After All This Time (TERBIT)

By teru_teru_bozu

3.2M 35.6K 1.8K

Terbit Maret 2023 - Metropop Gramedia Pustaka Utama Wattys2018 winner The Contemporary Everyone deserves sec... More

satu
dua
tiga
empat
lima
tujuh
delapan
sembilan
sepuluh
sebelas
dua belas
tiga belas
empat belas
enam belas
After All This Time (cetak)
PO After All This Time

enam

11.3K 2.1K 115
By teru_teru_bozu

SATU hari sebelum kuliah pertama semester ini dimulai, Pak Hardo, mantan rektor yang baru saja lengser, menghubungi Rahman.

"Apakah benar kalau besok Mas Rahman akan memulai kelas Manajemen Lalu Lintas?" tanya pria senior itu to the point. Ketika Rahman mengiyakan, beliau melanjutkan. "Kebetulan anak kedua saya semester ini mengambil mata kuliah tersebut. Namanya Silvy Arumi Dewi. Mohon dibantu ya, untuk kelancaran kuliahnya. Besok dia akan memperkenalkan diri pada Mas Rahman."

Rahman masih terdiam beberapa saat setelah telepon ditutup. Bukan sekali dua kali dia menerima kode serupa dari para kolega yang ingin 'menitipkan' anak-anak mereka, sekaligus permintaan tersirat berupa jaminan nilai yang layak. Dalam beberapa kasus, para anak-anak itu sebenarnya cukup mampu mengandalkan usaha sendiri. Hanya saja ada orangtua yang tidak cukup percaya diri pada kemampuan sang anak. Tetapi banyak juga anak-anak dosen maupun karyawan yang memang kacrut, mulai dari mentalnya hingga kemampuan akademisnya. Menyedihkan memang.

Sudah tiga tahun berlalu sejak Rahman menyelesaikan program masternya di Australia, dan diangkat menjadi dosen di universitas almamaternya ini. Namun dia tetap merasa tidak rela ketika dipaksa mengikuti aturan main begini. Sungguh sayang sekali kalau beberapa kursi yang disediakan sebagai 'jatah' anak-anak orang dalam ini diisi oleh mereka yang sama sekali tidak layak mendapat privilese itu. Apalagi dengan mengorbankan hak anak-anak lain yang bertarung secara adil dengan mempertaruhkan prestasi dan hasil ujian masuk yang diseleksi dengan ketat.

Rahman bersyukur karena orangtuanya tidak mempermalukannya dengan keistimewaan tanpa harga diri begini. Meskipun baik ayah dan ibunya cukup memiliki posisi di tempat mereka bekerja. Kalau pun si sulung, Rosyad, bisa sukses menjadi dokter kandungan terkemuka dan memimpin rumah sakit yang telah dirintis sang mama, semua semata-mata karena dia layak mendapatkannya. Dan Radid, si nomor dua, memang lulusan akuntansi. Tetapi tidak membuat ayahnya mengambil jalan pintas dengan memasukkannya ke instansi tempat beliau memiliki jabatan cukup tinggi di sana.

Ketika Rahman si nomor tiga memilih jurusan teknik sipil, semua mendukungnya. Jurusan ini yang sepertinya cocok bagi anak laki-laki yang di keluarga dikenal cerdas tapi suka memberontak ini. Dan dia membuktikan kalau pilihannya tidak salah. Rahman sukses membuat anggota keluarganya terkejut ketika memutuskan untuk menjadi asisten dosen sambil menunggu kesempatan melanjutkan pendidikan dengan beasiswa ke luar negeri. Tidak berhenti sampai di situ, setelah lulus dari program master, Rahman bukan hanya berhasil menjadi dosen tetap, tetapi juga berhasil menyunting salah satu keponakan dosen senior, yang juga putri seorang pemilik perusahaan konsultan di bidang rekayasa teknik.

Goal yang dicapainya memang terlihat indah dari luar. Meskipun sebagaimana kehidupan yang selalu menyembunyikan jebakan di tempat-tempat tak terduga, pernikahan yang terlihat kukuh itu ternyata rapuh sejak awal.

"Siapa yang telepon?" tanya Shinta, istrinya yang petang itu baru pulang kerja.

Sebagai pegawai bank, istri Rahman baru bisa meninggalkan kantor setelah semua urusan transaksi selesai dilaporkan. Bahkan tak jarang wanita itu pulang larut malam.

"Pak Hardo, mantan rektor," jawab Rahman pendek.

