The Duchess Wants a Divorce

By Anna_Kanina

1M 128K 12.8K

***WATTYS WINNER 2021 KATEGORI FANTASI*** --- Setelah menikah dengan seorang duke paling berpengaruh di negar... More

Author's Note
Prolog
Bab 1 - The Duke and His Wife
Bab 2 - Peaceful Night
Bab 3 - The Roses Field
Bab 4 - New Friend
Bab 5 - His Lovely Wife
Bab 6 - The Rain Breeze
Bab 7 - The Duke's Bad Dream
Bab 8 - The Art Gallery
Bab 10 - New Lady In Town
Bab 11 - The Royal Family
Bab 12 - The Prince Message
Bab 13 - The Prince's Letter
Bab 14 - The Duke's Hunting Day
Bab 15 - The Remian Estate
Bab 16 - The Prince
Bab 17 - Jealousy
Bab 18 - Autumn Breeze
Bab 19 - The Cursed Duke
Bab 20 - Another Duke
Bab 21 - Business Trip
Bab 22 - The Soran Island
Bab 23 - The Annoying Woman
Bab 24 - The Proposal
Bab 25 - The Problem with the Duke
Bab 26 - Abigail's Plan
Bab 27 - How to Fight the Curse
Bab 28 - The Sacred Forest
Bab 29 - The Dark Creature
Bab 30 - The Power of Nightmare
Bab 31 - The Southern Port
Bab 32 - Touch and Feel
Bab 33 - Another Hunting Day
Bab 34 - The Painting
Bab 35 - The Powerful People
Bab 36 - The Angel of Death
Bab 37 - The Horrible News
Bab 38 - The Announcement
Bab 39 - The Demon and The Duke
Bab 40 - The Teutonia Palace
Bab 41 - Toxic Society
Bab 42 - The Knight and The Earl
Bab 43 - The Punishment
Bab 44 - The Temple of Edna
Bab 45 - The Snowy Night
Bab 46 - The rise of the demon
Bab 47 - The Duchess Wants a Divorce
Bab 48 - Freedom
Bab 49 - Nicolas and The Duke
Bab 50 - Gwen and Abigail
Bab 51 - The Crown Prince
Bab 52 - The Ex Husband
Bab 53 - The Wicked Witch
Bab 54 - The Monster and The Duke
Bab 55 - The Prey and The Hunter
Bab 56 - The Tale of Demon
Bab 57 - The Selfish Women
Bab 58 - The Truth About All
Bab 59 - How to Say Goodbye
Bab 60 - The Journey Begin
EPILOG
Extra Chapter (1) - Hug and Kisses
Extra Chapter (2) - Vivian and The Duke
Extra Chapter (3) - Quentin and His Women Problem
Extra Chapter (4) - The Duke's Banquet
Extra Chapter (5) - His Lovely assistant (part 1)
Extra Chapter (6) - His Lovely Assistant (part 2)
Extra Chapter (7) - The Feminist and The Duke
Extra Chapter (8) - The Feminist and The Duke
Extra Chapter (9) - The Duke and His Baby
Extra Chapter (10) - Max and Noah

Bab 9 - The Artist

22.2K 2.6K 226
By Anna_Kanina

Edmund mengajaknya untuk menonton opera. Gwen menebak suaminya melakukan itu karena merasa bersalah atau merasa berkewajiban melakukannya. Bagaimanapun, mereka harus tetap harmonis sebagai suami-istri. Sang duke mungkin mendapat saran dari William, si butler, karena menonton opera sama sekali di luar kebiasaannya.

Gwen sama sekali tidak menegur Edmund, bahkan enggan makan di satu meja yang sama dengannya. Dia melakukannya berhari-hari. Gwen sendiri terkejut karena dia sanggup menghindari sang duke. Padahal dia terbiasa mengikutinya ke mana-mana sampai kakaknya menegurnya karena berpikir adiknya menguntit.

Gadis itu mematut di depan cermin besar dengan ukiran perak dan emas di kamarnya. Karena masih ingin menunjukkan rasa protes terhadap keangkuhan sang duke, Gwen enggan mengenakan gaun dengan warna kesukaan Edmund. Gadis itu memakai gaun berwarna jingga terang karya desainer ternama, serta perhiasan yang tidak terlalu mencolok. Gwen tidak bisa memastikan, karena dia terbiasa menerima komentar dan pujian dari orang di sekitarnya atau para pelayannya. Mereka bilang Gwen tetap luar biasa menawan, maka gadis itu memutuskan untuk percaya dan dengan percaya diri menaiki kereta kudanya.

