ATLANTAS || END

By badgrik

276K 21.9K 2K

[ Winner of the co-writing event held by TWT] Warning ⚠️ Terdapat banyak kata-kata kasar, harap bijak dalam m... More

Prolog
01. Permulaan
02. SMA Delton
03. Insiden
04. Tawuran dan Pencarian
05. Jaket
06. Jalan-Jalan Ke Mall
07. Abel Hilang
Cast + Nama + karakter Pemain
08. Markas Vagos
09. Berlalu
10. Bertemu Kembali
11. Apartemen
12. Berangkat Bersama
13. Penasaran
14. Turnamen Futsal
15. Atlantas Dan Alex
16. Bimbang
17. Gosip Sekolah
18. Simpang Siur
19. Gudang Sekolah
20. Fakta Yang Sebenernya
21. Syndrome Sandi
22. Senja Di Rumah Sakit
23. Antara Abel, Atlantas & Alex
24. Orang Tua Abel
25. Hal Indah Di Rumah Atlantas
26. Penyerangan
27. Antara Bandung Dan Jakarta
28. Cerita Di Dufan
30. Setan
31. Kotak Bekal
32. Tentang Atlantas
33. Mimpi Abel
34. Meniti Ke Akhir Cerita
35. (Bukan) Akhir Segalanya
Ucapan Terima kasih
Extra Part 1
Extra Part 2
Extra Part 3 • Special POV Atlantas
Cerita Baru
Grub Atlantas
Info Bahagia?
Atlantas Versi Baru?

29. Malam Minggu

4.1K 404 45
By badgrik

“Entah sampai kapan kita akan tetap memiliki tujuan yang sama. Entah berapa lama rasa yang kita punya akan tetap berada di dalam sana. Entah bagaimana kita akan tetap saling mengeratkan genggam untuk melalui perjalanannya. Entah apa akhir yang sedang menanti kita di ujung sana. Tapi yang terpenting saat ini adalah bagaimana caranya aku bisa menjagamu seutuhnya—hanya untukku,” —Atlantas.

🏍️🏍️🏍️

Abel berjalan bersisian dengan tangan yang masih digenggam erat oleh Atlantas di dalam saku jaket. Rasanya sangat pas dan hangat. Wajah Abel jadi bersemu merah. Dia sangat malu tapi juga mau terus seperti ini.

“Kak Atlas,” panggil Abel pelan. Mereka masih berada di Dufan. Berkeliling-keliling tidak jelas, namun terasa sangat mendebarkan.


“Hm?”

“Kita pacaran?” tanya Abel polos. Dia takut  kalau semua ini hanyalah mimpi belaka. “Benar, kan?”

“Iya,” jawab Atlantas datar.

Abel menggigit bibir bawahnya—menahan senyuman. Astaga, rasanya dia ingin berteriak saat ini juga.

“Kita pulang sekarang, kah?” tanya Abel kepada Atlantas. Dia menatap rahang cowok tersebut dari samping. “Belum malam banget, lho. Kita jalan-jalan ke lain aja, gimana?” tawar Abel. Dia masih ingin bersama cowok tersebut.

“Mau ke mana?” tanya Atlantas balik.

Abel menatap Atlantas tidak percaya. Dia pikir cowok tersebut akan menolak ajakannya.

“Eum, Abel juga nggak tau. Terserah Kak Atlas aja deh, Abel ngikut aja.”

“Hm. Yaudah, kita makan dulu.”

“Oke!” Abel tersenyum lebar. Sangat manis.

Wajah cantik Abel tampak bersinar malam ini. Atlantas melirik cewek tersebut sebentar, lalu tersenyum tipis. Dia mengeratkan genggamannya.

“Kita makan seblak.”

“Eh, seriusan?” Abel tertawa pelan. Dia benar-benar merasa bahagia malam ini.

“Iya.”

“Emangnya Kak Atlas suka makan seblak?” tanya Abel ingin lebih tau tentang cowok tersebut, tapi seingatnya cowok tersebut memang tidak menyukai seblak.

“Nggak.”

Kan, benar kata Abel. Dia hanya manggut-manggut.

