Dear, Zaujaty (SUDAH TERBIT)

By dindanurokta

216K 21K 2.6K

PEMBELIAN NOVEL DEAR, ZAUJATY : Cek link di bio, tekan menu Novel Dear, Zaujaty atau bisa langsung ke WA-ku. ... More

DMZ | Prolog ๐Ÿ•Š
C A S T ๐Ÿ•Š
DMZ | 1. Inginku ... Menemukanmu
DMZ | 2. Di Mana Kamu?
DMZ | 3. Siapa Dia Sebenarnya?
DMZ | 4. Rapuh
DMZ | 5. Pertolongan
DMZ | 6. Mencari Tahu
DMZ | 7. Maaf
DMZ | 8. Yang Telah Hilang
DMZ | 9. Sebuah Undangan
DMZ | 10. Tamu Yang Kurindu
DMZ | 11. Sanlat
DMZ | 12. Planning
DMZ | 13. Lamaran
DMZ | 14. Alhamdulillah?
DMZ | 15. Sebuah Bukti
DMZ | 16. Malioboro's Story
DMZ | 17. Hari Yang Bersejarah
DMZ | 18. Batal atau Lanjutkan?
DMZ | 19. Keputusan Zaidan
DMZ | 20. Sebuah Kabar
DMZ | 21. Penjelasan
DMZ | 22. Ana Uhibbuka Fillah
DMZ | 23. Somebody Else
DMZ | 24. Membaik?
DMZ | 25. Again
DMZ | 26. Zaujati or Friend?
DMZ | 27. Aku ... Sakit
DMZ | 28. Kecewa?
DMZ | 29. Pergi?
DMZ | 30. Is This Happiness?
DMZ | 31. Anugerah
DMZ | 32. Kebahagaiaan atau Firasat?
DMZ | 33. Tentang Rasa
DMZ | 35. Don't Go, Please!
DMZ | 36. This Not Imagination, Dear
DMZ | 37. Why Him?
DMZ | 38. Not Fine
DMZ | 39. Dear, God and My Zaujati
HAI-!!
Pree Order REY & RERE
PO Dear, Zaujaty

DMZ | 34. Abous Us

2.9K 317 13
By dindanurokta


“Diba, liburan, yuk!” ajak Raka saat melihat sebuah tempat bagus di layar ponselnya.

Khayla mendelik, suaminya ini seperti tidak berpikir lagi saja jika mengajak.

“Kamu gak lihat perut aku buncit gini, hah?!” sarkas Khayla. Sontak jari lengan Raka berhenti di ponselnya seraya menatap wanita itu dengan cengirannya.

Usia kehamilan Khayla sudah menginjak 8 bulan. Artinya, tinggal menghitung hari mereka menjadi bunda dan ayah yang sebenarnya.

“Yaudah, nanti kalau udah keluar aja,” kekeh Raka.

Kebiasaan menghabiskan waktu di halaman belakang rumah mereka membuat Raka dan Khayla menjadikan tempat itu senyaman mungkin. Soal permasalahan Raka dan Andi, kedua lelaki itu sudah menyelesaikannya dengan cara dewasa. Lagi pun, Andi kini sudah menemukan perempuan lain yang menurutnya cocok.

“Gak sabar deh, yang!” ujar Raka seraya membelai perut buncit itu. Khayla tersenyum, ingin sekali ia merasakan kebahagiaan ini lebih lama. Namun, jangan lupakan masalah asmanya, Khayla sendiri tak bisa menerka takdir nyata.

“Kamu udah siapin nama?” tanya Khayla. Raka tersenyum penuh arti. Ini pertanyaan yang ia tunggu-tunggu.

“Gimana kalau aku buat nama kalau bayi kita laki-laki, terus kamu buat nama perempuannya?” Khayla mengangguk, ia juga sudah punya bayangan nama untuk anaknya.

Raka dan Khayla memilih tidak ingin tahu dulu tentang jenis kelamin anaknya saat USG. Karena, Raka ingin ini sebuah kejutan di hari kelahirannya kelak.

