๐Œใ…ก๐’๐ข๐ง๐š๐ญ๐ซ๐š [โœ“]

By serenanno

24.4K 3.6K 8.6K

[ ๐Ÿ๐ญ. ๐ค๐ข๐ฆ ๐ญ๐š๐ž๐ก๐ฒ๐ฎ๐ง๐  ๐š๐ง๐ ๐ฉ๐š๐ซ๐ค ๐ฃ๐ข๐ฆ๐ข๐ง, ๐œ๐จ๐ฆ๐ฉ๐ฅ๐ž๐ญ๐ž๐. ] Ketika netra saling bersita... More

PREFACE
PROLOGUE: FATAL ATTRACTION
CHAPTER 01
CHAPTER 02
CHAPTER 03
CHAPTER 04
CHAPTER 05
CHAPTER 06
CHAPTER 07
CHAPTER 08
CHAPTER 09
CHAPTER 10
CHAPTER 11
CHAPTER 12
CHAPTER 13
CHAPTER 14
CHAPTER 15
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHAPTER 23
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 30
CHAPTER 31
CHAPTER 32
CHAPTER 33
CHAPTER 34
CHAPTER 35
CHAPTER 36
CHAPTER 37
CHAPTER 38
CHAPTER 39
CHAPTER 40
CHAPTER 41
CHAPTER 42
EPILOGUE: PERFECT
POSTFACE

CHAPTER 27

280 50 90
By serenanno

Jimin menguar napas kasar saat atensinya tertuju mutlak pada kenya nelangsa yang lagi-lagi mendatangi kediaman Jimin. Sejemang sebelumnya, Jimin sudah mati-matian untuk mengacuhkan Yieun lantaran ia punya karsa krusial untuk menjemput Jiya yang katanya tengah berada di papan Taehyung. Namun, tahu-tahu kenya nelangsa ini bergerak impulsif mendaratkan labiumnya pada labium Jimin untuk pertama kalinya.

Bagi Jimin, itu adalah tindakan paling tolol yang pernah Jimin terima.

She's too imbecile.

Meskipun adam perfeksionis itu bisa dengan jelas mencium raksi layaknya heroin dari daksa Yieun, begitu pula dengan rasa manis bibir Yieun yang terasa di indera pengecapnya, Jimin masih bisa menormalkan sistem tubuhnya. Jimin memang bukan tipikal person yang biasa menolak invitasi rasa sedap. Namun, sudah dibilang, kan? Setidaknya presensi Jiya telah membuat Jimin menghindari kelikat imbesil dan agahan. Jadi, setelah tiga detik malfungsi, Jimin menjauh dari daksa Yieun.

Yieun tersenyum asimetris. Impresi tindakan konyol itu memang cukup memalukan dirinya sendiri. Ia pikir, Jimin akan memberikan balasan konkret. Pada realitanya, Jimin menolak rasa eden yang diberikan Yieun. Memuakkan sebetulnya. Namun bagaimana ia melihat Jimin mengalami turbulensi dalam beberapa detik itu telah berhasil membuat Yieun bangga. Bangga.

Bagi Yieun, Jimin terkesan munafik. Lama-lama batu juga akan hasai kalau terus-menerus diserang; begitu pula dengan Jimin.

He's too hypocritical. Munafik.

“Tidak punya etika, ya?”

Jimin mencoba memberi komposur pada diri sendiri.

Yieun menangguk, “Well, untuk menghadapi person seperti kau atau pun kekasihmu itu, etika tidak diperlukan lagi, Jim,” balasnya santai. “You and Jiya have no manner, so do I. Am I wrong?

Jimin membahanakan tawanya seusai mendengarkan jawaban Yieun. Yieun sudah berubah, itu yang kapabel Jimin tangkap. Tidak ada lagi guratan kenelangsaan dari wajah si top model ini, yang ada adalah guratan wajah arogan persis seperti Jiya. Meskipun kalau bertanya mengenai siapa yang level kesetanannya paling agung, tetap Jiya pemenangnya.