“Tapi, gue bakalan coba suka biar lo nggak makan sama cowok lain,” sambung Atlantas tiba-tiba. “Gue nggak suka. Jadi, bantu gue suka sama seblak. Bisa, kan?”

Wajah Abel tambah bersemu merah. Atlantas menatap wajah memerah itu. Dia hanya berdehem pelan, lalu membuang muka.

Sedangkan Abel hanya bisa menahan jeritannya. Dia gugup. Jantungnya bahkan berdetak sangat kencang. Dia takut kalau Atlantas mendengarkannya.

“Mau beli sesuatu?” tanya Atlantas terlebih dahulu.

Abel hanya menggeleng pelan. Atlantas yang malam ini berhasil membuat jantungnya jumpalitan. Benar-benar sebuah kemajuan besar karena Atlantas mau membuka obrolan terlebih dahulu. Abel rasa dia akan sangat bucin pada cowok tampan di sampingnya ini.

“Kak Atlas blasteran, kah?”

“Canada-Indonesia.”

Abel sedikit memajukan tubuhnya. Menatap bola mata Atlantas yang berwarna biru. Sangat indah. Dia makin terpesona.

“Abel jadi pengen punya bola mata kayak Kak Atlas, deh.”

“Milik lo udah bagus. Sesuai sama muka lo.”

“Emangnya muka Abel kayak gimana?” tanya Abel cepat.

“Cantik.”

Abel langsung tertawa. “Abel memang cantik. Jadi, sesuai aja kan sama Kak Atlas yang tampan ini?”

“Iya.”

Walaupun sudah berpacaran, tapi sikap Atlantas masihlah kaku. Abel tidak mempermasalahkannya. Dia menyukai Atlantas yang seperti ini.

“Abel harap ini bukan mimpi belaka,” ucap cewek tersebut pelan. Menatap lurus ke depan. “Dan perasaan ini akan tetap abadi,” sambungnya lagi. “Abel mau sama Kak Atlas terus. Kini, nanti, ataupun kehidupan berikutnya.”

Atlantas tidak tau harus bersikap seperti apa lagi. Harapan Abel terdengar sangat tulus di telinganya. Dia bersyukur bisa membuat hubungan bersama Abel seperti saat ini.

“Dan gue berharap semoga suatu saat nanti kita bisa ajak anak kecil ke sini. Bersama-sama. Layaknya keluarga kecil harmonis,” bisik Atlantas pelan di samping telinga Abel.

Hembusan napas Atlantas sangat jelas terasa di telinga Abel. Dia tidak mau menoleh ke arah cowok tersebut, namun wajahnya tampak sangat senang malam ini. Sudah tampak jika dia setuju dengan ucapan cowok tersebut.

Kebahagiaan inilah yang Abel tunggu.

Kebahagiaan sederhana yang tidak bisa di cari di manapun dan ditukar dengan apapun.

Abel membalas tatapan Atlantas secara tiba-tiba dengan seulas senyuman.

“Kita nikah dulu, ya. Tapi nanti, habis Abel lulus kuliah dan Kak Atlas udah kerja,” balas Abel membuat Atlantas membeku dengan wajah yang memerah.

“Mau, kan?” tanya Abel memecah keheningan di atasnya mereka.

“Iya, mau,” sahut cowok cepat, tidak ragu.

Abel malah terkikik pelan. “Kak Atlas bikin gemas,” batinnya.

Sedangkan Atlantas hanya bisa terpaku pada senyuman, tawa, dan raut wajah Abel yang berubah-ubah di setiap waktu.

Mereka tida tahu saja jika keduanya sama-sama memiliki perasaan yang kuat. Hanya butuh waktu saja untuk mengungkapkan sisa rahasia yang belum terungkap.

Dan sepertinya semesta malam ini mulai berkerja sama untuk menyatukan dua hati tersebut untuk terus saling terkait.

Tapi, sampai kapan?

“Kita jalanin bareng-bareng ya Kak Atlas. Abel sayang Kak Atlas pokoknya. Kalau Kak Atlas gimana?” tanya Abel sambil menatap kedua mata Atlantas yang tenyata juga di balas cowok tersebut.

Sebuah usapan lembut hinggap di pipi kirinya. Atlantas mengelus pipi Abel penuh rasa sayang

“Bukan hanya sayang, Arabella. Aku cinta kamu.”

