GIOFI (Terbit)

By Rifannah_

14.3K 3K 1.5K

Syafika dituntut untuk menjadi seperti kakaknya yang sukses di dunia kerja. Dia harus meraih nilai sempurna... More

● PROLOG ●
01 - Sistem Unik
02 - Apa yang Salah?
03 - Risi Sebangku
04 - Hindari Sebangku
05 - Tolong Kembali
07 - Aksi Terbaik
08 - Fakta dan Opini
09 - Sudut Kelompok
10 - Jefri Curiga
11 - Di Bawah KKM
12 - Seleksi Teman
13 - Tak Lama Lagi
14 - Harus Bersama
15 - Nilai Ulangan
16 - Pengakuan di Pengumuman
17 - Sidang Kejujuran
18 - Sesal pada Pencapaian
19 - Dua Insan Pusat Perhatian
20 - Beauty Privilege
21 - Kalimat yang Sama
22 - Lukisan Gio
23 - Orang yang Dilukis
24 - Goresan dari Ucapan
25 - Cari Penyakit
26 - Merindu Momen
27 - Ya, Fi dan Ya, Gi
28 - Hasil Bujuk
29 - Nekat Tanya
30 - Teori Kesepakatan
31 - Sebotol Air Mineral
32 - Protagonis dan Antagonis
33 - Ramai Diserang?
34 - Tak Sesuai Harapan
35 - Biang Keladi
36 - Masa Kelam
37 - Katakan Damai
38 - Karena Jeritan
39 - Sumpah dan Sampah
40 - Minta Maaf
41 - Meluruskan Cerita
42 - Tarik Balik!
43 - Pemicu Prinsip
44 - Malam Emosional
45 - Bagian Rencana
46 - The Monster
47 - Jefri
48 - Janji Baru
49 - Giat Belajar
50 - Remaja Penuh Drama
● EPILOG ●
● GIOFI'S Arts ●

06 - Jadi Itu, Gio?

328 78 50
By Rifannah_

= GIOFI =

Hari ini Afi akan kembali duduk bersama Gio.

Cewek itu datang pagi-pagi ke sekolah, di saat kelas masih sepi dan meletakkan tasnya di kursi sebelah Gio. Kemudian pergi meraih sapu untuk membersihkan kelas, karena hari ini adalah jadwal piketnya.

Cewek itu mengangkat satu per satu kursi ke atas meja, biar lebih mudah untuk menyapu nanti. Namun, baru menaikkan satu kursi, tiba-tiba kursi lainnya sudah diangkat oleh seseorang.

Senyumah khas itu muncul lagi. Kembali seperti biasa, Gio balik ceria. Bukan lagi tegang seperti dua hari kemarin. Lebih terlihat bergairah sekolah juga. Tangannya lincah mengangkat kursi tiap barisan ke atas meja, sama saja membantu Afi menjani piket kebersihan kelas.

"Kayaknya kelas kita perlu diubah, deh, aturannya. Kalau pulangan, mendingan tiap muridnya angkat kursi ke atas meja. Jadi yang piket besoknya gampang," saran Gio setelah selesai mengangkat semua kursi ke meja hanya dalam waktu sepuluh detik.

Cepet juga gerakan anak ini, batin Afi.

"Saranin aja nanti ke Kaisar," balas Afi menyebut nama ketua kelas mereka.

Gio manggut-manggut sambil memperhatikan Afi menyapu, tetapi saat sadar bahwa ada gerakan cewek itu yang kaku, cepat-cepat dia mengalihkan pandangan. "Sorry Afi, gue nggak niat bikin lo risi terus."

Afi hanya tersenyum sekilas. Gio mulai paham kalau dia sering risi jika terus-menerus diperhatikan.

* * *

Di hari Jumat, siswa SMA Darwijaya pasti mengadakan senam pagi bersama. Seluruh siswa berkumpul di lapangan depan gedung utama yang setiap Senin dipakai juga untuk upacara. Mereka berbaris dengan menunggu komando dari anggota OSIS, setelah rapi barulah senam dimulai.

