MY HUSBAND - JOSHUA HONG (COM...

By itsbeautifulspring

245K 29.3K 3.2K

Joshua Hong dan Park Hana sepakat untuk menjalani pernikahan palsu demi kepentingan masing - masing. Tapi mer... More

1 - Kesepakatan
2 - Kisah
3 - Benci
4 - Keluarga Joshua
5 - Masa Lalu
6 - The Day
7 - Hot Chocolate
8 - Jeonghan
9 - Choi Hye Ji
10 - Terluka
11 - Jo, aku pinjam tempat tidurmu
12 - Arti sebuah pelukan
13 - Jangan Menangis Hana
14 - Sendiri dan Kesepian
15 - Joshua dan pilihannya
Cast
16 - Bertemu Pria Aneh
17 - Perihal Tidur Bersama
18 - Si Pencuri
19 - Dandelion
20 - Awal yang baru
21 - Jangan terjebak Hana
22 - Diary Kencan Hana - Joshua
23 - Kita Akhiri
24 - Penyesalan
25 - Menepi
26 - Jeonghan, dan perasaannya
27 - Belum Selesai
28 - Selamat Jalan
29 - Menata Ulang
30 - Pulih
31 - Akhir ?
32 - Bertemu Kembali
33 - Kebahagiaan
SPECIAL CHAPTER - YOON JEONGHAN
SPECIAL CHAPTER - YOON JEONGHAN II
SPECIAL CHAPTER - Penyelesaian untuk Jeonghan
SPECIAL CHAPTER - Penyelesaian untuk Hye Ji
SPECIAL CHAPTER - Joshua dan penderitaannya
HALLO
SPECIAL CHAPTER - DADDY HONG
Side Story - Vernon X .....
SPECIAL CHAPTER - Jo

SPECIAL CHAPTER - JOSHUA BICARA

5.2K 517 60
By itsbeautifulspring


Joshua Point Of View

Hai ini Joshua.

Dulu aku selalu merasa jika hidupku tidak pernah beruntung. Hidup di panti asuhan, lalu diadopsi dan aku tidak bisa menikmati hidupku sendiri. Karena aku selalu berpikir kalau aku harus hidup sesuai dengan apa yang diinginkan keluarga Hong. Aku memiliki hutang budi yang tidak ternilai kepada mereka.

Aku sampai - sampai tidak pernah memikirkan apa sebenarnya tujuan hidupku. Aku juga tidak pernah memiliki cita - cita seperti anak lainnya. Aku hidup dalam bayang-bayang orang lain. Joshua untuk keluarga Hong. Seperti itu lah aku harus hidup, sempurna tanpa cela. Karena jika aku melakukan kesalahan sedikit saja, maka aku akan membuat malu seluruh keluarga.

Tapi belakangan ini aku seperti baru saja terlahir kembali, aku seperti menggali sisi diriku yang lain. Itu karena Hana. Setelah mengenalnya aku menjadi Joshua yang lain, Joshua yang memiliki ego, dan Joshua yang ingin hidup untuk dirinya sendiri. Hana selalu bilang agar aku tidak menghabiskan seluruh cintaku hanya untuknya, dia meminta agar aku juga mencintai diriku sendiri, dan menghargai diriku sendiri. Lambat laun aku menikmatinya, ada bahagia yang tercipta dan aku merasa diriku kembali menjadi utuh.

Aku rasa sekarang hidupku perlahan menjadi sangat sempurna, ditambah dengan kehadiran Hana dan calon anak kami. Saat ini aku tidak sempat untuk berpikiran buruk tentang hidupku, karena sekarang aku lebih banyak bersyukur atas segala hadiah indah yang Tuhan berikan padaku. Hanya tinggal menghitung Minggu maka statusku akan berubah, seseorang akan memanggilku ayah. Dan belakangan ini aku selalu ingin pulang cepat, tidak konsentrasi saat bekerja karena pikiranku selalu mengarah pada Hana yang akan melahirkan sebentar lagi.

Perjalananku mendampingi Hana yang sedang hamil adalah sesuatu yang luar biasa. Hana merepotkan, aku akui itu. Aku kesulitan luar biasa. Awalnya aku memang memaksa Hana untuk mengatakan apapun keinginannya karena aku ingin membuktikan kalau aku bisa jadi suami siaga. Tapi seiring dengan Hana yang mulai mengatakan keinginannya maka saat itu juga penderitaanku dimulai. Aku tidak tahu dia sengaja atau tidak, karena setiap kali aku menolak untuk menuruti keinginannya dia pasti selalu membawa - bawa anak kami. Aku tidak kuasa menolak.

Aku masih ingat, suatu hari Hana pernah menolak kehadiranku selama satu Minggu lamanya. Dia tiba - tiba saja membenciku, jangankan tidur bersama, melihatku masuk ke rumah saja sudah membuatnya murka dan lalu dia akan menangis hebat.

