Harmony ; family relationship

By cherriessade

38.2K 3K 330

(COMPLETED) [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Bukan cerita tentang kisah percintaan atau penghianatan, bukan juga mi... More

prolog
one
two
three
four
five
six
seven
eight
nine
ten
eleven
twelve
thirteen
fourteen
fifteen
sixteen
seventeen
eighteen
nineteen
twenty
twenty one
twenty two
twenty three
twenty five
twenty six
twenty seven
twenty eight
twenty nine
thirty
thirty one
thirty two
thirty three
thirty four
thirty five
thirty six
thirty seven
thirty eight
thirty nine
fourty
fourty one
fourty two (END)
Promote

twenty four

495 49 4
By cherriessade

Happy reading

ALINZA tidak dapat menahan senyumnya, ingatannya tak bisa berhenti melupakan momment itu. Momment dimana Elvano mengecup pipinya. Pikirannya terus berkelana pada kejadian tiga hari yang lalu.

Alin sibuk memandang keindahan laut dihadapannya sampai-sampai tak sadar pramusaji telah menyajikan makanan yang mereka pesan sebelumnya. Begitupula Elvano, jika Alin sibuk menatap pantai, maka lelaki itu sibuk menatap Alin.

" So beautifull"  Ujar Elvano tanpa sadar membuat perhatian Alin dari laut teralihkan.

Ia menatap Elvano dengan tatapan biasa, Alinza tidak tahu harus senang atau justru tidak. Yang jelas saat itu jantungnya berdebar kencang.

Suara ketukan pintu membuat lamunannya menjadi buyar. Alin berjalan menuju pintu depan dan mendapati Alexa dan Gavin berdiri diluar sana.

"Kalian kenapa? Masuk dulu deh " Alin mempersilahkan.

Begitu aneh sebenarnya melihat Gavin dengan Alexa malam ini. Lelaki itu tampak merangkul Alexa sementara Alexa dengan mata sembab yang menggunakan jaket Gavin sebagai luarannya. Tunggu dulu, ada apa ini?

Alexa langsung memeluk Alinza, menumpahkan tangisannya disana sementara Alin langsung menenangkannya meski tak tahu apa masalahnya.

" What wrong? Why you cry?" Namun, Alexa sama sekali tidak menjawab pertanyaan Alin. Dia malah semakin terisak.

Alinza mengusap punggung Alexa, "Ke kamar gue aja dulu, gimana? Istirahat disana aja, ya?"

Alexa menolak.

"Yaudah, nggak papa, udah ada gue. Lo bisa tenang sekarang." Alin mengelus punggung Alexa yang masih sedikit terisak sedangkan Gavin sejak tadi memperhatikan mereka. Tampaknya lelaki itu terlihat khawatir dengan Alexa.

"Tapi sebelumnya, apa gue boleh tau masalahnya?" Tanya Alin serius.

Rahang Gavin tampak mengeras, "Temen lo hampir dilecehin pacarnya sendiri"

Alin membelalak. Segera dia menoleh ke Alexa, "Lex, lo bisa jelasin itu?"

Meski masih tersedu-sedu, tidak urung Alexa menceritakan semuanya. Mulai dari Robin yang berselingkuh darinya. Selingkuhan Robin mengiriminya pesan berisi permintaan maaf dan memberitahu bahwa dia merasa bersalah dan dia juga telah memutuskan Robin.

Karena terlanjur kecewa, Alexa memutuskan pergi kerumah Robin untuk mengakhiri hubungan mereka. Namun sesampai dirumah Robin, Robin malah membentaknya dan menuduh Alexa sebagai dalang dibalik putusnya hubungan Robin dan selingkuhannya.

Jika dipikir-pikir tidakkah terbalik? Harusnya Alexa lah yang berhak marah bukan Robin.

Karena merasa hancur, sekaligus rasa benci tumbuh pada Alexa, Robin melakukan hal yang tidak senonoh bahkan hampir memperkosanya jika saja Gavin telat datang pada saat itu.

Mendengar itu, tentu saja Alin marah. Tetapi dia penasaran bagaimana Gavin bisa tahu posisi Alexa dan mengetahui gadis itu sedang terancam.

