Waiting for You || Hyouka (Or...

By Mizuraaaa

49.8K 7.6K 3.6K

Menjadi pengagum rahasia itu sulit, bukan? Haha, sialnya aku harus merasakan hal itu setiap hari. Tapi aku me... More

Note
END
(A/N)
Author's Side
(Y/n)'s Side (bagian 1)
(Y/n)'s Side (bagian 2)
(Y/n)'s Side (bagian 3)
Oreki's Side (bagian 1)
Oreki's Side (bagian 2)
Oreki's Side (bagian 3)
Fukube's Side (bagian 1)
Fukube's Side (bagian 2)
Fukube's Side (bagian 3)
Waiting for You
After All
After All (2)
After All (last)
Credit Story + Promotion

1.5K 282 108
By Mizuraaaa

"Oi, Aya!"

"Jangan teriak teriak bisa, kan?!"

Kazumi Aya, harus merelakan sosis gurita buatan ibunya jatuh karena panggilan dari temannya yang membuat ia kaget, temannya yang satu ini memang menyebalkan.

"Yee, jangan marah marah dong!" temannya itu menghampiri dan duduk di kursi dekat tempat duduk Kazumi. "Eh, kau tau tidak? Tadi ada ribut ribut loh."

Kazumi melirik dengan ketus, kembali mengalihkan perhatiannya pada nasi berbentuk panda yang terlihat imut. "Mika, istirahat baru saja di mulai, bisakah kau tunda acara gibah mu itu?"

Mika, selaku teman tak beradab Kazumi memutar bola matanya malas. "Ck, ini bukan gibah, ini penting!"

Kazumi menghela nafas lelah, kemudian menatap temannya dengan tak ikhlas. "Katakan."

"Tadi pagi, saat jam pelajaran kedua, kouhai kesayanganmu tenggelam di kolam sekolah!"

Prakk

Sumpit yang dipakai Kazumi jatuh bersamaan dengan sosisnya, matanya berkedip beberapa kali merasa bingung dengan perkataan Mika. Kepalanya terangkat, iris emasnya memberikan tatapan menuntut pada lawan bicara. "Kouhai kesayangan? Shimizu-san?"

Mika mengangguk antusias dengan cepat, senang karena Kazumi sangat cepat tanggap akan apa yang ingin ia bicarakan. "Benar!"

Kazumi menyandarkan tubuhnya pada kursi, berfikir sejenak sebelum akhirnya memutuskan bertanya pada diri sendiri, "Kemarin dia bilang tak akan ikut praktek, kenapa dia bisa ada di sana?"

Lawan bicaranya tentu dapat mendengar hal itu, Mika menggeleng sembari mengangkat kedua bahunya acuh. "Aku tidak tau. Yang membuat heboh adalah, ekspresi nya setelah diselamatkan."

"Memangnya apa yang terjadi?" Kazumi mengangkat sebelah alisnya. Ia membenarkan posisi duduknya menjadi tegak, merasa obrolan ini semakin menarik perhatiannya.

Mika menaruh telunjuknya pada dagu dan menatap ke atas langit langit ruang kelas. "Emm, berdasarkan apa yang aku dengar, orang orang bilang Shimizu berteriak histeris seperti takut akan suatu hal. Dia juga terlihat kesakitan dan sangat kacau."

Tatapan Mika kembali pada teman dihadapannya. "Nah, Aya, kau pasti tau apa yang terjadi, kan? Kalian sangat dekat."

Dengan raut wajah menyesal sekaligus bingung, Kazumi menggeleng lesu. "Aku tidak tau, yang ku tau Shimizu-san hanya tidak bisa berenang."

"Tapi kalau hanya tidak bisa berenang tidak akan se histeris itu. Dan orang orang bilang Shimizu terus terusan memanggil nama Fukube."

Manik emasnya menatap tangan Mika yang dengan tidak sopan nya mengambil sosis terakhir miliknya, ia hanya mampu menghela nafas dan memilih mengakhiri pembicaraan.

"Entahlah, biar nanti aku bertanya pada Kei."

.
.
.

"Chitanda."