Barangkali diajari oleh Jihwa. Well, sebelum mengenali Jiya, bagi Jimin, Jihwa adalah satu-satunya perempuan edan yang ia kenali. Memangnya bagaimana cara Jihwa mendapatkan papanya Jimin? Tentu saja dengan menjadi perempuan sinting—seperti Jiya yang mengambil Jimin dari Yieun.

“Lagipula kenapa dilepas, sih? Aku masih mau mencium kamu,” rengek Yieun secara mendadak. Eccentric.

Jimin tak membalas. Ia tidak mengerti dengan perubahan Yieun. Sehingga sebab tidak mau membuang-buang waktu, Jimin kembali melanjutkan langkah menuju radas transportasinya. Meladeni perempuan itu malah adaptabel untuk membuat Jimin mendetonasikan amarah.

“Padahal kekasih kamu itu bisa jadi masih saling memberi afeksi fisikal satu sama lain dengan Taehyung—err, atau bahkan masih melakukan itu,” tambah Yieun lagi seraya memblokade pergerakan Jimin dengan mendaratkan telapak tangannya pada sisi muka Jimin, dan memberi stimulasi lembut pada epidermis Jimin. “Karyawan Esclaire & Glitz selalu menggosipkan fragmen lampau saat ruangan Jiya kentara oleh aromatik percintaan. Dan kau tahuㅡorang yang berkunjung di hari itu adalah Jung Taehyung. Can you imagine that, Jim?”

Jimin mendedau dalam kalbu. Bukan karena ia merasa tergoda dengan kelakuan tolol Yieun, melainkan ia tidak menyukai diktum yang keluar random dari mulut Yieun. Sejauh yang Jimin rasakan, bagaimana mungkin Jiya dan Taehyung masih melakukan hal haram itu sementara Jiya selalu menyatakan diktum kebenciannya soal Taehyung?

Bagi Jimin, itu mustahil.

Darahnya mendidih. Jimin tidak tahu mengenai cara terbaik untuk membuat Yieun tak mengudarakan leksem kotor dan imbesil. Mendadak Jimin tidak kapabel untuk menjalankan regulasi pikirannya sendiri. Ia tak suka, namun tahu-tahu ia menelan diam-diam diktum Yieun. Untuk hal semacam itu, Jimin jelas merasa betul-betul jadi person pandir.

“Lalu?—”

Untuk beberapa alasan, Jimin mendadak terdiam seolah baru tersambar gundala. Ia merasa kalau bentala menyempit kala Yieun datang merengkuh tubuhnya. Secara mendadak Yieun menangis, entah betulan atau berlakon. Jimin tahu kalau Yieun adalah perempuan paling cengeng yang pernah ia kenali. Namun untuk sirkumstansi sekarang, tangisan Yieun agak berbeda. Jimin tidak tahu berbeda dalam hal apa. Yang pasti, satu ifrit masuk ke dalam daksa Jimin dan membuatnya secara megis membalas pelukan Yieun.

She's too eccentric.

Sumpah. Yieun diajari apa oleh Jihwa?—atau belajar dari kelakuan Jiya?

Menatap dengan pinar sendu yang kentara, hidung yang minim berwarna biram, dan sedikit suara isakan, Yieun menunjukkan itu semua pada Jimin. Sementara Jimin, Yieun memang cantik, sebelumnya ia mengakui itu. Dalam jihat sekarang, netra jelaga adam tersebut mendapatkan visualisasi kirana sekaligus—menggemaskan. Dan Jimin sadar sekali kalau ia menyukai Yieun setelah menatap lamat perkara apa yang Yieun tunjukkan. Persentase suka yang awalnya hanya sepuluh persen, mendadak naik.

Yieun cantik. Yieun manis. Jimin suka itu.

“Aku tidak akan pernah menyerah, Jimin,” ucap Yieun.

