THE BOSS - GUANREN ✓

By lita_arshi

1.3M 139K 52.5K

[SELESAI] "I claimed you Mine." ⚠️🔞⚠️ Huang Renjun, mahasiswa sederhana yang juga pekerja partime sebagai se... More

00 - TEASER
01 - Kesan
02 - Menyerah
03 - Pengalaman Pertama
05 - Obsesi
06 - Perampasan
07 - Trauma
08 - Familiar
09 - Tak Terduga
10 - Unexpected Visitor
11 - The Punisher
12 - Sebuah Alasan
13 - Pertemuan
14 - A Memory
15 - Questions
16 - Rahasia
17 - Bad & Good Things
18 - Lies and Truth
19 - Painful Truth
READY STOCK (TERAKHIR)
PDF & E-BOOK
New Story

04 - Sisinya yang lain

86.7K 8.6K 2.9K
By lita_arshi

Sepasang mata teduh itu terbuka dari tidurnya.

Renjun mengerjap, berusaha menajamkan penglihatan pada ruangan gelap ini. Seberkas cahaya matahari yang masuk melalui celah jendela yang tidak tertutup korden, membias samar sebuah cermin tinggi disamping lukisan panjang.

Ia mulai bangkit dari posisinya yang sedikit tertelungkup, dan menyibak pelan sebuah kemeja yang di balutkan menutupi tubuh bagian atasnya.

Astaga, tubuh Renjun benar-benar serasa remuk! Terlebih, tubuh bagian selatannya yang terasa kebas akan rasa perih. Bahkan untuk duduk saja, ia sampai merintih menahan sakitnya.

Sesakit itu.

Menengok kesebelah, ia tidak menemukan siapapun disampingnya. Saat ia mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan, tetap tak menemukan siapapun.

Dimana dia?

Susah payah ia paksakan untuk meraih blazer hitamnya yang berserak diatas lantai, kemudian mengambil ponsel dan mengecek jam pada layarnya.

Syukurlah, masih pukul sepuluh pagi. Ia masih memiliki waktu sebelum tenggat pembayaran kamar sewanya yang sampai jam tiga nanti.

//Klekk

Renjun tersentak, lalu dengan panik menyimpan ponselnya kedalam selimut tebal yang membungkus tubuh bagian bawahnya.

Saat pintu besar itu terbuka, tampak seorang perempuan dengan seragam pelayan memasuki ruangan sembari membawa sebuah nampan berisi handuk dan baju ganti, untuk ia letakkan diatas sebuah nakas panjang di samping pintu.

Dengan pandangan menunduk, pelayan itu kemudian menghampiri ranjang tempat tidur lalu berhenti tepat didepannya.

"Peralatan mandi serta baju ganti telah di siapkan. Anda bisa menggunakannya, Nona."

Dengan canggung Renjun mengangguk, "i-iya terimakasih-"

Eh? Tunggu. No-nona?

Sialan! Apa dia pikir Renjun seorang perempuan? Bangsat!

Setelah membungkuk sangat dalam, perempuan itu berbalik keluar, lalu menutup pintu. Menyisakan Renjun didalam sendiri yang mulai berusaha mengumpulkan kesadarannya, untuk kemudian dengan langkah gontainya segera memasuki kamar mandi mewah di samping ruang tidur.

Didepan cermin wastafel ber-ornamen emas itu, Renjun membeku menatap penampakan dirinya yang terlampau kacau; rambut berantakan, mata membengkak, bibir berdarah serta sekujur tubuh yang dipenuhi tanda kemerahan.

Ada desiran aneh yang ia rasakan saat melihat tanda-tanda merah itu. Sekelebat, memori kegiatan panasnya bersama sang tuan muda kemarin malam terputar anggun didalam kepalanya. Kulitnya meremang. Napasnya tersengal. Matanya mulai memejam.

