh Jeongwoo dengan ragu-ragu. Laki-laki itu mengerjapkan matanya saat melihat luka-luka di tubuh Jeongwoo.

"J-Jeongwoo?" panggil Doyoung sekali lagi, memastikan apakah Jeongwoo masih dapat meresponnya. Doyoung melepaskan tali yang mencengkram leher Jeongwoo dan segera menggendong tubuh Jeonggwo. Laki-laki itu tampak sudah tidak bernapas, namun Doyoung tetap berlari menggendong Jeongwoo untuk membawanya ke rumah sakit.

Doyoung tak sengaja berpas-pasan pada Jihoon yang baru saja pulang. Jihoon menatap Doyoung sebentar sebelum matanya membulat.

"Turunin, lo apain Jeongwoo?!" tanya Jihoon marah, menarik kerah Doyoung.

"Gue nggak ngapa-ngapain, bangsat. Lepasin, gue mau bawa Jeongwoo ke rumah sakit!"

"Lo-"

"GUE BILANG LEPAS!"

Jihoon jelas terkejut dengan teriakan Doyoung, laki-laki itu lalu spontan melepaskan genggamannya pada kerah Doyoung dan membiarkan laki-laki itu pergi menggunakan taxi.

Jihoon beralih menatap tempat di sebelah tangga, di sana ada tali dan darah, yang dapat Jihoon tebak itu adalah darah Jeongwoo.

Ia melangkah takut-takut ke arahnya, laki-laki itu benar-benar pusing sekarang. Kenapa rasanya pembunuh itu benar-benar tak main-main? Jihoon bukan hanya takut karena teman-temannya akan mati, namun juga dirinya, sesungguhnya walaupun terkadang Jihoon merutuki hidupnya, tetap saja, ia belum siap mati sekarang.

"Kak, lo udah pulang-" Haruto tidak melanjutkan ucapannya kala melihat Jihoon yang hanya diam saja seperti orang yang dihipnotis.

"Kak, ada apa sih? Tadi gue denger suaranya Doyoung-" Lagi-lagi ucapan Haruto terpotong karena tiba-tiba saja Jihoon menatap tajam Haruto.

"K-kak ada apa sih? G-gue takut sumpah," ujar Haruto sembari pelan-pelan mengundurkan tubuhnya kala Jihoon mulai maju mendekat padanya.

"LO YANG BUNUH JEONGWOO?!" tanya Jihoon to the point langsung mencengkram kerah Haruto kasar. Ia menatap Haruto seperti ingin membunuh.

"K-kak, l-lo apa-apaan sih. S-siapa yang bunuh Jeongwoo," ujar Haruto terbata-bata kala Jihoon mulai mencekiknya.

"Nggak usah bohong lo!"

"K-kak, lo m-mau bunuh gue ya?"

"BANYAK BACOT LO, KENAPA SIH LO NGGAK MAU JUJUR AJA?"

Di sela-sela cekikan Jihoon, Haruto mengernyit bingung, sedetik kemudian ia lalu menendang tulang kering Jihoon membuat laki-laki itu mengaduh.

"Lo apa-apaan sih, Kak? Kenapa sekarang tiba-tiba nuduh gue pembunuhnya?" tanya Haruto.

"L-lo, LO! GUE TAHU SEMUANYA TENTANG LO!" kata Jihoon lagi sembari memegangi kakinya yang sakit habis ditendang Haruto.

"Tahu apa lo tentang gue?" tanya Haruto terkekeh sinis.

"Cuman lo satu-satunya yang punya alasan bunuh-bunuh kita orang."

"Masak?" Haruto menatap Jihoon dengan tatapan mengejek.

"Lo...." Jihoon menatap marah Haruto, merasa terhina dengan ekspresi wajah Haruto untuk dirinya, ia menunjuk tepat di depan wajah Haruto,






























































































"Lo pernah bunuh Ayah lo kan?!"























































































"Oh, karena itu jadi lo nuduh kalau gue pembunuhnya. Tapi Kak, kayaknya lo juga lupa deh, hehe. Ayah lo kan mantan narapidana, pembunuh perantai."













































































Doyoung hanya dapat menatap Jeongwoo yang tertidur pucat di atas ranjang mayat. Ia terkekeh miris untuk dirinya sendiri, laki-laki itu perlahan-lahan roboh, jatuh ke lantai.

"Ck, bego banget sih gue. Gimana mungkin gue lupa sama peraturannya." Doyoung merutuki dirinya sendiri, padahal kemarin malam ia jelas-jelas ingat, maka dari itu kemarin ia hendak pergi menemui Junkyu dan menyuruhnya pulang, namun sayangnya ditahan oleh Jihoon. Tapi kenapa tadi pagi ia tiba-tiba seperti orang linglung?

"Doyoung?"