Jimin terdiam kendati ia ingin sekali memberi balasan konkret. Jimin pikir, usaha Yieun akan sia-sia. Sekali lagi, ia menyadari bahwa ia mulai menyukai Yieun. Namun, kembali lagi ke poin permulaan bahwa ia sudah memiliki Jiya dan mencintai perempuan itu.

Sementara Yieun, ia mengerti kalau perbuatannya itu kelewat menggantang asap. Itu sangat mendominasi, terutama sebab lawannya itu memang sudah seringkali menang dan mengangkat trofi. Berbeda dengan dirinya yang ahli jadi pecundang. Hanya saja intuisi memberi komando bahwa Yieun tidak boleh terus-menerus berjalan mundur. Ia mencintai Jimin, bukan obsesi. Apa yang ia lakukan hanyalah mencoba mengambil kembali hak yang dicuri oleh person lain.

“Sama seperti Taehyung yang berintensi untuk merebut Jiya dari kamu.” Ia mencebik secara tiba-tiba. “God!—apa istimewanya dia, sih, sampai direbuti oleh kamu dan Taehyung? Wanita bertato yang sombong dan suka marah-marah. Lebih baik aku, kan, Jim?”

Yieun bunuh diri. Menjelek-jelekkan berlian Jimin adalah hal imbesil yang pernah ia lakukan.

“Jaga mulutmu, Brengsek!—”

Yieun menyela. “Kalau aku brengsek, Jiya itu apa, ya? Aku tidak tahu vokabulari kotor yang cocok buat perempuan gila itu.”

Bagi Jimin, tidak ada vokabulari kotor yang cocok untuk Jiya. Pelbagai diksi bermakna cantik lebih bagus untuk disematkan pada diri kenya tersebut.

Seoul Psychiatric Hospital.” Yieun bergumam. Kenya tersebut menatap Jimin intens. “It's normal kalau Jiya tidak punya regulasi hidup. Dia pernah gila, Jimin. Yakin akan tetap bersama dia? Maksudnya, hei, aku mengingat bahwa pandanganmu tentang orang semacam itu buruk sekali.”

Jimin menggeram. Menurutnya, Yieun terlalu eksesif.

Sejemang kemudian, tatkala kalbu sudah tidak tahan untuk menahan gerbang amarah, tatkala netra sudah dihiasi oleh api inferno, dan tatkala bahana napas terdengar nyaring, Jimin melepaskan diri dari tangan-tangan Yieun yang menghinggapi wajah secara barbarik. Tak ingin terus-terusan mendengarkan leksem-leksem konyol dari Yieun, Jimin segera memasuki daksa menuju mobil demi menuntaskan intensi awal.

Membelah bulevar bagai aves di horizon. Semerta-merta Jimin tak lagi memikirkan bagaimana malaikat hitam tengah mencari waktu yang pas untuk mengambil roh Jimin lantaran Jimin terlalu tergesa-gesa dalam mengendarai radas transportasi berharga selangit ini. Jimin tidak tahu kenapa ia melakukan ini, entah lantaran tengah emosi atas kedatangan Yieun tadi dan mulai berani mengalahkan Jimin, atau terlanjur melahap habis leksem-leksem Yieun—lingua kasarnya, Yieun berhasil membodoh-bodohi Jimin. Membodohi dengan fakta yang eksis.

s i n a t r a

Friksi tak terbantahkan.

Dua person itu saling berbagi keadilan; rasa sakit yang lebih daripada benturan serebrum pada bidang kasar, jantung yang malfungsi, atau biji yang terselip di kerongkongan. Berkibar-kibar demi menyalurkan gejolak amarah yang sebelumnya tertampung elok di penampungan batin. Saling membelasah balun dan bercumbu kasar dengan bumbu nafsu. Predestinasi makin kacau; itu poin utamanya.

Jiya terdiam. Selayang pandang netranya enggan melihat apa yang kini sedang jadi tontonan utamanya. Regulasi otak dan tubuhnya mendadak kacau. Biasanya ia suka sirkumstansi ini. Sangat suka. Bahkan dulu, Jiya suka sekali datang ke pertandingan sengit para petinju atau pertarungan dadakan nan ilegal di kasino milik Taehyung; kemudian, berteriak tidak jelas demi mengobarkan api. Berbeda dengan sekarang, ia tidak tahu harus merespon seperti apa kala Taehyung dan Jimin saling membalun. Persis seperti hewan di savana.