Bahkan dengan sangat membekas, ia masih mampu merasakan sentuhan-sentuhan sosok dominan yang begitu menggairahkan itu, membakar kulitnya yang sensitif. Ciumannya, wajah rupawannya, cumbuannya, kecupan-kecupan kecil pada lehernya–

Oh astaga, apa yang sudah Renjun pikirkan?!

Mata sipit itu terbelalak lebar, hanya untuk berakhir merutuki diri sendiri. Mengerjap cepat untuk memulihkan kesadaran, si lelaki manis bergegas untuk mandi dan menjernihkan pikirannya dibawah guyuran shower.

Pintu besar pada ruang tidur utama mansion terbuka. Seorang pemuda mungil bersurai kelabu mengedarkan pandangan kesegala arah, namun tidak menemukan siapapun di area itu.

Di hadapannya, hanya terlihat sebuah lorong sepi dengan ruangan-ruangan berpintu mewah di sebelah kiri, dan pagar kayu pembatas lantai dua disebelah kanan.

Dari tempatnya berdiri, Renjun dapat melihat ruang terbuka lantai satu dibawah sana, yang dibatasi dinding kaca transparan panjang dengan sebuah taman luas di baliknya.

Ternyata suasana tempat ini jauh lebih nyaman saat pagi, ketimbang di malam hari yang terasa begitu mencekam.

Memakai blazer hitamnya yang sebelumnya hanya tersampir di tangan, ia kembali memeriksa jam pada ponsel yang menunjukkan waktu memasuki jam makan siang.

"Sudah waktunya untuk pergi."

Ya. Tapi, dimana dia sekarang?

Percayalah, Renjun hanya sekedar penasaran. Karena jika ia benar-benar bertemu tatap lagi dengan sosok yang sepenuhnya mendominasi-nya kemarin malam itu, Renjun tidak yakin bisa mempertahankan wajah datarnya ini. Ia sangat yakin akan salah tingkah. Oh!

Hhh... Baiklah, sebaiknya ia segera turun dan–

//BRAKK

Tubuh kurus itu terjengkat kaget. Kepala Renjun memutar dengan kecepatan penuh, saat dentuman suara gaduh terdengar dari arah sebuah ruangan yang tidak terlalu jauh dari tempatnya berdiri sekarang.

Ada apa?

Apa sedang terjadi perkelahian? Atau Boss sedang mengeksekusi seseorang?

Pagi-pagi begini? Oh, astaga!

Seketika Renjun bergidik ngeri memikirkan hal-hal menyeramkan yang ada didalam kepalanya.

Ingin rasanya ia berlari dan menghindar, tapi terkutuklah rasa penasaran yang melebihi kadar normal ini hingga membuatnya nekat untuk mendekati arah datangnya suara berisik.

Langkah berat itu menuntun Renjun mencari arah sumber suara. Dan yang makin membuat bulunya meremang, suara gaduh itu makin menjadi disetiap langkah yang membawanya mendekat.

Apakah dari ruangan itu?

Ruangan dengan pintu terbuka yang ada di depan tangga penghubung lantai satu.

Debaran jantung Renjun meningkat. Ia mencengkeram ujung blazernya untuk mengumpulkan keberanian.

Geraman apa ini?

Perlahan, suara tangisan bersuara rendah terdengar menggema. Bahkan Renjun sempat mematung sesaat di samping ambang pintu, sebelum dengan nyali yang belum terkumpul sempurna, ia tekadkan keberanian untuk mengintip dari sudut pintu yang terbuka setengah.

Eh?

I-itu...

Mungkin kedua mata sipit itu sedang bermasalah atau apalah, tapi Renjun bersumpah, ia tidak mampu menyembunyikan keterkejutan itu dari raut wajahnya yang termangu menatap pemandangan tidak biasa dihadapan matanya. Jantungnya tercekat. Bibirnya terbuka dengan mata membulat sempurna.

Disana, di dalam sebuah ruang kerja yang dihiasi oleh ornamen mewah, pada lantainya telah berserak di sembarang tempat barang-barang yang sebagian pecah dan robek.

