How to Move on ─ Taeyong

Por ikangdoyi

22.3K 3.9K 3.9K

"Sadar, lo cuma sekedar kakak ipar, bukan pacar." How to Move on ft. Taeyong and Doyoung x OC. Más

[HTMO] 01 - cast?
[HTMO] 02 - prolog
[HTMO] 03 - Stuck With You
[HTMO] 04 - Ineffable
[HTMO] 05 - My Failed Future
[HTMO] 06 - Hopeless
[HTMO] 07 - Move on and Turn on
[HTMO] 08 - Another story
[HTMO] 09 - Annoying
[HTMO] 10 - Nagging Boy!
[HTMO] 11 - Truly
[HTMO] 12 - un-awkward
[HTMO] 13 - Unpredictable
[HTMO] 14 - Among Us
[HTMO] 15 - position
[HTMO] 16 - Rival.
[HTMO] 17 - Take off to get.
[HTMO] 18 - The Truth is Coming Out.
[HTMO] 19 - Another Things Happen
[HTMO] 20 - Hide to behave
[HTMO] 21 - To Heaven
[HTMO] 22 - Unconscious Feeling
[HTMO] 23 - Best thing I need
[HTMO] 24 - Paper scars.
[HTMO] 25 - Quit
[HTMO] 26 - Sunkissed
[HTMO] 27 - The day after
[HTMO] 28 - Heart Sync
[HTMO] 29 - Date
[HTMO] 30 - Home
[HTMO] 31 - Jealous
[HTMO] 32 - Aira Notes

[HTMO] 33 - Feeding My Ego

722 93 14
Por ikangdoyi


song reccomendation : Blue Jeans - Gangga

Seminggu setelahnya, Dinan kembali pulang ke Bali, sementara Biya tidak ikut bersamanya, proyek yang dikerjakan mereka berdua hampir selesai, sehingga Biya memiliki proyek lain di luar kota, tepatnya di Bandung, tapi keberangkatan itu sempat dia tunda karena pelaksanaan pertunangan antara Biya dan Dinan.

"Bi? Kok belom berangkat?" Ujar Mama kepada Biya, yang melihat anaknya rungsing karena belum mendapat kabar dari kekasihnya.

"Iya bentar lagi, Mas Tara juga belum siap."

Mamahnya Biya cuma ngangguk aja, karena dia yakin Biya bisa nanganin itu sendiri. Mamanya selalu mikir kalau Biya itu anak yang dewasa banget.

"Kamu ke Bandung, disana siapa yang jaga?" Tanya Mama penasaran. Padahal waktu Biya di Bali Biya juga sendirian dan gak ada temennya.

"Sama Jaehyun Mah,"

Mama tiba tiba mendelik pada Biya, karena dia tau betul Jaehyun itu laki - laki, sementara dia berpikir bahwa anak gadisnya akan bersama pria lain.

"Jaehyun itu kan cowok Bi,"

"Emang aku ada bilang Jaehyun itu perempuan mah?"

"Hmm bener juga." Kemudian si Mamah langsung kembali dari melipat baju yang tadinya di kamar Biya kini kembali ke kamarnya lagi.

"Dinan,"

Suara disana sedikit bergemuruh, Dinan sedang di tempat proyek, maka dari itu Biya memintanya untuk mencari tempat sepi agar dia bisa berbicara dengan jelas dengan kekasihnya.

"Kamu kemaren kenapa buru - buru pulangnya? Aku belum banyak ngomong habis acara pertunangan kemarin.."

Terdengar tarikan napas cukup panjang dari Dinan dan jelas saja indra pendengar Biya masih berfungsi dengan baik.

"Ada masalah ya?" Tanya Biya, memastikan segala kondisi kekasihnya.