Dan pasti kalian tahu reaksi Abel seperti apa. Dia hanya bisa menggigit bibir bawahnya dengan wajah yang memerah seperti kepiting rebus.

Perut yang terasa bergejolak aneh. Menggelitik.

Dan jantung yang berdetak di atas batas normal.

Malam yang sangat mendebarkan.

🏍️🏍️🏍️

Seblak. Cewek mana yang tidak mengetahui nama makanan enak tersebut—walaupun sebagian orang tidak menyukainya. Dan Atlantas berada di antara manusia yang tidak menyukai makanan tersebut. Lebih tepatnya dia tidak menyukai seluruh makanan yang berita rasa pedas.

Berbeda sekali dengan Abel yang memang menyukai makan pedas—apapun itu asalkan layak konsumsi saja.

Dan sesuai perkataan Atlantas tadi, jadilah mereka di sini—warung seblak, yang katanya paling enak di Jakarta.

“Kenapa Abel baru tau sih kalau ada seblak seenak ini di sini. Ke mana aja Abel selama ini coba, huhuhu,” ucap cewek tersebut dengan dramatis.

Atlantas menumpukan tangannya di bawah dagu. Tidak berminat sama sekali pada rasa seblak itu, namun tertarik penuh sama yang makan seblak tersebut.

“Seblak, sunset, selain itu apa lagi yang lo suka?” tanya Atlantas dengan raut datar.

“Kak Atlas,” jawab Abel blak-blakan, mengabaikan raut wajah Atlantas yang jadi sedikit tegang. Dia hanya fokus pada kuah seblak di depannya. Sangat enak. Pedas dan gurih bercampur jadi satu. Dia jadi jatuh cinta dengan rasa cinta di seblaknya.

“Kalau Kak Atlas gimana?” tanya Abel. Dia mengangkat wajah. “Apa yang Kak Atlas suka?”

“Masakan lo,” jawab Atlantas jujur. “Nasi goreng, gue suka,” imbuhnya dengan sedikit kaku.

Abel tersenyum. “Abel senang dengarnya. Nanti besok Abel bawakan bekal, ya.”

“Iya.”

“Mau sekalian Abel buatin jus apel, nggak?”

“Iya.”

“Oke, nanti Abel buatin.”

“Gue jemput.”

Abel menatap heran pada Atlantas. “Jemput?”

“Sekolah. Kita berangkat bareng. Gue jemput. Gue nggak suka penolakan, ingat.”

Abel malah terkikik pelan. Dia nggak dikasih kesempatan untuk berbicara oleh Atlantas.

“Iya, jam tujuh, oke?”

“Hm.”

Drrtt drttt drttt

Ponsel yang Abel letakkan di atas meja, berbunyi. Atlantas mengernyitkan dahi. Sepertinya ponsel Abel sangat kerap di telpon seseorang.

Abel mengambil ponselnya, mengangkat telepon tersebut seraya menyeruput teh es.

“Halo, Mas Adrian. Kenapa?”

“ .... ”

“Baik. Sama Bang Banu juga, kok.”

“ .... ”

“Sudah. Ini lagi makan seblak.”

“ .... ”

“Iya, nanti pulang, kok. Masih jam tujuh lewat juga. Masih belum malam banget.”

“ .... ”

“Oke, good night, Mas.”

Abel meletakkan ponselnya dengan wajah riang. Menghabiskan es tesnya lalu menatap Atlantas yang tenyata menatapnya juga. Namun, kali ini pandangan cowok tersebut sedikit aneh. Seperti orang marah.

“Kak Atlas kepanasan?” tanya Abel karena melihat wajah Atlantas yang memerah.

“Tadi siapa?” tanya Atlantas tanpa menjawab pertanyaan Abel.

“Mas Adrian?”

“Kenapa manggilnya Mas?”

“Karena Mas Adrian memang lebih tua dari Abel beberapa tahun. Harus sopan lah.”

“Siapanya lo?”

Abel sedikit mengangkat alisnya. “Kak Atlas cemburu kah?” batin Abel geli. Dia tersenyum jahil. Sepertinya menjahili Atlantas kali ini bukanlah ide yang buruk.

