*Ayam sori nih update lama wkwk. Di deskripsi juga ada tulisan jan nungguin gue update. Bukan nape gimane ye, kadang mood naik turun kek resleting baju. Maklum lebaran tiba, anak perempuan kayak gue gini selalu jadi utama dikeluarga. Iye tukang jaga oven manggang kue. Mane puasa disuruh jaga kue, teruji iman gue. Maklum kalo udah mandang kue, bawaannya pen ngunyah aja. Tapi ingat puasa, jadi nahan aja.
Oh iya kalo lepas lebaran jarang update. Jan heran yaw, tamatan SMA baru kayak gue ini pastinya nyari kerja dan kerja. Nggak kuliah? Istirahat belajar dulu, nganggur belajar dulu. Kalo otak udah siap, baru taluh kuliah. Bukan ape gimane, kalo kuliah online sama aja. Mending nunggu kuliah offline aja dah. Bacot kan gue, skip.
Auva menggendong baby Cia, membawa kedepan rumah saat Bianca dan perempuan lainnya sibuk didapur. Seperti malam ini yang Eyang inginkan adalah pisang goreng buatan Bianca yang katanya bisa menyogok malaikat maut.
Gadis itu tampak hangat sama anak kecil. Karena, memang Auva menyukai anak kecil. Saat Auva mengajaknya berbicara baby Cia tertawa dan mengeluarkan suara khas bayi.
Damares pun datang menghampiri Auva, mengelus kepala baby Cia dengan sayang.
"Jadi ke pasar malam?" tanya Damares pada Auva dan mengambil alih gendongan baby Cia.
"Jadi kok. Cuman Eyang masih ada perlu sama Rayya, nggak tau apa yang diomongin mereka didalam kamar."
Auva tentunya menaruh curiga pada Eyangnya sendiri. Bagaimana pun sangat sulit mempercayai Eyang. Pria tua itu memiliki seribu akal agar ia dan Damares segera menikah.
"Rayya malam ini tidur sama, Eyang?"
Auva memicingkan matanya. "Menurut lo?"
Damares tersenyum jahil. Mendekat ke Auva. "Bisakan lanjutin ciuman tadi pagi," goda Damares menaik turunkan alisnya.
Auva termenung. Mencerna apa yang Damares katakan tadi. Ciuman? Ciuman apa?
Lama Auva berpikir. Sontak matanya membulat sempurna saat keingat kejadian tadi pagi. Menutup mulutnya dengan telapak tangan, menatap Damares horor..
OMG!! FIRST KISS AUVAAA..
Kenapa ia bisa lama loading gini sih.
"Damares, balikin first kiss gue!" bentak Auva memukul Damares kasar. Berusaha menghindar dari pukulan Auva karena baby Cia yang berada digendongannya.
"Ada Cia, Va awww."
Auva berhenti memukul Damares. Mencebikkan bibirnya lucu, membuat Damares gemas sendiri dengan mimik wajah gadis itu.
Kenapa ia bisa-bisanya nyadar telat sih. First kiss buat suami masa depannya malah diambil sama bunglon abal-abalan ini.
"Jangan manyun," ucap Damares.
"Ciuman buat suami gue nanti!"
"Gue yang bakal jadi suami lo nanti! Ujung-ujungnya gue juga yang ngambil ciuman lo!"
"Ck, pede!" decak Auva masih mencebikkan bibirnya.
Damares tersenyum dan membawa Auva kedalam pelukannya. Gadis ini sangat lucu sekali.
"Noh, baby Cia jadi saksinya kan?" ujar Damares disambut ocehan dari baby Cia. Mengusap lengan Auva saat gadis itu menekuk wajahnya.
Sialan Damares! Baper gue!
🐈
Damares dan Ranayya sudah nangkring di atas motor scoopy bewarna merah maron milik Paman Adi.
Ranayya berdecak pelan. "Begitulah, Mama. Kalo udah dandan lama banget, Pa," keluh Ranayya.
"Itu, Mama," tunjuk Damares saat melihat Auva keluar.
Mereka sudah berpamitan pada orang rumah untuk pergi ke pasar malam. Melajukan motornya di udara pedesaan yang sejuk ini.