Disebuah sudut disamping sofa panjang sisi ruangan, terduduk sesosok lelaki menatap kosong lantai dihadapannya dengan tangan memeluk kedua lututnya. Tubuhnya bergetar. Napasnya tersengal–

"B-boss?"

–ia menangis.

"Renjun–ssi."

Renjun berbalik, dan menatap gugup pria tegap yang baru saja menaiki tangga. "I-iya."

Shownu melirik kedalam ruangan –Lama. Kemudian entah apa yang dipikirkannya, ia segera meraih ponsel yang ada di saku jas-nya, kemudian berjalan menjauhi Renjun untuk melakukan panggilan.

Pria yang lebih kecil itu masih mematung ditempatnya. Renjun menatap sosok didalam ruangan dan Shownu secara bergantian dengan wajah cemas. Dan disaat bersamaan, sebuah pesan yang dikirimkan oleh pemilik gedung kamar sewanya berdenting pada ponselnya, dan mengabarkan bahwa ia harus segera melunasi tunggakannya dan tidak boleh telat barang satu menitpun.

Renjun memejam. Dirematnya penuh kekhawatiran ponsel ditangan, kemudian baru menghembuskan napas panjang setelah si pria besar kembali menghampirinya.

"Uang sudah kami transfer ke rekening anda. Di depan, mobil sudah menunggu dan akan mengantarkan anda ke tempat tujuan. Anda bisa pergi sekarang." Kalimat panjang itu terucap begitu cepat dan lancar. Tidak ada keraguan dan terlampau tenang –mengingat situasi yang nampak sedang tidak baik-baik saja.

Renjun ingin berbicara sesuatu namun, saat kalimat itu berada tepat diujung lidah, ponselnya kembali bergetar, dan menampakkan sebuah pesan lain yang kini datangnya dari sang ibu.

Jaemin membutuhkan obatnya. Segera. Dan hal itu pula yang membuat Renjun berakhir menelan kembali kalimatnya.

//PRANG

Keduanya tersentak. Didalam, suara tangisan kembali terdengar. Bahkan kali ini disertai sebuah geraman yang terdengar begitu menyesakkan.

Sungguh, entah kenapa, hati Renjun seperti teriris mendengar isakan itu.

"B-boss–"

"Anda bisa meninggalkan tempat ini sekarang."

Wajah si pemuda cantik memerah. Ia menatap sosok yang seperti kesakitan itu lama, sebelum dengan berat hati mulai membalikkan badan, lalu mulai melangkah.

Dengan perasaan mengganjal, Renjun memilih menuruni tangga, dan disana, ia berpapasan dengan seorang pria berkaca mata yang mengenakan stelan celana dan kemeja rapi sembari membawa sebuah koper kerja berwarna putih, melewatinya untuk menemui Shownu yang tengah berdiri di ambang pintu.

"Apa dia meminum obatnya secara teratur?"

"Saya yakin melihatnya meminum obatnya dua hari yang lalu, dokter."

Samar-samar percakapan aneh itu terdengar oleh Renjun yang mulai menapaki lantai dasar. Ia melirik keatas sekilas, dan mendapati kedua pria dewasa itu memasuki ruang kerja sang tuan muda.

Sebenarnya ada apa? Apa Boss benar-benar sedang baik-baik saja?

Renjun menggeleng dengan banyak sekali pertanyaan di dalam kepalanya.

Tapi, ah sudahlah. Ia memutuskan untuk tidak banyak memikirkannya, sebab masih ada urusan penting yang harus segera ia selesaikan; membayar kamar sewa dan juga operasi Jaemin.

Maka dari itu, masih dengan kondisi tubuh yang terasa remuk di sekujur tubuh, ia segera menuju mobil yang telah menunggunya didepan, kemudian bergegas menuju ATM terdekat.


Renjun berlari di sepanjang lorong rumah sakit dengan sebuah bungkusan penuh obat ditangannya.