"Bukan gitu Bi, Papah aku bilang, aku suruh pegang proyek dia.. dan tiga bulan sebelumnya proyek gedung itu harus bisa selesai, kalo enggak, kita nggak bisa melangsungkan pernikahan, dia mau bikin gedung besar buat pernikahan kita di Bali nanti,"

Biya dengan raut wajah yang masih susah untuk dicerna lewat kata kata tampak bingung sambil melamun, kecewa? Itu pasti. Karena tanggal pernikahan sudah disetujui oleh dua keluarga.

Meski begitu, memang penetapannya baru disetuji pihak satu sama lain, belum dalam keputusan menyeluruh. Ketika mendengar ini, Biya jadi down, moodnya ngerasa nggak enak, feelingnya gak bagus lagi. Sebenarnya dia hanya takut sesuatu yang nggak pasti akan terjadi.

"Bi? Masih dengerin aku?"

"Hm."

"Kamu pasti nggak setuju." Sahut Dinan.

Biya berusaha sebaii mungkin untuk berbicara dengan intonasi yang biasa, dia juga nggak mau menyakiti perasaan Dinan.

"Kalau Papa kamu mau begitu gapapa. Biar aku nurut dulu, biar jadi calon menantu yang baik buat Papah."

Dengan berat hati, Biya harus mengiyakan kemauan Papahnya Dinan demi kebaikan semuanya. Hubungannya dan rencana pernikahan mereka.

"Jangan lupa ibadah, magh kamu suka kambuh gak?" Tanya Dinan padanya. Biya hanya diam menjawan tidak pada Dinan dengan ekspresinya yang datar.

"Nggak lah. Yaudah balik kerja lagi aja." Balas Biya. Mengingat kesibukan tunangannya yang sangat padat, akhirnya Biya menyelesaikan teleponnya lebih dulu.

"Kalau tanggalnya mundur, gimana cara bilangnya sama Mama sama Papah?"

"Apa aku harus kasitau mereka juga?"

"Lagian undangan juga belum dicetak," Biya menggigit - gigiti kuku jari tangannya dengan seribu pertanyaan di atas kepalanya.

"Gapapa lah, sebelum semuanya terlambat. Mungkin aku akan bicara baik baik." Yakin Biya pada dirinya sendiri. Dia yakin Mamah Papahnya akan mengerti.

Gugup. Seperti harus menghadapi kembali awal pertemuannya dengan Tara. Biya nggak memungkiri kalau kecanggungan itu akan terasa begitu kentara saat mereka berdua pamit kepada Mamah dan Papahnya.

"Tara cuma bisa nemenin Biya dua harian aja Mah, habis itu Biya disana ngurus proyek di Bandung, Tara ngurus disini." Jelas Tara kepada Mamah mertuanya.

"Kalian nggak bisa bareng aja apa?" Tanya Papah pada Biya dan Tara. Keduanya saling bersahutan dalam kontak mata yang salin terjalin pada keduanya.

"Namanya juga kerja, Pah.." tutur Biya, sambil melenggangkan tas tangannya lebih naik lagi pada pundak kanannya.

"Biya berangkat ya," pamit Biya kepada kedua orang tuanya, begitu juga Tara. Dia mengenakan kaus hitam dan celana hitam panjang yang akan menemani Biya dalam perjalanannya beberapa waktu ke depan.

"Tara, hati - hati .. jagain Biya ya." Suara Papahnya Biya saat Tara mencium punggung tangan Papah mertuanya.

Nggak hanya karena saya antar anak Papah.. saya bisa jaga Biya, bahkan tanpa Papah suruh.. saya rela jaga Biya seumur hidup saya, Pah.

****

Tara's


Memang benar apa kata orang.. saat seseorang udah dimiliki orang lain, kenapa dia baru berasa lebih berharga daripada sebelumnya?

Tapi bagi saya, Biya selalu berarti buat saya. Nggak ada sedikit pun sisa waktu buat saya bisa gunakan agar kami bisa berbicara, satu sama lain, dari hati ke hati.

