Tied in Love [Tamat]

By fansdeviyy

1.5M 107K 2.1K

Araya Maharani menyadari rasa ketertarikan kepada sepupunya, Aditya Dewangga. Pemuda tampan yang sayangnya me... More

😎
Prolog
Bagian 1
Bagian 2
Bagian 3
Bagian 4
Bagian 5
Bagian 6
Bagian 7
Bagian 8
Bagian 9
Bagian 10
Bagian 11
Bagian 12
Bagian 13
Bagian 14
Bagian 15
Bagian 16
Bagian 17
Bagian 18
Bagian 19
Bagian 20
Bagian 21
Bagian 22
Bagian 23
Bagian 24
Bagian 25
Bagian 26
Bagian 27
Bagian 28
Bagian 30
Bagian 31
Bagian 32
Bagian 33
Bagian 34
Bagian 35
Bagian 36
Bagian 37
Bagian 38
Bagian 39
Bagian 40
Bagian 41
Bagian 42
Bagian 43
Bagian 44
Bagian 45
Bagian 46
Bagian 47
Epilog

Bagian 29

26.6K 1.9K 67
By fansdeviyy

"Please deh! Aku jadi nggak bisa nelan makanan gara-gara lihat Kak Dewa. Kak Ara nggak akan kemana-mana juga kali hingga harus dipelototi begitu."

Araya mengangkat kepala. Memperhatikan raut kesal di wajah adiknya yang duduk diseberang nya sebelum beralih kepada Dewa. Pria itu duduk di bagian ujung meja makan, tepat disebelah kiri Araya. Dia langsung tersedak hingga batuk keras ketika sadar pria itu sedang menahan dagu, memperhatikannya.

Entah sejak kapan Dewa melakukan itu, Araya sama sekali tidak sadar. Dia hanya terlarut dengan makanan yang dibuat Dewa sehingga tidak memperhatikan sekeliling termasuk pria itu. Jika Araya sadar dari awal, mungkin dia tidak akan makan selahap seperti yang dia lakukan beberapa saat yang lalu.

"Minum dulu," ucap Dewa. Dia segera mengambil gelas dan memberikannya kepada Araya. "Makannya pelan-pelan saja. Aku tau kamu suka masakan yang aku buat. Tapi jangan sampai tersedak begini juga."

Araya langsung meneguk air itu hingga habis. Setelah meletakkan gelasnya kembali ke atas meja, dia meraih tisu sebelum membersihkan sisa air yang melekat di bibirnya.

"Kamu sudah selesai?" tanya Araya sambil menunjuk piring Dewa yang sudah kosong. "Katanya lapar. Kenapa makannya cuma sedikit?"

"Melihat kamu makan saja rasanya aku sudah kenyang."

Ada rasa bangga di hati Dewa ketika melihat Araya makan dengan lahap. Padahal sejak selesai memasak tadi, dia sempat meragukan hasilnya. Entah akan sesuai dengan selera Araya atau tidak. Untungnya Araya sangat menikmatinya.

Ayasha yang melihat dan mendengar itu langsung mencibir sepasang manusia yang bersama dengannya saat ini. Si pria yang terlalu sibuk merayu dan si wanita yang bersemu hanya karena gombalan yang tidak masuk akal. Kesalahan apa yang sudah dia lakukan sehingga harus terjebak diantara pasangan yang terlihat kasmaran layaknya anak remaja ini?

Jika bukan karena tidak ingin memiliki keponakan dari kakak perempuannya ini sebelum status kakaknya jelas, Ayasha tidak akan mau repot-repot menjadi obat nyamuk seperti ini. Menyebalkan sekali!

"Kalau begitu mulai sekarang Kak Dewa nggak usah makan-makan. Setiap jam makan temui aja Kak Ara biar bisa kenyang."