"Pergi! Aku benci kau Joshua!"

Aku sempat berpikir keras apa yang membuatnya sangat membenciku hari itu, aku merasa tidak berbuat kesalahan apapun malah aku ingat semalam sebelumnya aku dan Hana masih baik - baik saja.

"Hana, aku Joshua suamimu."

"Aku tidak ingin melihatmu. Tidur di apartemen mulai malam ini."

Aku tidak punya pilihan lain. Aku tidur di apartemen selama satu Minggu. Setelah satu Minggu aku baru tahu alasannya marah adalah karena dia melihatku sedang berjalan berdampingan dengan sekertarisku—yang adalah perempuan—di kantor dan mengabaikannya yang kebetulan baru datang ke kantor bersamaan dengan jadwal meeting-ku.

Aku masih ingat Hana menangis hebat dan mengatakan kalau aku berselingkuh, tidak mencintainya lagi dan akan menceraikannya. Itu adalah saat - saat paling kacau dalam hidupku. Aku kalut, dipikir dari sisi manapun harusnya dia tidak perlu semarah itu tapi lagi - lagi hormon kehamilan yang berperan dibalik sikap menjengkelkannya. Dan tahu apa lagi yang lucu? Aku menjadi bahan tertawaan semua orang. Yura, Vernon, Nenek, Jeonghan, bahkan orang - orang kantor semua mengetahui penderitaanku dari mulut Vernon. Sialan memang. Aku seperti tidak punya harga diri lagi dihadapan mereka. Aku sekarang lebih terlihat sebagai suami yang lemah di hadapan istrinya. Padahal dulu aku susah payah membangun citra yang baik, sebagai Joshua Hong pewaris perusahaan yang tampan, baik, dan berkharisma. Tapi hanya karena kehamilan Hana citraku jatuh ke dasar jurang. Sungguh malang memang nasibku. Astaga bicara apa Joshua, harusnya aku bersyukur karena diberi nikmat seperti ini. Kata orang masa - masa mendampingi kehamilan istri adalah masa emas dimana itu akan menjadi pengalaman paling berharga dalam di hidupmu. Iya tentu, aku harus banyak bersyukur. Aku selalu meyakinkan diriku sendiri kalau semua penderitaanku ini demi anakku sendiri.

"Kau akan lelah kalau terus mengikuti kemanapun aku pergi Hana."

"Tidak. Aku tidak lelah, aku harus mengawasimu. Aku takut seseorang merebutmu. Lalu aku akan berakhir menjadi ibu yang akan membesarkan anaknya sendiri. Aish mengerikan."

Aku ingat, hari itu setelah seminggu aku diusir dari rumah akhirnya kami berdamai. Hana memaafkan aku, tapi sebagai imbalan karena dia telah memaafkan aku, dia meminta untuk ikut kemanapun aku pergi, termasuk ke kantor. Aku keberatan tentu, aku takut dia kelelahan.

Sebenarnya Hana tidak meminta banyak. Hal terparah yang dia minta hanya saat memintaku makan ayam. Selebihnya dia hanya meminta makanan yang masih bisa aku turuti. Tapi yang sangat merepotkan itu adalah sikapnya, emosinya yang gampang sekali berubah. Suatu hari dia bisa menjadi Hana yang sangat manis, seakan akan dia mencintaiku dengan seluruh hidupnya tapi di lain hari dia akan berubah menjadi Hana yang lain, yang sangat membenciku setengah mati. Dan aku menderita sendirian karena orang lain tidak bisa membantuku.

Hari ini aku tengah bekerja seperti biasa. Hana tidak ikut karena aku sudah mewanti-wanti dia harus diam di rumah karena persalinannya hanya tinggal menghitung Minggu. Tapi sejak pagi tadi pikiranku terus bercabang kemana-mana. Aku tidak bisa konsentrasi karena Hana terus menganggu fokusku. Entah kenapa pikiranku terus terarah padanya.

"Josh?"

Itu Vernon yang selalu masuk ke dalam ruanganku tanpa mengetuk pintu.

"Apa?"

"Ada yang ingin aku bicarakan."

Aku langsung mengarahkan pandanganku kepada Vernon. Pria itu duduk di hadapanku. Wajahnya tampak serius.

"Tentang apa?"

"Aku..."

Perkataannya terjeda. Dia menatapku yang juga menatapnya meminta perkataannya dilanjutkan.

"Aku sedang berhubungan dengan...."

"Tunggu.."

Aku memotong perkataan Vernon ketika ponselku berdering dan menampilkan nama Hana di sana.

"Iya Hana?"

"Jo... Perutku sakit. Sepertinya aku mau melahirkan."

"Hah?"

"Pulang cepat!"

Panggilan terputus.