Waktu saya udah tenggelam. Saya tau saya udah sangat terlambat.

Sekarang saya hanya bisa mengagumi seseorang yang udah ada menetapkan satu hak kepemilikannya disana. Dan itu rival saya, orang yang nggak akan pernah mau mengalah dari saya, selama kami masih berkompetisi dari zaman kuliah.

Tapi sekarang saya tau, mungkin dari kami nggak ada yang menang atau kalah. Hanya saja beruntung atau tidak. Saya bisa mengatakan semua itu terjadi secara tangan nasib yang dimiliki oleh seseorang.

Saya hanya tinggal menyerahkan semuanya sama keadaan. Menjadi seorang Ayah tunggal dan harus membesarkan seorang anak laki - laki. Itu adalah tanggung jawab penuh saya sekarang yang harus saya penuhi.

Saya bahagia Bi, melihat kamu bahagia. Cukup dengan melihat kamu tertidur seperti ini bikin hati saya berbunga bunga Bi. Saya udah lama nggak merasakan kedekatan ini sama kamu, walaupun secara verbal, kita nggak sedeket dulu. Biar hujan di luar jadi melodi yang mengalun untuk kita berdua seraya mengingat saat kita masih dekat waktu itu.

Saya masih inget banget waktu kamu pulang sekolah nyeker karena sepatu kamu basah dan rusak. Saya menawarkan diri buat gendong kamu, tapi kamu nolak.. tapi maaf ya, tekat saya nggak sampai situ, sampai penolakan itu. Saya akan berusaha sampai saya bisa. Ya.. walaupun jadinya terpaksa, tapi saya harus gendong kamu. Daripada kaki kamu yang luka dan berdarah? Saya nggak rela kamu luka, walaupun itu untuk diri kamu sendiri.

Kamu nggak tau kan Bi? Sesayang apa saya sama kamu waktu itu?

Mungkin sampai hari ini.

Wajah kamu makin cantik Bi, udah dewasa banget. Nggak pernah saya sangka kalo anak anak seperti kamu sebentar lagi bakal jadi seorang istri. Bakal punya rumah tangga, yang akan kamu bina bersama suami kamu nanti.

Apa alasan terlambat masih bisa digunakan untuk membalikan utuh sebuah keadaan?

Kamu pasti nggak yakin, apalagi saya.

Tapi saya tetep yakin dari dulu, tentang perasaan saya terhadap kamu.

Saat itu saya berduka saat kehilangan kakak kamu. Saya nggak pernah menyangka wanita seperti Aira lebih disayang semesta untuk diambil ke pangkuannya. Walaupun saya pernah mencoba untuk berhenti mencintai kamu Bi, lupain kamu, pada akhirnya saya pun menyerah.

Saya menyerah untuk bisa nggak mencintai kamu, ngelupain kamu. Kenyataanya perasaan itu sudah hadir sejak lama. Saya nggak bisa tinggalin itu, mungkin karena saya terlalu nyaman bersama kamu, walaupun saat itu kamu sedang nggak di sisi saya, tapi kamu selalu hadir salam setiap memori bahagia saya.

Saya harus apa saat tau kamu sekarang udah bertunangan?

".... Biya, Mas ganggu ya?"

Mungkin tangan saya yang mengelus kepalanya terlalu terasa oleh Biya, sekarang dia jadi bangun karena saya.

"Masih lama ya Mas?"

Biya mengusak wajahnya karena dia tertidur cukup lama, kira kira empat puluh menit selama saya menyetir. Awalnya kami tak punya banyak hal yang bisa dibicarakan, namun melihat dia mau berbicara dengan saya saja, saya merasa masih bisa memilikinya. Mungkin. Walau hanya sebagai kakak ipar.

Saya tatap netranya dalam, Biya masih kelihatan linglung.

"Nanti kalau nikah, mau tinggal dimana Bi?" Tanya saya. Sejujurnya saya nggak mau bahas topik tentang pernikahan, tapi saya rindu berbincang panjang dengan Biya.

