MAFIA GIRL ||ALEXSANDRIA||

By whulaandryh_

4.2K 484 36

"mati memang di tangan Tuhan, tapi kalau gue bantu mempercepat ngga pa-pa kan?" _Alexsandria_ ******* Ini... More

1
2
3
4
VISUAL
6
7
8
9
10
11

5

321 38 2
By whulaandryh_


Dor!

  Semua mata memandang tak percaya pemandangan itu. Tubuh tegap itu luruh ke aspal dengan darah yang mengalir deras di daerah jidat.

  Alexsa tersenyum miring, ia meniup pelan ujung pistol mematikan miliknya, lalu mengahlikan pandangannya ke depan sana.

  "Why? Kenapa dia begitu lambat?" Alexsa bertanya dengan wajah sok iba nya.

  Satu tumbang, tersisa empat makhluk tak berguna yang siap menghadap ke tuhan.

  4 pria itu menatap tak percaya tubuh rekannya yang terbaring lemas, dapat dipastikan rekannya itu telah tak bernyawa.

  "Hey! Kenapa diam? Ayolah, tadi mau main tembak-tembakan." Alexsa menunduk lesuh, kemudian kembali mengangkat kepalanya dengan tawa iblis khas miliknya.

"K-kau, ga-dis gila!" Salah satu dari mereka meneriaki Alexsa. Alexsa menatap tajam pemilik suara.

  Saat pria itu hendak menyentuh mayat temannya, Alexsa kembali menarik pelatuk pistol kesayangannya.

  Dor!

Satu peluru dengan kecepatan yang tak terhitung menembus kepala pria yang menjadi objeknya. Jatuh, itulah keadaan tubuh pria itu.

  Tersisa 3 pria dengan tubuh yang bergetar hebat, pistol yang mereka pegang jatuh dari tangannya. Tubuh mereka terdiam, ini antara lari tetap mati. Atau tinggal, tapi tetap mati juga.

  Alexsa tertawa pelan, melihat pistol tak bermerek yang mereka bawa.

  "Pistol kalian seharga dengan gorengan di Amerika. Pulang lah, aku sedang malas membunuh." Alexsa mengibas-ngibaskan tangannya mengusir ketiga pria yang masih terdiam itu.

  "Kenapa? Kalian ngga mau? Ya sudah." Alexsa mengangkat pistolnya lalu mengarahkan ketiga pria yang menjadi objeknya. Ahh, mereka terlihat seperti tubuh tak bernyawa. Apa mereka sudah menyerah kepada takdir?

  Alexsa mengarahkan tepat di arah jantung, kemudian bergumam.

  Target terkunci, batinnya.

  Dor!

  Dor!

Dor!

  Tepat sasaran! Ketiga tubuh itu tumbang tak bernyawa, Alexsa tersenyum kecil ia menatap langit yang mulai mendung. Owh ternyata semesta mendukungnya untuk menghapus jejak darah yang berhamburan di aspal.

Alexsa mengambil benda pipih miliknya lalu menelpon bodigard ayahnya.

  "Jalan mekar, di gang sepi. Bereskan mayat-mayat tak berguna ini. Dan jangan lupa, kirimkan kepala mereka kepada atasannya. Beri tahu salam dariku," Alexsa tersenyum miring dengan mata yang memperhatikan pistol canggih di tangannya.

  "Apa nona telah membunuh?" Senyum miring itu memudar. Mood gadis cantik itu berubah, ia tak suka ditanya. Jika ia memerintah laksanakan saja, jangan bertanya.

  "Diam bodoh! Apa kau bodigard baru?! Kau tak kenal siapa aku! Kerjakan saja! Sampaikan yang aku katakan! 5 menit kalian tak datang, kepala kalian yang menjadi sangsinya." Alexsa mematikan telepon secara sepihak. Ia memperhatikan sekeliling, ternyata benar-benar sepi.

  Rintik hujan mulai turun, menimpah tanah dan juga aspal yang ber warna merah terang, bau amis dari darah mereka begitu menyekat. Alexsa berjalan mendekati ke-4 mayat itu.

