ATLANTAS || END

By badgrik

276K 21.9K 2K

[ Winner of the co-writing event held by TWT] Warning ⚠️ Terdapat banyak kata-kata kasar, harap bijak dalam m... More

Prolog
01. Permulaan
02. SMA Delton
03. Insiden
04. Tawuran dan Pencarian
05. Jaket
06. Jalan-Jalan Ke Mall
07. Abel Hilang
Cast + Nama + karakter Pemain
08. Markas Vagos
09. Berlalu
10. Bertemu Kembali
11. Apartemen
12. Berangkat Bersama
13. Penasaran
14. Turnamen Futsal
15. Atlantas Dan Alex
16. Bimbang
17. Gosip Sekolah
18. Simpang Siur
19. Gudang Sekolah
20. Fakta Yang Sebenernya
21. Syndrome Sandi
22. Senja Di Rumah Sakit
23. Antara Abel, Atlantas & Alex
25. Hal Indah Di Rumah Atlantas
26. Penyerangan
27. Antara Bandung Dan Jakarta
28. Cerita Di Dufan
29. Malam Minggu
30. Setan
31. Kotak Bekal
32. Tentang Atlantas
33. Mimpi Abel
34. Meniti Ke Akhir Cerita
35. (Bukan) Akhir Segalanya
Ucapan Terima kasih
Extra Part 1
Extra Part 2
Extra Part 3 • Special POV Atlantas
Cerita Baru
Grub Atlantas
Info Bahagia?
Atlantas Versi Baru?

24. Orang Tua Abel

4.6K 416 15
By badgrik

“Aku punya keinginan tapi semesta punya kenyataan,” —Abel.

🏍️🏍️🏍️

Pagi-pagi sekali Abel sudah keluar dari rumah sakit. Tentu saja setelah meminta racikan obat yang bisa ia minum saat di rumah nanti kepada Dokter.

Saat ini mereka berada di Bandara. Di sisi ada Banu yang terlihat sedikit gelisah.

“Bang Banu jangan tegang gitu dong. Abel ikutan tegang, nih.”

“Gue cuman takut, Bel.”

“Orang tua Abel nggak makan orang, Bang.”

“Iya, tau. Tapi bokap lo itu kalau marah, Kak Ros juga bakalan lewat.”

“Berlebihan,” ucap Abel sambil tertawa.

“Serius gue, Bel. Gue takut kalau mereka marah sama gue walaupun seharusnya gue memang di marahin. Gue lalai jaga lo.”

Abel mengamit lengan Banu dengan lembut. “Orang tua Abel pasti mengerti. Bang Banu nggak usah khawatir, ya.” Ia tersenyum.

Banu menepuk-nepuk pelan puncuk kepala Abel. “Ya, semoga aja.”

Abel mengangguk. Lalu netranya menatap ke seluruh penjuru Bandara yang dipenuhi oleh orang hilir mudik.

Tanpa sadar Abel jadi tersenyum. Tidak jauh darinya ada dua anak kecil yang tampak bahagia kala menyambut kedatangan orang tuanya.

Abel mengeratkan pelukannya pada lengan kiri Banu. “Mama sama Ayah kapan datang, ya?”

“Mungkin beberapa menit lagi.”

Ugh, udah nggak sabar lagi.”

“Makin deg-degan gue, Bel.”

Mereka tertawa secara bersamaan.

Rilex, kita omongin masalah Abel besok-besok aja. Jangan hari ini, takut mereka panik. Abel juga nggak mau masuk rumah sakit lagi, nggak enak, membosankan.”

“Emang.”

Tak lama setelah itu kedua orangtuanya tampak berjalan dengan koper di tangan sang Ayah—Frams.

“MAMA, AYAH!”

Abel sedikit berlari, memeluk kedua orangtuanya dengan perasaan membuncah. Killa—ibu Abel hanya bisa tertawa pelan. Mengusap-usap punggung anaknya dengan sayang.

“Abel bersyukur kalau kalian datang dengan selamat.”

“Kami juga bersyukur kalau kamu baik-baik aja, Sayang.” Killa merapihkan rambut panjang Abel. Menatap sang bungsu dengan sorot hangat. Abel tersenyum manis.