Sumpah. Taehyung tidak main-main saat ia berkata ingin menghajar Jimin.

Jiya hanya tidak tahu perkara siapa yang mesti diselamatkan. Mungkin.

Ingatannya mendadak kabur. Ada dua lini memoar yang disinyalir menjadi dasar gagasan Jiya yang diam-diam saja seperti artefak di museum. Taehyung dan Jimin similar dalam hal memberikan afeksi agung untuk Jiya. Taehyung dan Jimin similar dalam hal memuja-muja Jiya. Yang paling esensial, dua-duanya memberikan harapan yang bagus untuk Jiya.

Kemudian, yang kapabel Jiya terima adalah sebuah predestinasi konkret di mana ia terjatuh lunglai dengan likuid yang keluar deras. Tidak tahu apa penyebab pastinya; entah karena pilihan sulit mengenai apa yang kini menghantamnya atau perkara ketololannya sendiri. Jiya membenci dirinya yang payah dan imbesil. Diam saja tatkala person-person yang punya karsa untuk menguasai Jiya berakhir saling menyakiti fisik.

Satu hal lainnya, tatkala Jiya meyakini perihal friksi yang telah mendapatkan pemenang dan penerima kekalahan, ia mendadak bisa merasakan bagaimana tubuhnya melayang—diangkat tanpa permisi oleh seseorang.

Great.

Taehyung tidak bisa dibantah kalau apa yang jadi haknya diambil secara paksa. Ketenangan yang ia berikan tempo-tempo sebelumnya sudah berakhir dan tergantikan dengan emosi yang merajalela. Taehyung tidak tahan. Ia telah mencapat limit amarah yang tidak kapabel untuk ditampung. Jiya milik Taehyung, itu sudah mutlak berada di serebrum adam perfek itu.

Sementara Jimin terjatuh bertumpu dengan likuid merah yang mengalir di indera penciuman beserta bibirnya. Ini bukan perkara Jimin yang tak jago dalam membalun orang. Pada hakikatnya, adam perfeksionis itu ahli dalam hal tersebut—bahkan ia menempuh waktu yang lama untuk belajar bela diri. Namun, secara general, Taehyung sudah tidak bisa lagi menahan apa yang ia simpan, terutama perihal rasa marahnya pada tindakan Jimin. Well, memang tak bisa dipungkiri kalau di sisi lain Taehyung adalah mantan petinju, sangat ekspert dalam hal meremukkan badan orang.

Jika Jimin memiliki satu poin, maka Taehyung dua poin. Jika Jimin hanya mengandalkan keahlian, maka Taehyung mengandalkan keahlian dan amarah.

“Taehyung! Turun!” Jiya mendedau. “Aku ingin—Jimin.” Jiya kembali menangis.

Taehyung membalas. “Jangan munafik.”

Tak bisa dipungkiri, setelah friksi itu terjadi, Jiya senang saat melihat Taehyung baik-baik saja, meskipun kondisi wajah dan daksanya tak kalah buruk dengan Jimin, penuh luka. Jiya senang kalau Taehyung menang, namun ia tetap tidak terima kalau Jimin kalah.

“Aku mau kembali pada Jimin, Taehyung. He needs me!”

Taehyung membalas lagi. “—I also need you.” Ia berucap tegas seraya mendudukan Jiya pada sofa. Mutlak telah membuat Jiya mengerjap. Bariton rendah yang tegas itu berhasil membuat Jiya terdiam. Lantas, Taehyung gapai sebuah kotak medikamen, memberikan itu pada Jiya, dan terduduk elok di samping Jiya. Papa durjana ini kembali menerapkan konsep komposur. Manuver yang mutlak kentara diferensialnya.