Edmund menyambutnya di depan gedung teater basilika ketika Gwen melangkah turun dari keretanya. Sang duke seperti biasa, memancarkan aura misterius dan keagungan yang membuat siapa pun gentar. Untuk kasus Gwen, jantungnya berdebar. Yah, tidak mudah untuk bertahan menghindari seseorang yang dia cintai.

"Kau terlihat cantik, Gwen." Edmund tersenyum menyapanya.

Biasanya Gwen akan balas tersenyum dan memuji suaminya dengan nada manja. Kali ini dia hanya mengangguk dan menahan perasaannya.

"Kau marah padaku?"

"Mana mungkin saya berani marah pada Anda, Yang Mulia Duke yang terhormat," tanggap Gwen sedikit sarkastik.

Edmund menghela napas dan sedikit menggeleng. Dia lalu menggamit lengan istrinya dan berjalan menuju barisan kursi VIP yang telah dia pesan. Dengan gestur sopan, Edmund mempersilakan istrinya yang masih menekuk bibirnya untuk duduk. Gwen menutup sebagian wajahnya dengan kipas seakan enggan berbicara pada suaminya.

"Maafkan aku, seharusnya aku tidak menyakiti perasaanmu." Edmund bicara. Emosi Gwen sedikit memuncak karenanya. Setelah hampir seminggu berlalu, Edmund baru mengatakannya sekarang?

"Tidak apa, aku juga akan berusaha keras."

"Berusaha apa?"

"Berusaha untuk tidak mencintaimu, mengikuti jalanmu yang bersikeras untuk menjadikan pernikahan ini sebagai tampilan keluarga Dukedom Rosiatrich yang sempurna," kata Gwen berusaha sinis. Namun entah kenapa dia malah terluka sendiri karena kata-kata yang dia lontarkan. Hati kecil Gwen merasa itu akan sangat sulit dan tidak mungkin.

Gwen melihat ekspresi Edmund yang berubah masam bercampur duka dan mungkin sedikit amarah. Harga dirinya mungkin terusik. Tapi Gwen kini enggan membuat Edmund menjadi pria paling beruntung di Teutonia. Dia sudah punya segalanya. Fisik, gelar, reputasi, dan kekayaan. Dia bahkan punya cinta dari wanita tercantik di Teutonia. Walau mungkin sang duke tidak akan terlalu peduli, Gwen setidaknya bisa membuat kaki Edmund menapak kembali ke bumi agar dia tidak terlalu sombong dan merasa bisa melakukan segalanya. Ya, dia salah satu manusia di Teutonia yang bisa melakukan apa pun, kecuali membalas cinta istrinya.

"Pertunjukannya sudah hampir dimulai." Edmund berujar getir sambil mengalihkan pandangannya ke arah panggung.

Gwen memutuskan untuk bahagia hari ini. Menonton opera juga salah satu kegemarannya. Apalagi penyanyi favoritnya, Andrea Higgins, juga tampil di sini. Pertunjukan ini mengambil tema dongeng yang populer, tentang gadis dari kalangan bawah yang jatuh cinta pada seorang penyihir. Seperti biasa, dalam setiap kisah cinta selalu ada kendala. Pada cerita mereka, sang penyihir yang ingin membalas cintanya tidak bisa menciumnya karena setiap yang disentuh akan berubah menjadi perak. Kisah cinta mereka berakhir tragis karena sang penyihir memilih untuk menjauh dan mengatur sendiri perjodohan sang gadis dengan pangeran yang kelak menjadi suaminya.

Gwen tidak bisa menahan air di pelupuk matanya yang mendesak minta menetes. Dia bersimpati pada si penyihir yang merelakan perasaannya demi keselamatan si gadis. Mungkin karena kisah mereka berdua mirip.

"Apakah kau tidak suka pertunjukannya?" Edmund memberikan saputangan untuk menyeka air mata istrinya.

"Justru karena aku menyukainya, makanya aku menangis." Gwen terisak.

"Tapi, Gwen, ini hanya cerita fiktif." Edmund terlihat serius memikirkannya. Dia—dan mungkin banyak pria lainnya—tidak paham kenapa banyak wanita yang hadir menangis hanya karena menonton Opera.