“Ayo, kita pulang.” Banu mengambil sebuah tas besar dari tangan Killa begitu saja. “Biar Banu yang bawain, Ma. Pasti berat, kan? Mana kalian habis turun dari pesawat lagi. Pasti masih kelelahan. Sini, Pa, kopernya Banu yang bawa juga.”

Killa dan Frams tersenyum. “Makasih, Nak Banu.”

“Nggak usah berterima kasih, kalian udah Banu anggap sebagai orang tua sendiri.”

Killa mendekat ke arah Banu. Mengusap-usap pelan rambut cowok tersebut. “Kamu juga udah Mama anggap sebagai anak sendiri.”

”Makasih, Ma.”

Mereka sama-sama tersenyum dan langsung berjalan hingga keluar dari Bandara. Abel setia berjalan di sisi Killa, sedangkan Banu dan Frams berada di depan seraya menyeret koper dan membawa tas-tas lainnya yang berisikan oleh-oleh.

Sebuah mobil hitam sedan berhenti di depan Bandara. Segera Banu mendekatinya dan berbicara dengan seseorang di dalam mobil tersebut.

“Kalian langsung naik aja. Itu mobil teman Banu, kok,” ucap Banu kepada Killa dan Frams.

Taxi?” tanya Abel kepada Banu. Sebab, dari rumah ia dan Banu memang sudah menggunakan Layanan Taxi ke Bandara. “Mobil taxi-nya keren,” sambungnya lagi.

“Bukan taxi, Bel. Itu mobil Anji. Kalian naik duluan aja ya, nanti dia yang anterin sampe rumah.”

“Lho, terus Bang Banu nanti pulang naik apa?” tanya Abel.

“Gampang.”

“Kenapa nggak pulang bareng aja, Nu?” tanya Frams.

“Banu lagi ada urusan, Yah.”

“Ngapain kamu? Mau balik sekolah?”

Banu cengengesan. “Nggak, Yah. Biasa, anak muda.”

“Anak muda jaman dulu sama anak jaman sekarang tuh berbeda. Ayah nggak terlalu mengerti.”

“Banu mau latihan tinju, Yah. Kebetulan hari ini ada pelatih dari luar Kota. Kesempatan emas buat Banu.”

Frams mengangguk. “Yaudah. Kamu berangkat sana, hati-hati di jalan. Ayah sama yang lainnya pulang duluan ke rumah. Ingat, jangan keluyuran!”

Dengan cepat Banu mengangkat tangan layaknya hormat kepada bendera. “Siap, laksanakan Ayah!”

Good, boy.

“Playboy kali, Yah,” sahut Abel seraya melenggang menuju mobil Anji bersama Killa.

Kedua orang tua Abel hanya tertawa pelan menanggapi guyonan sang putri mereka. Sedangkan Banu tampak tidak terima.

“Hari ini Ayah izinin kamu ambil latihan tinju di jam sekolah. Tapi ingat, besok-besok Ayah bakal larang kamu kalau latihan di jam segini. Paham, Banu?”

“Paham, Yah. Makasih udah ngizinin.”

Frams menepuk-nepuk pundak Banu. “Ayah hanya mendukung kegiatan yang kamu sukai. Pertahankan dan buktikan kalau kamu layak jadi petinju hebat.”

Banu tersenyum haru. Inilah yang membuatnya sangat menyayangi Frams beserta Killa dan Abel. Keluarga kecil inilah yang selalu mendukungnya. 

“Banu pasti buktikan itu, Yah. Dan kalau waktunya tiba, maka orang yang pertama Banu kasih tau adalah Ayah Frams.”

Frams tersenyum tipis. “Ayah tunggu.“

Di dalam mobil, Abel ikut tersenyum. “Ayah sama Bang Banu kalau dilihat-lihat dari jauh hampir mirip ya, Ma.”

Killa mengangguk. “Kamu benar, Sayang.”