"Belum tau Mas.. tapi Dinan punya apartement di Bali,"

"Kamu bakal resign?"

Biya kelihatannya bingung, dia menggesek gesekan satu tangannnya dengan tangannya yang lain.

"Biya nggak mau berhenti kerja, Mas."

"Proyek kamu banyak Bi, kamu nggak bisa hanya tinggal satu tempat aja."

"Ya terus aku harus berhenti?" Suaranya meninggi, mungkin Biya nggak suka saya bicarakan itu.

"Nggak Bi, saya harap kamu bahagia dengan pilihanmu."

"Iya Mas.."

"Tapi, meninggalkan suami untuk karir, itu nggak baik. Kamu itu harus ada buat suami. Hubungan jarak jauh itu nggak akan berhasil, percaya sama Mas.."

Kecuali untuk saya, yang selalu berhasil menjaga kamu dari jauh, jaga perasaan saya untuk kamu, walau kita berbeda pulau waktu itu.

"Mas nggak bisa bayangin nanti kalau kamu udah bener bener menikah Bi."

Saya memberanikan diri menatap matanya. Biya nggak menolak tatapan saya, walau hanya sebentar dalam kemacetan, saya hangat didalam disini walaupun di luar hujan.

"Kenapa kalau aku menikah Mas?"

Saya kembali dalam kemudi awal dan menatap jalanan yang mulai lenggang.

"Mungkin kesempatan Mas hanya ini.. dan setelah itu, Mas nggak bisa kembali lagi."

Karena kamu selalu jadi rumah dan tempat saya buat pulang Biya.

****

Sepuluh menit lagi mereka sampai tempat tujuan, namun rasa lapar Biya nggak bisa dia tahan, memang Biya nggak biasa sarapan, karena ini udah masanya menjelang makan siang maka dari itu dia mengeluh pada Masnya.

"Mas.. laper, makan dulu yuk?" Pinta Biya. Sebab dia tau saat di lokasi tubuhnya hanya ingin beristirahat karena perjalanan panjangnya itu.

"Tempat makan ya.."

Tara mengitari daerah pandangnya ke sekeliling, walaupun tidak terlalu akrab dengan lokasi tersebut, tapi Tara masih mengenal beberapa tempat makan yang cukup terkenal di daerah sana.

"Batagor mau Bi?"

"Boleh deh."

"Mas pinggirin mobilnya sebentar."

Turun bersamaan dengan Biya, Tara ikut menghampiri rumah makan yang terkenal akan Batagornya di daerah itu. Hujan juga sudah reda, nggak menutup kemungkinan untuk mereka bisa bersantai dulu di rumah makan tersebut.

"Mas.. aku mau es cincau ya.."

"Jangan pedes!"

Tara hanya menuruti keinginan adiknya itu, mungkin ini adalah masa masa terakhir Tara bisa menikmati waktu bersama dengan Biya.

"Tapi nggak pedes juga nggak enak. Mas, ambilin saos sambel di meja sebelah dong!"

"Sama tambahan kerupuknya boleh deh."

Tara mengambilkan sambel yang letaknya ada di sebelah meja dan memberikannya pada Biya. "Kamu tuh suka sambel, cuman kalo makanannya enak atau enggak, atau lagi nggak mood."

"Ih mas kok tau sih???" Cetus Biya sambil menuangkan sendok sambalnya disana.

"Apa ada hal yang nggak pernah aku tau tentang kamu Bi?"

"Mungkin Mas cuma nggak tau kamu dan tunanganmu itu kayak apa. Tapi selebihnya, mungkin Mas yang lebih banyak tau, kenal kamu, daripada tunangan kamu."

Biya menatap Masnya penuh tanda tanya. "Kita kan serumah Mas."

Tara menarik lekuk senyumnya nggak lepas. Masih merasa nggak ikhlas dengan pernyataan yang Biya utarakan barusan.