“Mas Adrian, dia cowok yang tinggal serumah sama Abel pas di Kalimantan dulu.”

“Serumah?!” tanya Atlantas dengan nada yang naik beberapa oktaf sekaligus. Orang-orang di sekitar situ tentu saja langsung menatap penasaran ke arah mereka.

“Kita pulang!”

Atlantas meletakkan yang selembar berwarna merah, lalu menarik Abel begitu saja menuju mobil.

Tanpa bisa dibendung, rasa amarah Atlantas langsung melambung naik. Dia ingin mendinginkan otak, namun tidak bisa.

Hari pertama pacaran aja, dia sudah cemburu dengan cowok yang di panggil Abel dengan sebutan 'Mas' itu.

“Kak Atlas, Abel masih mau seblaknya.†

“Nggak!”

“Ihh, seblaknya enak tau. Abel mau bungkus.”

“Nggak ada seblak lagi. Naik!”

Abel menaiki mobil dengan bibir yang maju ke depan.

Tak lama kemudian Atlantas naik ke dalam mobil tersebut juga. Dia hanya diam dengan urat-urat tangan yang menonjol karena terlalu erat mencengkram kuat setir.

“Kak Atlas kenapa, sih?”

“Lo yang kenapa?!”

“Lah, kok ngamok!” Abel menatap Atlantas sebal. “Kita baru pacaran lho, Kak. Masa iya kita harus berantem.”

“Mana ponsel lo?”

“Buat apa?”

“Kasih aja!”

Dengan ragu Abel menyerahkan ponselnya. Membiarkan Atlantas yang mengotak-atik ponsel berwarna putih tersebut.

“Jangan save nomor cowok selain gue dan keluarga lo. Paham?” Atlantas menyerahkan kembali ponsel Abel. Dengan cepat cewek tersebut memeriksa seluruh kontak nomor telponnya.

Abel merasa geregetan sekaligus kesal. “Nomor Mas Adrian K
kenapa di hapus coba?”

Abel menelan angka-angka nomor kontak Mas Adrian, lalu menyimpannya.

“Mas Adrian tuh keluarga Abel tau.”

“Pengecualian buat Dia.”

“Bisa kayak gitu?”

“Dibisain aja.”

“Mana bisa gitu.”

Atlantas memilih diam dan langsung menyalakan mesin mobilnya. Mengendarai mobil sedan tersebut pulang ke rumah. Dia rasa dia perlu bertemu dengan Adrian-Adrian itu. Mengatakan kalau Abel sekarang sudah menjadi miliknya. Tanpa bisa diganggu gugat sedikit pun.

Raut muka Atlantas jelas sekali tengah menahan cemburu. Abel hanya bersenandung riang. Kalau cemburu berarti beneran suka, kan.

Sepertinya nama Kakak Kandungnya itu bisa digunakan juga di saat-saat seperti ini.

Maafin Abel, Mas Adrian.

🏍️🏍️🏍️

Sesampainya di rumah Banu, Atlantas memarkirkan mobilnya di di dekat pagar rumah. Abel melepaskan seatbelt yang terpasang di tubuhnya, lalu menatap Atlantas sebentar.

“Mau mampir, Kak?”

Atlantas menatap jam tangannya. Hampir pukul delapan malam. Tidak terlalu malam.

“Iya, boleh.” Atlantas juga melepaskan seatbelt seperti Abel, lalu keluar dari mobil.

Assalamualaikum,” ucap Abel sembari mendorong pelan pintu rumah.

Waalaikumsallam,” sahut Banu dari ruang tengah. “Lho, ada lo, Tas. Masuk sini.”

Atlantas mengangguk. Mengikuti langkah Abel menuju Banu dan membiarkan cewek tersebut duduk di samping Banu sedangkan dia di salah satu sofa single.

“Mama mana? Di bagasi tadi Abel lihat ada mobil Ayah.”

“Mama ada di dapur. Kalau Ayah ... biasalah, selingkuh sama pekerjaannya.”

Abel tertawa pelan. “Yaudah, Abel ke atas dulu, ya. Mau mandi. Gerah banget.”

“Yaudah sana, cepetan! Bau banget lo.”

