ATTENTION

By audiaparas

6.4K 810 160

Dia seorang wanita biasa yang tak tampak istimewa. Namun entah apa yang membuat setiap gerak geriknya menjadi... More

ATTENTION
01:00
02:00
03:00
04:00
05:00
06:00
07:00
08:00
09:00
10:00
11:00
12:00
13:00
14:00
15:00
16:00
17:00
18:00
19:00
20:00
Hi! ATTENTION
21:00
22:00
23:00
24:00
26:00
27:00
28:00
29:00
30:00
31:00
32:00
33:00

25:00

146 16 0
By audiaparas

K E H A N G A T A N

🍃

"Kapan kau datang?"

Pertanyaan itulah yang terlintas dalam pikiran Jisoo, terdengar dingin tak seperti biasanya saat mereka bertemu.

Ini bukanlah pertemuan pertama kali, hanya saja waktu yang membuat mereka semakin menjauh.

Orang di sampingnya ini sering datang dan pergi seenaknya dia mau. Memberikan kehangatan yang selalu membekas.

Lucunya, orang itu bukanlah siapa-siapa baginya. Namun dalam hati kecil Jisoo berkata, dia sudah seperti ayahku sendiri.

Karena Mr. Joon adalah sosok ayah yang ideal di mata Jisoo. Pria paruh baya itu selalu memperlakukan Jisoo seperti buah hatinya sendiri.

Tetapi, bukan berarti Jisoo tidak tahu dan tidak mengerti alasan mengapa pria itu mendekati dan memberikan kasih sayangnya secara cuma-cuma.

Semua itu dimulai dengan sebuah alasan.

"Aku pikir aku tidak akan pernah bisa bertemu denganmu lagi."

Joon terkekeh, "Aku kan hanya berkunjung ke Amerika sebentar, tidak pindahan."

"Aku tidak berharap kita bisa bertemu lagi, Mr. Joon...." Ucap Jisoo dengan tatapan kosong.

Mendengar ucapan Jisoo lantas membuat Joon sedikit merasa tidak nyaman. Ia tahu, bahwa gadis ini sedang tidak baik-baik saja.

Sekarang Jisoo sudah dewasa, tidak mungkin bagi Joon untuk terus menganggapnya seperti anak kecil lagi. Tentu saja cara berpikirnya sudah berbeda.

"Jisoo, ada apa denganmu? Sepertinya kau sangat membenciku sekarang?"

Air mata Jisoo mengalir tak tertahankan, terlalu menyakitkan bagi Jisoo untuk mengingat semuanya.

"Dulu aku pernah berkata padamu bahwa aku ingin memiliki sebuah usaha, entahlah usaha apa. Aku sangat ingin memberinya nama Bloom, tetapi ... tiba-tiba saja aku melihat sebuah cafe di seberang dengan nama itu, dan ternyata pemiliknya adalah seseorang yang aku kenal dan aku yakin dia pasti memiliki hubungan spesial denganmu, dia adalah–"

"Putriku, dia adalah Jennie Kim, putri kandungku."

Bibir Jisoo tersenyum masam, "Begitu rupanya... meskipun begitu bukankah kau terlalu lancang menggunakan nama itu pada cafe anakmu?"

"Ya benar, aku bersalah. Aku tidak pantas dimaafkan."

"Kalau begitu jangan lagi muncul di hadapanku!" Ucapan Jisoo mulai meninggi, emosinya sudah hampir meledak.

Joon menempatkan tangannya di atas bahu gadis itu sambil mencoba membujuknya agar tidak marah lagi. "Jangan seperti ini Jisoo..."

"Apa kau tahu, apa yang aku pikirkan saat aku bertemu denganmu, Mr. Joon?" Ucap Jisoo sambil menatap ke arah pria paruh baya itu, "Hatiku serasa diremas-remas, kadatanganmu hanya bisa menyakiti perasaanku. Bayangan tentang kematian ayahku masih belum bisa kulupakan sedikit pun dalam otakku! Apakah kau tidak mengerti?!!"

Tangan Joon serasa membeku, perlahan kian menjauh dari atas bahu Jisoo.

"Aku mengerti. Kau pasti sangat membenciku, jika kecelakaan itu tidak terjadi ... maka sampai saat ini kau masih bisa bertatap muka dengan ayahmu. Aku memang tidak pantas diampuni."

"Jadi ... pembunuh ayahku adalah ayah kandung Jennie Kim?"

Mendengar suara yang tak asing itu membuat Jisoo melebarkan kedua matanya, ternyata kakaknya berada tak jauh dari sisinya. "Jimin oppa?"

Jimin pun mendekat dengan mimik wajah yang kurang menyenangkan, "Sudah berapa kali aku katakan, jangan berhubungan dengan orang ini! Kau masih saja melawan perkataanku?!"

