Tightrope [Completed]

Par feyypasithea

3.8M 388K 59.7K

"Kalau gitu biarin gue tanggung jawab." Secepat kilat Jane menatap Jack dari sini. Jack menatap Jane datar. B... Plus

Prolog
CHAPTER: 01
CHAPTER: 02
CHAPTER: 03
CHAPTER: 04
CHAPTER: 05
CHAPTER: 06
CHAPTER: 07
CHAPTER: 08
CHAPTER: 09
CHAPTER: 10
CHAPTER: 11
CHAPTER: 12
CHAPTER: 13
CHAPTER: 14
CHAPTER: 15
CHAPTER: 16
CHAPTER: 17
CHAPTER: 19
CHAPTER: 20
CHAPTER: 21
CHAPTER: 22
CHAPTER: 23
CHAPTER: 24
CHAPTER: 25
CHAPTER: 26
CHAPTER: 27
CHAPTER: 28
CHAPTER: 29
CHAPTER: 30
CHAPTER: 31 + Cast!
CHAPTER: 32
CHAPTER: 33
CHAPTER: 34
CHAPTER: 35
CHAPTER: 36
CHAPTER: 37
CHAPTER: 38
CHAPTER: 39
CHAPTER: 40
CHAPTER: 41
CHAPTER: 42
CHAPTER: 43
CHAPTER: 44
CHAPTER: 45
CHAPTER: 46
CHAPTER: 47
CHAPTER: 48
CHAPTER: 49
CHAPTER: 50
CHAPTER: 51
CHAPTER: 52
CHAPTER: 53
CHAPTER: 54
CHAPTER: 55
CHAPTER: 56
CHAPTER: 57
CHAPTER: 58
CHAPTER: 59
CHAPTER: 60
Epilog
Extra part 1
Extra Part 2
Spesial Part-Jawab QnA
A-Apa ini?😭
Vote Cover!
PO EKSKLUSIF!
PRE-ORDER REAL
Tightrope info+Sequel!!

CHAPTER: 18

55.7K 5.5K 509
Par feyypasithea

—Tandai jika ada typo⚠️
—Vote dan komen Kakak🥰

ʕっ•ᴥ•ʔっ

“Berjalan lambat gak pa-pa. Asal jangan berdiam.”

Tightrope.

🎵Nothing Like Us—Justin Bieber.

“Jack!”

“Tunggu aku!”

“Jack kamu budeg ya?!”

Jane terus berteriak pada Jack yang berada beberapa meter darinya sambil berlari kecil. Jack pantas tidak menengok karena telinga cowok itu tersumpal benda kecil berwarna hitam. Jane berdecak. Langkahnya memblokir Jack hingga membuatnya mendengus, sedikit menampilkan raut kaget.

“Apa?”

Jane menggeleng pelan.

“Terus kenapa panggil gue? Lo hamil?” tanya Jack menaikan satu alisnya.

Sontak Jane menggeleng cepat dan mundur selangkah. Dia mengingatnya lagi. “Bisa kamu gak bahas itu?”

“Kenapa? Gue cuma tanya, gak boleh? Lagian gue bingung, bukannya gue udah keluarin beberapa kali di dalam, kenapa gak jadi?” Jack melipat tangannya di depan dada. Bingung sendiri. Waktu itu Jack mengeluarkannya beberapa kali di rahim Jane karena waktu itu dia tahu jalang akan meminum pil pencegah kehamilan.

“Jack!” desis Jane samar. “Kamu—” Jane menghentikan ucapannya ketika Jack berjongkok dan mendekatkan wajahnya.

“Apa lo mandul?” bisik Jack dengan mata memicing tajam.

Kali ini Jane dibuat semakin terkejut. Jane berkaca-kaca mendengarnya. Mandul? Kenapa cowok itu selalu berbicara seenaknya?

“Ma-maksud kamu?”

Jack menegakkan tubuhnya lagi. Matanya masih mengarah pada Jane yang berkaca-kaca. “Iya, apa jangan-jangan lo mandul? Padahal udah hampir dua Minggu mungkin. Tapi... ya gitu, lo gak hamil-hamil,”

Plak

Jane menamparnya keras hingga Jack melengos dengan terkejut lalu menatap Jane tajam.