Perjalanan lumayan jauh dan mereka sampai di pasar malam. Saking tak sabarnya, Ranayya segera turun dan melihat begitu banyak permainan dan makanan disini.
"Jangan kemana mana!" tegur Auva pada Ranayya.
Menggandeng tangan Ranayya masuk kedalam pasar malam itu. Tempatnya memang indah dan ramai juga kebetulan malam minggu para anak muda beradu mesra.
"Mau nyoba main itu!" Ranayya menunjuk becak kecil saat melihat orang memainnya.
Damares pun memesan satu becak. Mengayuh dan membiarkan Auva dan Ranayya yang menjadi pelanggan utama.
Berkeliling pasar malam menggunakan becak yang kecil ini. Tidak terlalu kecil dan tidak terlalu besar juga.
"Mama suka nggak sama tempatnya?" tanya Ranayya antusias.
"Suka kok. Emang kenapa?"
"Kalo Mama suka. Rayya lebih suka lagi, 'kan Mama harus bisa senyum terus. Sekarang udah ada, Papa. Semuanya akan baik aja kata Eyang."
Auva menoleh kebelakang, lebih tepatnya menatap Damares sebentar. Kemudian ia menatap Ranayya.
Auva tersenyum.
Tak bisa berkata apa apa.
Mengingat masalah yang menimpanya, tak yakin itu akan berakhir mulus begitu saja. Apalagi Damares dan Indri pernah menjalin kasih.
🐈
Datang ke pasar malam bukan malah membuat Auva senang. Ia malah kepikiran dengan ucapan anaknya.
Ranayya masuk kedalam kamar membawa boneka dalam gendongannya.
"Mana, Papa?" matanya menyusuri kamar itu dan naik ke atas kasur.
"Di dapur."
"Papaaa! Rayya tidur disini."
Damares menutup pintu kamarnya dan duduk ditepi ranjang. Sekarang mana bisa Auva menolak untuk Damares tidur disofa.
Sedangkan lelaki itu malah tersenyum puas.
"Rayya tidur disini?" ujar Damares dan membantu anaknya berbaring.
"Iya, tidur sama Mama Papa disini."
Auva pun ikut berbaring disusul Damares yang kini memilih tidur seperti biasa, bertelanjang dada, sudah kebiasaan Damares seperti ini. Memeluk anaknya yang sudah mengantuk sedari tadi.
"Jaga batas!" tegas Auva berkata tanpa suara hanya gerakan mulut saja.
Mengedikkan bahunya acuh saja dan malah mendekat ke Ranayya. Mengikis jarak diantara mereka.
"Papa kenapa tidur nggak pakai baju, nggak dingin? Uncle Raka juga suka tidur ngga pakai baju," terang Ranayya menatap Damares.
"Kalo sudah kebiasaan ya mau gimana lagi," jawab Damares sekena nya saja.
"Dam!" tegur Auva saat lelaki itu dengan sengaja memeluk Ranayya.
Laki-laki ini benar benar bikin Auva darah tinggi saja. Bagaimana tidak, disaat ada Ranayya kesempatan bagi Damares membuat Auva kesal.
🐈
Jam empat subuh Ranayya sudah bangun disaat kedua orangtuanya masih terlelap tidur, ditemani lampu tidur yang redup.
Dengan keadaan yang sedang menguap. Ranayya malah berpindah tidur di dekat Damares, menggoyangkan lengan Papanya.
"Pa, udah pagi," seru Ranayya membangunkan Papanya.
Usaha Ranayya membuahkan hasil biarpun lama. Damares bangun, pemandangan yang pertama ia lihat adalah wajah tenang Auva saat tidur. Melihat jam dinakas masih sangat pagi sekali.
"Kenapa bangun awal?"
"Nggak tau, biasanya jam segini Rayya masih bobo. Tapi, sekarang udah bangun."
Gadis kecil itu mendudukkan dirinya. Usapan lembut di pipi Auva membuat tidurnya terusik dan membuka matanya. Ternyata usapan itu dari, Damares.
Melihat Ranayya yang sudah bangun. Auva menyadari jika tidur lelaki itu terganggu. Tidak punya status apa-apa tapi bisa tidur seranjang.