Jisoo segera bangkit memeluk kakaknya, "Oppa, maafkan aku. Aku hanya meminta bantuan padanya untuk mendaftarkanku sekolah di SMA VICTORY, selebihnya aku tidak–"

"Apa kau bilang?! Jadi orang yang membantumu adalah orang ini? Kenapa? Kenapa kau melakukan semua ini Jisoo?! Dia adalah orang yang membuat ayah kita meninggal!"

"Aku ... aku tidak punya pilihan lain, hanya dia yang bisa membantuku."

"Jimin, jangan salahkan adikmu. Dia hanya–"

"Aku tidak ingin mendengar suaramu!" Sentak Jimin, "Tuan Joon, jangan mendekati keluargaku, mengerti?!" Sesaat kemudian bibir Jimin tertawa, "Ayah dan anak sama saja. Sama-sama membuat hidupku tertekan. Apa kau tahu apa yang telah dilakukan putrimu padaku? Dia sering menghinaku, menyebutku parasit dan banyak hal lagi! Jika mengetahui bahwa ayahnya adalah seorang pembunuh, entahlah apa yang akan terjadi setelahnya... oh Mr. Joon...."

Ucapan Jimin merupakan suatu kutukan bagi Joon, ia sangat menyayangi putri tunggalnya itu. Ia tidak ingin apabila Jennie tahu bahwa ayahnya yang telah membuat ayah kandung Jimin meninggal karena sebuah insiden kecelakaan.

"Jimin-ah, aku mohon jangan katakan apapun pada putriku. Aku akan melakukan apapun yang kau inginkan asal ... Jennie tidak mengetahuinya."

"Entahlah ... aku akan memikirkannya." Ucap Jimin, lalu ia menggenggam tangan Jisoo, menuntun adiknya itu agar mengikuti langkahnya. Supaya adiknya ini tidak lagi berurusan dengan seseorang yang sangat ia benci.

Saat mereka sudah jauh dari sisi Joon, Jimin kembali memfokuskan dirinya pada adiknya. "Apa dia menyakitimu? Tidak kan? Aku melihatmu menangis."

Jisoo menggelengkan kepala pelan, tetapi Jimin tidak sebodoh itu. Ia tahu adiknya itu berbohong, "Apa yang dia lakukan padamu?!"

"Tidak ada." Jawab Jisoo lagi, datar. "Jangan membahasnya lagi, aku mohon."

Dengan segera Jimin memeluk tubuh adiknya yang semakin menggigil, "Teman-teman sudah menunggu, baiknya kita pulang."

Jisoo pun mengangguk sambil merekatkan tubuhnya itu pada kakaknya.

Dalam setiap langkah kakinya, bayang-bayang sang ayah muncul dengan sendirinya. Jimin masih ingat saat dimana orang yang telah menabrak ayahnya hingga meninggal itu bebas dari jeratan hukum.

Sampai sekarang ia masih tidak mengerti mengapa ibunya memaafkan kesalahan orang itu, yang membuatnya jengkel adalah mengapa orang itu selalu muncul menemui Jisoo, mengusik hidupnya bahkan bersikap seolah-olah bahwa ia adalah ayah kandung Jisoo.

Jimin sama sekali tidak menyukai belas kasihnya, sedikit pun.

Aku akan membalasnya, aku bersumpah!

Tiba-tiba saja, pikiran Jimin tertuju pada Jennie. Sepertinya gadis itulah yang akan menjadi sasaran empuk baginya.

__________

Seokjin kembali dengan membawa berbagai macam makanan, saat sampai di sana Jisoo sudah tidak ada.

"Jisoo?"

"Jisoo-"

Seokjin menghela napas panjang,
"Apakah aku terlalu lama?" Lelaki itu pun mendaratkan pantatnya di atas pasir, "Apa mungkin dia sudah pulang?"

Semua makanan yang ia bawa akhirnya ia nikmati sendirian di tepi pantai, badannya jadi sedikit menggigil karena tak menggunakan jaket.

Saat ia menoleh ke samping tak sengaja ia melihat seorang laki-laki tengah berdiri menghadap ke lautan, kemudian melangkah pergi menuju villa. "Paman Joon?" Gumamnya, "Ada apa ayah Jennie ke villa? Mungkinkah beliau bertemu dengan ayah?!"

Jika benar, maka langkah yang harus Jin lakukan adalah pergi sejauh-jauhnya dari pantai ini. Karena ia sangat enggan untuk bertemu dengan ayahnya.

Ketika kakinya hendak melangkah pergi, kakinya menginjak sesuatu. Ternyata yang ia injak adalah sebuah tas, "Ini kan tas Jisoo?"

Tak perlu berpikir panjang ia pun mengambil tas itu, di dalamnya berisikan ponsel milik gadis itu serta barang-barang lainnya. "Dasar, ceroboh sekali dia!" Gumamnya sambil berlari.

🍃

Angin malam berhembus kasar menerobos masuk melalui celah jendela, membuat tirainya sedikit berguncang.

Selimut tebal dirapatkan, rasa dingin masih sangat terasa membuat kedua kelopak mata Taehyung sulit untuk dipejamkan.