“Kenapa kamu selalu bicara seenaknya? Aku datang baik-baik, tapi kamu kenapa gini?? Lagi pula aku gak pernah minta kamu tanggung jawab. Harusnya kamu senang tahu aku gak hamil!” Jane menyentaknya. Dia lalu berbalik badan dan berlari kecil meninggalkan Jack.

Niatnya Jane ingin menanyakan tentang keadaan cowok itu sekarang, harusnya Jack masih berada di rumah sakit, tapi kenapa cowok itu berada di sekolah? Tapi mulut Jane terlalu kaku untuk menanyakan keadaannya.

Ucapan Jack mengusik pikirannya. Takut. Sekaligus resah. Jane takut dirinya mandul. Jane menangis dalam diam sampai kelas, untungnya di kelas tidak ada siapapun. Bagaimana jika apa yang Jack ucapkan benar? Bagaimana jika Jane mandul dan tidak akan mempunyai anak? Jane menangis terisak. Dia duduk di kursi dengan bahu bergetar.

Lagi-lagi Jane sulit bernafas baik. Nafasnya tertahan di dalam sana. Dia mencoba menghirup dalam-dalam udara di sekitar sedangkan tangannya menyelusup kedalam ransel. Jane mencari inhaler—obat asmanya. Jane masih menangis tersedu. Terkejut saat inhalernya jatuh dari tangan dan menggelinding di bawah meja. Nafas Jane semakin menipis saat berjongkok untuk mengambilnya, dia kemudian terjatuh dari kursinya.

“Jane!!”

Jane menangis terisak saat melihat Bela berlari menghampirinya dan membantu Jane untuk mengambil inhaler yang berjarak jauh di bawah meja. Setelah dapat Bela menyemprotkannya pada mulut Jane agar cewek itu bisa bernafas.

Jane nyaris mati hari ini.

“Haaahh... Haahhh, B-bela...” lirih Jane sesak. Jane menangis kembali. Bela memeluknya lembut. Bela takut kehilangannya. Entah bagaimana jika Bela tidak datang tepat waktu Jane pasti sudah tidak sadarkan diri.

Sementara Jane meringkuk menangis di pelukan hangat Bela. Kembali teringat perkataan Jack. Jane tidak akan mau menemui cowok itu lagi.

Sudah cukup. Sudah cukup harga dirinya jatuh untuk yang kesekian kalinya, dia tidak mau mengulang kesalahan yang lalu. Mungkin benar, Jane sudah cukup bersikap baik selama ini.


Tightrope.

Siang ini matahari sangat menyengat di kulit. Sinar yang ekstrim 11 di tambah tidak ada awan di langit membuat suasana menjadi sangat panas. Jane baru saja mengecek perkiraan cuaca hari ini, itu adalah kegiatan Jane sehari-hari yang paling penting. Sebenarnya ada sebab kenapa Jane melakukan itu setiap hari, terlebih malam dan pagi.

Pertama karena dia takut saat di sekolah tiba-tiba hujan, terlebih pas-pasan dengan bel pulang sekolah. Jane jadi tidak bisa bersiap-siap seandainya lupa mengecek perkiraan cuaca diponselnya. Bukan hanya karena saat di sekolah saja, di tempat lainnya pun begitu. Karena Jane selalu mengingat pepatah yang mengatakan: sedia payung sebelum hujan. Itu hanya ibaratkan saja, tapi Jane menganggap kata-kata itu serius, tentang hujan dan payung.

Kedua karena Jane takut dengan petir. Jane takut perpaduan petir, angin dan hujan. Dia takut ketiga elemen ini bersatu. Jika mereka datang Jane selalu berdegup kencang. Dia sulit fokus dan ketakutan. Suara petir yang kencang akan membuatnya terkejut setengah mati. Suara hujan tidak bisa membuatnya tenang meskipun tidak sedikit orang yang menyukai itu.

Kalau angin... dia takut tubuhnya melayang. Kak Fairel pernah bilang kalau tubuh Jane sangat kecil dan angin bisa membawanya dengan mudah.

Itu menyebabkan Jane takut dengan angin.

Itu alasan mengapa Jane sering mengecek perkiraan cuaca lewat layar ponselnya.

Sekarang Jane berada di lapangan memperhatikan teman-temannya berlari mengitari lapangan. Jane tidak ikut lari dikarenakan guru olahraga tahu Jane mempunyai penyakit asma, itu Bela yang memberi tahu.