  Ia berjongkok menatap satu persatu wajah mereka. Ia terkekeh kecil sepertinya mereka semua telah berkeluarga.

  "Maafkan aku. Aku membuat anak kalian mempunyai status baru, anak yatim." Alexsa tertawa pelan, kemudian mengusap wajah pria di dekatnya ia mencungkil peluru yang berada di jidat mayat itu.

"Jangan main-main, dengan gadis dari anak dan cucu mafia sepertiku. Salam hangat dari dewi kematian, Alexsa Putri William." Setelah mengatakan itu Alexsa berjalan menjauh dengan tawa yang menghiasi bibirnya. Entahlah, ia begitu puas setelah membantu malaikat maut mencabut nyawa manusia.

  Noda darah di tangannya perlahan luntur terkena air hujan yang deras. Wajah cantik itu sedikit tertutupi dengan rambut basah. Alexsa berjalan ke arah motornya, kemudian menarik gas meninggalkan tempat kejadian.

   Malam telah tiba, langit kembali diterangi dengan cahaya bulan purnama juga bintang yang berkelap-kelip menambah kesan dingin dan cantiknya suasana malam.

  Alexsa menjatuhkan pantatnya dengan malas di sofa ruang keluarga. Ia menatap tak minat ayah dan kakeknya yang juga tengah menatapnya tajam.

  "What?" Tanyanya tanpa basa basi.

William ataupun Alex tak menjawab pertanyaan dari gadis dengan hondie dan celana pendek khasnya. William segera menyalahkan televisi besar dihadapan mereka.

  Dikabarkan 5 orang pria dinyatakan hilang tadi siang, dan kabar yang beredar mereka telah meninggal. Tubuh dari korban belum ditemukan dan pihak dari keluarga berdoa bahwa ini hanyalah berita belaka saja.

  William kembali mematikan televisi tersebut lalu menatap tajam putrinya. Alexsa yang ditatap hanya memutar bola matanya malas.

  "Kamu kan, dalangnya?" Tanya William sabar. Alexsa mengangguk jujur membuat William dan Alex mengelus dada.

  "Terus, kenapa harus sampai masuk berita princess? Kamu tau kan itu bahaya untuk kamu juga keluarga kita." Alex menasehati cucunya, dibalas anggukan-anggukan kepala dari Alexsa.

  "Sengaja." Satu kata yang mampu membuat William dan Alex memijat pelan jidat nya. Tingkah Alexsa benar-benar meresahkan.

"Apa tujuannya?" William kembali bertanya. Alexsa mengambil toples berisi kacang tanah dihadapannya kemudian membukanya.

"Supaya bosnya tau. Kalau anggotanya mati." Simpel bukan? William terduduk di sofa, ia memijat pangkal hidungnya.

  "Dengan kamu ngirim kepala mereka ke Mr, Jack udah cukup buat dia paham princess." William mencoba menjelaskan. Alex memilih ikut duduk di sofa khusus untuknya, kemudian menatap ke arah cucunya.

"Ngga pa-pa yah. Kasih kejutan sedikit ke keluarganya. Ayah kayak ngga pernah membunuh aja." Alexsa menyindir ayahnya.

  William menatap tak percaya setelah mendengar ucapan putrinya. Sementara Alex terkekeh pelan, ia membuka kaca matanya lalu mengelapnya dengan pelan.

  "Sudahlah, biarkan saja dia Wil. Cucuku sudah besar dia tahu resiko dari setiap perbuatannya, jadi tak apa. Masalah berita, Dady akan perintahkan anak buah Dedy untuk menghapusnya. Besok berita itu telah hilang dari dunia pertelevisian." William mengangguk pasrah, ia tahu ayahnya selalu bisa diandalkan. Ia hanya takut putrinya tertangkap, meskipun itu adalah hal yang tak mungkin.

"Yaudah, Eca yang cantik ini mau bobo. Besok sekolah, good night my father and grandfather." Alexsa memberikan satu kecupan manis di pipi kakek dan ayahnya. Tak lupa pula kecupan hangat ia dapatkan tepat di keningnya dari kedua laki-laki itu.