Awalnya Afi meragukan perkataan Henry yang menyatakan bahwa Gio adalah anggota MPK atau Majelis Perwakilan Kelas, tetapi setelah melihatnya dengan mata kepala sendiri saat Gio sibuk memantau dan sesekali membantu anak OSIS, dia jadi percaya.

Setelah selesai senam, khusus siswa kelas X IPS E langsung disambut dengan pelajaran penjaskes yang membuat mereka tak perlu balik ke kelas ataupun mengganti seragam, langsung saja berjalan menuju lapangan belakang sekolah.

Praktik penjaskes kali ini adalah rol depan yang sebagian besar siswi pasti tidak suka dengannya. Selain karena malu dilihat dan diamati teman satu kelas, tak jarang ada beberapa siswi yang dari SD sampai SMA tidak mengerti teknik benarnya agar diri mereka bisa melakukan rol dengan baik.

Ada yang perlu dibantu, ada yang mendrama dulu karena malu, ada yang bisa rol depan tetapi miring, ada yang bisa rol depan tapi prosesnya terjadi amat cepat sampai gurunya sendiri belum lihat atau terkaget-kaget, dan macam-macam keunikan lainnya.

Kalau Afi, tergolong sebagai siswi yang bisa rol depan, tetapi tidak sesempurna para laki-laki ataupun Heni yang notabenenya adalah atlet sekolah.

"Cewek, ambil matras juga!" perintah Pak Ben pada mayoritas siswi yang sedang bergibah ria di bawah pohon ujung lapangan sedangkan para siswa sudah siap siaga dengan dua matrasnya. "Malah neduh, cepat ambil, Nak!"

Beberapa siswi akhirnya berdiri dan pergi ke gudang perlengkapan olahraga untuk mengambil dua matras sekaligus bersama-sama. Namun, mereka rupanya tidak kuat dan berteriak-teriak meminta pertolongan.

Afi yang paling banyak diam dari tadi dan hanya menunggu di ujung lapangan pun menghampiri mereka untuk membantu. Baru saja satu tangannya menyentuh matras, tiba-tiba Gio sudah memanggilnya.

"Afi, sini, biar gue aja."

Para cewek langsung heboh menyuruh Gio untuk mengangkat saja semua matrasnya. Mereka lelah. Lelah berteriak daripada beraksi, lebih tepatnya.

Gio jadi mengiakan saja untuk mengangkat dua matras itu sekaligus menuju lapangan tanpa banyak bicara, menolak, ataupun berteriak.

Ini kali kedua Gio mencoba membantu Afi. Entahlah itu model dusta ke semua siswi berkedok ingin membantu Afi atau tidak, yang jelas Gio sudah berusaha yang terbaik.

Dan Afi hargai itu.

* * *

Pelajaran setelahnya adalah pelajaran sejarah Indonesia. Tepat sekali, Gio tak memiliki buku paket pelajaran itu karena hal yang terjadi pada buku paket agama terulang lagi.

Gio sudah tidak kebagian pinjaman buku perpustakaan, dia juga tidak mau membeli bukunya. Alhasil, sampai sekarang Gio juga tidak punya buku dan mengandalkan teman sebangku.

Dia pun melirik Afi yang tampak lengkap dengan segenggam bukunya.

Gio mendekat lalu memanggil, "Afi."

Afi hanya menaikkan sebelah alis sambil sibuk mendengarkan materi yang disampaikan guru di depan dan mencari halaman buku yang dibahas itu. Sembari mencari, dia membagi pendengarannya ke dua arah. Satu ke guru, satunya lagi ke Gio. Menunggu Gio mengucapkan kalimat selanjutnya, membuat tangan Afi makin tidak stabil mencari halaman.