"Sebenernya gue nggak sengaja liat mobil Alexa, jadi gue ikutin. Bukan stalker ya, gue cuma gabut." Lelaki itu menjelaskan, padahal yang sebenarnya dia memang sengaja menguntit Alexa, hanya saja terlalu gengsi untuk mengakui.

"Terus gue liat, dia berhenti didepan rumah orang. Gue juga ikut keluar dari mobil dan nggak sengaja denger suara barang-barang pecah dari rumah itu. Saat itu, gue belum tahu kalau itu rumah Robin. Gue tungguin, Alexa nggak keluar-keluar. Firasat gue nggak enak, gue terobos aja masuk kerumahnya si babi. Udah, gitu doang."

Satu hal yang tidak Gavin ceritakan bahwa dia menghajar Robin membabi buta, membantainya seakan Robin adalah makhluk paling menjijikan didunia.

Dan dia melakukan itu untuk seorang gadis. Gadis yang baru saja dia selamatkan masa depannya.

***

Keesokannya, disekolah, Agatha yang baru datang mempertanyakan kehadiran Alexa. Karena biasanya, gadis itu datang lebih dulu dibanding dirinya.

Alin akhirnya memberitahu teman-temannya. Adara ikut fokus begitu Alin menceritakannya, padahal dirinya sendiri sedang tidak baik-baik saja karena masalahnya dengan Reon.

"Eh, Dar! Lo mau ngapain?" Agatha menahan pergelangan tangannya ketika Adara beranjak dari duduknya.

"Mau nyamperin si brengsek itu."

"Lo jangan gila, Dar!"

"Dia yang gila! Lo tau sendiri sesayang apa Alexa sama dia. Dan dengan nggak tahu dirinya, dia tega ngelakuin itu sama Alexa. Coba lo pikirin, temen mana yang terima temennya digituin!"

"Kita semua marah, bukan cuma lo doang. Alexa nggak pantes dapetin perlakuan kayak gitu, tapi lo juga mikir, kalo lo ngelabrak Robin memangnya lo bakal bilang apa? Bakal bilang kalo Alexa dilecehin didepan orang ramai, lo yakin? Setelah orang-orang denger omongan lo, mereka akan ngeliat Alexa dengan pandangan yang berbeda. Entah itu pandangan kasihan, jijik, atau justru lainnya. Sekarang lo masih mau ngelabrak Robin?" Ujar Alinza dengan suara dinginnya.

Adara terdiam bahkan terduduk kembali ditempatnya. Mengusap wajahnya frustasi.

"Lo tenang aja, Alexa baik-baik aja. Dia hanya terlalu shock, masih butuh istirahat. Kalo semisalnya dia udah balik sekolah, kalian jangan terlalu buat skinship sama dia. Kayaknya dia masih trauma."

***

Senyum lebar Daren tidak memudar sejak tadi, sampai kendaraannya terparkir sempurna didepan rumahnya pun, senyumnya masih tetap bertahan.

Dia mengitari mobilnya, membukakan pintu untuk tuan puterinya lalu membungkukan badan berlagak hormat.

"Apaan sih kok kayak gitu?" Zila tersenyum malu-malu.

"Nggak papa, biar keren aja." Daren nyengir.

"Ayo, gue pengen kenalin lo sama Mommy gue." Daren menggandeng lengan Zila, membawanya masuk kedalam rumahnya. Saat ini status mereka sudah resmi berpacaran setelah melewati tahap pdkt dengan jangka waktu yang lama.

"Mommy!"

"Mom! Dimana?" Teriaknya. Sedangkan Zila menganggumi rumah Daren yang begitu mewah. Zila juga termasuk orang kaya, namun rumahnya masih kalah jauh dibanding rumah Daren.

Zila baru tahu bahwa keluarga Daren memang sekaya itu. Apalagi melihat dua rumah yang sama mewahnya disebelah rumah Daren, dan terkejut saat Daren memberitahu bahwa itu rumah Gavin—kakak kelasnya—dan juga rumah Beltran. Namun dilihat dan diteliti, sepertinya rumah Beltran sedikit lebih megah. Tidak, dia tidak akan lari ke Beltran meski rumahnya sedikit lebih besar. Zila bukan tipe cewek matre, jadi tenang saja.