Di gerbang masuk sekolah, gadis itu nampak berdiri seperti sedang menunggu seseorang. Dengan dua tas yang ia bawa, Chitanda langsung tersenyum senang saat melihat Oreki sudah keluar dari kelas.

"Oreki!"

Oreki memutar bola mata nya malas, ia hendak melangkah dan melewati Chitanda seakan tidak melihatnya sama sekali, tapi nampaknya Chitanda tidak ingin menyerah.

"Oreki! Ayo pulang bersama!"

Oreki menatap Chitanda dari atas kepala hingga ujung kaki, semangat yang selalu ditunjukkannya seperti tidak pernah luntur, bahkan setelah temannya terkena musibah akibat Chitanda sendiri.

"Tidak, terimakasih. Kita bisa pulang sendiri sendiri."

Pria itu langsung melangkahkan kakinya, tapi harus terhenti karena pergelangan tangannya digenggam oleh Chitanda. "Oreki, apa kau masih marah?"

"Marah?" Oreki membalikkan badannya, menghadap Chitanda yang lebih pendek sedikit darinya. "Apa perlu dibicarakan lagi? Candaan mu tidak lucu, Shimizu-san bisa dalam bahaya!"

Chitanda menunduk lesu, jari jarinya mengepal erat entah sebab apa. "Bukan begitu, itu sungguh kecelakaan."

"Kecelakaan? Haha." Oreki tertawa, tapi terdengar menusuk bagi Chitanda yang menjadi objek kebenciannya. "Bagaimana bisa itu jadi kecelakaan? Bukankah kau yang memaksanya padahal kau tau dia tidak bisa berenang?"

Hening, tak ada balasan atau jawaban atas pertanyaannya. Chitanda tak sanggup mengangkat kepalanya, merasa menyesal juga takut akan ekspresi Oreki yang tidak seperti biasanya.

"Oh? Atau kau ingin balas dendam atas kejadian saat itu? Saat Shimizu-san mencekik mu hingga kehabisan nafas, kau ingin melakukan hal yang sama juga?!"

Chitanda mengangkat kepalanya dengan cepat, merasa kaget dengan pernyataan Oreki. "Tidak! Tidak mungkin aku melakukan itu! Aku benar benar tidak sengaja melakukannya! Tolong percaya padaku!"

Chitanda menjelaskan sembari merapatkan tubuhnya pada Oreki, berusaha meyakinkan temannya yang nampak tidak peduli barang sedikitpun.

Oreki melirik ke bawah, menyadari 2 tas yang dibawa oleh Chitanda. "Kenapa kau membawa dua tas?"

Gadis itu ikut melirik ke bawah, mengangkat sebelah tas dan menjawab, "Ini milik Shimizu-san."

Srettt

Oreki merampas tas tersebut, menunjukkannya pada Chitanda sembari berkata, "Aku yang akan membawanya."

"Oreki!"

Oreki langsung pergi tanpa mendengar kelanjutan ucapan Chitanda. Ia benar-benar tak peduli dan hanya ingin langsung pulang.

Dan merenungi apa yang sudah terjadi.

.
.
.
.

Fukube datang ke sekolah dengan ekspresi yang tidak biasa, wajahnya tertekuk dan terlihat tidak bersemangat sama sekali. Perhatiannya entah tertuju pada apa, kakinya melangkah berdasarkan ingatan yang sudah di luar kepala.

"Satoshi!"

Fukube menghentikan langkahnya, menoleh dengan rasa enggan hingga akhirnya berbalik sepenuhnya setelah tau siapa yang memanggilnya. "Ada apa?"

Oreki menghampiri sahabatnya dengan langkah cepat, ia memperhatikan Fukube yang tampak lesu dan lemas. "Kau kelihatan tidak sehat."

Gelengan pelan diberikan. "Tidak, aku baik."

Keduanya terdiam dalam waktu yang cukup lama dalam posisi saling berhadapan. Masing masing kepala tertunduk oleh alasan tertentu, termasuk kepala yang memikirkan suatu hal berbeda.

"Padahal aku mengenalkan (Y/n)-chan padamu agar orang yang menjaga nya bisa bertambah. Ternyata percuma saja."