"Bagi bukunya, boleh?" Pertanyaan Gio membuat tangan Afi berhenti.

Afi lansung meletakkan buku paket itu di tengah meja keduanya lalu kembali mencari halaman yang menjadi pembahasan Bu Neni.

Afi mulai kesal karena tak menemukannya. Dia pun bertanya, "Halaman berapa, Bu?"

Selagi Afi bertanya dan menunggu jawaban, Gio menarik buku itu dan mencari halamannya.

"Halaman delapan puluh, Nak."

Afi menoleh kembali ke buku yang sekarang berada dalam dekapan Gio. Bahkan halaman itu sudah lebih dulu dibuka oleh Gio sebelum Bu Neni menjawab pertanyaannya.

Afi pun mengangguk, pertanda bahwa Gio telah melakukan hal yang benar.

Cowok yang selalu tersenyum itu meletakkan bukunya di atas meja, tepat di tengah dia dan Afi. Mereka pun menyimak materi bersama.

Ternyata duduk bersama Gio bukanlah hal yang buruk.

* * *

Jam istirahat, seperti biasa Afi selalu bertemu dengan teman kelas lamanya di kantin dan berbincang bersama mereka mengenai hal yang terjadi hari ini. Bedanya, kali ini Afi memilih untuk bungkam dan tidak ingin bercerita mengenai Gio yang tingkahnya mulai kelihatan baik. Nanti saja, mereka kelak akan tahu sendiri.

Pembahasan mereka berlanjut ke Cici yang curhat mengenai temannya di kelas X IPS D, kerumitan dan persaingan ketat mulai terlihat karena satu kelas dominan siswa yang dulunya dari kelas X IPS 1. Hampir semuanya memiliki ambisi untuk memperebutkan kembali kelas "atas" mereka di semester berikutnya.

"Gue penasaran sama mukanya Gio," kata Pia tiba-tiba keluar dari topik pembahasan mereka. "Sumpah, penasaran banget. Afi, hari ini ada cerita tentang anak itu nggak? Soalnya gue satu kelas sama si Hasrul, temen Gio dulu dari X IPS 5. Dia ada cerita soal Gio yang satu ekskul juga sama dia, hoki lapangan."

Cici menghentikan sesi ceritanya dan jadi penasaran juga dengan jawaban dari pertanyaan Pia. "Eh iya, yang mana anaknya, Fi?"

Afi menyebarkan pandangan ke seluruh bagian kantin. Sedikit susah mencari Gio di antara siswa-siswi penuh keributan. "Nah, itu! Dia ada di kantin ternyata."

Pia yang paling cepat berdiri untuk melihat wajah Gio. "Mana, mana?!"

Binar dan Tami yang sibuk makan pun jadi ikut berdiri. Tak seperti Cici yang memiliki tinggi melebihi mereka, cukup mendongak saja.

Tepat sekali mereka melihat Gio saat cowok itu mengusap rambutnya ke belakang dan tersenyum khas ke sekumpulan teman-temannya di hadapan. Mata teduhnya menyipit, disusul dengan tawa renyah anti jaim, membuat teman-teman Afi mendadak tercengang.

Gio terlihat manis dengan senyum khasnya. Senyum yang seolah hanya dimiliki oleh Gio di dunia ini. Seakan dengan melihat senyumnya saja, semua orang tahu siapa orang itu, Giorufal Ardenas.

"Aaaa!" Pia menjerit tertahan, mengalihkan beberapa perhatian siswa di sekitar meja mereka. Cepat-cepat dia duduk dan mencengkeram tangan Afi sambil menutup mulut dengan telapak tangan. "Kenapa lo nggak bilang dari kemaren-kemaren kalau Gio yang itu?!"

Binar, Tami, dan Cici kontan mendekat juga ke Afi, sama kelakuannya seperti Pia. Ingin menjerit tapi malu, ingin melompat-lompat ke atas meja tapi masih sadar diri pada posisi.

