bully, lee haechan

By DOTYBBLE-

305K 38.8K 5.2K

Hara yang lelah dengan hidup, Haechan yang senang membully Hara. More

(Start)
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1.0
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
2.0
2.1
2.2
2.4
2.5
2.6
2.7
2.8
2.9
3.0
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
3.6
3.7

2.3

7.1K 921 70
By DOTYBBLE-

❝Percuma saja kalau disebut rumah jika tak ada kebahagiaan sama sekali disana❞

▒▒▒▒▒▒▒▒▒▒

"Hara!! Ambilin jaket gue dong di kamar. Oh ya sekalian minjem duit lo"

Hara memberhentikan sejanak langkah kakinya. Uang? Bahkan ia semalam baru bisa makan setelah diberi Sungchan dua bungkus ramen.

"Aku ngga punya uang"

Eunwoo yang mendengar itu menajamkan tatapannya melihat Hara yang menunduk ingin membuka pintu kamarnya.

"Ga punya duit lo bilang?" Eunwoo berjalan mengambil sampah bungkusan bumbu ramen yang Hara masak semalam. "Ini apa? Kalo lo ga punya duit mustahil lo beli dua ramen! Oh.. Atau jangan-jangan lo jual diri, iya?"

"Jaga ucapanmu, Kak!"

"Lo berani bentak gue?" Eunwoo mendekati Hara. "Ini buat lo"

Tangan kekar itu mendarat pipinya. Panas dan perih yang ia rasakan. Hara menunduk seraya memegangi pipinya, didengarnya suara deruan nafas yang lebih cepat darinya.

Hara hendak berlalu dari rumah, tetapi Eunwoo menahan tangannya.

"Gue harap lo bawain gue duit"

"Dan, aku harap kakak cepet pergi dari sini"

Hara menghempaskan genggaman Eunwoo lalu berlari secepat mungkin keluar dari rumah yang sekarang seperti penjara baginya, dengan satu iblis di dalamnya. Eunwoo menggeram kesal saat gadis itu secara tidak langsung mengusirnya dari rumah.

"Liat aja nanti."



🌻🌼🌻



Hara membuka pagar rumah Haechan lalu masuk ke dalam rumah. Saat melangkahkan kakinya ia mencium bau yang begitu lezat, membuat dirinya seketika lapar.

"Achoou! Bless me achuu"

Ah.. Hara salah mengira. Ia kira Bunda Haechan sudah pulang dan memasak untuk putranya, tetapi ternyata bukan.

Hara semakin melangkahkan kakinya menuju dapur. Siapa tahu ia bisa membantu Haechan walau akan mendapatkan luka nantinya.

Dilihatnya Haechan tengah melihat Ponselnya dengan tangan kirinya yang memegang spatula dan apron berwarna hijau pastel yang ia kenakan.

Hara berdehem.

"Eh elo? Sini, potongin daging. Kecil-kecil aja tapi"

Hara pun berlari kecil mendekati Haechan lalu mengambil daging sapi yang masih terbungkus plastik di meja dan segera memotongnya kecil-kecil sesuai perintah Haechan.

"Ambilin air dong, segelas aja"

"A-ah iya"

Hara mengambil air lalu memberikan pada Haechan. Haechan hanya tersenyum kecil. Oh tentu saja bukan melihat tingkah laku Hara, melainkan berhasil memasak lewat resep makanan yang ia lihat di internet.

"Eh, abis ini lo gausah bersih-bersih. Lo tinggal kerjain Tugas Matematika sama Fisika gue, ntar gue kasih gaji lo"

"Tapiㅡ"

"Diem atau lo gue masak?"

"Okey.."

Hampir 2 menit, akhirnya Hara menyerahkan hasil potongannya pada Haechan. Haechan mengambil talenan yang diserahkan Hara. Tak sengaja tangan Haechan menyentuh tangan Hara.

Haechan hanya bersikap santai, namun Hara?