🏍️🏍️🏍️

Sesampainya di rumah, Abel langsung membawa kedua orang tuanya menuju kamar dan mengobrak-abrik isi tas yang Killa bilang tas khusus oleh-oleh di ruang tamu. Dengan semangat ia membukanya seraya memakan coklat.

Di tengah-tengah kunyahannya, suara nada dering telpon terdengar. Dan tertantang jelas nama Naida di atas layar hape.

“Halo, Nai. Ada apa?”

“Keadaan lo gimana hari ini? Udah mendingan, kan?”

“Abel rasa udah jauh lebih baik dari kemarin.”

“Bagus, deh. Hari ini gue main ke rumah sakit lagi, ya. Nggak papa, kan?”

Abel menggeleng cepat walaupun Naida tidak melihatnya. “Jangan!” tolak Abel cepat dan panik. Ia menjauhkan telpon dari telinganya, lalu celingak-celinguk memastikan kalau orang tuanya masih berada di dalam kamar. ”Nggak usah datang, Abel udah ada di rumah,” bisiknya lewat telpon.

“Lo ngapain sih bisik-bisik?” tanya Naida.

“Ceritanya panjang. Pokoknya Naida jangan ke rumah sakit. Abel udah ada di rumah pagi ini.”

“Udah sembuh total lo?”

Abel menghela napas pelan. Sebenarnya ia merasa tidak sakit sama sekali. Hanya tangan dan kakinya yang terkilir. Itu luka kecil.

“Abel udah sembuh, tenang aja.”

“Yaudah deh, hari ini gue ke rumah lo aja, gimana?” 

“Boleh. Tapi nggak usah bawa apa-apa ya, nanti orang tua Abel curiga lagi.”

“Gimana ceritanya? Gue nggak paham, Bel.”

Abel pun menceritakan semuanya. Alasan mengapa ia harus pergi dari rumah sakit sebab kedatangan orang tuanya yang tiba-tiba itu.

“Oke, gue paham. Nanti gue kasih Cassia Sam Mitsuko. Biar habis pulang sekolah kami langsung ke rumah lo.”

“Oke, sip,” sahut Abel seraya memakan coklatnya yang tertinggal sedikit di dalam bungkusan kemasan.

“Sip,” balas Naida dari seberang sana.

“Abel tunggu, ya.”

“Duh iya-iya. ue nggak sabar lagi buat ke rumah lo, Bel. Sekalian ada yang mau gue ceritain, nih.”

Abel mengernyitkan dahi. ”Cerita apaan?”

“Nanti gue kasih tau. Lo tunggu kedatangan gue aja, oke! Gue matiin, bye Abel.”

“Bye, Naida.”

Abel meletakkan ponselnya di atas meja. “Bikin penasaran aja.”

🏍️🏍️🏍️

Abel menilai penampilannya sore hari ini. Cukup bagus dengan baju rajut berwarna peach dan dipadu rok di atas lutut berwarna hitam. Outfit yang pas.

Sore ini Abel dan teman-temannya akan berniat untuk jalan-jalan sebentar ke Taman Kota. Berniat untuk foto-foto sekaligus refreshing.

“Abel tuh emang cantik,” katanya pada diri sendiri.

Tok tok tok

“Sayang.” Mama Killa membuka pintu kamar Abel. “Ada teman kamu di bawah.”

Abel mengernyitkan dahi. “Teman? Siapa, Ma?”

“Mama nggak tau, pokoknya cowok. Keren, ganteng banget lagi. Pacar kamu, ya?”

”Eh?” Tiba-tiba saja Abel tertawa pelan. “Gimana mau punya pacar, Ma, kalau Abel aja lagi nggak deket-deket sama cowok.”

“Tapi katanya mau ngajak kamu jalan. Sudah minta izin juga sama Ayah.”

“Diizinin, Ma?”

”Iya. Asalkan jangan sampai malam aja.”

“Siapa sih sebenernya, Ma?” Abel merasa penasaran. Dengan cepat ia mengambil tas selempangnya dan menenteng flat shoes di sebelah tangan kanannya.

Setahunya dari siang tadi hanya ada Naida dan Cassia yang berada di rumahnya.