“Ih, Abel nggak bau!”

“Bau busuk, Bel. Buruan mandi sana.”

Abel cemberut. “Iya-iya. Tapi, Abel nggak bau, titik!”

“Iyain biar cepat.”

“Nyebelin.”

Beralih dari Banu ke Atlantas, Abel menggaruk pipinya. Sedikit salah tingkah.

“Abel mau mandi dulu, Kak Atlas jangan ke mana-mana, oke. Nanti Abel bawain minuman.”

“Hm.”

“Oh iya, Kak Atlas mau minum apa.”

“Terserah.”

“Air di kamar mandi mau?”

“Lo mau gue tenggelim ke laut?”

Abel menyengir lebar. “Hehehe, canda.” Sepertinya Atlantas masih sensi akibat ulahnya di warung seblak tadi. “Yaudah bentar ya Abel ambilin minum dulu.”

“Hm.”

Sepeninggal Abel, Banu mendekat ke arah Atlantas.

“Gimana tadi? Seru nggak?”

“Seru apanya?”

“Naik bianglala-nya lah bego” geregetan Banu. “Kalian ciuman nggak? Biasanya gue lihat di film kayak gitu.”

Atlantas menatap Banu sengit. Apa Banu berpikir dia adalah cowok yang bisa asal main sosor saja.

“Otak lo setengah, jadi nggak usah nonton film begituan lagi. Tambah nggak bener kelakuan lo.”

Banu mengangkat sebelah bibirnya. “Sok polos lo,” ledeknya. “Nanti juga pasti cipokan. Lihat aja. Udah gue ramal, nih.”

“Sinting!” cibir Atlantas.

Tak lama kemudian Abel datang dengan sebuah baki yang berisikan dua gelas jus jeruk dan se-toples kue kering.

“Silahakan diminum. Jusnya Abel yang buat sendiri, kok. Jangan sungkan.”

“Hm” sahut Atlantas yang bersandar di sofa. Sedangkan Banu langsung meminum jus buatan Abel dan mengemil kue kering tersebut.

“Kak Atlas nggak mau minum?”

Abel memeluk baki berwarna coklat tersebut ke depan dadanya.

“Eh, Kak Atlas nggak papa kan kalau minum jus jeruk malam-malam? Nggak sakit perut, kan?”

“Nanti aja. Cepat mandi sana. Gue tungguin. Ada yang mau gue bicarain.”

“Kenapa nggak sekarang aja?”

“Ada setan, susah.”

Banu tersedak jus-nya. Menatap sensi ke arah Atlantas.

“Anak anjing! Udah gue permudah nge-date sama Abel, malah ngatain gue setan.”

“Lo ngerasa jadi setan? Bagus deh, jauh-jauh aja lo sana.”

“Sialan!”

Banu membawa toples kue kering di atas meja dan membawanya ke lantai dua.

“MA, KALAU ADA COWOK YANG NAMANYA ATLANTAS MINTA RESTU JANGAN DI KASIH!” teriak Banu di tangga.

“Cepu, bangsat!” umpat Atlantas.

“Ngomong apaan, sih. Abel nggak paham,” gumam cewek tersebut. Lalu mengangkat kedua bahunya acuh.

“Biasalah,” ucapnya bernada seperti di sound tiktok.

🏍️🏍️🏍️






















Continue Reading

You'll Also Like

1.5K 551 6
Cowok dingin?kayak kulkas?iya dinginnya tu -35°C loo,tapi bakal leleh juga karena.....,hmm apa yaa yu baca ceritanya -1 Oktober 2020
30.3K 1.1K 59
©2022 FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA!!! JANGAN LUPA VOTE DAN TINGGALIN JEJAK, HAPPY READING GENG!!! ••• Ini tentang hidup seorang Brian Aryanta, si ket...
6.3K 325 76
"Gerhana Berlian Season 3" Ketika Angkasa Diam-Diam Merindukan Senja-Nya "Lo harus sadar kalo sekarang gue adalah makhluk yang bukan manusia lagi. Se...
625K 17.3K 49
Cerita sudh end ya guys, buru baca sebelum BEBERAPA PART DIHAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBIT. Kata orang jadi anak bungsu itu enak, jadi anak bungsu...