"Astaga, Gio yang itu?!" Cici juga bertanya tak percaya, masih bisa kontrol volume suara daripada Pia. "Gue kira dia jelek, ya ampun!"

Binar berusaha mengatur napas. "Gio itu ganteng, Afi! Masa lo nggak nyadar?"

"Manis banget, loh!" tambah Tami.

"Dia ternyata temennya Purnomo!" Pia ingin menjerit lagi rasanya saat tahu bahwa Gio berada dalam lingkaran pertemanan cowok-cowok "cuakep bukan main" di SMA Darwijaya. Pia tarik semua perkataan dan hinaannya terhadap Gio. "Lo pernah denger rumor nggak, sih, Fi? Kalau cowok-cowok di angkatan kita ini yang cakepnya juarak, tuh, berkumpul semua di kelas X IPS 5?"

Dengan polosnya Afi menggeleng. Boro-boro mendengar rumor, bergaul dengan siswa-siswi selain kelas X IPS 1 ataupun jalan keliling sekolah saja Afi nyaris tak pernah. Denah SMA Darwijaya secara penuh pun Afi tak tahu, bahkan bisa tersesat kalau dibiarkan sendiri. Afi hanya tahu datang ke kelas, duduk, belajar, istirahat di kantin, kerjakan tugas, dan langsung pulang tanpa ikut ekstrakulikuler atau organisasi.

Baru kemarin saat dikejar Gio saja dia berkeliling lantai dua gedung utama untuk pertama kalinya, itu pun terpaksa. Sebelum ini, jangan harap pernah. Tidak sama sekali.

"Arrrgh!" Keempat teman Afi akhirnya menjerit.

"Buka diri Afiii! Sadar sama situasi. Cowok yang dulunya sebangku sama lo ternyata secakep itu. Minta tuker lagi pokoknya sama Heni. Lo harus duduk sama Gio!" saran Cici.

Afi rasa, ini saatnya bercerita. "Gue memang udah pindah duduk lagi sama dia, tadi pagi."

"APAAA?" Keempat teman Afi itu berhasil menyeret semua perhatian siswa di kantin untuk tertuju kepada mereka.

Afi jadi menunduk malu, sementara Gio tersenyum lebar di ujung kantin saat perhatiannya teralihkan tanpa sengaja.

Makin meleyot teman-teman Afi dibuatnya. Yang ditatap siapa, yang baper siapa.

= GIOFI =

Continue Reading

You'll Also Like

37.9K 6.1K 42
[SELESAI ✓] "Liat aja nanti, lo bakal sayang sama gue, Na." "Cih, just keep dreaming, Jake." ︶꒦꒷ ꜰᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴜʟᴜ ʏᴜᴋ ꜱᴇʙᴇʟᴜᴍ ʙᴀᴄᴀ ꒷꒦︶ Demi mendapatkan m...
156K 28.8K 31
𝐓𝐀𝐄𝐇𝐘𝐔𝐍𝐆, 𝐉𝐈𝐒𝐎𝐎 Jasmine Clarabelle Illeona, gadis primadona yang bahkan disukai oleh semua kaum baik adam maupun hawa. Bertemu dengan pe...
3.2M 462K 73
"𝘼𝙥𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙡𝙚𝙗𝙞𝙝 𝙠𝙚𝙟𝙖𝙢 𝙙𝙖𝙧𝙞𝙥𝙖𝙙𝙖 𝙙𝙚𝙣𝙙𝙖𝙢𝙣𝙮𝙖 𝙖𝙞𝙧 𝙡𝙖𝙪𝙩?" Diselimuti dengan pedihnya sudut semesta yang hanya dibe...
65.3K 3.2K 40
[Completed] ⚠Belum direvisi. Banyak typo bertebaran. Ketika suatu persahabatan harus diselingi cinta, tak ada yang dapat kau selamatkan. "Itu artinya...