"MOMMY!" Pekik Daren, memanggil Mommy.

"Iya, Mommy diruang makan!" Michelle baru menyahut setelah Daren berteriak ketiga kalinya.

"Kayaknya nyokap gue habis masak deh, makan dulu yuk."

Zila mengeratkan pegangannya pada Daren, dia merasa kurang percaya diri, maybe.

"Lo kenapa?"

"Aku takut ketemu Mama kamu." Bisiknya.

Daren tersenyum. Zila sungguh menggemaskan. "Santai aja, Mommy gue nggak gigit kok."

"Yuk!" Dia menggenggam tangan Zila, membawanya menuju ruang makan.

Sesampai disana, langkah Daren memelan, wajahnya berubah total saat melihat kehadiran seseorang yang sudah lama tidak dia jumpai.

Beralih menatap Mommynya. "Mom, kok ada dia, sih?"

"Daren..." Amely menyeru namanya pelan. Pandangannya jatuh pada perempuan yang berdiri disamping Daren.

"Kok kamu gitu, sih? Dia kan man—eh, kan kalian nggak pernah putus ya. Artinya masih pacaran kan, ya?" Michelle tersenyum penuh harap.

Amely hanya tersenyum menanggapi sedangkan Daren menunjukan raut ketidaksukaan yang kentara. Jangan tanyakan bagaimana reaksi Zila, dia rasanya ingin pulang. Hatinya mencelos tiba-tiba.

"Mommy!" Seru Daren memperingati.

Michelle tidak peka, dia melihat Zila dan langsung melebarkan senyumnya kembali. "Eh, maaf, Mommy nggak tau kamu bawa temen. Maaf ya, nak, tante kurang merhatiin."

Michelle benar-benar tidak enak, sementara Zila hanya tersenyum kecut. Teman, yah.

Daren membuka mulut, "Mom, sebenarnya dia pac—"

"Ma, Amely lapar. Amely rindu masakan mama. " Potong Amely membuat Daren mendelik kearahnya.

Zila mengernyit. Mama? Perempuan itu memanggil Mommy Daren dengan panggilan Mama. Tidak tahu mengapa, Zila merasakan sedikit kekecewaan dihatinya. Melihat perempuan itu membuatnya semakin insecure atas penampilannya. Apalagi perempuan cantik itu sepertinya datang dari luar negeri, namun lumayan fasih berbicara bahasa indonesia.

"Oh iya, Mama hampir lupa. Kebetulan Daren udah pulang dan kebetulan juga ada temannya, yaudah ayo makan siang sama-sama." Michelle tersenyum mengajak Zila bergabung dan mengatakan tidak usah sungkan dan malu.

Amely memandang Zila dengan raut wajah tak suka, namun dia merasa menang karena telah berhasil merebut perhatian Michelle.

"Ini kamu makan yang banyak, ya. Katanya kangen masakan Mama. Di Belanda kan jarang-jarang nyobain masakan indo" Michelle menambahkan beberapa lauk dipiring Amely.

"Kangen itu sama seperti rindu ya?" Tanya Amely benar-benar kurang tahu.

"Iya. Bahasa kamu semakin baik ya dari yang kemarin-kemarin."

Amely tertawa sopan.

Daren merasa tak enak dengan Zila, padahal niatnya ingin mengenalkan Zila sebagai pacarnya.

"Dimana Daishy? Amely tidak melihatnya hari ini?"

"Oh, dia lagi diajak jalan sama sepupunya Gaisa dan Beltran."

Sepanjang makan siang, Mommy hanya berbincang dan tertawa riang bersama Amely. Setiap Mommynya ingin berbicara kepada Zila, Amely selalu memotong dan membuka pembicaraan hingga melupakan keberadaan Zila disana.

Setelah selesai makan siang, Amely pamit pulang.

"Nak, kamu anterin Amely gih sana. Kasian dia udah lama nggak kesini pasti lupa jalan kalo naik taksi."

"Nggak mau, kalo dia bisa kesini sendirian, ya pulangnya juga sendirian."