Jane melambai kecil pada Bela yang berlari bersama Sinta.

“Semangat Bel!” pekik Jane gembira.

Pemanasan telah usai lima menit kemudian. Bela duduk di sampingnya dengan kaki diluruskan, nafas cewek itu tidak teratur membuat Jane terkekeh kecil karena wajah lelah Bela terlihat cantik. Pantas saja Leo suka dengan Bela. Tahi lalat di bawah bibirnya sangat indah, rambutnya pendek sebahu berwarna coklat terang, serta tubuh yang lumayan tinggi.

“Kamu cantik Bela,”

Bela bersemu. “Lo apalagi, Net,”

“Aku selalu pengen punya tahi lalat di bawah bibir,” celetuk Jane mengungkapkan keinginannya itu.

Bela tertawa. “Bibir lo udah seksi, suer,”

“Gak juga,” sahut Jane lucu. Jane memajukan bibir bawahnya, bola matanya turun melirik bibir mungil itu. “Aneh,” katanya lalu tertawa keras di susul Bela.

Bibir Jane kecil seperti bayi. Warnanya pink pudar serta melengkung keatas dengan sempurna. Garis indahnya pun kadang kala membuat Bela kagum dengan ciptaan Tuhan yang satu ini. Jane cantik alami.

“Bela, kalau kita berhubungan intim, terus beberapa Minggu kemudian kita gak hamil itu kenapa? Apa mandul?”

Bela terdiam menatap Jane. Dia mengerti betul kemana arah pembicaraan Jane. Seminggu lebih ini Bela belum mendapatkan kabar dari cewek itu tentang kehamilannya. Tapi seharusnya Jane senang karena dirinya belum juga hamil.

“Gak harus mandul, Net. Mungkin aja emang belum saatnya. Ada beberapa faktor yang menghambat kehamilan, contohnya takdir,” Bela menceletuk dengan santai. Dia hanya ingin membuat perasaan Jane lebih baik. “Lo tahu? Bahkan suami-istri yang udah menikah 4 tahunan aja ada yang belum punya anak, sebabnya ya karena Tuhan belum mempercayakan. Bukan cuma karena mandul doang, atau rahim bermasalah.”

Jane menunduk merenungkan semua yang dikatakan Bela. Bela benar, tidak seharusnya Jane terlalu terbawa perasaan dengan ucapan Jack. Satu yang Jane dapat simpulkan dalam kejadian ini, bahwa Jack tidak benar-benar serius soal ingin bertanggung jawab. Jack sangat buruk.

“Aku ngerti, makasih udah kasih pencerahan,” katanya tersenyum manis.

Dua gadis itu tidak tahu bahwa dari tadi Jack membeku di belakang mereka. Jack diam-diam mengepalkan tangannya, sebegitu takutnya Jane hingga cewek itu mencurahkan segalanya pada Bela. Jack tahu dirinya salah mengatakan itu. Namun ada sedikit kekecewaan saat mendapati Jane tak kunjung hamil. Dia bingung setengah mati.

Kenapa? Bukankah seharusnya Jack senang dengan kabar ini? Tapi kenapa Jack malah kecewa?

Semakin kecewa dengan sikapnya yang ketus dan bicara seenaknya.


Tightrope.

Baru beberapa jam yang lalu Jane bilang cuacanya sangat bagus. Cerah tanpa awan bersekala besar. Namun sekarang awan-awan hitam mengepul menjadi gumpalan besar di atasnya. Sinar matahari sirna begitu saja digantikan dengan kegelapan karena awan mendung.

Ini bukan kali pertamanya Jane dibohongi oleh perkiraan cuaca lewat ponsel. Jane begidik ngeri ketika mendengar gemuruh di langit, bukan petir besar. Melainkan suara samar-samar yang mencoba lepas suara.

Jane mencekram erat penanganan ranselnya. Kak Fairel sudah menunggu di post satpam katanya. Tapi Jane masih berjalan cepat di koridor yang sangat gelap ini. Suasana sekolah sudah sepi, namun masih ada orang-orang berkeliaran yang bisa dihitung dengan jari.

Sebenarnya Jane sudah berada di post satpam bersama Fairel, tapi dia mengingat ponsel yang tertinggal di kelas jadi dia memutar balik langkahnya untuk mengambil ponsel.

