DANDELION

By CarVanila

1.5M 89.6K 4.3K

Sedari kecil tinggal di panti asuhan tak membuat Caramel Malaika Princessa atau yang biasa disapa Kara ini ta... More

1. Beginning
2. Leukimia
3. Dirgantara's new family (Revisi)
4. Rasa iri
5. Alaska
6. The Devil
7. Accident
8. The truth about forever
9. Caramel
10. She's back
11. Meet family
bukan update
12. Hospital (Revisi)
13. Amarah (Revisi)
14. Hilang
15. William dan Hati
16. Teman baru
17. Heartache
18. Aruna dan Rahasia
19. PDKT
Just Info
20. Library
21. Festival
22. Rasa
23. Kado pahit
24. I'm fine?
25. Dunia Fantasi part 1
26. Dunia Fantasi part 2
27. BUCIN level akut
28. Sisi lain Alaska
29. Bertemu
30. First time
31. Red
32. Traumatik
33. White
34. The Queen
35.
36. Keputusan
38. Setan!
39. Open book
Pendapat
cuap-cuap
Cast part 1
Cast part 2
Cast part 3
40. Langit tak bercahaya
41. Double date?
42. Mission!!!
just asking
43. Insiden
44. Maaf
45. Exposed
46. Table
47. Tiba-tiba ....?
48. Kabar berita

37. Rasa curiga (Revisi)

8.2K 754 26
By CarVanila

Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh pula..

***

"Gue balik duluan ya,"

"Yo, hati-hati my friend!!! Jangan kangenin gue ya," Randy memberikan kedipan mata kepada Embun.

"Najis gue kangenin Lo," ucap Embun langsung memasang helm dan menjalankan motornya.

Seseorang melihat dari balik tembok, memberikan smirk-nya. Dilihat dari pakaian yang digunakan, ia merupakan salah satu siswa di sekolah itu juga.

Embun mengendarai laju motornya tidak terlalu cepat. Entahlah. Seperti tidak biasanya hari ini Embun sangat tidak ingin cepat sampai ke rumah. Apa karena sang adik tidak berada di rumah, jadi ia sangat malas untuk cepat-cepat sampai ke rumah.

Seorang anak perempuan sekitar berusia 5 tahun tiba-tiba menyeberang ke jalanan membuat Embun langsung mengerem mendadak, namun nihil. Rem-nya sama sekali tidak berfungsi.

"Sial!!" Maki Embun.

Tak ada pilihan lain bagi Embun. Daripada menabrak gadis kecil itu, lebih baik ia menjatuhkan diri bersama dengan motornya. Dan benar saja, Embun langsung menjatuhkan diri membuat kaki kirinya tertimpa motor.

...

Begitu William memberhentikan mobilnya, Kara langsung berlari ke ruangan dimana Embun dirawat.

"Kak...."

Kara masuk ke ruangan Embun dimana Cempaka, Adrian dan Randy telah berada di ruangan itu.

"Kak Embun enggak apa-apa kan? Bagian mana yang sakit kak? Kara khawatir sama kakak," cecar Kara.

"Kakak baik-baik saja sugar. Jangan khawatir oke?!" jawab Embun menenangkan Kara yang sudah terisak.

"Kara pikir kakak enggak baik-baik aja. Kara pikir kecelakaan kakak parah.... Kakak seperti ini gara-gara Kara. Maafin Kara kak.... Maafin Kara...." Tangisnya terisak, layaknya anak kecil.

Embun langsung memeluk adik bungsunya itu. "Kakak enggak apa-apa sugar. Semua ini bukan salah kamu, ini kecerobohan kakak. Sudah jangan nangis lagi, nanti kalau mata kamu bengkak, terus kak Langit dan bang Al tahu kamu nangis karena kakak. Kakak dalam bahaya besar. Jadi berhenti menangis!" Kara mengangguk. "Oh iya, kamu kesini sama siapa?"

"Em...."

"Sama gue!" Jawab William yang baru tiba. "Tadi enggak sengaja ketemu Caramel pas dia lagi nungguin taksi. Ya udah gue ajak dia bareng aja,"

"Oh...."

"Elo enggak apa-apa, kan?" Tanya William mendekati Embun.

"Santai. Cuman kaki doang harus di gips,"

"Dan itu artinya, elo seneng bolos pelajarannya Opah Minjo." Ucap Randy yang mendapat cengiran dari Embun.

"Tunggu bentar deh- Opah Minjo, siapa tuh?"