Kepala Doyoung terangkat kala mendengar suara Junkyu. Laki-laki itu menatap Junkyu dengan mata memerahnya.

"Jeongwoo... nggak selamat?" tanya Asahi, seakan-akan tahu jawabannya dari ekspresi Doyoung, ia mengangguk. "Kalau gitu gue lihat Jeongwoo dulu ya," katanya lalu segera masuk ke kamar mayat.

"Maafin gue, Kak, gue lupa," ujar Doyoung dengan datar pada Junkyu tanpa menatap mata si laki-laki bertopi baret itu.

"Bukan salah lo."

"Emang salah gue, lo nggak perlu bilang bukan salah gue cuman buat ngehibur gue," tukas Doyoung santai lalu hendak pergi, namun tangannya ditahan oleh Junkyu.

"Gue ngomong begini bukan untuk ngehibur lo, karena nyatanya takdir nggak bakalan bisa dirubah. Andaikata misal harus ada orang yang disalahkan itu gue, gue yang bandel dan nggak nurutin lo. Bikin skenarionya berubah sampai kayak gini," ujar Junkyu lalu menepuk bahu Doyoung.

"Ya." Hanya itu respon Doyoung dan hendak pergi, namun tangannya lagi-lagi ditahan oleh Junkyu. Doyoung menatap Junkyu malas. "Apa lagi?"

"Tangan lo."

Pandangan Doyoung mengikuti arah pandang Junkyu, telapak tangannya. Telapak tangan Doyoung terluka kala berusaha melepaskan ikatan tali pada leher Jeongwoo yang sangat erat.

"Gue ntar obatin, nggak usah bawel lo."

"Bukan itu."

"Apa lagi?" tanya Doyoung, ia malas berhadap-hadapan dengan Junkyu, yang ia mau sekarang hanya sendiri.

"Lo nggak papa? Lo merasa baik-baik aja bukan berarti lo memang baik-baik aja. Kadang hati lo lebih tahu daripada otak lo," ujar Junkyu tulus. Junkyu lalu menepuk bahu Doyoung sekali lagi sebelum akhirnya hendak melangkah pergi.

"Kak," panggil Doyoung menghentikan langkah Junkyu.

"Kalau misal gue kasih pilihan ke elo, pisau atau obat. Lo mau kasih gue yang mana?"

Junkyu sempat mengernyit sebentar sebelum menjawab, "tergantung kebutuhan lo dan tergantung, bagaimana lo bisa mempercayakan dua benda itu ke gue."

"Kalau lo tahu gue orang jahat, lo pasti bakalan kasih gue pisau kan?"

Junkyu tersenyum tipis menatap Doyoung yang menunduk. "Mau lo orang baik atau orang jahat, siapapun lo, lo berhak hidup. Kalau lo cuman merasa nggak berhak hidup cuman karena lo merasa diri lo jahat. Lo salah besar, kadang obat berlebihan pun dapat bikin lo mati, Doyoung."

Doyoung jatuh di lantai, ia memeluk lututnya, menggumamkan kata-kata maaf pada teman-temannya yang sudah pergi, tanpa bantuan darinya sama sekali. Maaf, karena Doyoung egois. Dan maaf, karena kalian tidak tahu keegoisan Doyoung.

Junkyu di sana memeluk Doyoung.

Pertama kalinya, Doyoung merasa bersalah pada teman-temannya selama 5 tahun.




















































































Malam ini, semuanya berkumpul di ruang televisi, bersama Junkyu dan Asahi juga. Awalnya Jihoon tak mengijinkan kedua makhluk itu masuk, terutama Junkyu. Tapi Doyoung memaksa dan menantang. Jihoon yang sudah malas berdebat akhirnya memilih mengabaikan.

"Ngapain kumpul-kumpul lagi?" tanya Jaehyuk dengan nada yang tak biasa.

"Diem lo," ujar Asahi sinis. Jaehyuk yang disinisin cuman dapat berdecak sebal.

"Gue minta maaf," ujar Doyoung tiba-tiba dan itu membuat semua yang ada di sana terkejut.

"Kenapa lo minta maaf? Jangan-jangan lo pembunuhnya?" tanya Jaehyuk was-was.

"Bukan, anjing."

"Ih, Kak Doyoung habis minta maaf langsung ngumpat lagi."

"Berisik lo bocah."

Haruto yang disahutin begitu langsung memanyunkan bibirnya sebal. Ia hendak bertanya soal Jeongwoo namun diurungkannya.

"Jeongwoo, tadi berusan dimakamin."

Haruto, Junghwan, dan Yoshi yang ada di sana terkejut dan langsung menundukkan kepalanya. Beda dengan Jihoon yang hanya menatap kosong.

"Jadi bener Jeongwoo mati?" tanya Haruto lagi.

"Emang lo nggak tahu? Lo kan di rumah," kata Junkyu.