"Aku mau ke kamar mandi dulu untuk merapikan riasanku." Gwen meminta izin.

***

"Anda nona yang tempo hari membantu pameran kami, kan? Apa Anda juga menonton opera?" Seorang pria menghentikan langkah Gwen ketika dia hendak kembali ke samping Edmund. Dia si profesor yang kali ini mengenakan setelan khas bangsawan dan memberi gadis itu senyum cerah.

"Oh, Anda profesor di akademi." Gwen membungkuk.

"Nama saya Harvey, dan Anda?"

Gwen diam sejenak untuk berpikir. Kebanyakan bangsawan mengenalnya. Selain sebagai istri dari Duke Edmund, yang merupakan pahlawan perang sekaligus bangsawan dengan kekuasaan tinggi, dia juga diberi gelar Permata Teutonia oleh banyak media. Profesor ini tampak berasal dari keluarga ningrat, tapi dia mungkin terlalu sibuk mengajar dan melakukan penelitian sampai dia tidak mengenali Gwen.

"Anda bisa panggil saya Gwen."

"Bagaimana menurut Anda tentang operanya?" Profesor tampak mulai berbasa-basi. Gwen pun gelisah, Edmund mungkin menunggunya. Babak kedua teater musikalnya akan segera dimulai. Tapi entah kenapa Gwen merasa sayang melewatkan kesempatan mengobrol dengan seseorang yang mungkin memiliki minat yang sama dengannya.

***

Edmund mengetukkan jarinya sedikit gusar di lengan kursi. Istrinya terlalu lama, apa dia tersesat atau semacamnya? Selain itu, jeda pertunjukan dirasanya terlalu lama. Edmund bangkit dari duduknya. Beberapa orang di sekitarnya yang memiliki gelar lebih rendah secara reflek menundukkan kepala.

Sang duke mengangkat tangannya, meminta ajudannya untuk mendekat. Gwen mungkin akan mengantuk setelah acara selesai dan Edmund khawatir dia tidak sempat memberikannya hadiah.

Ajudannya memberikan sebuah kantong kertas berisi buket bunga mawar ungu serta kotak perhiasan. Itu adalah tanda permintaan maaf karena sikapnya yang keterlaluan. Kalau ada satu hal di dunia ini yang bisa membuatnya gelisah dan tidak produktif dalam pekerjaannya, itu adalah saat Gwen mendiamkannya.

Sang duke mencari istrinya ke lorong menuju kamar mandi, yang juga cukup ramai dengan para ningrat. Mereka memilih tempat yang kurang layak untuk bersosialisasi. Tapi gedung teater ini memang didesain untuk mengakomodir sosialisasi para pengunjung. Mereka menyediakan tempat duduk dan sofa yang nyaman di lorong luas itu, serta menggantung lukisan-lukisan seperti di galeri.

Jantung Edmund terasa teremas ketika melihat Gwen sedang berbicara dan tertawa akrab dengan pria asing yang sama sekali dia tidak kenal. Edmund sudah cukup lama mengenal Gwen untuk tahu dengan siapa saja dia bergaul, tapi tidak dengan pria itu.

"Duchess?" Edmund menegur dengan nada amarah tertahan.

"Oh? Yang Mulia Duke, apakah babak kedua pertunjukannya sudah mau dimulai?" Gwen menyahut dengan setitik rasa bersalah. Apakah dia seharusnya tidak mengobrol? Apakah dia sudah membuat Edmund menunggu?

"Duchess?" Harvey bertanya ragu.

"Iya, dia Duchess Gwendolyn Rosiatrich, istri saya. Dan bolehkah saya tahu nama Anda, Sir?" Edmund melihat pria itu dingin.

"Maafkan saya karena tidak mengenali Anda, Duke, Duchess, karena saya baru beberapa bulan di Teutonia. Saya Harvey Shawn Maxwell, pangeran kedua dari negara Arbavia." Pangeran Harvey membungkuk sedikit untuk menunjukkan rasa hormatnya.

Duke Edmund tampak sedikit gentar dan mengendurkan sikap waspadanya. Dia balas membungkuk dan mengulurkan tangannya. Harvey membalas menjabatnya.