Oreki tidak tuli, pendengarannya cukup bagus untuk mendengar ucapan teman SMP nya yang hanya berjarak beberapa centimeter dari tempat ia berdiri sekarang ini.

"Aku tau."

Suaranya kental akan penyesalan, dengan kedua tangan yang tersembunyi dibalik saku, Oreki melanjutkan perkataannya, "Ini memang salahku, seharusnya aku bisa mencegah Chitanda berbuat seenaknya."

Kepalan tangannya mengerat, Fukube tanpa sadar mulai mengatakan sesuatu yang tak ingin ia katakan.

"Padahal aku sudah percaya padamu. Seharusnya aku tau dari awal orang sepertimu tidak akan serius untuk menjaga amanat dari seseorang. Aku tau aku membebani orang pemalas sepertimu sesuatu yang merepotkan, tapi seharusnya kau bisa mencegah hal ini terjadi. Aku sudah mengatakan bahwa—"

Fukube memutus ucapannya dengan sendirinya, ia menelan ludahnya sendiri dan memutuskan membuang nafas kasar. "Sudahlah, lupakan. Apa ada yang ingin kau bicarakan lagi?"

Oreki mengangkat kepalanya, sempat menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri hingga akhirnya buka suara. "Aku pikir karena kejadian yang menimpa Shimizu-san kemarin, kau akan datang bersama dengannya ke sekolah."

"Tidak, memang kenapa?"

Lagi lagi pemilik netra hijau itu menunduk, ia melirik dan mengangkat tas lain yang bukan miliknya, tetapi harus ia bawa ke sekolah. "Aku ingin mengembalikan ini. Kemarin kalian langsung pergi, jadi aku membawakan tas nya."

Fukube menatap tas pada genggaman Oreki sekilas, hingga akhirnya ia ambil dengan malas. "Berikan saja padaku, (Y/n)-chan tidak akan sekolah hari ini."

Alisnya bertaut dengan cepat. "Kenapa tidak?"

"(Y/n)-chan demam tinggi."

"Ah, begitu ya." Oreki mengangguk anggukan kepalanya pelan, mengerti dengan penjelasan teman dihadapannya. Tak dapat dipungkiri jika ia terkejut, diikuti rasa khawatir yang mulai menyerang perasaannya.

Fukube mengangkat lengannya, menatap jam yang melingkar dibalik seragam sekolahnya. Tiga jarum dengan panjang yang berbeda menunjuk pada angka yang berbeda pula, dan dengan itu Fukube tau pukul berapa ini.

"Aku harus masuk ke kelas, tidak ada yang ingin dibicarakan lagi, bukan?"

Fukube menatap temannya sekilas, melihat tak ada respon sama sekali, ia memutuskan melenggang pergi dari tempat itu. Baru kakinya melangkah menjauh, suara yang sama dengan pertanyaan berbeda harus menghentikan tujuannya.

"Satoshi, sikap Shimizu-san kemarin sangat aneh setelah tenggelam, apa kau tau apa yang terjadi?"

Lelaki yang menjabat sebagai teman satu SMP nya itu tak menolehkan kepalanya sedikitpun, ia bahkan tak memiliki niat untuk melihat wajah Oreki lebih lama lagi. "Dia tidak bisa berenang, hanya syok saja."

"Hanya?" lagi lagi ucapan Oreki membuat keinginan Fukube tiba di kelas lebih awal harus sirna. "Aku tau itu bukan sekedar 'hanya', sikapnya benar benar aneh, seperti ada hal buruk yang pernah menimpanya."

Kali ini Fukube menoleh, hanya menolehkan kepala tanpa membalikan badan. "Sudah kubilang dia hanya tak bisa berenang, jangan membuat asumsi tak mendasar oleh pikiranmu yang tiba tiba bodoh itu."

"Tidak." Oreki menggeleng dengan yakin, kakinya melangkah mendekati Fukube hingga jarak keduanya kembali menipis. "Shimizu-san pasti mengalami sesuatu yang buruk. Beritahu aku, aku akan membantunya. "

Kekehan keluar dari mulutnya, terdengar meremehkan. "Sejak kapan kau sepeduli itu pada seseorang, hah?"