Jarum jam yang terus bergerak mencuri perhatiannya, kesunyian yang sering dirasakan sudah menjadi hal yang biasa. Sekarang waktu sudah menunjukkan pukul 01.00 malam dan ia tak mendengar adanya seseorang datang di rumahnya ini.

Kapankah orang yang ia tunggu akan datang? Setidaknya datanglah tepat waktu agar ia tak menunggu lama. Agar tidak lagi menjadikan semuanya sebuah hal yang biasa, padahal hatinya cukup menderita dalam kesunyian.

Entah sampai kapan ayahnya itu tak pulang-pulang.

Jika saja ibunya ada di sisinya, mungkin ia bisa memeluknya dan mengadukan semua keluh kesahnya itu. Ia ingin mengadu bahwa ayahnya itu selalu pulang terlambat, dan pergi saat Taehyung terbangun.

Mereka tak pernah melihat satu sama lain, padahal sekarang adalah hari libur. Tetapi ayahnya itu masih sangat sibuk.  Hal itu membuatnya sadar sekarang, pantas saja ibunya itu meninggalkan ayahnya. Karena ayahnya memang tidak pernah meninggalkan kehangatan pada keluarga ini.

Taehyung menatap layar ponselnya, ia melihat riwayat panggilan. Hanya ada beberapa kontak yang selalu menghubunginya atau mengobrol dengannya meskipun hanya dalam beberapa menit saja. Jennie dan Jimin, ya, hanya mereka yang selalu memperhatikannya.

Kemudian, ibu jarinya bergeser pada aplikasi pesan. Ada sebuah draft yang belum sempat ia selesaikan yang harusnya ia kirim padanya.

"Jisoo?"

Lelaki itu berniat untuk menanyakan kabar, tetapi diurungkannya. Jujur, ia masih khawatir. Khawatir jika gadis itu membencinya karena ucapannya beberapa hari yang lalu.

Sejak saat itu ia bahkan tidak pernah lagi bertemu dengan gadis itu. Jari jempol Taehyung refleks menekan tombol panggil, membuat sambungan telpon itu terhubung.

Lelaki itu menelan ludah, ia ingin menekan tombol merah tetapi tetap saja panggilannya sudah terhubung. Sekarang ia hanya harus memikirkan sebuah kalimat yang tepat untuk diucapkan.

Napas Taehyung serasa tercekat saat panggilan telepon itu diangkat dan di situ bukan suara Jisoo yang muncul melainkan suara laki-laki.

Itu bukan suara Jimin hyung...

Taehyung berpikir itu suara Jimin tetapi ternyata tidak, namun suara itu terdengar sangat familiar di telinganya.

"Ada apa tengah malam menelepon Jisoo, Taehyung-ah?"

"Ini ... Siapa...?"

Semakin dipikirkan semakin membuat hati Taehyung menjadi tak tenang, semoga saja bukan orang yang ia pikirkan saat ini.

"Meskipun kita sudah tidak tinggal satu atap lagi, kita masih bertemu di kelas setiap hari. Kau melupakan suaraku? Apa hubunganmu dengan Jisoo sampai-sampai kau dengan enak hati menelponnya malam-malam?"

"Kenapa kau yang mengangkat? Di mana Jisoo?"

Tidak perlu menjawab pertanyaan yang tidak perlu, Taehyung memilih untuk melanjutkan pertanyaannya sendiri. Karena sekarang ia tahu siapa yang menerima telepon itu. Suara itu, suara yang ia rindukan.

"Haruskah aku menjawabnya? Pikirkan saja apa yang terlintas dalam otakmu sekarang."

"Di mana Jisoo sekarang?"

Tidak ada jawaban, tiba-tiba saja sambungan telepon itu terputus.

"Halo?"

"Halo?!"

Lelaki itu menggigit bibir bawahnya tangannya meremas ponselnya yang masih menempel di telinga. "Hyung!"

Napas laki-laki itu berhembus kasar, dengan segera ia menelpon Jimin.

"Ada apa Taehyung-ie...?" Suara Jimin terdengar seperti seseorang yang baru saja bangun dari tidurnya.

"Jisoo ... apa ada di situ?"

"Eum, dia sedang tidur di kamarnya. Kenapa? Apa kau ingin bicara dengannya?"

Kepala Taehyung menggeleng, ya meskipun Jimin tak dapat melihatnya.
"Tidak! Aku hanya ingin tahu saja. Kalau begitu, selamat malam Hyung."

Ponsel itu ia letakkan di atas meja, setelahnya ia menghempaskan tubuhnya ke kasur dengan perasaan lega. Ia menyembunyikan wajahnya di atas bantal, meskipun hatinya sudah merasa lega namun tetap saja ia tidak bisa jika tidak memikirkan gadis itu.

Mengapa ponsel Jisoo ada pada Jin hyung?

🍂

Happy reading...💜

Jangan lupa vote dan comment 😉

Continue Reading

You'll Also Like

55.9K 6.9K 31
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...
202K 31.1K 56
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
271K 21.3K 100
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
786K 80.2K 55
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...