Raka menarik kepala Khayla untuk bersandar di bahunya seraya menikmati semilir angin yang berembus begitu menyayat.

“Kamu dulu, gih!” ucap Raka.

“Aku pengin nama Athirah Cahyanada Zaida. A dan Z aku ambil dari nama panggilan kita. Athirah itu artinya harum. Cahyanada itu gabungan dari Cahya yang artinya terampil dan Nada artinya embun. Kalau Zaida itu artinya beruntung. Jadi, aku harap kalau anak kita perempuan, dia akan harum dengan keterampilan dan keberuntungannya. Dan dia, akan menjadi embun yang bisa menyejukkan kita, Mas,” jelas Khayla membuat Raka tersenyum lebar.

“Masyaallah, nama yang bagus, sayang,” ucap Raka sesekali mengecup pelipis istrinya yang sedang mengelus perut buncitnya.

“Kalau nama dari kamu?” tanya Khayla.

“Dariku … Fadli Azada Alkahfi. Bagus, enggak?” kekeh Raka.

Khayla tersenyum. “Bagus banget! Fadli kan artinya kelebihan, Kahfi itu doa dari orang tua. Kalau Azada, kamu nemu di mana namanya, Mas?”

Raka terkekeh dengan perkataan terakhir Khayla. Ia mencubit gemas pipi Khayla yang sedikit gembul.

“Ya bikin-lah, masa nemu. Azada tuh paduan nama kita, dari Za—Zaidan, dan A awal dan Da terakhir itu kayak singkatan nama kamu, Adiba,” jelas Raka.

“Ih, lucu! Hahaha.”

Sore itu … seolah kebahagiaan ini tak akan berakhir. Seolah lupa, bahwa maut akan menjemput mereka kapan pun.

“AW!” pekik Khayla seraya memegangi perutnya membuat Raka tersentak.

“Astagfirullah! Kenapa, sayang?!”
Khayla menggenggam erat lengan Raka menyalurkan rasa sakitnya.

“Kram, Mas, tadi dia nendang.”

Diam-diam Raka tersenyum saat Khayla tak lagi malu ketika bayi di dalam rahim Khayla itu menendang. Beberapa hari lalu, Raka selalu memeluk perut itu dan merasakan tendangan dari sang janin. Namun, Khayla tidak pernah mau jujur ketika janin itu menendang.

“Yaudah, istirahat di kamar aja, ya? Aku gendong,” ujar Raka.

Khayla mebelalak. Apa katanya? Gendong? Bawa kelapa saja dulu Raka sempat menangis, bagaimana bisa ia menggendong wanita hamil? Raka memang pernah menggendong Khayla, tetapi dulu keadaannya masih hamil kecil dan sekarang … entahlah.

“Kamu gila?!” pekik Khayla, Raka menampar pelan bibirnya dengan isyarat perkataannya yang tak sopan.

“Gak sopan!” sarkas Raka sambil menatapnya tajam. Khayla bergumam sendiri meruntuki kesalahannya.

“Ya—ya … lagian, kamu kayak kuat aja gendong aku,” cicit Khayla.

“Aku 'kan gendut, berat lagi,” imbuhnya lagi.

“Jadi, kamu ngeremehin aku?” sarkas Raka. Tanpa menunggu lama, lelaki itu langsung menggendong Khayla ala briday stlye membuat Khayla refleks mengalungkan tangannya.

Raka menyungging senyum, baginya berat badan Khayla tidak seberat rindunya saat berpisah 12 tahun dengan Khayla dulu, eh.

“Mau digendong sampai ke mana sih, hm? Sampai nyangka aku gak kuat gendong kamu,” sarkas Raka.

“Ih! Kan takutnya, nanti aku malah dijatuhin,” kekeh Khayla.

“Yang ada aku jatuh duluan sebelum jatuhin kamu. Karena, aku gak rela lihat kamu terluka.”

Setelah itu Raka fokus ke jalanan menuju kamarnya. Khayla mengamati setiap inci wajah Raka. Dilihat dari dekat, lelaki itu sangat tampan, apa lagi dengan lesung pipi couple mereka. Alis yang sedikit botak, bola mata yang unik serta bulu mata yang lentik membuat Khayla bersyukur dalam hati atas karya Allah yang diperuntukkan untuknya.