Oreki mendecih, memalingkan wajah sesaat untuk meredakan kekesalannya yang tiba tiba muncul karena sikap aneh temannya ini. "Satoshi, jangan bercanda. Aku tau kau menyembunyikan sesuatu, katakan padaku apa yang terjadi."

"Aku menyembunyikan sesuatu?" Fukube yang mulai tersulut mulai membalikkan badannya, masih berusaha berbicara dengan nada normal agar tak memancing keributan. "Aku tidak menyembunyikan apapun. Meskipun ada, aku punya hak untuk menyimpannya bagi diriku sendiri."

Oreki dengan wajah datarnya agak terpancing. Tangannya terangkat, meraih dan menarik kerah baju Fukube hingga tubuhnya mendekat padanya. "Dan aku punya hak untuk mengetahuinya."

"Tidak, kau tidak punya hak sama sekali."

"Aku adalah temannya!"

"Kami sudah berteman bahkan sejak lebih dari 10 tahun yang lalu."

Oreki seketika melepas tarikannya, mundur beberapa langkah dengan tatapan yang terarah ke bawah. Perlahan tatapannya naik, menatap Fukube yang tiba tiba menunjukkan aura angkuh.

Kini diantara kedua sahabat itu, bagaikan ada sebuah dinding pemisah yang menandakan kepantasan seorang laki laki.

"Kau baru mengenalnya beberapa minggu, jangan samakan dengan aku yang sudah mengenalnya bertahun tahun." Fukube memasukkan sebelah tangannya kedalam saku, melangkah mendekati Oreki hingga tubuh keduanya kembali berhadapan.

"(Y/n)-chan tidak bisa berenang. Cukup sampai disitu yang perlu kau tau."

.
.
.
.
.

"Fukube-kun! Ayolah cepat, kita harus segera pulang!"

Suaranya terdengar nyaring di lorong sekolah, dua murid berlarian melewati orang orang dengan tangan bergenggaman. Gadis itu memimpin di depan, merasa langkahnya berat karena harus menarik sahabatnya yang terlihat tidak bersemangat.

"(Y/n)-chan santai saja, rumahmu tidak akan kemana mana kok."

(Y/n) menghentikan langkahnya, berbalik dan berekspresi cemberut menyikapi perilaku Fukube. "Bukan begitu! Aku sudah tidak sabar tau!"

Fukube tersenyum, lantas mengangkat tangannya untuk mengacak surai coklat yang tergerai panjang itu hingga acak acakan. "Iya iya, tapi kau tidak perlu lari lari, kau bisa jatuh."

Ekspresi cemberut nya perlahan berubah menjadi senyuman secerah mentari di pagi hari, meskipun sekarang sudah pukul satu siang. "Baiklah, maafkan aku."

(Y/n) kembali menarik tubuh Fukube untuk keluar dari area gedung sekolah, tapi kali ini dengan langkah yang lebih santai. Senyuman tak luntur dari wajah cantiknya, sehingga tak dapat dipungkiri ia terlalu bersinar akan parasnya yang rupawan.

Fukube yang sedikitnya merasa heran memutuskan bertanya, "Kenapa kau senyum senyum sendiri? Kalau dilihat lihat, sejak pagi kau memang terlihat lebih bahagia dari biasanya."

(Y/n) menoleh menatap temannya, terkikik kecil sebelum akhirnya menjawab, "Aku senang karena perpindahan kelasku akhirnya dilakukan, jadi aku bisa satu kelas denganmu!"

"Ah, soal itu rupanya." Fukube mengangguk angguk paham, jadi itu alasan (Y/n) bahagia seharian ini? Hanya karena ia sudah pindah kelas? Sungguh kebahagiaan yang sederhana.

(Y/n) mengangguk membenarkan. "Begitulah. Tapi, Fukube-kun. Kau tau? Teman temanmu sepertinya tidak menyukaiku, aku sedikit takut."

"Eh, benarkah?"