“Obati, My Love, Your Majesty.”

Jiya memutar bola matanya. Aksen itu kembali datang. My Love, Your Majesty. Iya, Jiya bosan sekali dengan hal itu, kendati suka.

“Taehyung, biar kuingatkan. Kau yang memulai pergelutan, jadi—aku tidak mau mengobatimu,” balas Jiya dengan isakan yang masih kentara. Jiya memang tidak ahli dalam menghentikan tangisan dengan cepat. Sehingga, tahu-tahu si papa durjana membiarkan jemarinya membingkai di wajah Jiya demi menghapus jejak air netra Jiya.

Taehyung berujar demi membalas ucapan Jiya. “Sayang, biar kusadarkan. Aku dan pacarmu bisa mengobarkan friksi karena kamu.”

Karena kamu. Karena Jiya.

Basis atas apa yang terjadi dengan Taehyung dan Jimin adalah Jiya. Jiya sendiri yang mengundang: mengundang keduanya untuk menyukai Jiya, mengundang keduanya untuk similar punya intensi memiliki Jiya, mengundang keduanya untuk mengklaim Jiya, dan mengundang keduanya untuk menghancurkan Jiya. Jiya yang memegang responsibiliti.

Semua yang terjadi: perpecahan dan kerumitan ini, semuanya karena Jiya. Bodohnya, Jiya tidak menyadari itu.

She's too imbecile.

Jiya tidak membalas. Ia beringsut bangun dengan kotak medikamen yang masih berada di tangannya. Bergerak menjauhi Taehyung demi menghampiri Jimin yang mungkin belum pergi. Ia tidak mau kalau Jimin berada dalam atmosfer yang tidak baik-baik saja. Terutama sebab tadi Taehyung membombardir Jimin seolah tengah berada di ring tinju.

Sayangnya, tatkala Jiya sudah berada di mintakat di mana Jimin dan Taehyung melakukan gelut intens tadi, ia tidak menemukan presensi Jimin. Sejemang kemudian, Jiya buyar. Ia mengira kalau Jimin tidak akan pergi sebelum mendapatkan apa yang ia miliki.

“Jimin ke mana?”

Segenap hati Taehyung menjawab enteng dengan kurva asimetris penuh afsun, “Kembali ke tunangannya—mungkin.”

I-impossible,” balas Jiya.

Jiya lunglai. Pertama, lantaran ia punya sepuluh persen keyakinan bahwa Jimin mengurangi kadar afeksinya untuk Jiya. Kedua, lantaran tahu-tahu Taehyung merengkuh daksa Jiya dari belakang. Ia menjatuhkan jemala pada bahu Jiya dan memberikan sensasi geli dari napasnya yang stabil. Lunglai sekali, apalagi saat telapak tangan adam tersebut memberikan stimulus halus pada garba Jiya.

Manis. Romantis.

Sial.

Ia selalu suka saat tangan Taehyung mengusap epidermis garbanya penuh afeksi.

“Tenang saja, kalau Jimin menyerah dan pergi, aku siap menjadi penanggung jawab buah hati di rahim kamu ini.” Ia menjeda demi memberi beberapa tapak ludah pada epidermis Jiya. Tradisi kesukaan. Absolut membuat Jiya memejamkan netra seraya mengigit labium. Taehyung selalu kapabel untuk menyihir Jiya hingga melunglai hebat. “Berhenti berelasi dengan Jimin. Jangan mempersulit situasi, Jiya,” katanya, “aku terima kalau kamu membenciku. It was my fault, meskipun bukan sepenuhnya kesalahanku. Apa yang aku lakukan—egois, memaksa, dan mengintimidasi—hanya untuk meyakinkan bahwa aku menyayangi kamu Jiya.”

Jiya tolol mendadak. Ia adaptabel untuk diam.

“Aku tidak kapabel untuk melakukan desersi. Adakalanya aku ingin pura-pura tidak peduli, atau secara general ingin menghapus memoar kirana bersama kamu dan balas membenci kamu. But, I cannot do that, My Love, Your Majesty.”