"Ada urusan apa?" tanya Shinta lagi sambil meletakkan tas kerjanya di rak yang ada di ruang tengah rumah mereka.

"Biasalah. Nitip anaknya yang besok masuk di kelasku," jawab Rahman. "Tapi mau gimana lagi? Ini anaknya orang kuat di universitas."

Shinta meletakkan sepatunya di rak dengan kasar. "Dan kamu masih aja betah jadi dosen di situ," gerutunya. "Ngapain sih, bela-belain kerjaan yang gajinya nggak seberapa ini? Kamu bisa dapet lebih banyak kalau fokus di kantor konsultan milik papa."

"Shin, kita udah sering bahas tentang ini. Aku udah diangkat jadi dosen, nggak mungkin aku mundur begitu saja tanpa alasan. Lagian urusan kantor konsultan juga beres, meskipun aku nggak full berada di sana. Aku bisa hendel semua. Perusahaan itu nggak kayak kerjaanmu yang menuntut selalu ready di jam kerja."

"Tapi kamu kan tahu, aku nggak setuju banget kamu jadi dosen!"

Dan ini adalah masalah yang menjadi ganjalan sejak mereka pertama menikah.

"Tetapi kamu tahu kalau dari dulu aku ini memang dosen, Shinta. Kita bisa ketemu juga karena aku magang jadi asisten Om kamu. Kita menikah tepat setelah aku resmi jadi dosen!"

"Kupikir kamu akan berubah pikiran dan menuruti mauku setelah kita menikah!" suara Shinta meninggi. "Apa susahnya sih kamu sedikit berkorban buat istri? Heran deh aku, sama obsesimu jadi dosen ini."

Rahman memandang wajah istrinya yang terlihat lelah dan tertekan ini. Bahkan seragam yang masih terjaga rapi dan make up-nya yang flawless tetap tidak berhasil menutupi semua ekspresi marah di wajahnya. Rahman tahu bahwa kalau diladeni mereka akan saling berbantahan dan berputar-putar dalam masalah yang sama.

"Mending kamu istirahat dulu. Kamu capek banget kayaknya. Ntar malam kita makan keluar aja, yuk. Buat refreshing," katanya menawarkan perdamaian.

"Ogah! Keluar aja sendiri. Mending aku tidur."

Dan seperti biasa Rahman akhirnya memilih menyerah oleh moodswing sang istri dengan cara paling mudah. Yaitu diam.

***

Begitu seringnya menghadapi mahasiswa titipan, Rahman secara tak sadar membagi mereka dalam dua kelompok besar berdasarkan kemampuan akademik mereka. Yaitu lumayan dan menyebalkan. Tetapi Silvy Arumi Dewi berada di luar kategori yang telah disusun Rahman ini. Karena Putri Pak Hardo ternyata memiliki kualitas yang berbeda, yaitu fisik yang seolah sengaja diciptakan untuk memanjakan mata pria.

Pertama memasuki kelas, perhatian Rahman memang langsung tertuju pada gadis molek berkulit putih mulus yang duduk di barisan paling depan. Gerak tubuh, senyum, dan lirikan matanya terkesan mengundang. Gadis itu seolah sangat memahami kalau dirinya ibarat magnet yang menarik para pria untuk mendekat. Beruntung Rahman masih sanggup berpikir sehat dan berkonsentrasi untuk melanjutkan pekerjaannya.

Tetapi ujiannya belum berakhir. Rahman berusaha memanfaatkan sesi tanya jawab bersama mahasiswi berwajah kekanakan tadi untuk mencari jejak putri Pak Hardo. Jadi dia terkejut ketika tahu si molek seksi inilah mahasiswi titipan putri mantan rektor itu.

Gadis itu juga dengan penuh percaya diri menghampirinya setelah kelas usai. Siapa sangka kalau 'perkenalan pribadi bersama Silvy' bisa terjadi dengan begitu menyenangkan? Sebagai laki-laki egonya naik seketika saat seorang gadis muda cantik jelita mengajaknya berbicara dengan gayanya yang manja.

Tetapi tentu saja dia tidak menceritakan hal itu pada istrinya. Karena tahu kalau hanya akan menjadi sumber pertengkaran baru. Jadi malam itu, melihat istrinya sedang bersantai di depan televisi, Rahman mendekat.

"Tadi ada satu mahasiswi di kelasku yang imut banget. Kupikir dia anak SMA nyasar. Dan dia pede banget pakai nanya segala. Tatapan matanya kayak anak kecil lagi marah," Rahman tergelak-gelak mendeskripsikan mahasiswi berwajah judes yang tadi siang menatapnya dengan galak.