"Apalagi, Rayya?" Auva langsung bertanya pada anaknya.
"Mau minum," pintanya dengan sebuah senyuman pagi.
"Yuk sama, Papa," ajak Damares dan meraih baju kaosnya.
Setelah memakai baju kaosnya. Ia pun menggendong Ranayya membawa keluar kamar menuju dapur. Auva memilih memejamkan matanya sejenak, beginilah jika punya anak kecil, jam tidur pasti akan terganggu.
"Uncle Raka," sapa Ranayya saat melihat Raka didapur.
"Hm, bangun awal hari ini. Udah nggak sabar mau pulang ke jakarta?" goda Raka pada Ranayya yang berada di gendongan Damares.
"Matanya udah nggak mau tidur lagi. Rayya haus."
Menurunkan Ranayya dan membiarkan gadis kecil itu mengambil air dingin didalam kulkas. Biarpun Damares melarang, Ranayya tetap ingin air dingin didalam kulkas.
Keadaan rumah pun gelap hanya ada lampu tidur yang redup disetiap ruangan membuat suasana remang-remang.
"Rayya ke kamar duluan, Uncle," pamitnya memotong pembicaraan Damares dan Raka, pembicaraan itu tidak penting hanya membahas masalah kehidupan.
Mengajak anaknya kembali masuk kedalam kamar dan mendapati Auva yang kembali terlelap.
Ia masih mengantuk dan Damares tak tega membangunkannya lagi. Memilih menyalakan televisi yang menayangkan film kartun.
"Udah minumnya?" Damares menoleh ketika mendengar suara serak khas bangun tidur dari Auva.
"Udah, ada Uncle Raka didapur lagi ngopi pagi pagi."
"Peluk dulu dong." Auva merentangkan tangannya. Mendapatkan pelukan dari Ranayya tak lupa kecupan lembut juga. Rutinitas pagi ibu dan anak itu sebelum beraktivitas biasanya.
"Papa nggak mau cium pipi Mama kayak Rayya?"
Sontak mereka saling pandang pada Ranayya. Auva salah lagi, seharusnya ia tak meminta rutinitas pagi pada Ranayya didepan Damares.
"Ayo cium pipi Mama, Pa."
Ranayya menarik tangan Damares agar Papanya mau mencium Auva. Ciuman lembut pada bibir itu masih terngiang di Auva.
Apalagi saat merasakan benda kenyal mendarat mulus di pipinya hanya beberapa detik saja.
"Nah gitu dong. Nanti setiap bangun pagi Papa bakalan cium pipi Mama lagi 'kan?"
Damares mengangguk cepat. Dan malah mendapat hadiah cubitan keras di lengannya oleh pelaku yang menatapnya tajam.
"KDRT banget sih, Va," sungut Damares mengusap lengannya, membiarkan Ranayya menikmati kartun paginya.
"Ngapain lo ngangguk!"
"Ngangguk doang salah?"
Auva mengusap wajahnya kasar. Damares pun mendekat, memperhatikan wajah Auva dari dekat, menyingkirkan anak rambut gadis itu yang menghalangi wajahnya.
Seketika mata mereka bertemu dengan intens. Tanpa mereka sadari, ada yang berdesir didalam hati mereka. Entah itu cinta atau yang lainnya.
"Good morning," ucap Damares tersenyum tipis pada Auva.
"Halah sok manis!" bukannya menjawab, Auva malah mencibir Damares mengusap wajah lelaki itu kasar.
"Dimanisin salah, dikasarin salah, didiemin salah. Lelaki memang salah!"
"Lelaki ngga salah, cuman lo yang salah!"
Damares berbaring diatas perut Auva. Tak ada perlawanan dari gadis itu saat melihat anaknya berbaring dilengan Damares. Menikmati tayangan televisi layaknya keluarga yang harmonis.
Sesekali Auva menyentil hidung mancung Damares yang selalu berbicara ngawur, lelaki aneh ini tak cocok di cap bringas, cocoknya di cap lelaki gila.
-JAGA JARAK KEMATIAN-
Ada yang nanya kan, apa arti "jaga jarak kematian." itu adalah slogan milik geng motor neriozator punya Damares.
SEE YOU