"Iya juga, kamu bener."

"Aku tau kamu semuanya karena kita tinggal serumah." Tutup Tara, sebelum dia mulai menghabiskan sisa makanannya yang tersisa.

"Mas Tara gimana? Nggak ada rencana mau menikah?"

Tara menyimpan alat makannya dan meneguk air putih sambil menatap Biya masih melahap makanannya yang hanya tinggal beberapa suapan lagi.

"Mungkin mas nggak bisa memulai kehidupan mas yang baru lagi, Mas juga nggak bisa."

"Kenapa Mas? Mas harus cari Mama baru buat Dave."

Tara memberikan tatapan sinisnya pada Biya. "Nggak semudah itu."

"Kamu tau." Beberapa jeda yang Tara lontarkan memberikan tanda tanya untuk Biya. Sesaat ketika dia hampir memulai pembicaraanya lagi, Tara justru menambahkan utas kalimatnya.

"Saat ini, kamu udah bahagia untuk orang lain. Mas tau ini nggak mudah, tapi, orang lain mungkin nggak tau, sesulit apa Mas berjuang disini sendirian."

"Senyum yang selalu Mas bayangkan, kehadiran yang selalu Mas nantikan, suara yang selalu Mas ingin dengar, nyatanya kini semua itu dengan mudah orang lain milikin."

"Kamu mungkin nggak pernah Mas perlihatkan sisi Mas yang lain. Tapi Biya, apa Mas juga nggak boleh egois buat kamu? Saat itu memang waktunya nggak tepat, tapi──"

"──MAS!"

Aku mohon.. Tolong jangan goyahin aku, Mas. Tekadku hampir bulat. Aku mau komitmen sekali untuk selamanya. Kenapa kamu berakhir dengan kayak gini sama aku Mas.. Bathin Biya.

"Mas nggak boleh egois??"

"Saat kesepakatan orang tua kita berjalan dengan sangat lancar, disitu mas nggak bisa menunjukan segala emosi yang Mas pendam .. Mas nggak bisa egois sama siapapun, tapi Bi, sekali ini aja Mas mau egois sama kamu. Biarin Mas milikin kamu,"

"Kesepakatan apa maksud Mas?"

"Kesepakatan, tentang perjodohan Mas dengan Kak Aira."

Biya berdiri secara spontan, bangkunya hampir terjungkal ke belakang.

"Nggak mungkin! Mas pasti bohong!"

"Kak Aira bilang kalian pacaran, Kak Aira bilang kalian udah lama jalin hubungan saat itu."

Kedua kaki biya ikut bergetar saat mengetahui fakta sebenarnya dari kejadian yang sebetulnya. Faktanya, Aira selalu menutupi kenyataan yang sebenarnya. Hubungannya dengan Tara.

"Menjadi diam dan menurut itu nggak enak, jadi biar keegoisan Mas hidup di dalam diri Mas, mempengaruhi banyak cara berpikir Mas yang berjalan, kamu cukup ikutin alurnya aja."

"And my ego will protect you."




























Pengen double up karena ceritanya masih bersambung banget. Doakan biar aku gak males ketik. Hehe.

Seguir leyendo

También te gustarán

499K 5.4K 88
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
55.2K 8.6K 52
Rahasia dibalik semuanya
47.9K 423 5
well, y'know? gue fetish sama pipis dan gue lesbian, eh gue sekarang sepertinya bi, kontol dan memek ternyata NYUMS NYUMS Apa ya rasanya Mommy? juju...
80.2K 5.6K 25
"MOMMY?!!" "HEH! COWOK TULEN GINI DIPANGGIL MOMMY! ENAK AJA!" "MOMMY!" "OM!! INI ANAKNYA TOLONG DIBAWA BALIK 1YAA! MERESAHKAN BANGET!" Lapak BxB ⚠️ M...