  Dengan langkah santai Alexsa berjalan ke arah life yang menghubungkan ke lantai 4 kamarnya. Rumah ini masih lebih kecil dari rumahnya di Amerika sana.


  Begini bentuk pemandangan rumah megah milik kakeknya jika dilihat dari kejahuan. Alexsa sudah terbiasa dengan kemewahan yang tiada tara, bukan berarti ia tak bisa hidup miskin.


  Alexsa menghempaskan tubuhnya di atas kasur empuk miliknya. Ruangan megah dengan kaca-kaca besar yang menjulang tinggi menambah kesan estetic kamar gadis cantik itu. Ini bukan satu-satunya kamar yang ia punya, masih ada beberapa kamar khusus untuknya.

Kamar ini dibuat sesuai keinginan Alexsa, dengan kaca-kaca transparan itu Alexsa bisa melihat langit indah pada malam hari juga pemandangan cantik kota Jakarta.

  "Aku suka kegelapan." Gumamnya pelan sebelum akhirnya mata indah itu tertutup kelopaknya. Alexsa tertidur dengan nyaman, ia mengistirahatkan tubuhnya sebelum menyambut pagi yang cerah esok hari.

  Keesokan harinya.

   "Bukan gitu! Tubuh lo tuh jangan keras-keras banget! Jangan terlalu kaku!" Siswi dengan kipas pink berbulu di tangannya tengah memarahi anggota tim chiliders.

  "Udah ulangi lagi." Amanda kembali memerintah, siswi dan siswa yang tergabung dalam kegiatan ekstrakulikuler chiliders kembali melakukan latihan yang dipandu oleh Amanda.

  "Lagi ngapain Man?" Amanda menoleh ke arah belakang senyumnya mengembang melihat Alexsa dan Jessica yang berdiri tak jauh darinya. Dengan cepat ia berlari memeluk para sahabatnya, itu rutinitas Amanda setiap bertemu sahabatnya.

  "Lepas bangsat!" Jessica mengumpat, ia melepaskan kasar tangan Amanda yang berada di pundaknya. Amanda mencerutkan bibirnya kesal, Jessica memang tak suka dipeluk. Sementara Alexsa hanya tersenyum tipis, para sahabatnya tak pernah berubah.

  "Dasar es balok." Amanda menyindir pelan, Jessica yang pendengarannya begitu tajam menatap Amanda dengan tatapan datar. Sementara yang ditatap hanya terkekeh tak berdosa.

  "Ngapain Man?" Alexsa mengulang pertanyaannya yang tadi.

  "Ini, Ca. Lagi latih anggota chiliders katanya bakal ada lomba basket di sekolah sebelah." Amanda menjawab dengan seadanya, terlihat Alexsa yang mengangguk paham.

  "Bulan mana?" tanyanya memperhatikan sekeliling. Amanda nampak berfikir dan kembali menjawab.

"Dia mau latihan paskibra, terus ngelatih para mayoret junior di  marching band, terus juga latihan untuk olimpiade bahasa inggris, katanya." Alexsa kembali mengangguk paham, ia tak heran Bulan yang terlihat polos begitu terkenal dengan prestasi yang gadis itu punya.  Bulan juga sangat aktif di setiap kegiatan extsrakulikuler, terkecuali chiliders dan PMR alasannya simpel, ia malas takut dibuang jika bergabung dengan chiliders dan juga gadis itu takut dengan darah, jika di PMR.

  "Jessica!" Ketiga gadis itu menoleh ke arah samping. Terlihat seorang siswa bertubuh tinggi, melempar senyum ke arah mereka.

  "Sini!" Ucapnya kembali memanggil Jessica.

  "Gue duluan, mau rapat OSIS." Alexsa dan Amanda mengangguk mengerti. Gadis dingin dengan gaya coolnya berjalan meninggalkan lapangan menuju ke siswa tersebut.

  Dominikus Ryan Maranatha, namanya cukup Unik. Cowok kelahiran Rusia itu, mempunyai paras yang tampan juga mapan. Sifatnya yang ramah kepada sesama, Ryan menjabat sebagai ketua osis, Alexsandria school dengan Jessica yang menjadi wakilnya. Itulah mengapa mereka terlihat dekat.