Sayangnya ucapan ketus Ayasha hanya bagaikan angin lalu. Tidak ada balasan apapun yang dia terima dari Dewa maupun kakaknya sehingga dia kembali menikmati makanan di dalam piringnya. Kepalanya sengaja menunduk, berusaha untuk tidak terlibat dengan kedua orang yang semeja dengannya ini.

"Sejak kapan kamu pandai masak?" tanya Araya ketika mulai merasa gugup sehingga tidak bisa makan senyaman tadi.

Araya masih ingat bagaimana dulu Dewa tidak bisa melakukan pekerjaan rumah. Jangankan memasak, menyusun pakaian ke dalam lemari pun sulit dia lakukan sendiri. Dan melihat Dewa bisa memasak seperti ini membuat Araya ingin tahu bagaimana kehidupan Dewa selama ini. Perubahan positif yang terlihat itu sudah pasti ada hal yang mendorongnya.

"Sejak kuliah dulu. Makanan disana kurang cocok dengan perutku. Jadi, aku belajar dari yang paling mudah dulu sampai mencoba yang sedikit sulit. Untung hasilnya lumayan bisa dimakan."

Araya tersenyum. "Masakanmu enak. Aku suka."

"Benarkah?" tanya Dewa dengan mata berbinar senang. Dia mendorong mangkuk ayam asam manis buatannya agar lebih dekat dengan piring Araya. "Kalau suka, kamu bisa habiskan semuanya."

Ayasha yang tadinya hendak menambah ayam ke dalam piringnya mendengus. Gerakan tangannya kalah cepat dari tangan Dewa. Tangannya kini masih terangkat sejengkal dari atas meja. Dia menatap Dewa, Araya dan makanan dengan wajah miris. "Aku merasa nggak dianggap."

Araya terkekeh ketika melihat wajah adiknya yang menyedihkan. Dia mendorong mangkuk mendekati piring Ayasha. "Kalau begitu makan aja dengan tenang, Dek. Jangan mencoba untuk memancing perdebatan." Dia tersenyum dan kembali memakan makanannya.

"Aku bukannya mau memancing perdebatan, Kak. Tapi tingkah Kak Dewa benar-benar menjijikkan. Seperti jantan yang baru kenal betina, tau nggak?"

Dewa menatap Ayasha dengan wajah datar. "Aku selalu salah ya di matamu?"

Ayasha mengernyit. "Aku nggak ingat kalau sudah bilang tingkah Kak Dewa tadi salah. Aku hanya bilang menjijikkan."

"Terdengar sama saja, Ayasha."

"Begitu tuh kalau orang dimabuk asmara. Buta! Kotoran kucing dibilang sama dengan kotoran kambing."

Araya melongo. "Apa hubungannya, Dek?"

Belum Ayasha sempat menjawab, Dewa sudah lebih dulu angkat suara sehingga gadis itu semakin terlihat kesal. "Sama-sama kotoran kan?" ucapnya.

"Aku nggak mau makan lagi." Ayasha mendorong piringnya ke tengah meja. "Masak iya sambil makan ngomongin kotoran?"

"Kamu yang memulainya. Habiskan makananmu! Nggak boleh buang-buang makanan," ucap Araya ketika melihat adiknya yang terlihat serius dengan ucapannya.

Ayasha menggeleng dengan gerakan merajuk. Setelah mendapat tatapan tajam dari kakaknya, gadis itu menarik kembali piringnya dengan gerakan malas. Dia melahap habis dalam suapan besar sehingga pipinya mengembung dan bergerak-gerak ketika mengunyah. Bertepatan dengan Araya selesai, dia pun sudah menghabiskan makanannya.

"Aku tunggu Kakak di ruang tamu."

Araya mengisi gelasnya yang kosong dengan air minum tanpa melihat adiknya yang sudah berdiri. "Bantu beres-beres dulu baru ke depan. Dibiasakan membantu dari sekarang, Dek."

"Itu ada Kak Dewa. Aku yakin Kak Dewa mau membantu Kak Ara membersihkan semua ini. Itu sih kalau Kak Dewa bisa berpikir kalau aku sedang memberinya waktu untuk menggoda kakakku."