Ayo Hara, kamu harus buang jauh-jauh perasaan aneh kamu itu! Haechan bukan lelaki yang tepat untuk kamu!

Tak lama ponsel yang berada di meja berdering. Haechan mengambil Ponselnya dan melihat siapa yang menelepon. Di sekian detiknya ia berubah menjadi semuringah.

Haechan melepas apron-nya lalu memasangkannya ke Hara. "Lo gantiin gue masak ya? Tinggal lo kasih kecap. Kalo dagingnya udah empuk lo angkat. Jangan lo makan! Awas aja lo"

Haechan berlalu dengan cepat, meninggalkan Hara yang masih terpaku. Samar-samar Hara mendengar suara kegirangan dari seorang Lee Haechan. Apa ini sesuatu yang menggembirakan baginya?

Ah sudahlah, Hara tidak mau mengambil pusing dengan itu, yang terpenting ia nanti bisa membayar uang sumbangan yang pak Leeteuk pinta walau terlambat.

Setelah menuruti apa yang Haechan katakan ia menyajikan hidangannya di meja. Makanan itu terlihat lezat, walau melihat resepnya di internet.

"Sekarang aku harus apa?" Hara mencoba memejamkan matanya, lalu. "Ah! Tugas Haechan! Tapi di mana bukunya?"

Apa ia harus menelepon atau mengirim pesan pada Haechan? Hara takut ia dianggap tak sopan jika memeriksanya di dalam kamar Haechan.

Tok.. Tok..

Pintu rumah Haechan tiba-tiba diketuk, membuat Hara tersentak kaget.

"CHAN! MAU NUMPANG MAKAN!!"

Hara menyerit. Ia tampak mengenali suara itu. Bukankah itu suara.. Jaemin?

"CHAN, CEPETAN!! GUE MAU MINUM!!"

Dan, Jeno?

Sebentar.. Apa teman-teman Haechan sedang datang berkunjung?

Dan apa? Makan? Mereka pasti akan memakan masakan yang Haechan buat nantinya, lalu akan menyalahkan dirinya.

"Aku harus sembunyi sama nyembunyiin makanan ini juga"

KRIET..

"Dongo lo pada. Pintu gak dikunci malah teriak kek anak setan," seru Renjun.

Jaemin, Jeno dan Renjun pun masuk ke dalam rumah Haechan yang sepi layaknya rumah kosong.

"Sepi amat nih rumah," ucap Jaemin mendahului Renjun dan Jeno.

"Salah alamat kali kita"

"Bertahun-tahun main ke sini, yakali lupa, Jen"

Perkataan Renjun ada benarnya juga. Tak mungkin mereka salah alamat rumah temannya itu. Apa pria itu sedang pergi?

"Gila wangi bener. Haechan abis masak kali ya?" Jaemin mencoba pergi ke dapur untuk melihat sumber bau lezat yang membuatnya semakin lapar. Tapi sayangnya nihil, tak ada satupun makanan yang tergeletak di meja.

"Aneh banget"

"Jaem!" panggil Jeno, menyuruh Jaemin untuk masuk ke kamar Haechan.

"Telepon Haechan nggak?" Renjun mengeluarkan ponselnya seraya menyenderkan kepalanya di headboard kasur Haechan.

"Iyalah. Tanyain dia di mana"

Renjun mengangguk dan mencari kontak Haechan. Jaemin yang tengah duduk sambil memangku gitar di kursi belajar Haechan tampak curiga dengan lemari pakaian Haechan yang tak sengaja sedikit terbuka.

Ia lantas berdiri untuk memeriksanya, karena sedari awal ia merasa aneh dengan rumah Haechan. Entah ini perasaannya saja atau apa Jaemin tadi sempat mencium aroma asing di dapur tadi, dan mendengar deritan pintu.

BRAK!

Renjun, Jeno dan Jaemin lantas menoleh ke arah pintu yang terdapat Haechan dengan napasnya yang tersenggal.

