Harmony ; family relationship

By cherriessade

38.2K 3K 330

(COMPLETED) [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Bukan cerita tentang kisah percintaan atau penghianatan, bukan juga mi... More

prolog
one
two
three
four
five
six
seven
eight
nine
ten
eleven
twelve
thirteen
fourteen
fifteen
sixteen
seventeen
nineteen
twenty
twenty one
twenty two
twenty three
twenty four
twenty five
twenty six
twenty seven
twenty eight
twenty nine
thirty
thirty one
thirty two
thirty three
thirty four
thirty five
thirty six
thirty seven
thirty eight
thirty nine
fourty
fourty one
fourty two (END)
Promote

eighteen

583 64 2
By cherriessade

Bara mengernyit, merasa bingung dengan tingkah Reon yang mendadak menjadi pendiam. Biasanya cowok itu selalu usil dan banyak tingkah.

"Lo kenapa, dah?" kata Elvano, mewakili rasa penasaran dirinya.

Reon mengangkat kepalanya, lalu menggeleng. Kemudian kembali menelungkupkan kepalanya diatas meja.

"Galau?" Elvano mencoba menerka. "Lagi berantem sama adek gue, ya?"

"Tapi kok perasaan Adara fine-fine aja deh. Kagak galau dia-nya."

Reon tidak merespon perkataan Elvano, sebaliknya dia malah berdiri dari bangkunya.

"Bye, teman-teman." ujarnya dengan suara lesu. Bahkan Gavin yang berada disamping Bara sejak tadi memperhatikannya dengan alis terangkat.

"Tanda-tanda gejala awal orang yang sebentar lagi hilang kewarasan." Gavin menggumam.

***

Daren bersiul-siul, berjalan dengan santai sambil menebarkan pesonanya.

Berdecak adalah hal yang Gama lakukan sekarang. Dia tak tahu kenapa dia menjadikan dua orang yang hobi pamer tampang sebagai temannya.

Kali ini Beltran tidak ikut dengan mereka, dia lebih tertarik untuk pergi kekelas Nasha atau mengekori Nasha sampai kekantin. Setiap kali Gama dan Daren meledek karena tahap pdkt-nya bersifat agak memaksa, maka setiap itu juga Beltran selalu mengatakan bahwa dia dan Binasha sudah berpacaran. Entah itu halu atau kenyataan, Gama tidak tahu. Sulit untuk membedakannya apalagi mengingat sikap over-pd Beltran yang memungkinkan lelaki itu membuat cerita palsu untuk menyelamatkan harga dirinya.

"Eh, itu kan Bang Reon. Ngapain dia?" Daren mengintai dari kejauhan.

"Samperin, ah. Yok, Gam!" Seru Daren.

"Hoy, Bang!" Daren menepuk punggung Reon keras-keras.

Reon hanya menoleh sekilas, kemudian kembali melesu. Hal itu mengundang rasa penasaran Daren dan Gama.

"Kenapa dah?"

Reon menghela nafasnya sebentar. "Alice ngchat gue"

Manik Daren membesar, merasa tertarik dengan cerita Reon sedangkan Gama ikut mendengar saja karena kurang tahu dengan perempuan yang Reon sebutkan.

"Terus, terus"

"Lo tahu, kan, Alice orangnya gimana. Gue ngerasa dia bakal nekat dateng kesini. Gue cuma takut, kedatangan dia jadi ancaman bagi hubungan gue sama Adara "

Daren sukses terdiam. Dia bergelut dengan logikanya yang memikirkan segala kemungkinan yang lewat dikepalanya.

" Kalau Alice dateng kesini, berarti.... "

"... Amely juga? " sambungnya dengan wajah sukar didefinisikan.

***

Elvano merangkul Gavin, mengajaknya ke taman sekolah bagian depan dimana biasanya ramai sekali siswa-siswi disana, entah sedang membaca buku, bergosip ria, bahkan berpacaran.

Bara tidak ikut sebab lelaki itu tertidur dibalik benaman tangannya, sementara Reon asyik menyendiri ditaman belakang sekolah yang terkenal sepi.

Melihat tiga perempuan yang asyik ngobrol membuat Elvano memutuskan untuk menghampiri mereka—lebih tepatnya Alin saja—sedangkan Gavin mengikuti dari belakang.

Sesampai disana, Gavin menautkan alisnya. "Tumben nggak ada kang bacot?"

Kang bacot yang dimaksud oleh Gavin adalah Alexa.

"Ada enggaknya Alexa, apa hubungannya sama lo?" Alin sengaja berbicara begitu untuk memancing Gavin jujur dengan perasaannya.

"Nggak ada. Nggak peduli dan nggak penting juga!"

"Dia lagi sama Robin" Adara memberitahu.

"Lah, bodo amat." Ujar Gavin, kemudian dia berdeham. "Btw dia siapa?"

"Anak kelas sebelah."

Gavin berdeham. Sejujurnya dia tahu siapa itu Robin, tetapi maksud dari pertanyaannya, lelaki itu siapa-nya Alexa? Tapi tentu saja dia tidak akan memperjelas maksudnya, yang ada dia akan jadi bahan ledekan. Lagipula apa pedulinya, entah itu gebetan atau pacar Alexa, seharusnya itu bukan menjadi urusannya.