"Opah Minjo itu guru olahraga terkeren disekolah. Masa nggak kenal sih? Guru olahraganya sama kan?" Randy menjawab pertanyaan Cempaka.

"Maksud kakak Pak Jonatan? Kok jadi Opah Minjo sih?" Caramel ikut  menanggapi.

"Oke kakak jelasin-"

"Mendingan nggak usah dengerin dia sugar,"

"Kenapa kak? Aku penasaran tahu.."

Randy dengan seenak jidatnya merangkul bahu Caramel. "Jadi gini loh Cinta-"

"Jelasin- jelasin aja, tapi tangan laknat Lo nggak usah pake ngerangkul adek gue.." omel Embun.

Karena saat ini Embun hanya bisa berbaring di brankar jadi ia tidak bisa memberi sedikit 'pukulan sayang' untuk Randy hanya Omelan yang bisa ia berikan, namun niatannya untuk memberi 'pukulan sayang' sudah terwakilkan oleh William.
Lelaki itu memukul lengan Randy. Walaupun hanya menggunakan 2 jari, tapi mampu membuat Randy meringis.

"astaghfirullah! Kejem banget sih Will?! Perih tau.."

Dan reaksi William datar seperti biasa. Ia memegang tangan Caramel, menariknya agar menjauh dari Randy.

"Bagus Will ...." Ucap Embun mengacungkan jempolnya.

"Kalian berdua emang klop!" Keluh Randy. "Jadi gini loh Cinta-nya Babang Ran- oke sorry.." Randy mendapat pelototan dari Embun dan William.

"Opah Minjo itu panggilan kesayangan kita. Minjo itu tuh singkatan namanya dia tau. Nah kalo Opah itu ya karena dia guru yang paling senior di sekolah kita, kita panggil aja Opah.." jelas Randy.

"Emang nama panjangnya siapa kak? Kalo 'Jo' itu kan Jonatan, nah kalo 'Min' itu apa? Sumpah aku jadi kepo.." Pertanyaan yang dilontarkan Cempaka mewakili Caramel.

"Mu-"

"Embun!!!!!!!"

Panggilan seseorang membuat Randy urung memberitahu nama panjang guru Olahraga mereka.

Tara berhambur masuk ke ruangan bersama Melody. Tanpa aba-aba ia langsung menjitak kepala anak bungsunya itu yang langsung mendapat tatapan tak percaya oleh yang lain.

"Kok aku di jitak sih Mom? Aku kan lagi sakit.." protes Embun.

"Habis Mommy tuh dibikin kaget sama kamu. Mommy lagi asik reunian sama temen SMA Mommy tiba-tiba dapet telpon yang ngasih tau kamu kecelakaan. Mommy pikir kecelakaan parah, taunya cuman kaki doang yang harus di gips."

Embun menatap tak percaya sang ibu. "Cuman??? Wah, gokil emang Mommy-"

"Kamu ngatain Mommy kamu 'gila'?"

Embun cepat-cepat mengalihkan pembicaraan. Ia tak ingin Mommy-nya murka. "Mommy kayaknya seneng banget sih liat aku menderita... Harusnya tuh Mommy bukan jitak aku, tapi manjain aku gitu loh. Suapin aku makan, ambilin aku minum. Aku ini tuh pasien,"

"Halahhh cuman kaki doang yang sakit, bukan tangan. Kamu masih bisa makan sendiri," ketus Tara menempati kursi di sebelah ranjang Embun yang menatap sang ibu tak percaya.

"Tante, kami pulang dulu ya.." pamit Cempaka.

"Oh iya, makasih ya kalian sudah mau menjenguk Embun.." ucap Tara.

"Iya Tante, titip salam buat semuanya.."

"Hati-hati ya kalian, jangan ngebut-ngebut bawa kendaraannya.." nasihat Melody dan ketiganya mengangguk, lalu mensalimi Tara dan Melody.

Ketiganya telah meninggalkan ruang rawat Embun. Kini tinggallah Melody, Tara, Caramel dan Embun.

"Nanti biar Kara yang manjain kakak aja ya?" Tawar Caramel, Embun langsung tersenyum cerah dan mengangguk-angguk senang.

"Kalo gitu Mommy pulang gih!" Usir Embun. "Udah ada sugar ini yang bersedia manjain aku.." celetuknya.

"Kamu usir Mommy hah!!??" Tara langsung menjewer telinga Embun. "Mau jadi anak durhaka kamu? Mau Mommy kutuk jadi batu kamu? Biar kayak Malin Kundang!" Omel Tara masih tak melepaskan jewerannya.