Haruto mendesis sembari menatap Junkyu, semenjak kematian Mashiho dan kepergian Jeongwoo sekarang, ia menjadi tambah tidak menyukai Junkyu.

"Kenapa tatapan lo sama Junkyu?" tanya Jihoon yang menyadari tatapan Haruto.

"Nggak papa."

"Nggak usah nggak papa-nggak papa lo. Kemarin juga lo nggak mau kan semeja makan sama Junkyu," ujar Jihoon lagi, sebenarnya bukan masalah Junkyu saja, Jihoon juga masih sebal pada Haruto karena ucapannya tadi pagi. Ia rasanya ingin menyobek mulut laki-laki itu agar diam dan tak mengoceh macam-macam.

"Lah apaan, gue kan bercanda doang," elak Haruto, walaupun pada kenyataan ia sama sekali tak bercanda. Setiap makan ia selalu ingin muntah, apalagi jika mendengar Junkyu berbicara.

"Bercanda pala lo, muka lo udah kayak orang pengen bunuh."

Yoshi menghela napasnya. "Udah, kalian kenapa ribut lagi sih?"

"Kak Haruto, jujur deh sama kita. Lo juga pernah bilang kan tempo hari lalu kalau lo mau bunuh Kak Junkyu. Bahkan lo juga ngomong hal itu ke Kak Mashiho," ujar Junghwan bocor, dia itu sebelas dua belas sama Jeongwoo. Bikin Haruto pengen nampol anak bocah itu dengan terompet.

"Lo mau bunuh Junkyu?" Jihoon bangkit dari berdirinya dan mendekati Haruto.

"Ngapain lo mau bunuh Junkyu?!"

"Apaan sih." Haruto membuang wajahnya.

"Lo berani bunuh Junkyu, berhadapan sama gue," ujar Jihoon lagi marah, padahal Junkyu mah santai-santai aja dari tadi. Ia tahu persis kok siapa yang menyayangi dan membencinya, jadi sudah tak kaget.

"Kak Jihoon nggak usah munafik, lo aja nggak suka kan sama Doyoung. Tapi seakan-akan gue manusia paling berdosa di sini."

Jihoon mendelik mendengar ucapan Haruto barusan. "Tapi seenggaknya gue nggak pernah ada niatan bunuh Doyoung."

"Lah, emang siapa yang tahu isi hati Kak Ji?" balas Haruto lagi tak mau kalah.

"Kalian berdua bisa berhenti tengkar nggak sih?" Yoshi berujar pusing, ia sekarang sedang tak enak badan, tapi teman-temannya ini justru membuat keributan.

"Kak Yoshi lagi nggak enak badan. Kalian jangan tengkar dulu," ujar Asahi tenang.

"Lah, elo kok tahu?" Yoshi sok-sok kaget.

"Jangan sampai lo gue tampol pakek sendal ya, Kak. Semua orang yang lihat wajah lo juga pasti tahu kali. Muka lo aja udah kayak mayat."

"Tapi kok gue nggak tahu," ujar Junkyu yang minta ditabok sama Asahi.

"Lah, emang lo orang, Kak?" tanya Junghwan kurang ajar yang bikin beberapa dari mereka tertawa, Junkyu mah cuman ngumpat dalam hati.

"Gue pikir Haruto bakalan sedih Jeongwoo nggak ada," ucap Doyoung tiba-tiba.

"Maksud lo?"

"Tapi ternyata, semuanya benar-benar berantakan ya."

Semuanya menatap Doyoung tak mengerti, kecuali Asahi dan Junkyu.

"Gue sedih lah, tapi emang harus gue tunjukkin ke elo pada?" ujar Haruto jujur, Haruto berteman dekat dengan Jeongwoo. Walapun sering bertengkar, tapi Jeongwoo tetap teman dan sahabat bagi Haruto. Ia merindukan Jeongwoo, tapi ia hanya berlagak cuek dan menunjukkan seolah-olah kabar kematian Jeongwoo hanya angan lalu baginya.

Doyoung tersenyum miring,

























































































































"Iya, tapi bukan ini yang seharusnya terjadi."






































































Continue Reading

You'll Also Like

15.8K 3K 16
❝ Jika harus memilih mana yang lebih kejam, manusia atau zombie? ❞
723K 79K 95
[ End ] Saat Farel menemukan dirinya memasuki dunia novel, ternyata itu bukanlah novel bl, melainkan shoujo, sebuah kategori novel yang dikhususkan b...
21.2K 2.9K 24
"Gue ga mau mati di tangan mayat hidup" •100% Fiction Start: 5 November 2022 End: 21 Maret 2023
KANAGARA [END] By isma_rh

Mystery / Thriller

7.5M 545K 93
[Telah Terbit di Penerbit Galaxy Media] "Dia berdarah, lo mati." Cerita tawuran antar geng murid SMA satu tahun lalu sempat beredar hingga gempar, me...