  "Dia, siapa?" Tanya Alexsa yang tak kenal dengan Ryan, wajar ia masih menyandang status murid baru.

"Ketua OSIS, gantengkan? Sayangnya gue beda keyakinan." Amanda menatap lesuh kepergian Jessica dan Ryan. Kening Alexsa berkerut, mendengar ucapan Amanda.

  "Dia, Kristen?" Amanda menganggukkan kepalanya.

  "Dominikus Ryan Maranatha. Nama depannya aja udah buat gue insekyur." Alexsa terkekeh kecil, hanya Amanda yang bisa mendengar dan melihat kekehan itu.

"Terkadang yang beda keyakinan lebih menggoda." Alexsa menepuk pundak sahabatnya dua kali, kemudian berjalan meninggalkan lapangan.

  "Mau kemana?!" Teriak Amanda keras.

  "Kantin, laper gue." Ucap Alexsa tanpa berteriak. Gadis itu berjalan mengikuti langkah kakinya yang membawanya ke arah kantin sekolah. Para siswa menatap kecantikan Alexsa dengan begitu lapar. Ada juga siswi yang merasa tertandingi dengan Alexsa.

  "Cih, buaya." Gumamnya pelan lalu berbelok memasuki kantin. Saat berada di pintu kantin, Alexsa mengedarkan pandangannya menatap sekeliling kantin.

  Cukup ramai, sepertinya hari ini ada rapat guru yang membahas mengenai UTS yang akan dilaksanakan 2 pekan ke depan. Matanya mendapatkan apa yang ia cari, dengan elegan Alexsa berjalan ke arah bangku kosong di pojok kiri.

  "Mau pesan apa, neng?" Alexsa melempar senyum manis sesaat, kemudian memberitahu apa yang ia inginkan. Mbok kantin itu nampak mengangguk paham.

  "Oke neng, cantik tungguin yah." Alexsa mengangguk, dan menatap kepergian mbok itu.
 

  Alexsa memilih memainkan game online sembari menunggu pesanannya.

  Lima menit berlalu, mbok Ati kembali datang dengan mapan di tangannya. Alexsa mematikan handphone nya lalu mengambil mapan yang di bawah mbok Ati.

  "Makasih." Ucapannya, mbok Ati mengangguk lalu berlalu dari meja Alexsa menuju meja siswa lain. Alexsa menatap semangkuk bakso panas dengan es teh dihadapannya.

  Huff

  Alexsa meniup pelan kuah bakso yang berada di sendoknya.

  Byur!

  Anjing! Batinnya terkejut.

Alexsa melap kasar wajahnya yang terasa lengket karena juz jeruk. Alexsa meletakkan dengan pelan sendok dan garpu yang berada di tangannya. Ia mendongkak menatap pelakunya.

  Aurel Keisha Azahra

  Alexsa kembali menunduk mencoba mengembalikan rasa laparnya. Ia menatap bakso yang masih panas di hadapannya. Kesihan, kuah bakso itu berubah menjadi orange. Ia mencoba kembali mencicipinya. Tetapi aksi Aurel menghentikan niatnya.

  Aurel menyirami bakso itu dengan air teh milik Alexsa yang belum sempat gadis itu minum. Tawa dari Aurel dan teman-temannya membuat Alexsa muak.

  Bugh!

  Satu pukulan keras, berhasil membuat suasana kantin kembali sunyi. Aurel terdorong ke belakang, saat tangan Alexsa menghantam keras tulang rahangnya.

  Alexsa berdiri di atas meja kemudian menendang keras gelas kosong bekas teh miliknya. Gelas tak berdosa itu pecah saat bertemu dengan dinding putih. Alexsa melompat turun, ia menatap tajam Aurel dan teman-temannya yang juga menatapnya.

  "Lo siapa?" Tanyanya dingin. Aurel tak ingin dipandang lemah meskipun rahangnya terasa retak. Gadis dengan mek up tebal itu berjalan mendekati Alexsa dan langsung menghadiahkan tamparan, sebagai salam perkenalan.

  Plak!