“Kok aku baru sadar sih, kamu ganteng banget.” Deg. Perkataan Khayla membuat Raka menghentikan langkahnya. Ia melirik ke samping kirinya yang bertepatan langsung dengan wajah sang istri yang sedang mengukir senyum indah.

“Gemes, ih,” ucap Raka seraya menggesekkan rambutnya ke wajah Khayla.

“Ih! Bau rambutnya!” teriak Khayla membuat Raka terkekeh.

“Mana ada. Aku tuh keramas setiap hari. Wangi gini, orang kamu yang beliin samponya,” elaknya.

“Yaudah, ayo jalan! Ngapain berhenti di sini? Udah tahu aku berat.” Raka terkekeh. Ia mengecup sekali perut buncit yang tepat berada di depannya.

Aku harap kebahagiaan ini enggak pernah hilang, Mas,” batin Khayla ketika mengingat penyakitnya.

***

“Tiga minggu lagi, ya?” ucap Raka. Khayla tersenyum halus.

“Sabar ya, Ayah! Ayah kerja dulu yang benar buat aku dan BunA,” ucap Khayla menirukan suara anak kecil. Lengan Khayla yang mengelus perutnya membuat Raka tersentak.

“Ya Allah, Diba, AKU MAKIN GAK SABAR!!” teriak Raka.

Siang ini Khayla sedang berada di kafe milik Raka dan Andi untuk makan siang bersama dengan Raka atas permintaan Raka.

“Makan dulu, ya! Mau aku suapin?”

Tentu saja Raka mengangguk antusias. Ia mengesampingkan laporan tentang pengeluaran kafenya untuk menghabiskan waktu berdua dengan Khayla.

“Aaa ….” Seperti anak kecil, Raka membuka mulutnya guna menerima suapan dari Khayla.

“Nanti kalau udah punya anak, jangan manja!” ujar Khayla. Raka terkekeh.

“Iya, BunA sayang.”

Aku enggak ingin kehilangan kamu, Diba.”

Khayla menutup bekalnya saat Raka sudah selesai makan.

“Mata kamu suntuk banget kayaknya, tidur aja gih! Itu ada sofa,” ujar Khayla.

“Hm, iya tadinya memang mau tidur, tapi kamu datang, jadi temenin ya? Kamu di sini aja jangan ke mana-mana!” Khayla mengangguk.

***

“AW!” rintih Khayla.

“Mas … sa—sakit,” rintih Khayla seraya memegangi perut buncitnya.

Raka tersentak dengan cairan yang keluar hingga ke kaki Khayla. “Astagfirullah, Diba?! Kamu mau melahirkan?!” pekik Raka.

Namun, Khayla tak bisa menjawab karena menahan rintihan itu.

Air matanya semakin luruh deras, bersamaan dengan cengkraman tangannya pada Raka. Tanpa menunggu  lama, Raka langsung menggendong Khayla menuju rumah sakit terdekat.

Di perjalanan, Khayla tak henti-hentinya mengucap istigfar. Sedangkan Raka, keringat di dahinya mulai bercucuran saat melihat Khayla tengah berjuang memperjuangkan buah hatinya.

“Sakit, Mas,” lirih Khayla lagi. Raka tak bisa berbuat banyak, entah apa penyebabnya air matanya luruh tatkala mengingat penyakit Khayla.

Raka menghentikan mobilnya di depan rumah sakit, mengangkat sang istri menuju brankar di dekat ruang persalinan.

“Kuat, sayang! Kamu harus kuat!” ujar Raka seraya mengecup lengan kanan Khayla dengan brankar yang masih didorong oleh beberapa perawat.

“A—aku ta—takut, Mas,” ujar Khayla lemah.

Lagi, cairan bening di sudut mata Raka kembali mengalir deras. Melihat Khayla yang semakin lemah membuat ketakutan semakin menyeruak.