"Napa lo?"

"Lo.. Lo pada ngapain?" tanyanya ngos-ngosan. Tampaknya Haechan habis berlari.

"Lah? Kita kan main. Santai aja napa," ucap Jeno. "Dari mana lo?"

Haechan bernapas lega. Setidaknya teman-temanya belum tahu keberadaan Hara. Tapi di mana gadis itu?

Jaemin yang sedari hanya menyimak hanya menggeleng pelan lalu membuka lemari pakaian Haechan, dan..

"Anjir, Anjing siapa nih? Anjing lo ya?" kaget Jaemin saat seekor anak anjing berwarna putih melompat di kakinya.

Haechan kini mengatensikan pandangannya ke Jaemin yang tengah mengelus-elus anjing peliharaannya yang ia beli 3 hari yang lalu.

"Kenapa? Cakep nggak?"

"Anjing anggora ya?" tanya Renjun.

"Lo pikir kucing? Ya bukanlah bego!" Haechan pun berjalan dan duduk di kursi belajarnya, mengeluarkan ponselnya. Ia harap perempuan itu membawa ponselnya.

Idiot

Oi
Lo dimana?

Aku di belakang rumah

Oh ya, makanannya aku letakin di microwave biar tetep hangat

👍

"Eh gue keluar bentar ya. Lo pada diem aja di sini," Haechan berdiri mengambil sebungkus rokok di lacinya. "Abisin, sore Bunda gue pulang. Jaem, tolong kasih makan si Cican, makanannya ada di depan"

Haechan keluar dari kamarnya dan menuju belakang rumahnya. Tak lupa mengambil gelas dan menuangkannya air.

"Heh, lo di mana?" ucapnya. Namun tak ada jawaban. Hanya suara isakan yang ia dengar dari balik semak belakang rumahnya. Dilihatnya Hara tengah menangis seraya memeluk lututnya.

Napa dah?

Tak mau membuang waktunya dengan mendengar tangisan gadis itu, Haechan menyiram Hara dengan air yang ia bawa.

"Kenapa nangis? Oh.. Lo takut gaji lo nggak dikasih? Bentar"

Haechan mengeluarkan amplop putih dari saku celananya dan melemparkannya pada wajah Hara, bersamaan dengan buku tugasnya yang sempat ia bawa.

"Udah kan? Duit udah, buku gue udahㅡoh iya, Bunda gue bilang lo nyimpen liontin kalung punya Bunda gue kan?"

Sembari menghapus airmata dan air di wajahnya, Hara mengangguk pelan.

"Mana liontinnya?"

"Rumah"

Haechan mendelik. "Sana ambㅡkaki lo kenapa woy?!" seru Haechan kaget kala baru menyadari kaki kanan Hara mengeluarkan darah. Dan pandangannya tak sengaja melihat pecahan kaca di samping kaki gadis itu.

"Ketusuk?"

Hara mengangguk.

"Haha, mampus." Haechan terkikik geli. "Mata lo kemana anjir. Udah sini gue anter pulang"

Hara mengerjapkan matanya berkali-kali. Ia sedang tidak bermimpi bukan?

"Ada temen gue. Gue gak mau bikin keributan di rumah gue"

Haechan tanpa basa-basi menarik tangan Hara lalu menyuruhnya untuk duduk di motornya. Hara terdiam. Ayolah, motor ini begitu tinggi!

"Naik cepet anjing!"

Bagaimana sialan!

"Lama lo. Tinggal pegang bahu gue, naik udah. Tapi jangan diteken, masih sakit soalnya"

Hara hanya menuruti apa perkataan Haechan lalu berlalu pergi dengan jarak duduk mereka yang cukup jauh.

Angin sore menerpa rambutnya dengan wangi maskulin Haechan yang memabukkan. Hara mengalihkan pandangannya ke arah barat, di mana langit Jingga dengan gembulan kapas putih membentang di sana.