  Wajah cantik itu nampak tak bereaksi setelah mendapatkan tamparan dari Aurel. Para penghuni kantin menonton dengan riuh, saat melihat Alexsa ditampar.

  Mata Aurel membulat saat Alexsa tak memberikan respon kesakitan. Saat ingin kembali melakukan hal yang sama. Satu tendangan di perutnya menghentikan aksinya.

  "Wow!" Para siswa siswi yang menonton berteriak heboh, saat Aurel kembali terlempar ke belakang karena Alexsa.

  "Lo!" Satu teman dari Aurel hendak menjambak rambut Alexsa, dengan gerakan yang cepat Alexsa memutar tangan gadis itu dan menekannya.

   "Akh! Le-pasin bego!" Siska, sahabat dari Aurel itu mengumpat kesakitan saat tangannya semakin ditekan oleh Alexsa.

  "Ada apa ini!" Teriakan dari seorang siswa membuat Alexsa melepaskan tangan Siska dan langsung mendorongnya ke depan.

  Terlihat Jessica dan Ryan yang baru datang. Mungkin ada yang mengadu kepada keduanya.

  Jessica segera membuka almamater miliknya lalu menutupi tubuh Alexsa. Baju putih polos tentu transparan jika bertemu dengan air.

  Alexsa menatap cemooh, Aurel dan juga Siska. Ia menyanggul rambutnya dengan asal lalu bersandar di ujung meja, dengan tangan yang berada di depan dadanya.

   "Ada apa ini, siapa yang bisa jelaskan?" Ryan bertanya kemudian memperhatikan Aurel, Siska yang nampak kesakitan. Berbeda dengan Alexsa meski pipinya terlihat merah, ia nampak biasa-biasa saja.

"Kenapa, Ca?" tanya Jessica kepada Alexsa. Alexsa menatap sahabatnya sebentar lalu menunjuk kedua biang kerok dengan dagunya. Jessica yang paham kemudian mendekati Ryan yang masih kebingungan.

  "Mereka yang salah." Ucap Jessica menunjuk Aurel dan Siska yang nampak tak terima.

  "Hei Jessica! Kita tau yah, lo itu wakil ketua OSIS, tapi jangan pilih kasih dong! Mentang-mentang nih, siswi baru seangkatan lu. Dasar dekel ngga tau malu." Jessica menghembuskan nafasnya berat, ia menoleh ke arah Siska yang masih ingin melayangkan protes.

  "Maaf kak, bukan waktunya beragumentasi. Ikut kak Ryan ke BK." Ucap Jessica dengan tenang. Ia menarik tangan Alexsa menjauh dari kerumunan, meninggalkan ekspresi tak percaya para kakak kelas mereka.

  "Wakil Lo, keren bro." Ryan mengangguk dan tersenyum kepada teman sekelasnya. Ia mengahlikan pandangannya kepada Siska dan Aurel yang nampak masih kesakitan.

  "Ikut gue." Setelah mengatakan hal itu, Ryan berjalan menjahui kerumunan.

  Aurel dan Siska menghentakkan kakinya kesal. Mereka menatap punggung Alexsa dan Jessica yang nampak menjauh.

  "Tunggu aja, Lo!" Teriaknya kesal.


Bersambung...
Jangan lupa vote and komen! Thank you❤️

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 97.2K 103
"You do not speak English?" (Kamu tidak bisa bahasa Inggris?) Tanya pria bule itu. "Ini dia bilang apa lagi??" Batin Ruby. "I...i...i...love you" uca...
563K 21.7K 49
Takdir yang membawa gadis cantik selalu kena hukuman setiap harinya dari kakak lelaki nya sendiri, karena kenakalan nya dan memiliki sahabat yang sam...
273K 13.5K 37
"GW TRANSMIGRASI? YANG BENER AJA?" ... "Klo gw transmigrasi,minimal jangan di peran antagonis lah asw,orang mah di figuran gitu,masa iya gw harus mat...
892K 89.1K 48
Ketika menjalankan misi dari sang Ayah. Kedua putra dari pimpinan mafia malah menemukan bayi polos yang baru belajar merangkak! Sepertinya sang bayi...