Dewa menarik kedua sudut bibirnya. "Jangan mencoba untuk mengintip apa yang kami lakukan disini. Kamu bisa dewasa terlalu cepat."

"Ingat! Aku belum mau menambah keponakan."

Dan Araya yang sedang minum kembali tersedak. Kali ini lebih parah dibandingkan sebelumnya hingga membuat matanya berair. Entah karena adiknya yang sudah terlalu dewasa itu atau memang tidak tahu apa yang dia katakan. Intinya, perkataan Ayasha sukses membuatnya malu.

***

Tadi Araya dan Dewa mengunjungi makam anak mereka bersama. Sehingga untuk pertama kalinya Araya bisa mengatakan apa yang belum pernah dikatakannya setiap kali datang. "Sayang. Kali ini Bunda datang dengan ayahmu. Maaf karena sudah membuatmu menunggu lama hanya agar ayahmu datang kesini." Rasanya itu bisa membuat Araya sedikit merasa lega dan juga sedih bersamaan.

Araya dengan kesedihan yang sama seperti setiap kali mengunjungi makam anaknya dan Dewa yang tidak bisa dia tebak bagaimana perasaan pria itu. Ada rasa kecewa ketika respon Dewa nyatanya tidak seperti yang Araya perkirakan. Entahlah! Mungkin karena Dewa adalah laki-laki, sehingga bisa menahan perasaannya.

Keduanya tidak mengatakan apapun setelah kembali dari makam putri mereka. Sehingga keheningan menyelimuti mobil. Sesekali bunyi mesin mobil yang bergerak cepat mendahului mereka dan bunyi klakson di jalanan yang membuat suasana lebih terkesan hidup.

Araya melirik Dewa yang menatap jalanan dengan pandangan lurus. Dia berdehem. "Tadi malam, apa yang kamu bicarakan dengan keluargaku?"

Sejak tadi malam Araya sangat ingin menanyakan hal ini. Hanya saja dia belum mendapat kesempatan. Apa yang dibicarakan Dewa dengan ayah, bunda dan kakaknya membuat Araya ingin tahu. Sebab Araya tidak diikut sertakan dalam perbincangan itu.

"Hal yang sangat penting."

"Aku tahu itu penting. Sudah pasti kamu nggak akan membicarakan sesuatu yang nggak penting hingga mengusirku. Apa berkaitan dengan aku?"

"Aku akan memberi tau setelah aku kembali."

Araya menipiskan bibirnya. Entah kapan waktu terdekat Dewa akan datang lagi kesini. Pria itu terlihat sibuk dengan pekerjaannya. Ayasha yang sepertinya tahu tentang topik perbincangan semalam, ketika ditanyakan berulang kali pun hanya menjawab dengan kalimat yang sama.

"Kenapa Kakak tanya aku? Tanya langsung ke Kak Dewa. Kalau mau tanya Ayah, Bunda atau Kak Tama. Aku nggak mau bilang apapun."

Dan Araya tidak mau mengorek informasi dari ayah, bunda atau kakaknya. Siapa tahu pembicaraan semalam hanya tentang kabar atau mengenai kesibukan masing-masing. Dan mempertanyakan itu kepada keluarganya hanya membuatnya terlihat memalukan.

Lagi pula pembahasan apa yang aku harapkan?

"Huft! Menyebalkan sekali. Aku akan mati penasaran sampai kamu datang kembali," gumam Araya dengan suara kesal.

Tadi pagi Dewa mendapat panggilan dari sekretarisnya. Araya tidak terlalu paham dengan masalah apa yang terjadi meskipun sudah dijelaskan Dewa singkat. Intinya, ada sesuatu yang terjadi di perusahaan sehingga membutuhkan Dewa untuk menanganinya sesegera mungkin.