Indah dan menyedihkan.

Terkadang Senja dianggap indah oleh sebagian orang yang memiliki kenangan baik dengannya. Namun menyedihkan saat ia di benci oleh orang yang memiliki kenangan buruk saat ia menampakkan dirinya, padahal ia tak salah.

Seringkali perasaan Hara bermetamorfosis. Kadang kala ia terbodohi karena terlalu yakin dan baik, membuatnya dengan mudah memaafkan kesalahan orang-orang yang menjahatinya.

Terkadang Hara membenci dan tidak membenci Haechan. Seperti sekarang, ia tengah beranggapan kalau Haechan telah berubah, namun itu hanyalah angan semunya.

Setelah satu minggu bekerja di rumah Haechan, Hara sesekali mengamati segala gerak-gerik Haechan. Haechan agak pendiam di rumah namun prilakunya tetap sama dengan Hara. Haechan juga anak yang suka bernyanyi dan juga.. Pemalas?

Hara tau Haechan tidak pemalas, hanya saja pria itu terlalu senang berleha-leha. Bermain game seraya memakan cemilan lalu menyakitinya di kala bosannya datang.

Setelah beberapa menit, akhirnya mereka sampai. Hara pun buru-buru mengambil liontin bulan itu di bawah kasurnya dan untungnya masih ada. Hara menyerahkannya pada Haechan.

"Siapa?" tanya Haechan sambil mengambil liontin milik Bundanya.

"Hm?"

"Tuh"

Hara melihat Eunwoo yang tengah merokok di balik jendelanya. "K-kakakku"

Gotcha! Sepertinya akan seru jika melihat dua teman baik saling bertengkar nantinya. Eunwoo benar-benar akan membuat Hara terpojok saat seluruh sekolah mengetahui aib kakaknya.

"Gue udah ganteng belom?" tanya Haechan menyisir rambut hitamnya yang mulai panjang dengan jemarinya. Sembari berkaca di kaca spion motor sport hitam miliknya.

Sebenarnya ada gelak tawa yang Hara sembunyikan, tapi karena tak mau memperpanjang masalah, Hara hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Eh, lo kan abis gajian nih. Bisa dong jajani gue besok." Haechan menatap lekat Hara, "kalo ngga bisa.. Lo taukan kalo penggaris besi itu enak buat nampar orang?"

"Oke. Aku bakalan traktir kamu besok"

Hara sadar. Ia tidak lagi membenci Haechan, hanya saja perasaannya yang kini tak lagi sama seperti dahulu.

Hara hanya takut, bukan benci dan sudah tak menyukainya lagi.






🌻🌼🌻















"Iya, tenang aja gue dateng kok ntar malem"

"..."

"Siapa? Okelah, gapapa. Yaudah ya gue tutup"

Sungchan melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah namun tangannya terhenti saat ingin memutar knop pintu rumahnya. Sungchan menghela nafasnya.

Suara itu lagi. Suara keributan yang selalu ia dengar setiap harinya. Dengan terpaksa Sungchan membuka pintu dan bersikap seperti tidak terjadi apa-apa saat melewati kedua orang tuanya yang tengah berdebat.

"Sungchan? Kamu udah pulang, Nak?"

Seakan tuli Sungchan terus berjalan tanpa menjawab pertanyaan Ibunya.

"Sungchan? Ibu kamu nanya!"

"Berisik!"

"Anak kurang ajar kamu!"

"Ayah, Ibu. Mending kalian selesain masalah kalian, Sungchan udah capek dengerin pecahan kaca, teriakan, bentakan kalian. Kalo kalian udah gak mau sama-sama lagi, mending cerai!"

Ayah Jung menghampiri Sungchan dengan deruan napas yang tak terkontrol.

Plak!

"Kamu diam saja! Kamu masih kecil jangan ngurusin masalah orangtua!"