"Ibu."

Wanita tua yang berdiri di samping ranjang pasien menoleh, kemudian menyambut pelukan sang anak yang baru saja memasuki ruangan.

"Ibu jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja." Tegas Renjun membuat ibunya semakin ingin menangis. Menatap Dokter Lee yang sedang memeriksa keadaan adiknya, Renjun beralih untuk mendekatinya. "Jadi kapan operasi nya, hyung?"

Pria berkacamata itu menegakkan punggung. "Besok. Sebenarnya minimal tiga hari persiapan. Tapi karena kondisi Jaemin sudah terlalu menghawatirkan, kita harus melakukannya secepat mungkin."

Renjun mengangguk mendengar penjelasan itu. Ia meletakkan bungkusan obat keatas nakas sebelah ranjang, lalu menghampiri sang ibu.

"Kamu dapat uang sebanyak itu dari mana, nak?"

Menatap wajah sendu sang ibu yang penuh kekhawatiran, tangannya bergerak untuk mengusap pipi itu lembut, kemudian kembali memeluknya.

Dalam diam, ia memejam dengan hembusan napas yang begitu berat. Dalam hati, dia meminta maaf berjuta-juta kali atas nama rasa bersalah yang tidak mampu ia ucapkan secara lisan.

'ibu... Renjun minta maaf.'

"Udah, ibu gak perlu khawatir. Yang penting sekarang, Jaemin bisa dioperasi."

Wanita itu beralih untuk menatap anak sulungnya lekat, "kamu gak ngelakuin hal-hal yang berbahaya kan?"

Renjun tersenyum, lalu terkikik pelan. "Ya enggak lah. Udah, gausah dipikirin lagi."

Sang ibu mengangguk lalu ikut tersenyum. Di dalam hati, kekhawatiran masih membuncah begitu kuat. Ibu mana yang tidak merasa takut ketika kedua anaknya mati-matian berjuang pada kondisi seperti ini? Namun ia memilih diam. Alih-alih menambah beban sang putra dengan begitu banyak pertanyaan, ia putuskan untuk memberi dukungan moral. Anaknya sudah dewasa. Ia bisa memutuskan mana yang baik dan mana yang buruk.

"Tapi, sayang... Kamu beneran gapapa? Siang-siang begini kenapa pakai syal? Kamu sakit?"

Renjun membeku.

Dalam sedetik, otaknya melambat. Ia mengerjap cepat yang diikuti oleh sebuah tawa canggung, "i-iya– tadi, sedikit sakit tenggorokan– karena terlalu banyak bernyanyi."


***

Renjun menatap lama mata terpejam sosok yang terbaring di atas ranjang. Secara bergantian, ia melirik sang ibu yang juga sedang terlelap disofa tunggu di dalam ruangan. Pasti wanita tua itu terjaga semalaman, Renjun benar-benar tidak tega melihatnya.

Namun sekarang, akhirnya ia bisa bernapas lega. Beban yang sebelumnya menggunung dipundaknya, perlahan menguap memberinya sedikit ruang untuk istirahat.

Bahkan perihal uang kuliahnya yang belum terbayar, sudah ia bicarakan melalui telepon pada sang wali kelas beberapa saat yang lalu.

Sungguh. Akhirnya Renjun bisa bernapas dengan bebas sekarang.

Mengembalikan tatapan pada sang adik, tangan Renjun mulai memainkan jemari lemah didepannya. "Cepat sembuh..." Gumamnya frustasi sembari menghela panjang.

*Rrrttt rrrrttt

Ponsel di atas nakas bergetar, dan menampakkan sebuah nama familiar tercetak pada layarnya.

Melirik sejenak jam digital diatas bilah notifikasi yang menunjuk pukul tujuh malam, Renjun berdecak, lalu menggeser ikon warna hijau. "Iya, Chan?"

"..."

"Lagi di rumah sakit. Aku ijin dulu hari in–”

"...."

Renjun terdiam.