"Hana kenapa?" Vernon bertanya.

"Dia... Mau melahirkan..."

"Hah? Lalu kenapa kau diam saja Joshua bodoh! Cepat pulang!"

Aku mengerjapkan mataku berkali - kali. Astaga! Sempat - sempatnya aku terpaku diam disaat Hana sedang dalam situasi darurat. Otakku bekerja cepat, tapi tidak tepat karena aku sangat bingung. Tanganku bergerak merapikan berkas - berkas yang tercecer di mejaku.

"Astaga! Tidak ada waktu untuk merapikan kertas - kertas itu Joshua! Hana akan melahirkan anakmu! Ayo pergi!"

Vernon menarik tanganku, dia berlari jadi aku juga ikut berlari mengimbangi langkahnya.

Hana.. mau melahirkan?

Mendadak keringat dingin keluar dari tubuhku. Tanganku gemetar dan mataku tidak fokus. Pikiranku kacau, hatiku juga. Aku khawatir.

"Sudah dibawa ke rumah sakit? Baiklah."

Vernon bicara dengan seseorang. Aku tidak tahu siapa itu.

"Hana sudah dibawa ke rumah sakit."

"Josh? Kau harus kuat astaga jangan menangis!"

Aku bahkan tidak sadar aku menangis. Aku takut. Aku sangat takut. Perjalanan dari kantor ke rumah sakit terasa sangat lama. Vernon juga terlihat tidak sabar dan mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi.

Tiba - tiba saja percakapan dengan Hana beberapa hari lalu teringat kembali. Malam itu Hana sedang berbaring dengan mengelus - elus perut besarnya. Wajahnya tersenyum mengamati pergerakanku yang baru saja pulang dari kantor.

"Bahagia sekali? Apa terjadi sesuatu yang menyenangkan?"

Aku bertanya dan ikut bergabung berbaring di sampingnya.

"Joshua..."

"Hmm?"

Tanganku terulur mengusap perut besarnya. Aku ingat rasanya sangat menakjubkan ketika telapak tanganku menyentuh perut Hana yang sedang mengandung anakku. Anakku. Anakku. Rasanya luar biasa hebat ketika aku menyebut bayi itu "anakku". Aku yakin di dalam tubuhku sedang ditumbuhi bunga - bunga indah, dan rasanya menggelikan seperti ada jutaan kupu-kupu hinggap di antara bunga - bunga itu.

"Joshua..." Hana memanggilku untuk kedua kalinya. Membuatku menghentikan kegiatanku. Tanganku beralih menggenggam jemarinya yang malam itu terasa sangat hangat.

"Kenapa, sayang?"

Senyum Hana makin melebar ketika kata "sayang" terucap dari mulutku. Katanya dia sangat suka dengan panggilan itu. Karena dia merasa dicintai sepenuh hati.

"Jo.. sekarang aku bahagia. Sangat bahagia."

Aku tersenyum juga mendengarnya perkataannya.

"Jo... Tuhan baik sekali ya. Dia membawa ibu pergi, tapi setelahnya dia memberiku anak. Mataku terbuka, kematian dan kelahiran itu sesuatu yang saling berhubungan. Aku semakin yakin kalau apapun yang terjadi di dalam hidup ini, sekalipun itu menyakitkan akan ada hal membahagiakan yang datang setelahnya. Iya kan Jo?"

Aku mengangguk. Kemudian mencium dahinya.

"Aku juga Hana. Aku juga bahagia."

Hana memelukku erat sekali. Dengan perutnya yang sudah membesar dia agak kesulitan bergerak tapi dia mencoba mencari posisi yang nyaman di pelukanku.

"Aku sangat bahagia. Bagaimana menjelaskannya ya Jo? Aku tidak tahu rasanya seperti ini."

Aku hanya tertawa, Hana begitu menggemaskan.

"Tidak perlu dijelaskan Hana. Aku sudah tahu. Karena aku juga merasakan hal yang sama."

"Kata bahagia saja tidak cukup kan Jo? Rasanya seperti kalaupun aku mati besok aku tidak akan menyesal karena aku sudah merasakan kebahagiaan yang sangat luar biasa."

"Hana jangan bicara sembarangan apalagi tentang kematian."

Aku memperingatkannya dan Hana hanya tertawa lalu semakin erat memelukku. Malam itu, aku ingat bagaimana Hana sangat antusias menceritakan kebahagiannya. Dan malam itu juga aku ingat bagaimana Hana dengan mata berbinar - binar membicarakan tentang bahwa dia tidak keberatan untuk mati besok. Aku baru melihat untuk pertama kalinya dalam hidupku seseorang dengan mudahnya berandai - andai tentang kematiannya sendiri. Dan itu Hana.  Bohong jika aku bisa melupakan perkataannya dengan mudah karena hingga hari ini, aku selalu merasa takut. Perkataannya yang mengatakan bahwa kelahiran dan kematian memiliki hubungan semakin membuatku takut.