"Benar!" jawabnya semangat, semangat karena kesal. "Habisnya tak ada yang mengajakku berkenalan. Di kelas yang lama juga tak ada teman sih, tapi rasanya beda, padahal aku berharap mendapat teman, aaahhh." gadis itu berceloteh ria tentang keluh kesahnya.

Fukube tertawa melihat perilaku yang ditunjukan temannya, ia mengangkat tangan lalu menyentil dahi gadis itu keras.

"Akh! Sakit!"

"Hei, kau lupa? Tadi ada 3 orang siswi yang mengajakmu berkenalan, tapi kau malah pura pura tak melihat mereka."

(Y/n) melebarkan matanya. "Eh, benarkah?! Fukube-kun, apa kau tau siapa mereka? Aku harus meminta maaf pada mereka besok!!"

Melihat sikap (Y/n) yang begitu lucu dimatanya, Fukube tertawa keras membuat beberapa orang memperhatikan keanehannya. "Tenang tenang, aku mengingatnya, kau boleh meminta maaf sepuasnya pada mereka esok hari," jawabnya kemudian, setelah berusaha menahan tawa.

(Y/n) dapat bernafas lega dan mengusap dadanya. Terkadang ia sangat membenci ingatannya yang begitu buruk, ia seringkali kesulitan karena hal itu.

Pegangan tangannya mengerat, gadis itu menatap sahabat disampingnya dengan senyum tipis di wajah. "Tapi sungguh, aku benar benar senang karena ibu bisa mengurus kepindahan kelasku secepatnya."

Kali ini kepalanya menunduk, paras cantiknya tertutup oleh sebagian rambut yang terurai jatuh. "Aku cukup kecewa saat tidak bisa satu SMP denganmu. Dan setelah aku bisa satu SMA denganmu, ternyata kelas kita tetap saja terpisah."

Fukube menatap gadis disampingnya, tanpa sadar mencetak senyum pada bibirnya. Pria itu mencubit pipi (Y/n) gemas, terkekeh kecil. "Kau ini apa apaan? Padahal kita tetap bertemu setiap hari walaupun berbeda sekolah ataupun kelas."

"Tetap saja berbeda!" balas (Y/n) cepat. "Setidaknya aku memiliki teman yang bisa ku percaya. Sekarang aku tak lagi sendirian di kelas, aku tidak ke kantin seorang diri, aku memilikimu!"

"(Y/n)-chan." tiba tiba Fukube menghentikan langkahnya, membuat (Y/n) yang tangannya masih bertaut dengannya harus ikut berhenti. Gadis itu menoleh bingung, membalikkan badannya hingga kedua sahabat itu berhadapan.

Tangannya terangkat, Fukube mengelus kepala (Y/n) lembut sembari terus mengikis jaraknya.

"Kau tidak sendiri, aku selalu di sampingmu."

Cupp

Kedua orang itu sama sama menutup matanya. Jantung gadis itu berdetak cepat saat kening menghangat oleh sentuhan lembut. Sementara Fukube, berkata lirih dalam hatinya.

'Aku membantu ibumu agar kau bisa segera pindah kelas, agar kau tak harus satu kelas dengan Chitanda lagi.'

"Shimizu-san? Satoshi?"

Keduanya menoleh dengan cepat, reflek memundurkan diri untuk memberi jarak.

"Oreki-san?"

.
.
.
.
.
**•̩̩͙✩•̩̩͙*˚TBC˚*•̩̩͙✩•̩̩͙*˚*

Continue Reading

You'll Also Like

28.8K 4.8K 53
Zombie apocalypse itu benar benar terjadi? Bagaimana dengan (Name)? Apakah dia bisa melewati nya? Tanpa diduga nya, (Name) adalah orang yang terincar...
21.6K 2K 26
"Kamu itu sudah rebut kebahagiaanku! jadi sekarang terima akibatnya"-Hwang Hyunjin ●Copyright 2020,©Imeldd
1M 86.4K 30
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
9.9K 760 18
Suatu hari terjadi penyebaran virus yang dimana banyak yang mati secara mendadak sehingga hanya tersisa anak-anak kecil. seorang gadis Yang berawal h...