"Se-sekarang? Tapi ini masih jam–"

"...!"

Dengusan kasar terdengar. Renjun memijit pangkal hidungnya. Ia sedang tidak ada energi untuk berdebat. Sungguh!

"Oke, oke. Aku kesana, tunggu bentar."

*Pipp

Panggilan itu terputus tanpa mau mendengar ocehan orang diseberang telepon lagi.

Dengan berat hati ia beranjak untuk membangunkan sang ibu, kemudian berpamitan untuk meninggalkan rumah sakit untuk bekerja.

Bocah itu benar-benar tidak pengertian sekali! Tetapi, semarah apapun Renjun pada Haechan, ia tidak akan mampu menolak permintaannya sebab, pemuda itu sering sekali membantunya. Terlebih untuk yang satu ini; jika bukan karenanya, mungkin Renjun tidak akan bisa membiayai perawatan adiknya atau masalah yang sedang ia hadapi sekarang. Meskipun, cara yang digunakan salah.

Pintu cafe terbuka. Renjun langsung mendudukkan diri di sebuah kursi depan barista, yang disana sudah ada Haechan yang tengah menikmati americano-nya.

"Aku gak bisa ninggalin rumah sakit terlalu lama. Jaemin di operasi besok pagi." Kalimat Renjun terlontar dengan cepat. Ia meminta segelas mocktail tanpa es, dan meneguk habis dalam sekali minum, sebelum kembali menatap Haechan disebelahnya. "Ada apa?"

Haechan menghela panjang. Masih memainkan cangkir kopi ditangannya tanpa menoleh, ia bersuara, "ada yang mau menemuimu. Masuklah."

Kening Renjun bertaut. "Menemuiku? Siapa?"

Memejam selama dua detik, Haechan kembali menghela sangat keras kali ini, sebelum berdecak sambil membalas tatapan Renjun tajam. "Aku gak tau apa yang udah kamu lakuin dan apa mau dia ke kamu, but please, temui dia sekarang juga sebelum tempat ini dibakar."

Renjun tertegun. Ia tidak mengerti arah pembicaraan Haechan, namun satu yang pasti, ekspresi itu seakan mengindikasikan sesuatu yang sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.

Jadi dengan sedikit rasa penasaran bercampur was-was, ia bangkit kemudian menuju ruang kerja sang pemilik cafe yang ada di ujung koridor.

Renjun membuang napasnya frustasi, sebelum akhirnya mengumpulkan keberanian untuk memutar knop, dan pintu pun terbuka.

Hal pertama yang Renjun lihat saat benda kayu itu terbuka adalah, pemandangan sesosok tinggi berstelan celana dan kemeja serba hitam, tengah berdiri menghadap jendela kaca besar sebelah meja kerja, membelakangi arah datangnya Renjun yang perlahan masuk kedalam ruangan sunyi itu kemudian menutup pintu.

Renjun menelan salivanya dengan gugup. Bodoh jika ia tidak mengenali perawakan sosok menjulang itu; sosok yang menggagahinya sepanjang malam kemarin dan membuatnya mendesah tanpa malu bagaikan seorang pelacur.

Ya. Tentu saja itu dia.

"Sudah datang?"

Suara rendah yang familiar membuat pergerakan Renjun membeku ditempat. Sedetik, napas itu tercekat, saat dengan gerakan yang memukau, sang pria maskulin berbalik, kemudian melangkah mendekati pemuda bersurai kelabu.

Oh astaga, apa lagi? apakah Renjun melakukan kesalahan?

Apakah tuan muda ini tidak puas akan layanannya kemarin malam?

Apakah Renjun membuatnya kecewa?

Lalu, apakah ia akan dibunuh karenanya?

Terus bagaimana nasib adik dan ibunya?

Duh, Renjun ingin menangis saja rasanya.

Langkah Guanlin berhenti; tepat di hadapan Renjun yang mati-matian berusaha menormalkan debaran jantungnya. Wajah cantik itu mengeras, dan ia tidak mampu menyembunyikannya.