Araya merasakan telapak tangan Dewa berada diatas kepalanya. Dia mengangkat kepala, melihat Dewa yang sesekali menoleh kearahnya. Pria itu tersenyum. "Kamu nggak akan mati penasaran karena aku nggak akan membiarkannya."

"Kalau begitu, beri tau aku." Araya mengatupkan bibirnya ketika sadar nada suaranya terdengar merajuk.

Dewa menarik tangannya. Dia menghela nafas. "Meminta ijin mereka agar aku bisa memilikimu seutuhnya secepat mungkin."

Bibir Araya terbuka. Meskipun dalam pikirannya dia sempat menduga Dewa memang akan melakukan itu, tapi tetap saja membuatnya kaget. Ini benar-benar mengejutkan. "Tanpa bertanya padaku dulu?" Respon apa yang keluar dari bibirnya ini? Kenapa tiba-tiba dia merasa kesal?

"Aku akan melakukannya setelah aku kembali. Tapi kamu yang nggak bisa sabar." Dewa melirik Araya lagi. "Kamu marah ya?"

"Harusnya kamu membahas itu denganku dulu sebelum bicara dengan keluargaku."

"Aku tau. Aku pria yang memiliki kepercayaan tinggi, Araya. Mendapatkan restu keluargamu bahkan jauh lebih sulit dibandingkan melamarmu karena aku yakin kamu akan menerimaku. Karena itu aku berbicara dengan mereka terlebih dulu."

Dewa terkekeh ketika melihat Araya mencibir. Meskipun terkesan meledeknya, Dewa tidak akan melewatkan wajah Araya yang bersemu. Sudah berarti bahwa perkataannya itu benar adanya.

"Lalu apa kata keluargaku?"

Bibir Dewa yang melengkung tadi kini berubah lurus. Dia melirik Araya sekilas sebelum memperhatikan jalanan didepannya. "Setelah aku kembali, aku akan memberi tau."

"Mereka nggak kasih ijin ya?" tanya Araya lagi. Dia masih belum menyerah.

"Bukan begitu. Keluargamu sudah lama memberi ijin. Hanya saja, aku harus memberi tau banyak hal padamu dulu. Tentang apa yang sudah aku lakukan selama kita tidak bertemu."

"Memangnya apa yang sudah kamu lakukan?"

Dewa menghela nafas. "Aku akan menjelaskan semuanya ketika kembali. Aku usahakan besok atau lusa aku sudah di hadapanmu lagi sehingga kita bisa bicara."

Dan berbicara disini dengan kondisi dimana waktu yang singkat dan di dalam mobil jelas bukan cara yang tepat. Melihat respon Araya tadi, Dewa bahkan sudah bergerak waspada hingga sedikit takut. Bagaimana jika dia jujur tentang apa yang sudah dia lakukan selama ini? Apa yang akan Araya katakan padanya?

Dewa hanya bisa berharap bahwa Araya tidak akan lebih marah dibandingkan dengan tadi. Karena dia takut, Araya akan menolak dirinya.

***

Sejauh ini bagaimana menurut kalian kisah Dewa dan Araya?
Tulis di kolom komentar yaaa 👌

Stay safe and healthy semua 😉
Semoga Suka 🤗

Salam Sayang 😘
~fansdeviyy,,

Continue Reading

You'll Also Like

1.8M 179K 41
[series1] #PROJECT 3 _____________ WONDERWALL : "Seseorang yang kamu pikirkan setiap waktu, seseorang yang membuatmu tergila-gila". ______________ Co...
152K 7.7K 40
" Biarkan aku mencari cara untuk mengetahui ketulusan seseorang." - Nara
412K 16.5K 54
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA, SEBAGAI TANDA MENGHARGAI] "Lo bakalan nyesel kalo lo nolak gue jadi pacar lo" -Anjaya Putra Natanegara- "Gue gak cinta sama...
133K 7.2K 50
Niat hati kabur dari perjodohan yang diatur orang tuanya dengan duda anak 1 yang sialnya masih tampan itu, Herna malah harus terjebak menikahi pria k...