"Aw aw aw aw ampun Mom, sakit tau!"

Embun dan Tara masih terus beradu debat. Melody hanya bisa geleng-geleng kepala, ia seperti sudah terbiasa melihat keponakan dan adik iparnya selalu adu mulut.

"Ma.." panggil Caramel.

"Iya, sayang. Ada apa?"

"Yang lain nggak kesini?"

"Oh, nanti mereka kesini kok sayang. Mereka lagi ada di jalan.." beritahu Melody.

"Kalo gitu Kara tungguin di lobby ya Ma?"

"Tumben kamu,"

"Pengen aja...." Jawab Caramel.

"Ya udah, jangan lupa bawa hapenya dan selalu di aktifkan," nasihat Melody.

Caramel meng-iyakan nasihat Melody. Ia keluar dari ruang rawat Embun menuju lobby. Sebelum menuju lobby, langkah Caramel membawanya ke rooftop Rumah Sakit. Ada satu hal yang harus ia lakukan. Ia akan menghubungi seseorang.

'Bagaimana? Sudah cukup terkejut? Atau justru kurang kejutannya?'

"Kenapa kakak melakukan hal itu? Kak Embun sama sekali tidak bersalah. Kak Embun tidak ada hubungannya dengan ini semua"

Aruna tertawa. 'Bukankah sudah ku bilang kalau kau menolaknya, kau harus menanggung konsekuensinya. Jadi- bukan salah ku kan?'

"Tapi bukan dengan menyakiti kak Embun!" Teriak Caramel.

Sekali lagi Aruna tertawa. Ia senang mendengar teriakan Caramel. 'Aku tidak perduli! Sekali lagi aku ingatkan padamu, kalau kau menolak apa yang nenek suruh padamu, maka kau harus menanggung konsekuensinya. Dan apa yang menimpa Embun adalah salah satu konsekuensi yang harus kau tanggung.'

"Tidak bisakah kakak berhenti? Kakak cukup sakiti aku, jangan keluargaku. Aku sangat menyayangi mereka kak. Aku mohon!" Tangis Caramel.

"Halo kak... Kak...!"
Aruna memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak.

Caramel menggenggam erat handphonenya, dan untuk pertama kalinya ia berteriak sekencang-kencangnya, mengeluarkan semua hal yang berkecamuk di pikirannya.

.
.
.
.

Langit baru saja menyelesaikan operasinya. Ia akan menjenguk sang adik, Embun, yang tengah dirawat. Sebelum ke ruang rawat Embun, ia akan ke Cafetaria Rumah Sakit yang berada di lantai 4 untuk membeli glucose syrup, agar mengembalikan energinya yang kelelahan setelah melakukan operasi.

Setelah mendapatkan apa yang ia cari, Langit keluar dari Cafetaria dan tanpa di duga ia melihat Caramel yang tengah berjalan ke arah lift. Senyuman langsung mengembang di bibirnya, ia berencana untuk mengejutkan adik kecilnya itu.

Perlahan Langit mendekati Caramel dan bersiap untuk mengejutkannya, tapi justru ia yang terkejut karena mendapati Caramel yang terjatuh tiba-tiba.

"Sweeth-" Langit langsung menghampiri Caramel dan membantunya bangun.

"Kak Langit- hehehehe.."

"Kamu kenapa sayang? Enggak apa-apa kan? Muka kamu pucat. Kakak periksa ya?"

"Aku enggak apa-apa kak, cuman sedikit pusing aja."

"Kalau gitu kakak periksa kamu.."

"Kak, nggak usah.. Kara baik-baik aja kak.."

Langit tak percaya begitu saja. Ia menyentuh kening Caramel. "Kamu demam sweetheart, kakak beritahu yang lain ya?"

"Jangan kak!" Caramel langsung menggenggam tangan Langit yang bersiap menelepon keluarganya. "Kara enggak mau nginep di rumah sakit lagi kak. Kara nggak mau di infus lagi. Sakit kak~~" mohon Caramel, air mata sudah menggenang.

Kalau Caramel sudah mengeluarkan mode seperti itu, ia tidak bisa menolak. "Tapi kalo minum obat mau kan?"

Caramel mengangguk. "Iya kak,"

Langit menggendong Caramel bukan menuju ruangannya justru Cafetaria. Hal ini membuatnya menjadi tontonan. Namun Langit tak memperdulikannya.

"Sebelum minum obat, kamu harus makan. Walaupun roti juga tidak apa-apa,"

Langit membelikan Caramel satu buah roti dan air mineral. "Suster Mia, bisa antarkan obat *Paracetamol? Saya sedang berada di Cafetaria lantai 4. Terimakasih, saya tunggu.."