”Mitsuko, kah?” gumamnya pelan. Cowok tersebut memang tidak bisa datang hari ini ke rumahnya, tapi bisa aja kan ini suprise dari Mitsuko.

“Buruan deh kamu turun. Dia udah tungguin kamu dari sepuluh menit yang lalu. Teman-teman kamu juga udah pulang.”

“Hah? Yang seriusan, Ma?” tanya Abel dengan kedua mata uang melotot tidak percaya. “Naida sama Cassia masih di bawah, kan?”

“Nggak. Udah izin pulang sama Mama tadi.”

Abel menuruti anak tangga dengan cepat. Killa tersenyum di belakangnya.

“Dasar anak muda.”

Sesampainya di rumah tamu, Abel langsung menghentikan langkahnya—meneliti seseorang yang duduk di sofa. Wajah cowok tersebut tidak terlalu jelas karena menunduk dan menggunakan topi hitam.

Karena rasa penasarannya yang semakin tinggi, Abel mendekati cowok tersebut yang tampak tidak asing di matanya.

“Kak Sean?” tanya Abel setengah kaget. “Kak Sean beneren, kan?”

Sean mengangkat wajahnya. “Iya.”

Abel meneguk saliva. Glek. “Kak Sean kenapa bisa ke sini?” tanya Abel dengan gugup.

“Jemput lo.”

“Buat apa?”

“Nanti lo juga bakalan tau. Ikutin gue, kita berangkat sekarang.”

“Ta—tapi.”

“Gue nggak suka buang-buang waktu!” desis Sean membuat Abel segera memasang flat shoes-nya.

“Oke-oke, kita berangkat sekarang.”

Sean tersenyum remeh. “Kenapa nggak dari tadi.”

Abel merasa ketakutan. “Ma—maaf.”

“Hm.”

“Lo duduk di belakang.”

Abel membuka pintu mobil. Bagaimana bisa Ayahnya bisa mengijinkan putri mereka satu-satunya jalan bersama cowok.

“Kita berangkat sekarang. Jangan buka mulut, gue nggak suka cewek cerewet.”

Abel mengangguk patuh. Dan mobil yang ia tumpangi akhirnya melaju keluar dari area perumahan.

“Kenapa Kak Sean?”

Abel memandang ke arah luar. Seketika ia teringat sesuatu. Dengan cepat ia membuka ponselnya dan menelpon Naida, namun tidak mendapatkan respon sama sekali.

“Tumben nggak aktif.”

Lalu Abel menelpon Cassia dan Banu. Masih dengan hasil yang sama, tidak ada satupun panggilan darinya yang di jawab dari mereka.

“Bisa-bisanya kompakan nggak aktif gini.”

Abel menghela napas. Menyandarkan tubuhnya ke belakang.

“Abel mau dibawa ke mana, sih?”

🏍️🏍️🏍️

Deheman keras di sampingnya membuat Abel mengerjap-ngerjapkan kedua matanya pelan. Rasa pening melanda kepalanya sesaat. Ia menoleh ke samping, di mana ada Sean yang menatapnya tajam.

Kak Atlas itu serem. Auranya emang bossy. Ya, kalau Kak Sean entah kenapa auranya kayak pembunuh gitu ya Allah.

“Maaf ya Abel ketiduran.”

“Hm, turun.”

Abel menurut. Ia mengedarkan pandangannya. Hutan?

“HEH, ABEL MAU DIJADIIN TUMBAL?” tanya Abel tiba-tiba sambil berteriak. Ia kembali masuk ke dalam mobil dengan kedua tangan yang memeluknya tubuhnya sendiri.

”Nggak mau! Abel nggak mati sekarang, huwaaa.”

Sean berdecak kasar. Ia paling anti dengan cewek cengeng.

“Turun! Nggak ada yang mau jadiin lo tumbal.”

“Seriusan?” Tanya Abel ragu. Ditatapnya kedua netra legam Sean yang menyorot tajam ke arahnya.

“Iya. Jadi, sebelum lo beneren gue jadiin tumbal, mending lo turun dan temuin Atlantas di sana.” Tunjuk Sean ke arah dalam hutan.