Hana. Aku takut. Aku takut kehilanganmu.

"Hana dimana?!"

Aku bertanya pada Yura dan Nenek yang sedang menunggu di depan sebuah ruangan.

"Di dalam Jisoo. Kenapa? Jangan panik. Kau harus menenangkan Hana."

Aku tidak menanggapi perkataan Nenek. Aku langsung masuk ke dalam ruangan. Di sana Hana sedang berbaring. Kemudian dia tersenyum ketika matanya menangkap kehadiranku.

"Jo..."

Aku bergegas menghampirinya. Dan langsung menggenggam tangannya.

"Tadi perutku sakit. Nenek langsung membawaku ke sini. Kata Dokter aku akan melahirkan. Jo, sebentar lagi anak kita lahir."

Hana masih seantusias itu.

"Sakit tidak?"

Aku mengusap peluh di dahinya.

"Sakit. Tapi aku bahagia."

Hana kuat. Sangat kuat. Aku tidak ada apa apanya. Aku bahkan siap menangis sekarang tapi Hana bahkan ditengah menahan rasa sakitnya, dia tetap mencoba tersenyum padaku.

"Bertahan ya Hana. Demi aku, demi anak kita juga."

Hana tertawa. Lihat dia masih sempat tertawa dan meringis kesakitan disaat yang bersamaan.

"Aku pasti bertahan. Tenang saja Jo. Aku kuat."

Aku mengangguk. Aku percaya. Hana kuat.

"Jo... Sakit...."

Cengkraman jemarinya di tanganku semakin erat. Pertanda waktu melahirkannya akan segera tiba. Semuanya berjalan dengan sangat cepat, begitu Dokter mengatakan akan melakukan tindakan, aku semakin kalut. Aku hanya bisa mendampingi Hana, menggenggam tangannya juga sesekali memberi ciuman di dahinya.

"Hana... Sayang... Kuat ya."

"Hana..."

Hana kesakitan. Dia berjuang antara hidup dan matinya di hadapanku. Dan saat itu aku sadar bahwa apa yang Hana katakan tentang kelahiran dan kematian yang saling berhubungan semakin terasa nyata. Keduanya pasti datang, tidak tahu siapa yang lebih dulu.

"Tuan Hong, selamat. Bayinya perempuan."

Waktu seakan berhenti. Perkataan Dokter, juga suara tangisan bayi semuanya memenuhi indera pendengaranku. Aku menangis hebat. Semuanya terasa tidak nyata, sampai ketika seseorang mengusap air mata yang mengalir di wajahku, tangannya yang dingin terulur dengan lemah menyusuri jejak air mata di wajahku. Itu Hana. Dia tersenyum sangat manis.

"Jo, selamat karena sudah jadi ayah."

Aku tidak bisa berkata - kata. Matanya menatapku dalam, Hana begitu cantik, meski dia terlihat sangat kelelahan. Hana sudah jadi ibu, dia luar biasa hebat.  Aku masih menangis sembari menatap Hana yang perlahan menutup matanya, dan perlahan tangan Hana terjatuh, tidak lagi menyentuhku. Hana kehilangan kesadarannya.

"Hana...."

Aku berkata pilu. Rasanya seperti ingin berteriak tapi aku hanya mampu bergumam kecil memanggil namanya.

"Hana...."

"Tuan Hong."

Seorang perawat datang menghampiriku dengan menggendong bayi. Dia anakku. Anakku.

"Ini ayah..."

Aku menyentuhnya perlahan, dengan sangat hati - hati.

"Kau cantik seperti ibumu."

Dia menggeliat. Tubuhnya kecil, sangat rapuh. Dan aku ingin melindunginya dengan seluruh hidupku.

"Selamat datang ke dunia, baby Hong."









Selamat ya Jo sudah jadi ayah :)
Hana juga sudah jadi ibu. Sampai jumpa lagi dilain waktu Hana ❤️







Beautiful Spring 🌸









Continue Reading

You'll Also Like

57.5K 5K 31
Vincenzo Cassano putra pertama dari Noh Jeong Ah, pewaris VKR technology yang mendapatkan situasi terdesak untuk memilih Hong Cha Young, wanita yang...
50.7K 6.9K 26
"Pak, 1+1 berapa?" tanya Meli. "Kamu main-main sama saya?" balas Wonwoo. "Jawab aja sih pak" ucap Meli. "Yaudah, 2" ujar Wonwoo. "Salah, jawabannya J...
159K 17.6K 36
Terjebak dalam pilihannya sendiri, Cassandra Park, mencoba berusaha untuk mendapatkan hati suaminya, Jung Jaehyun
235K 35.2K 64
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...