Sembari menunggu kedatangan suster Mia, Langit memperhatikan Caramel dengan teliti. Hal itu membuat Caramel menjadi sangat gugup. Ia takut kakaknya yang satu ini menaruh curiga padanya. Terlebih lagi, Langit adalah seorang dokter.

"Kak?" Panggil Caramel, mencoba mengalihkan perhatian Langit darinya.

"Hum?"

"Setelah ini kakak mau langsung ke tempat kak Embun atau ikut aku ke lobby?"

"Untuk apa kamu ke lobby? Setelah minum obat kamu harus segera istirahat,"

"Aku mau jemput Papa dan yang lainnya,"

"Mereka kan sudah tahu kamar Embun. Kenapa harus kamu jemput segala?"

Caramel menatap sebal Langit. "pengen aja kak. Emang nggak boleh? Nanti aku akan langsung istirahat deh. Janji!"

Caramel mengacungkan jari kelingkingnya yang ditatap sebentar oleh Langit sebelum menautkan ke jari kelingkingnya.

.
.
.

"Ihhh kok Papa dan yang lainnya lama. Kara udah ngantuk, gara-gara minum obat dari kakak. Kakak sengaja kan kasih obat yang ada obat tidurnya?" Tuduh Caramel sambil menatap sinis Langit.

Sementara Langit yang ditatap seperti itu hanya tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Yang ia tahu, bukankah obat demam memang mengandung obat tidur. Bagaimana bisa sang adik menuduhnya dengan sengaja memberikannya obat tidur? Ada-ada saja, pikirnya.

"Kalau kamu ngantuk, tidur aja sweetheart. Paha kakak, kamu jadiin bantal aja. Nanti kakak bangunin kalau Papa dan yang lain sampai."

Berpikir sejenak, akhirnya Caramel menyetujui usulan dari Langit. "Enggak boleh lupa ya? Kakak harus bangunin aku!"

"Iya,"

Caramel kembali menguap. Ia menaruh kepalanya di paha sang kakak. Dengan telaten, Langit mengelus pelan kepala sang adik. Tak lupa ia menyelimuti kaki Caramel dengan jas dokter miliknya. Ia tak ingin kaki mulus adiknya itu ter-ekspose. Dan menjadi tontonan mata lelaki hidung belang.

Langit kembali menyentuh kening Caramel untuk memeriksa apakah demamnya sudah menurun atau belum. Disaat memeriksa, tanpa sengaja matanya melihat punggung lengan kiri Caramel yang memar. Hal itu membuat Langit memeriksa bagian anggota tubuh adiknya yang lain.

Lagi..

Ia menemukan tanda memar di bagian paha dan bahu Caramel. Ia juga menemukan tanda bekas suntikan di punggung lengan sebelah kanan dan bagian depan lengan.

Ia menjadi mencurigai sesuatu dan kecurigaannya semakin menjadi saat kembali mengingat kalau ia pernah mendengar sang adik sering mengalami mimisan sewaktu kecil. Dan terakhir adalah beberapa minggu yang lalu.

Dan tekadnya sudah bulat. Ia harus mencari tahu. Ia harus kembali memeriksa hasil laboratorium milik Caramel.

Tidak mungkin kan sang adik memanipulasi hasil laboratorium miliknya.
Kalau memang benar demikian, apakah ada seseorang yang membantunya?

Tapi, siapa?

Satu nama terlintas di benaknya. Dokter Santoso. Apa ia membantu sang adik?

Genggaman tangan Langit ke Caramel mengerat. Ia tak ingin terjadi sesuatu pada adiknya itu. Adik kecilnya yang paling ia sayang. Adik perempuan satu-satunya yang ia inginkan sedari dulu.

'Tuhan, semoga rasa kecurigaan ku ini tidak benar-benar terbukti. Bolehkah aku memohon padamu?'

•••

* Obat penurun demam





Continue Reading

You'll Also Like

3.9M 304K 50
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
4.5M 267K 62
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...
2.8M 259K 67
"Kalau umur gue udah 25 tahun dan gue belum menikah, lo nikahin gue ya?" "Enggak mau ah, lo tepos!" Cerita ini tentang Mayluna dan Mahesa yang sudah...
826K 43.6K 76
The end✓ [ Jangan lupa follow sebelum membaca!!!! ] ••• Cerita tentang seorang gadis bar-bar dan absurd yang dijodohkan oleh anak dari sahabat kedua...