"Saya seharusnya bertemu Anda bulan lalu di istana, tapi ketika itu saya sedang ada tugas kemiliteran. Walaupun terlambat, saya ucapkan selamat datang." Ekspresi Edmund berubah netral.

"Terima kasih, Duke."

"Saya juga penasaran, bagaimana Anda bisa mengenal istri saya?" Edmund memeluk pinggang Gwen sembari bertanya. Gadis itu sadar kalau rona merah muda mungkin sudah menjalar ke pipi dan kupingnya. Gwen berusaha keras meredam dan mempertahankan keanggunannya.

"Dia membantu saya di akademi. Duchess sangat cerdas dan punya pengetahuan luas tentang seni dan artefak kuno." Harvey menjawab ramah.

"Apa?"

"Err, tempo hari aku berkunjung ke rumah ayahku dan Quentin mengajakku ke akademi untuk urusan pekerjaannya." Gwen berbisik menjelaskan.

"Bukan itu, maksudnya apa tentang Duchess yang memahami seni dan artefak kuno?" Edmund memastikan lagi.

"Itu hanya hobiku, Duke. Kau tahu kalau Marquis Remian adalah seorang antikuarian ternama. Wajar kalau aku tahu sedikit soal itu." Gwen mengklarifikasi.

Edmund terdiam sejenak sambil memandang mata istrinya lekat. Dia butuh jawaban sekaligus mengevaluasi istrinya saat ini. Edmund yang mengira sudah mengetahui semua tentang Gwen ternyata terbukti salah. Sang duke meragu sekaligus gelisah dan gusar. Dia tidak suka. Dia membenci perasaannya sekarang ini.

"Aku sedikit tidak enak badan, kurasa aku akan pulang duluan. Kau bisa melanjutkan menonton. Para kesatria akan mengawalmu pulang nanti." Edmund memberi tahu setengah berbisik pada Gwen, dia beranjak pergi tanpa menyerahkan hadiahnya pada Gwen.

"Tidak, Duke, aku akan ikut pulang bersamamu. Aku tidak bisa menonton sambil mengkhawatirkanmu di sepanjang pertunjukan. Profesor Harvey, semoga kita bisa berbincang lagi nanti." Gwen membungkuk untuk berpamitan.

Harvey menyandarkan badannya yang tegap pada pilar sambil memandangi pasangan serasi itu berjalan menjauh. Duke Edmund tampak segar dan baik-baik saja. Dia jelas tidak sakit. Yang jelas, suasana hatinya berubah drastis sampai dia memutuskan untuk pulang.

"Pangeran Harvey, Anda tidak kembali ke kursi Anda?" Brian, asistennya, yang dia ajak dari Arbavia menegur setelah akhirnya menemukannya.

"Aku bertemu dengan gadis misterius yang kemarin kuceritakan."

"Oh, yang kemarin Anda bilang berbakat dalam bidang antikuarian itu? Lalu, apakah dia mau bergabung dengan proyek Anda?" Brian yang berbadan sedikit pendek dengan kumis tipis bertanya lagi.

"Aku belum bilang itu padanya. Dan dia ternyata sudah bersuami, kurasa akan sulit apalagi dengan suami pencemburu seperti itu." Harvey menggeleng.

"Apakah Anda akan mencari model lain?"

"Tidak, harus dia, tapi karena suaminya cukup berkuasa, sepertinya aku harus pakai koneksi kerajaanku untuk membujuknya." Harvey menggaruk dagunya berpikir.

Continue Reading

You'll Also Like

29.3K 2.3K 39
(Fantasy - Romance) Ada rumus didalam rumus. Benar bukan? Lalu bagaimana dengan 'Ada dunia didalam dunia'? Memang sulit dipercaya. Apalagi oleh Jaera...
2.4M 106K 109
Warning: zona 21+⚠️ Plagiat? Semoga harimu Senin selamanya! Ingat karya curian itu tidak berkah. [PRIVATE MODE ON] Follow untuk membaca part di-priva...
523K 45.8K 38
CERITA INI SUDAH SELESAI (di private). "Kematian terus mengejarku, dan aku tak dapat bertahan lebih lama lagi. takdir ini begitu menyiksa kita, akan...
7.2M 375K 46
Daisy Mahesa, seorang model terkenal. Ia juga merupakan putri tunggal dari keluarga Mahesa. Menjadi seorang model merupakan mimpinya, namun sayang ka...