Sial. Hanya ditatap begini saja membuat wajahnya memerah seperti tomat! Memalukan.

"A-anda, memanggil saya?"

Entahlah, perasaan Renjun mulai berkecamuk saat melihat tatapan nanar pada wajah tampan itu. Sekelebat, ia mengingat kejadian panas yang mereka lewati kemarin malam. Namun di detik berikutnya, otaknya memunculkan gambaran menyedihkan yang sempat ia lihat tadi pagi.

Sungguh. Apakah mereka berdua adalah orang yang sama? Perasaan Renjun tiba-tiba sakit mengingat itu.

"Eh?!"

Mata sayu Renjun terbelalak lebar, saat tanpa aba-aba, sosok jangkung itu meraih pinggang kecilnya untuk kemudian masuk kedalam rengkuhannya.

Kenapa... ia merasa dejavu?

Namun bedanya, rengkuhan kali ini terasa lebih hangat dan jauh lebih nyaman.

Guanlin merendahkan kepalanya, lalu memberikan ciuman kecil pada pipi tak bercela Renjun. Menarik pelan syal yang melilit leher si pemuda mungil dan membuangnya kesembarang arah, Guanlin mulai mendaratkan kecupan-kecupan ringan disepanjang dagu hingga leher, dan berakhir menyembunyikan wajahnya pada perpotongan leher Renjun yang hangat, hingga membuat si empunya menahan napasnya akibat afeksi yang mengejutkan.

Renjun memejamkan mata. Tengkuk-nya meremang hebat saat merasakan hembusan napas panas Guanlin membakar permukaan kulitnya.

Memang tidak ada pergerakan yang berarti setelah itu, namun dipeluk sebegitu eratnya dengan posisi yang begitu intim, agaknya membuat Renjun tidak mampu lagi menyembunyikan debaran jantung yang kelewat normal.

Saat ia mulai mengangkat kedua tangannya untuk meraih lengan sang dominan, detik itu pula ia kembali tercekat, sebab tanpa peringatan, Guanlin mengangkat tubuh kurus Renjun untuk ia baringkan keatas sofa, lalu ditindihnya.

"Tu-tuan-eeuumpptt!"

Renjun memejam kuat saat merasakan sebuah benda kenyal mulai melumat kasar bibirnya. Tangannya yang berada di dada, ditarik oleh Guanlin untuk mengalung pada lehernya, agar membuatnya lebih leluasa menyentuh sosok yang sepenuhnya berada dibawah kendalinya ini.

Menekan, menggigit dan menghisap penuh tuntutan, Guanlin kemudian menyerang leher kemerahan itu untuk ia bubuhi dengan tanda kepemilikan yang lebih banyak lagi.

"Ahh!"

Desahan keras lolos begitu saja dari bibir membengkak Renjun. Dan di detik berikutnya, ia seketika mengumpat pada diri sendiri, karena baru menyadari kalau suara laknatnya itu bisa saja terdengar dari luar.

Mau ditaruh dimana mukanya?!

"Emmhh–"

Renjun kembali memejam.

Sebuah tangan kokoh bergerak untuk melucuti celananya yang mulai sesak, dan melemparkan kain itu kesembarang arah hingga membuat tubuh bagian bawah Renjun benar-benar tak berpenghalang sama sekali.

Sial. Ingin sekali ia menolak dan menahan sosok itu melakukan kegiatannya. Namun entah, nafsu menyesatkan ini berhasil menguasainya dan menolak untuk dihentikan.

Renjun mengumpat dalam diam. Dan tolong sadarkan dia bahwa lubangnya masih dalam keadaan yang tidak baik-baik saja akibat aktivitas mereka sepanjang malam kemarin!

"Kau milikku."

Iya! Renjun sudah tau! Bahkan hanya dalam semalam kemarin saja, Renjun mendengar kalimat itu lebih dari lima kali.