Sungchan tersenyum miring. Bahkan ayah yang ia anggap pahlawan sudah berubah menjadi iblis. Tak ingin semakin terpojok Sungchan berjalan menaiki tangga dan masuk ke kamarnya, tak lupa membanting pintunya.

Sungchan terjatuh sambil menahan air matanya. Ia bosan. Ia lelah menyaksikan ayahnya bermain tangan pada Ibunya.

Ia tidak seperti dirinya yang dulu, periang dan banyak tertawa. Ia bukan lagi Sungchan yang selalu berceloteh meramaikan suasana di rumah ini.

Ia sudah berubah semenjak adiknya tiada. Di tambah kedua orang tuanya yang selalu berdebat setiap harinya.

"Yerin.. Maafin kakak. Kakak gagal buat jadi kakak dan anak di rumah ini"

Sungchan terisak.

Ia rapuh. Ia lelah. Bagaimana pun dirinya juga manusia yang bisa merasakan sakit dan sendu. Lara terus menghampirinya, selalu memberinya sesak dan tangis tanpa mengirim pereda.

Ia kini menjadi anak tunggal di keluarganya. Bahkan merasa sudah tidak memiliki orangtua lagi. Kenangan lama bersama keluarganya kini sudah menjadi monokrom. Terlalu sulit untuk diingat kembali.

Rasa sepi ini selalu menjalar pada dirinya. Sebelumnya, ia tak pernah selemah ini. Orang tuanya lah yang membuatnya seperti ini.

Ayah dan Ibunya adalah orang egois yang pertama kali ia kenal. Tidak memikirkan anaknya yang masih membutuhkan dukungan dari mereka.

Hatinya serasa digelayuti kekelaman. Mereka yang dulu bangga dengan prestasi yang Sungchan raih, kini seakan menutup mata dan telinganya. Mereka berdua saling menyibukan dan menyalahkan satu sama lain.

Dan, fakta yang Sungchan ketahui tentang dirinya ialah, di dewasakan lewat keadaan, bukan umur.

Malamnya, Sungchan melangkahkan kakinya berjalan menuruni tangga seraya membawa helm-nya. Ia melihat Ibunya yang sedang mengompres lebam di sudut matanya.

"Sakit?" Sungchan mengambil kain lembab dan hangat yang dipegang Ibunya, lalu meniup lebam Ibunya pelan.

Krystal menggeleng. "Ibu baik-baik aja. Kamu mau kemana malam-malam begini?"

"Main"

Krystal tersenyum tipis lalu menangkup pipi anaknya. Namun Sungchan malah menjauhkan wajahnya. Ia tak sanggup harus menatap wajah sendu Ibunya.

"Sungchan telat. Abis ngompres lukanya langsung tidur. Tidur di kamar Sungchan aja kalo ada Ayah di kamar, jangan di sofa lagi. Sungchan males turun ke bawah buat nyelimutin Ibu"

Sungchan mengambil helm yang sempat ia letakan di sofa lalu melenggang pergi. Bahkan hatinya tak kuat bersikap acuh di depan Ibunya.

"Maafin Sungchan, bu.."


To be contuned..

bayangin aja si cican itu daegal 😌

Continue Reading

You'll Also Like

271K 13.2K 31
[MINIMAL FOLLOW LAH YA BIKIN CERITA SUSAH ‼️] [Ganti Cover💞] [BANTU PROMOSI CERITA INI. TERIMA KASIH 💞💐] "Kalo mau cipokan itu tau tempat." "Makan...
27.7K 3K 18
DOSA TANGGUNG SENDIRI!!! CERITA INI HANYA FIKTIF TIDAK ADA SANGKUT PAUT NYA DENGAN CERITA ASLI. Area B×B & G×G & B×G!!! Berbijaklah dalam memilih bac...
60.4K 6.8K 56
Tiada yang rela mengurus Pasha setelah bapak meninggal. Gadis itu terpaksa ikut dengan Winda ke ibu kota. Putus sekolah, mencari pekerjaan dan harus...