Jane berlari kecil saat kakinya telah sampai di ujung koridor. Tetapi seseorang menarik lumayan kencang lebih dulu hingga Jane tidak jadi memijakkan kaki ketanah. Jane tersentak ketika hujan turun begitu deras detik berikutnya. Refleks dis mundur beberapa langkah demi menghindari percikkan air yang sangat deras itu.

Kepalanya menengok pada seseorang yang sudah menariknya. “Jack?”

Jane melihat Jack hanya terdiam sambil menatapnya. Jane menghela nafas lirih. “Makasih,”

Setelah mengatakan itu Jane mengambil jarak beberapa meter. Dia berdiri menghadap lapangan yang guyur hujan sedangkan Jack duduk di bangku panjang.

Suhu lumayan dingin. Jane lupa membawa lapisan penghangat seperti Hoodie sweaternya. Jane memilih membuka ponselnya berniat menghubungi Fairel, memberi tahu bahwa dirinya masih di sekolah sedang terjebak hujan dan tidak bisa ke sana. Dia menyalakan datanya. Belum sempat dia membuka aplikasi chatting petir mengkilap indah di langit disusul oleh bunyi menakutkan. Jane sontak menjatuhkan ponselnya dan berteriak keras lalu berjongkok menutupi telinganya.

Seluruh aliran darah Jane seperti berhenti mengalir. Dia terkejut setengah mati. Seluruh badannya bergetar hebat. Jane berjongkok dengan mata terpejam rapat.

Suara petir kembali di dengar padahal Jane sudah menutup telinganya. “Mama!!” pekik Jane ketakutan.

Tiba-tiba tangan Jane dipaksa terlepas dari daun telinga. Jane sontak menatap Jack dengan raut ketakutan.

“Ikut gue,” katanya membawa Jane berdiri sesudah mengambil ponsel yang mati karena bantingan keras.

“Ja-jack kita mau kemana? Jalannya jangan cepat-cepat,” tanya Jane ketakutan.

Jack diam saja masih menuntun Jane berjalan memasuki koridor lebih dalam. Satu yang Jane sadari saat ini kalau Jack seketika memelankan langkahnya.

“Jack—”

JEDARRR!!

“AAAAAA JACKKK!!!” Jane menjerit histeris lalu memeluk Jack di sampingnya. Harusnya petir sudah terdengar samar karena mereka telah berjalan lumayan dalam. Tapi ini suaranya begitu dekat, seperti petir menyambar tepat di dekat Jane, di atas kepalanya. Jantung Jane memompa cepat karena takut, keringatnya bercucuran hingga membasahi poni dan leher.

Suara hujan masih terdengar samar. Jane tetap memeluk Jack walaupun tahu cowok itu telah melanjutkan langkahnya dengan membiarkan Jane memeluk. Meskipun terkesan tidak peduli, Jack berinisiatif menutup kedua telinganya dengan telapak tangan selagi kedua tangan Jane melingkari pinggangnya.

Jack membawanya kedalam perpustakaan yang terkenal dengan suasana tenang. Banyak rak buku di segala sisi membuat ruangan itu seperti kedap suara. Jane menghela nafas lega saat tidak mendengar suara berisik itu. Jantung Jane kembali memompa normal. Jane menyeka keringat yang bercucuran. Ini lebih buruk dari yang dia bayangkan ketika dia membayangkan terjebak di sekolah dalam keadaan hujan lebat. Lebih-lebih menakutkan.

Jane menjauh dengan canggung. Dia duduk di salah satu kursi perpustakaan. Lalu Jack menyerahkan ponselnya yang mati tanpa berbicara apapun.

“Makasih,” ujar Jane tersenyum canggung. Dalam hati Jane berdoa supaya ponselnya tidak rusak. Setelah memaksanya nyala, akhirnya ponsel Jane menyala juga. Jane menghela nafas lega. Dia segera mengirim pesan singkat pada Kakaknya.

Fairel pasti sangat cemas. Jane mengirim pesan bahwa dirinya sedang ada di perpustakaan bersama temannya sedang berteduh dari hujan. Tidak sampai dua menit Fairel langsung membalasnya.

Kakak tunggu. Kakak juga masih di area sekolah, kejebak hujan.
Kamu hati-hati, jangan terlalu mikirin suara di luar.