Itulah sebabnya kenapa Renjun ada rasa sedikit tidak terkejut saat ia melihat kembali sang Boss Besar hari ini. Renjun memiliki insting, bahwa cepat atau lambat, mereka akan bertemu lagi. Namun ingat, hanya sedikit! Sebab ia juga cukup terkejut pertemuan kedua mereka ternyata berlangsung secepat ini, mengingat tadi pagi ia melihat keadaan sosok ini sedang tidak baik-baik saja.

Renjun semakin merengkuh bahu lebar pria diatasnya. Ia mencengkram kuat, saat tanpa persiapan apapun, sebuah benda keras mengacung tegang menyentuh bibir lubang analnya.

Ini Gila! Apa mereka benar-benar akan melakukannya lagi? Padahal baru kemarin malam– ah sudahlah!

Cairan precum membasahi lubangnya yang kering. Namun tetap saja, Renjun seperti belum siap, karena sisa-sisa kemarin masih terasa menyakitkan disekujur tubuhnya, terutama perih pada titik sensitif itu.

"Tu-tunggu–AKH!"

Demi apapun, Renjun butuh peregangan!

Guanlin mendorong miliknya yang menegang sejak tadi untuk masuk kedalam tubuh Renjun. Napasnya tersengal. Badannya menegang.

Ini terlalu sempit. Bahkan setelah ia gempur tanpa ampun semalaman, nampaknya lubang sosok cantik ini akan selalu berhasil memberikan ia kepuasan lagi dan lagi.

Pria berhazel gelap itu mengumpat frustasi. Miliknya tidak kunjung masuk sepenuhnya dan hanya berhasil masuk setengahnya saja.

Jadi dengan begitu, Guanlian menegakkan badannya, kemudian mengangkat tubuh Renjun agar duduk dipangkuannya.

"Akh-sakithh–"

Suara Renjun tertahan, tepat saat tubuhnya dipaksakan merendah hingga membuat lubangnya menelan sempurna batangan besar yang menegang dibawahnya.

"Bergerak."

Dicengkeramnya kuat bahu lebar sosok di depan, lalu dengan tuntunan tangan besar yang mengendalikan pinggulnya, Renjun mulai menggerakkan tubuhnya naik dan turun. Melepaskan milik Guanlin hingga pangkalnya, kemudian menelannya kembali hingga membuat lubangnya sesak akan benda berurat itu.

Ini sangat sakit! Namun disaat bersamaan, tubuhnya juga merasakan nikmat. Gila! Renjun benar-benar bisa gila kalau seperti ini terus!

Tubuh Renjun terus bergerak. Rasa perihnya berubah menjadi rasa nikmat tak terbantahkan dalam waktu beberapa menit setelah melakukan penyatuan yang terus-menerus. Percis seperti yang ia rasakan kemarin.

Terkutuklah pikiran kotor ini, namun sepertinya Renjun mulai menyukai kenikmatan ini!

"Ahh! Ahh!"

Ia bahkan tidak lagi mempedulikan desahannya yang mungkin saja terdengar dari luar. Matanya yang memejam pun terbuka, lalu ia merasakan tarikan pada dagunya hingga membuat bibirnya bertaut dengan milik sang tuan muda yang tengah dipuaskannya kini.

Sial. Ini terlampau nikmat!

Lama mereka saling bercumbu dengan Renjun yang terus bergerak di pangkuan Guanlin, sang dominan mulai merasakan sesak luar biasa pada juniornya yang terus ditelan oleh lubang berkedut sang submissive.

Jadi, dengan cepat ia mulai merebahkan tubuh sang pujaan hati, lalu menindihnya kembali dan mulai bergerak.

Cepat, pergerakan pinggul Guanlin begitu cepat sampai-sampai membuat Renjun kewalahan dengan napas yang tersengal hebat.

Satu tangan Guanlin meraih milik Renjun dan ikut memijatnya cepat sesuai tempo miliknya sendiri yang keluar masuk lubang kenikmatan yang digagahinya.