“Kamu gak boleh nyerah, sayang! Kamu harus bisa! Aku tahu kamu kuat, kamu pasti bisa menyelamatkan buah hati kita,” ujar Raka. Mata Khayla mulai terpejam menahan sesak, tetapi kalbunya tetap mengucap doa-doa yang diajarkan uminya.

Ya Allah, jika memang Khayla harus pergi setelah perjuangan ini, tolong jaga dia dan Mas Raka,” lirih Khayla dalam hati.

Membuka matanya, melihat ia sudah berada di ruang persalinan dengan Raka yang setia menemaninya. Dokter Ziva, Dokter yang tahu banyak tentang keluhan-keluhan Khayla selama kehamilan. Kini, Dokter itu yang akan membantunya untuk menyelamatkan sang buah hati.

“Khayla, kamu yakin kuat?” tanya Dokter Ziva memastikan. Khayla mengatur napasnya sejenak, ia tersenyum seraya mengangguk dengan air mata yang masih meluruh.

“Operasi aja, ya?” ucap Dokter Ziva, khawatir dengan kondisinya yang semakin memburuk.

“Bismillah, Khayla bisa kok, Dok.”

Pernyataan itu … membuat Raka semakin sesak.

“Diba …,” panggil Raka lirih. Khayla mengecup singkat lengan Raka yang setia menggenggam lengan kanannya.

“Serahkan semuanya pada Allah, Mas. Sekalipun aku operasi, kalau waktunya sudah tiba, ya … aku hanya bisa berserah diri.” Deg. Raka tak kuat dengan semua ini. Raganya seolah teremukkan oleh wanita kuat di hadapannya.

“Aw!” pekik Khayla membuat Dokter Ziva memeriksa pembukaannya.

“Pembukaannya sudah sempurna. Bismillah, serahkan semua pada Allah,” kata Dokter Ziva.

“Mba Khayla, kalau saya bilang mulai mengejan, mengejan yang kuat, ya!” ujar Dokter Ziva. Khayla menarik napas dalam seraya membaca doa sebisanya.

Bismillahirrahmanirrahim,” batinnya.

Lima belas menit sudah persalinan berjalan. Khayla mulai kehabisan napasnya. Lengannya semakin lemah menggenggam lengan Raka, tetapi air mata Raka semakin tumpah tatkala melihat perjuangan hebat ini.

Ya Allah, tolong selamatkan mereka … Raka janji akan selalu menjaga mereka Ya Rabb.”

Continue Reading

You'll Also Like

1.4K 265 41
๐‘จ๐’๐’‡๐’Š๐’”๐’š๐’‚ ๐’‡๐’‚๐’‰๐’“๐’Š๐’›๐’‚๐’•๐’–๐’ ๐’‚๐’Š๐’๐’Š ๐’‘๐’†๐’“๐’†๐’Ž๐’‘๐’–๐’‚๐’ ๐’ƒ๐’†๐’“๐’–๐’”๐’Š๐’‚ ๐Ÿ๐Ÿ• ๐’•๐’‚๐’‰๐’–๐’ ๐’š๐’‚๐’๐’ˆ ๐’‰๐’Š๐’…๐’–๐’‘๐’๐’š๐’‚ ๐’…๐’Š๐’‘๐’†๐’๐’–๐’‰๐’Š ๐’‘๐’†๐’๐’…๐’†...
128K 9.9K 35
ini cerita pertama maaf kalo jelek atau ngga nyambung SELAMAT MEMBACA SAYANG(โ โ‰งโ โ–ฝโ โ‰ฆโ )
2.8M 234K 55
[า“แดสŸสŸแดแดก แด…แดœสŸแดœ sแด‡ส™แด‡สŸแดœแด ส™แด€แด„แด€!] ส€แดแดแด€ษดแด„แด‡ - sแด˜ษชส€ษชแด›แดœแด€สŸ "Pak Haidar?" panggil salah satu siswi. Tanpa menoleh Haidar menjawab, "Kenapa?" "Saya pernah menden...
240K 13.5K 33
Spin off: Imam untuk Ara cover by pinterest follow dulu sebelum membaca.... ** Hari pernikahan adalah hari yang membahagiakan bagi orang banyak,namun...