“Kamu terobsesi padaku, Taehyung.”

Taehyung menggeleng. “Absolut afeksi, bukan obsesi.”

Nyenyat sejemang.

I don't care.”

Taehyung mematung. Keahlian Taehyung adalah meluluhkan Jiya. Apa kali ini ia gagal? Apa Jiya sudah seratus persen memilih Jimin?

Jiya muak dengan Taehyung.

Kenya tersebut segera membalikkan badan. Lantas ia menyerang Taehyung dengan menendang proksimal daksanya. Taehyung mendedau nyeri, sementara Jiya berlari keluar hendak pergi. Jiya hanya berharap kalau Jimin masih ada. Semerta-merta ia mendengar bahana nyaring berupa teriakan geram Taehyung, antara merasakan sakit akibat amunisinya yang diserang hebat oleh Jiya dan tidak terima karena Jiya lari darinya.

Taehyung tidak terima saat dia gagal meluluhkan Jiya.

Dalam jihat yang lain, Jiya hanya mampu tersenyum lega saat ia melihat mobil Jimin masih terparkir elok di halaman papan. Jimin terduduk elok di kursi kemudian dengan tatapan tegas, namun sejemang terbit senyuman tatkala menyadari presensi Jiya. Sementara Jiya berlari tergesa-gesa sebab takut Taehyung mengejar. Bergerak masuk ke dalam mobil. Detik itu, Jiya bisa melihat Taehyung berdiri di teras seraya meneriaki nama Jiya, sementara Jimin tersenyum asimetris, merasa menang.

Pergi dari papan Taehyung, Jiya melirik Taehyung melalui reflektor diam-diam. Kenya tersebut tidak tahu ia telah melakukan hal yang baik atau salah. Ia hanya mengingat satu poin bahwa ia sudah memilih Jimin dan tidak peduli soal Taehyung dan misteri soal kepergiannya dulu. Apa yang ia lakukan hanya untuk membuat Jimin tidak menurunkan afeksi untuk Jiya.

Namun, tak bisa dimungkiri. Jiya sedikit menyesal. Ia tak tahu kenapa ia bisa merasakan hal itu. Yang pasti, penampungan batinnya merasakan nyeri yang hebat seraya melantunkan kata maaf untuk Taehyung.

Jiya tidak tahu apakah dia memilih opsi yang bagus atau tidak. Memilih Jimin itu hal yang benar, kan?

[TBC]

ga aneh aku milih ini jadi stori bergenre drama, hshs. mungkin kalian bosan dgn aku yang suka minta maaf perkara stori ini terlalu cringe. tapi, memang rasa khawatir aku sebagai penulis drama-romance, ya begini, takut cringe.

anw, stori baruku sudah rilis sejak kemarin-kemarin. aku memberi invitasi eksklusif buat kalian untuk datang ke sana. hanya jika kalian mau tentunya.

Continue Reading

You'll Also Like

20.7K 2.3K 51
[ ๐Ÿ๐ญ. ๐ค๐ข๐ฆ ๐ญ๐š๐ž๐ก๐ฒ๐ฎ๐ง๐ , ๐œ๐จ๐ฆ๐ฉ๐ฅ๐ž๐ญ๐ž๐. ] Universitas Saint Hallway merangkum eksistensi stori eksentrik perihal Kim Jiya dan Jung Taehy...
4.2K 573 6
Hanya mengisahkan cerita setelah perjuangan Hanbin yang melelahkan. --- Lanjutan dari book L.O.V.E ; binhao, ja...
10.7K 1.4K 21
Kami akan menyimpan semua kenangan dengan begitu indah dalam labirin di hatiku, tempat yang berada di dalam hati dan pikiranku. Bahwa rasa yang terti...
1.1K 171 4
[ANGTS โ€ข MARRIED LIFE] Taehyung teramat membenci keberadaan Shienna. Pembawa sial, begitu Taehyung menyebutkan namanya. Dan pembawa sial itupula yang...