Amely tersenyum. "Tidak apa-apa. Amely bisa sendiri, lagipula Alice menghubungiku untuk singgah sebentar ke supermarket, Amely ingin belanja bulanan. Kayaknya kita bakal netap lumayan lama disini."

"Oh, bagus deh. Btw kakak kamu udah lancar bahasa indonesianya?"

"Iya, udah lancar. Tapi Alice masih belum bisa make bahasa non-baku. Ngertinya cuma bahasa formal dan baku doang, kalau Amely kan sudah paham dikit-dikit bahasa non-baku, cuma masih susah aja bicaranya." Amely tertawa pelan.

"Baguslah."

"Kalau begitu, Amely pulang ya, Ma."

"Iya, sayang. Hati-hati, kamu yakin kan nggak akan tersesat?"

"Ingatan Amely cukup kuat kok, Ma. Aku pergi dulu ya! " Amely melambaikan tangan, sempat tersenyum kecil pada Daren sementara Daren berdecih.

Setelah kepergian Amely, Zila juga pamit pulang.

"Maaf, siapa nama kamu tadi? Tante lupa."

Zila tersenyum sopan. "Zila, Tante."

"Ah, iya. Zila, maafin Tante ya cuekin kamu. Tante nggak ada niat begitu sebenernya, tapi soalnya tadi lagi kangen-kangenan sama pacarnya Daren. Daren ada cerita tentang pacarnya itu nggak sama kamu? Ada ya, kayaknya."

Daren menghela nafas, agaknya Mommy masih belum peka. "Mom.."

Daren beralih ke Zila. "Ayo, gue anterin pulang."

"Nggak usah, nggak papa kok, Dar. Aku naik taksi aja."

"Kenapa nggak dianter Daren aja pulangnya? Kan temennya." Ucap Michelle bingung.

"Nggak papa, Tan. Takutnya pacarnya yang tadi marah." Zila tersenyum tipis.

"Zila.." Daren memandangnya sulit diartikan.

"Kamu tenang aja, Amely nggak kayak gitu kok." Michelle mengulas senyum.

Zila hanya tersenyum, "Kalau gitu, aku pulang duluan ya, Tan, Dar. Aku udah terlanjur pesan ojek online soalnya."

Sepeninggalan Zila, Daren mengusap wajahnya kasar. Melihat Mommy yang masih tidak tahu apa-apa.

"Mommy kenapa sih?"

"Lha, kenapa apanya?"

"Kok lebih perhatian sama Amely dibanding Zila?"

"Ya, makanya Mommy nggak enak sama temen kamu. Abisnya Mommy juga kangen banget sama pacarmu, udah lama nggak ketemu."

"Amely bukan pacar Daren lagi, Mom, dan Zila bukan temen Daren!" Daren hampir frustasi berbicara pada Mommy, padahal Mommy bukan orang yang lemot dan biasanya cenderung peka.

"Maksud kamu? Jangan bilang..." Michelle menolak percaya apa yang ada dipikirannya.

"Zila pacarnya Daren, Mom!"

"Kamu...kenapa nggak bilang daritadi?" Michelle benar-benar merasa tidak enak pada Zila.

Daren memijit pangkal hidungnya, lalu masuk kedalam.

***

TBC

Eid mubarak!
Mohon maaf lahir batin ya, selamat hari raya idul fitri bagi yang merayakan❤

Published May 12th, 2021. (Malam takbiran)

Continue Reading

You'll Also Like

41.1K 1.6K 23
Abela Clarisa putri, gadis culun dengan sifat pendiam, yang terpaksa menikah dengan seorang pria populer di sekolah nya demi membayar biaya rumah sak...
312K 8.9K 50
21 January 2019 Zanna kinara harahap, yang biasa di panggil Kinara adalah adalah cewek tomboy yang pinter di bidang akademik maupun non akademik. Cew...
703K 55.6K 57
[FOLLOW AKUN AUTHOR TERLEBIH DAHULU!!!!!!!!] __________________________________________ menceritakan tentang Avraga Cavero Bagaskara, lelaki tampan d...
1.5M 124K 158
"You do not speak English?" (Kamu tidak bisa bahasa Inggris?) Tanya pria bule itu. "Ini dia bilang apa lagi??" Batin Ruby. "I...i...i...love you" uca...