"Kau merasakannya? Milikku ada di dalammu?"

"Oh, gosh!! Ahh!"

Dan benar saja, tidak berapa lama kemudian, milik si pemuda cantik menyemburkan cairan kentalnya hingga menodai kaos putihnya yang masih terpasang, dan sedikit pada kemeja hitam Guanlin.

Mata Renjun kembali memejam kuat, karena tepat di detik setelah pelepasannya datang, tubuh sang tuan muda menegang, lalu ikut menyemburkan cairannya di lubang kenikmatan dibawah sana.

Perut Renjun terasa penuh! Rasa hangat itu menjulur keseluruh tubuhnya dan berhasil melumpuhkan energinya yang telah hilang entah kemana.

"Tadi sore bertemu dengan siapa?"

Saat pasang irisnya kembali terbuka, Renjun tercekat karena sebuah wajah tampan tengah menatapnya penuh emosi yang tertahan, tepat berada dihadapannya.

"S-sore?" Suara Renjun begitu serak dan lemah. Ia terlalu banyak mendesah.

"Di kantin."

Otak Renjun benar-benar melambat kali ini. Kesadarannya belum terkumpul sempurna.

Pikirannya menerawang; berusaha mengingat kejadian seharian ini, dan seingatnya, ia tidak menemui siapapun kecuali si nenek sihir Kim, sang ibu di rumah sakit, petugas administrasi, dan....

Tunggu. Apa yang sosok ini maksud adalah–

"Mark hyung?"

Dokter Lee yang tadi menghabiskan jam makan siang -terlambat-nya bersama Renjun di kantin rumah sakit. Tidak ada yang penting sebenarnya, hanya obrolan kecil semasa remaja dulu dan pembahasan tentang prosedur operasi Jaemin besok.

Lalu, kenapa pria ini bertanya? Dan... Bagaimana ia bisa tahu?

Tunggu. Apa jangan-jangan...

Renjun terhenyak saat menyadari berbagai kemungkinan yang ada dipikirannya.

"Anda– eumm... bagaimana... bisa tahu?"

Sungguh. Renjun benar-benar ketakutan kali ini.

"Aku, tidak suka milikku menghabiskan waktunya bersama orang lain. Kau milikku. Dan tidak ada yang boleh menyentuh, atau melihatmu selain diriku."

Untuk kesekian kali, Renjun terhenyak. Kalimat itu terdengar seperti sebuah perintah penuh penekanan dan intimidasi; membuat ia seketika gentar hanya dengan menatap sepasang sorot mata tajam dihadapannya.

"Huang Renjun. I claimed you, Mine."

3,4K words, hmm...

Gpp lah, aku dulu malah minimal 5K words hehe

Harusnya ada warning 🔞

Tapi berhubung aku suka kejutan, jadi terobos ajalah hahaha

Sering banget nulis ketuker Renjun jadi Rendi, dan Rendi jadi Renjun. Entahlah, biarin ajah yah. Banyak typo bertebaran. Namanya juga manusia banyak dosanya wkwk

Dah, jangan lupa follow, vote & comments

See you sayang 🖤🤍

–DIADEM–

Continue Reading

You'll Also Like

76.3K 4.9K 100
INI BUKU AKU YANG FIRST TENTANG ILYOUNG, I HOPE YOU LIKE AND ENJOY READ THIS BOOK GUYS. Doyoung terpaksa menikahi seorang lelaki yang lebih tuanya da...
71.3K 11.3K 16
Yang publik ketahui, kedua pemimpin perusahaan ini sudah menjadi musuh bebuyutan selama bertahun-tahun lamanya, bahkan sebelum orang tua mereka pensi...
784K 38K 40
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...
42.9K 6K 21
Tentang Jennie Aruna, Si kakak kelas yang menyukai Alisa si adik kelas baru dengan brutal, ugal-ugalan, pokoknya trobos ajalah GXG