Jane tersenyum kecil. Hatinya menghangat. Dia membalas pesan Fairel dengan semangat membara. Sangat senang Fairel memperhatikannya seperti ini.

“Pulang sama siapa?” Suara berat milik Jack sukses membuat Jane terperanjat kaget. Jack duduk di lantai dengan punggung bersandar pada rak buku bagian samping.

“Kakak,” jawab Jane tanpa menatap Jack.

“Oh,”

“Ya,”

Dengusan lirih terdengar. Jane teringat akan perkataan Jack pagi lalu. Dia masih sakit hati karenanya. Kembali hening setelah itu. Jane sibuk dengan ponsel yang sebenarnya dia tidak melakukan apapun selain menatap layar utama ponselnya.

“Jane, lo marah soal pagi tadi?”

“Enggak,” Jane berbohong.

“Gue gak bermaksud bilang itu, gue cuma bingung kenapa—”

“Jack,” Jane memutar tubuhnya menyamping, matanya sayu menatap cowok bertindik itu. Jane tidak nyaman dengan pembahasan itu. Sedangkan Jack mengatup rapat balas menatap Jane. “Aku gak pa-pa,” katanya memelan.

“Maaf,” Jack bergumam.

“Iya,”

“Bisa kita temenan?”

Jane menyerengit bingung. “Maksud kamu gimana?”

“Maksud gue, bisa kita berteman gitu...? Gue rasa lo gak keberatan temenan sama gue,”

“Aku temenan gak sambil bawa beban, jadi gak akan keberatan.” celetuk Jane sembari mengerjap lugu.

Jack terkekeh kecil. “Bisa aja lo.” Jack membasahi bibir bawahnya pelan. “Jadi kita temenan?”

Jane ikut tersenyum kecil. “Kalau itu mau kamu,” Dia berjalan menuju rak buku di dekat Jack. Membaca buku terlebih sebuah buku fiksi adalah kegemaran Jane, banyak novel-novel remaja di kamarnya hingga jumlahnya tidak terhitung. Fairel maupun Arthur sering membelikannya setiap Minggu karena Jane sangat jarang keluar kamar untuk menonton televisi. Karena Yiren pasti akan merebut remotenya dari Jane.

Selera Jane dan Yiren berbeda. Jika Jane suka film barat laga, maka Yiren remaja lokal. Jane lugu, maka Yiren terkesan mengetahui segalanya yang Jane tidak tahu seperti apa itu seks? Jane hanya tahu kalau itu haram dan tidak boleh dilakukan jika belum menikah, itu sebabnya Jane sangat depresi gara-gara kejadian malam itu.

Jane tidak tahu keuntungan lain dari melakukan kegiatan itu, sisi baiknya dan lainnya. Jane hanya takut dirinya hamil di luar nikah dan membuat keluarganya malu.

Tidak tahu bahwa budaya barat banyak yang melakukan hubungan seks walaupun belum menikah. Itu kebutuhan.

Tapi Jane takut.

Terlebih saat mata Jane bersinggungan tegang dengan manik kelam milik Jack. Jane menelan ludah. Dia buru-buru mengambil buku dengan asal lalu kembali ke tempat semula tanpa menengok kearah Jack.

Ini seperti sebuah ancaman. Jack adalah ancaman!


Tightrope.

Hehehe♪~(´ε` )

Gais mau kasih tahu, part sebelumnya ada sedikit revisi. Karena menurutku ada sedikit yang gak nyambung 😣 terus banyak typo dan ada kata yang belibet🤧

Sad banget😭 maklum ya, bukan author hebat. Jadi ya gini😅

Oke! Selamat malam!🙂💜

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

When I Met You [TERBIT] Par Ysrdh_

Roman pour Adolescents

2M 99.2K 56
Judul lama : ATHAZIO Awalnya Theea hanya tertarik pada ketua geng nomor satu di sekolahnya dan bertekad untuk menjadikan cowok itu sebagai kekasihnya...
MARSELANA Par kiaa

Roman pour Adolescents

1M 55.7K 52
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
851K 61.9K 35
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
ONLY YOU [SELESAI] Par Putri Kusuma

Roman pour Adolescents

417K 23.4K 56
-Rasa sayang dan cinta itu gak bisa di ganggu gugat, Mau sekuat apa untuk ngelak perasaan itu. Perasaan itu akan terus tertanam di hati dan akan sema...