"Apanya yang lucu?" tanya Shinta tanpa mengalihkan pandangannya dari layar televisi. "Bukannya itu masuk dalam perilaku kurang ajar?"

"Aku yakin dia tidak sadar dengan perbuatannya itu. Semacam bahasa tubuh yang sudah menjadi bagian dari karakter. Dia mengingatkan aku pada tokoh kartun yang tengil dan suka nantangin orang. Dan ketika bertanya, intonasinya seperti orang mau ngajak duel. Aku jadi iseng ngerjain," Rahman meringis geli ingat kejadian tadi siang.

"Oh, jadi sikap kayak gitu masih kamu tolerir karena pelakunya cewek? Jadi kamu anggap lucu gitu?" tanya Shinta sinis.

"Eh, Shin ...."

"Kamu seneng ya, berada di kampus membuat kamu bisa ketemu gadis-gadis muda? Apa itu alasan kamu tetap ngotot pengen jadi dosen?"

"Yaelah Shinta, itu lagi dibahas," kali ini Rahman benar-benar kesal. "Aku ngadepin mahasiswa itu seru aja sih. Nggak peduli laki apa perempuan. Di jurusan tempat aku mengajar tetap banyak cowoknya dibanding ceweknya."

"Nggak banyak cewek bukan berarti nggak ada, kan?"

Rahman menarik napas panjang. "Mungkin kalau dianalogikan, ini nggak beda dari kamu ketika ngadepin macem-macem nasabah di bank. Lagian absurd banget kalau kamu mengatakan alasanku jadi dosen hanya karena pengen ketemu gadis muda."

"Karena kamu nggak pernah bisa memberi jawaban yang memuaskan!"

"Tidak memuaskan bagimu karena jawabanku beda dari yang ingin kamu dengar, Shinta! Padahal tanpa harus nanya, kamu tahu bahwa sejak awal aku serius banget dengan profesiku ini. Kalau nggak serius, ngapain aku susah-susah sekolah master? Ngapain juga sekarang aku masih berusaha keras untuk nyari peluang dapetin beasiswa program doktoral?" Rahman berusaha tidak putus asa dalam memberi pengertian kepada istrinya. "Coba deh, sekarang balikin ke kamu sendiri. Apa alasan kamu bertahan kerja di bank? Bisa nggak kamu kasih alasan?"

"Nggak ada alasan apa-apa. Aku bisa dengan mudah berhenti kerja kalau aku mau dan pengen," kata perempuan itu dengan ketus. "Tapi dengan gajimu sebagai dosen yang seuprit itu, emangnya bisa kita hidup nyaman?"

"Bukannya penghasilanku lumayan, ya?" bantah Rahman tak habis pikir. "Dan dari setiap proyek yang aku dapatkan baik untuk pribadi maupun untuk kantor konsultan, komisiku juga besar, kan? Aku perlu kamu klarifikasi hal ini, Shinta. Kamu yang pegang semua penghasilanku. Dan kamu tahu persis berapa nominalnya. Kalau nilai segitu masih kamu anggap kecil dan menurut standarmu nggak bisa bikin kita hidup nyaman, berarti emang ada yang salah dalam pernikahan ini," balas Rahman dengan emosi yang pelan-pelan mulai naik ke kepala.

Rahman bertekad untuk tidak mengalah kali ini. Dia tidak mau pencapaiannya dalam membenahi perusahaan ayah Shinta yang hampir kolaps itu tidak dianggap sama sekali. Dia benci ketika Shinta menganggap Rahman bisa seperti ini karena perusahaan milik mertuanya. Padahal jauh sebelumnya, Rahman sudah mandiri secara finansial karena selain mengajar, pria itu juga kerap mengerjakan proyek-proyek yang membutuhkan jasanya sebagai tenaga ahli. Curicullum vitae dan spesialisasinya diperebutkan banyak perusahaan milik teman-temannya sebagai senjata ampuh untuk memenangkan tender.

"Aku nggak bilang kalau saat ini pendapatanmu kecil. Itu kan karena Papa mau mempekerjakan kamu, kan? Dan kamu akan dapetin penghasilan jauh lebih besar kalau kamu full di perusahaan." kata Shinta yang dengan lihai membelokkan topik.