“Kak Atlas sekarang rumahnya pindah ke dalam hutan? Kenapa? Diisolasi masyarakat Apartemen, kah?”

“Nggak.”

“Terus kenapa?”

”Turun dan lo bakal tau jawabannya.” Sean menyerahkan sebuah kertas yang tampak usam.

“Ini apa?”

“Buka sendiri dan segera turun dari mobil gue.”

Dengan tidak rela Abel keluar dari mobil Sean. Meremas pelan kertas yang ia pegang.

“Kak, temenin Abel ke dalam. Abel takut ke sasar.”

“Nggak. Kertas yang lo pegang itu bakalan nuntun lo ke tempat Atlantas.”

“Kalau kesasar gimana?” tanya Abel masih ragu. “Kak Atlas beneran ada di dalam hutan sana, kan?”

“Iya.” Sean melihat jam di tangannya. “Gue sibuk. Lo buruan masuk ke dalam sana atau Atlantas bakalan marah karena terlalu lama nungguin.”

Abel menggigit bibir bawahnya. Hawa disekitarnya terasa sedikit dingin.

Sean melirik ke arah Abel. Kurang lebihnya ia paham kenapa cewek tersebut tampak sedikit ketakutan.

“Hutan ini aman. Di sekitarnya sudah di awasi orang-orang Atlantas. Nggak ada hewan buas ataupun penjahat. Jadi, lebih baik lo masuk sekarang.”

Abel mendongak—menatap wajah Sean. “Kalau Abel kenapa-napa, terus arwah Abel gentayangan. Fiks, Kak Sean adalah orang pertama yang Abel bikin hidupnya nggak tenang.”

“Gue nggak perduli.”

Tanpa mempedulikan Abel lagi, Sean masuk ke dalam mobilnya. Meninggalkan Abel yang mulai dirayap rasa cemas.

Di bukanya kertas pemberian Sean barusan. Ternyata itu adalah sebuah denah.

Abel mencoba untuk memahami denah tersebut. Cukup mudah.

“Tinggal lurus aja habis itu belok kanan.”

“Oke, mari kita coba.”

🏍️🏍️🏍️

Sudah hampir setengah jam Abel berjalan, akhirnya ia berhenti di depan sebuah rumah mewah.

Abel sempat tertegun. “Ini beneren rumah, kan?”

Ia berjalan sesuai petunjuk denah. Benar-benar rumah idaman sejuta umat.

Abel menuruni undakan anak tangga yang terbuat dari bebatuan dengan pelan. Lampu-lampu di mansion tersebut sudah nyala di sekeliling rumah.

Dari lantai dua, Atlantas tersenyum lebar. Ia menatap Abel melalui layar monitor yang terpasang di kamarnya.

“Saatnya kita bersenang-senang,” ucapnya penuh misterius.

Di luar, Abel seketika merasa merinding.

“Kayak ada setan yang lagi awasin, Abel.” Ia bergidik seram. Segera mendekat ke arah pintu rumah di depannya.

“Kak Atlas, ini Abel!”

🏍️🏍️🏍️

Typo, mohon maaf lagi ngejar deadline. Akan diperbaiki saat ada waktu luang.

Bisa kan minta spam komentar sama votenya?



Continue Reading

You'll Also Like

556K 33.5K 38
!!!FOLLOW SEBELUM MEMBACANYA. BIAR KALIAN TERUS UPDATE INFO DARI PEMBARUAN CERITA AKU YANG LAINNYA JUGA!!! "Lo tuh ibarat ancaman yang selalu buat g...
1M 33K 45
-please be wise in reading- ∆ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ∆ Tentang Vanila yang memiliki luka di masalalu dan tentang Vanila yang menjadi korban pelecehan...
5K 446 32
Kisah seorang gadis remaja yang tumbuh menjadi pribadi kuat dan menjunjung tinggi keadilan. Cantik,ramah, dan berani adalah 3 hal yang menjadikan dir...
677K 14.6K 56
Allea kembali ke Indonesia setelah 8 tahun untuk menemui calon tunangannya, Leonando. Namun Allea tidak tahu telah banyak hal yang berubah, termasuk...