"Shinta, kamu tahu persis kondisinya seperti apa. Ayahmu yang kena stroke, dan kakakmu yang juga sudah menyerah dengan perusahaan itu, membuat aku jadi satu-satunya pemegang kendali di sana. Aku udah melakukan apa yang aku bisa agar perusahaan tetap bertahan dan bisa menggaji karyawannya dengan layak. Itu semua bisa aku lakukan di sela kesibukanku mengajar. Lalu apa lagi yang kamu permasalahkan?" tanya Rahman geram.

"Oh, jadi kamu pamrih ya, sekarang? Merasa paling berjasa di keluargaku?" Shinta bangkit dari tempat duduknya dan menatap Rahman dengan kemarahan berkobar. "Kalau kamu memang merasa terpaksa, kenapa kamu nggak pergi saja dari sini? Rumah ini memang kamu yang beli. Tapi ingat, gajimu sebagai dosen seuprit. Yang banyak pendapatan dari perusahaan. Dan itu milik keluargaku. Milikku! Paham?"

Rahman tertegun. Dia tidak lagi marah oleh kata-kata istrinya yang menyakitkan. Sudah terlalu sering Shinta mengungkit hal ini saat merasa terpojok.

"Udah deh, aku nggak paham lagi apa mau kamu sebenarnya. Tetapi kalau emang begitu pendapatmu, terserah!" katanya berusaha tak peduli. Karena dia tak tahu lagi bagaimana harus menjalin komunikasi dengan wanita yang telah tiga tahun dia nikahi ini tanpa harus ribut yang membuat pikirannya ruwet.

Shinta tidak menjawab. Wanita itu pergi dengan langkah mengentak dan membanting pintu kamar dengan keras. Meninggalkan Rahman duduk terdiam di sofa ruang tengah.

Orang bilang ujian pernikahan terberat itu terjadi pada lima tahun pertama. Artinya masih dua tahun lagi berjalan sebelum dia lolos dari fase lima tahun paling horor ini. Dan rasanya Rahman sudah kehabisan akal harus bersikap seperti apa dalam menghadapi Shinta. Karena menuruti kemauan istrinya untuk resign dari universitas itu sungguh mustahil. Shinta tidak tahu persis kondisi perusahaan yang selama ini dia bangga-banggakan.

Bagi Rahman, terlalu berisiko kalau harus menggantungkan 100% sumber penghasilan dari perusahaan yang kondisi finansialnya sangat rentan. Kondisi yang membuat ayah mertuanya jatuh sakit, dan kakak iparnya memilih mundur untuk menyelamatkan diri. Selain banyak aset telah tergadai untuk menutupi biaya operasional, juga banyak utang-utang lain yang cicilannya hampir mengikis habis profit bulanan mereka. Kalau sampai terjadi kesalahan pengelolaan sedikit saja, perusahaan kecil bisa bangkrut dan membawa kehancuran seluruh keluarga.

Jadi meskipun pendapatannya dari mengajar tidak terlalu besar, bagi Rahman cukup layak untuk dipertahankan. Apalagi sebagai kepala keluarga dia juga punya tanggung jawab untuk menjaga sumber pendapatannya tetap stabil.

***

Sekarang, sebelas tahun telah berlalu. Cita-cita Rahman maupun Shinta akhirnya terkabulkan. Rahman berhasil memenuhi ambisinya mengejar gelar doktor meskipun bukan dengan beasiswa. Karena orangtuanyalah yang akhirnya turun tangan untuk membiayai pendidikannya tersebut. Shinta juga mendapatkan apa yang dia mau, yaitu Rahman mengundurkan diri dari pekerjaan sebagai dosen dan fokus bekerja sebagai engineer profesional.

Sayangnya semua terjadi justru setelah mereka bercerai.

Continue Reading

You'll Also Like

23.4K 2.6K 33
[ Romance - Comedy ] Mary Angelica Mulyabakti punya nama tengah lain: chaotic. Alasannya tidak lain dan tidak bukan adalah hari-harinya sebagai jurna...
34.5K 2.8K 24
[C O M P L E T E D] #Rank 1 in taerose (10-10-2019) ••• [Bahasa] "I had been stuck inside the charm." Roseanne Florencia. Dia adalah orang pertama ya...
288K 8.1K 45
GREEZELLA SYERRA AELFDENE, atau yang dikenal dengan QUEEN ZELLA. Seorang gadis yang dijuluki Queen bullying di SYERRA HIGH SCHOOL. siapapun tidak ber...
954K 2.6K 6
Kisah Perselingkuhan penuh gairah, dari berbagai latar belakang Publish ulang di wattpad!