"Dia pacar Alexa." Alin berterus terang.

"Oh."

"Ada juga ya yang mau sama dia." lanjutnya

"Cemburu bilang, Pin. Nggak usah ribet, lo bukan cewek!" Seru Elvano.

Gavin menatapnya sinis. "Apaan deh?! Udah lah ganti topik, kayak gak ada topik yang lain aja bahas dia mulu!"

Melihat tingkah Gavin, diam-diam Alin tersenyum. Lelaki itu tanpa sadar mengungkapkan kalau dia sedang cemburu.

"Gue lebih setuju dia sama lo dibanding Robin."

"Alin," Agatha memperingati. Dia hanya tidak mau hubungan pertemanan Alinza dan Alexa retak gara-gara kekhawatiran Alin. Seharusnya memberitahu Alexa saja sudah cukup, tidak perlu lagi mencampuri kehidupannya. Biarlah Alexa menjalani hidupnya dengan caranya sendiri.

"Apa?? Bukannya mau ngatur hidup Alexa, gue cuma mengutarakan pendapat gue. Menurut gue Gavin emang lebih cocok sama Alexa dibanding Robin!" Alin terdengar ngotot, tapi percayalah dia hanya ingin yang terbaik.

Sejujurnya Agatha pun merasa hal yang sama, dia merasa kurang suka dengan Robin. Dia pernah memberitahu Alexa sebelumnya, namun Alexa tidak terlalu ambil pusing. Setelah itu, Agatha main aman saja. Dia tidak ingin mencampuri hidup orang lain, lagipula feeling buruk tentang Robin belum terbukti benar.

"Kalo bisa jangan terlalu frontal. Kalo Alexa denger, dia bisa sakit hati. Kalo dia lebih milih Robin, kita hanya perlu menghargai dia." Ujar Agatha dengan lembut, berupaya memberi pengertian yang dapat diterima Alin.

"Agatha bener. Biar Alexa yang jalanin hidupnya. Kita emang sahabatnya, tapi itu nggak buat kita jadi berhak ikut campur atas kehidupannya." Tambah Adara.

"You mean, biarin Alexa terluka begitu aja?" Alinza menatap mereka sulit diartikan. Mereka punya pendapat yang berlawanan, Alin mengerti dengan pemikiran dewasa Agatha dan juga Adara, tetapi Alin tetaplah dirinya yang keras kepala. Tetap berpegang teguh terhadap pendapatnya selagi dia merasa itu benar. Terserah suka atau tidak, dia tak begitu memusingkan pandangan orang-orang terhadapnya.

"Otak dipake. Disini gue make logika dan gue pikir gue butuh ikut campur demi kebaikan Alexa!"

Agatha dan Adara serempak menghela napas lelah. Mereka tidak sakit hati atas ucapan Alin yang tergolong kasar. Alin memang seperti itu. Agatha telah mengenal Alin selama 4 tahun, Agatha hapal betul sifat asli seorang Alinza Qeyna.

Namun, bukan berarti sikap Alin selama ini hanya pencitraan. Agatha tahu, sejak dulu Alin memang seseorang yang anggun dan elegan seperti sekarang, yang membedakannya cuma dia dulu adalah gadis dingin. Satu lagi, ada beberapa diantara sikapnya yang sangat berbanding terbalik antara dulu dan sekarang.

"Lo emang make logika, tapi lo nggak pake hati, Lin."

Semua sontak menoleh mendapati Alexa dengan tangan yang terkepal memendam emosi.

"Wtf, ini ada apa sih? kok berantem, anjeng?!" Ujar Elvano bingung sendiri.

"We need to talk to." Alexa melenggang pergi diikuti Alinza beberapa detik setelahnya.

Sebelum pergi, Agatha sempat berbisik padanya. "Jaga emosi lo"

Di lain tempat, Alexa dan Alin pergi ke-taman belakang. Alexa menatap Alin tak habis pikir.

"Mau lo apa sih, Lin? Gue nggak pernah ngurusin hidup lo! Lo deket sama Kak Bara, lo deket sama Elvano, dan lo juga deket sama Reon, nggak pernah sekalipun gue ngurusin hidup lo!"

"...atau jangan-jangan lo digantung Kak Bara dan lo iri sama gue karena ngeduluin lo pacaran sementara lo sama Kak Bara belum jadian juga? Iya, kan?"

Sebenarnya Alexa tak berniat menuding sembarang, dia hanya kesal dengan Alinza yang bersikap seenaknya.

Alin menanggapinya dengan santai. "Buat apa gue iri? Nggak guna. Fyi, gue nggak ada hubungan apapun sama Kak Bara, so, gak usah bawa-bawa dia"

"Lagian kalo gak suka sama omongan gue, kenapa lo harus marah? masih bisa diomongin baik-baik kan?"

Alexa menggeleng, "Nggak bisa, Lin! Percuma gue ngomong baik-baik sama lo, lo juga pasti tetap ngotot nyuruh gue jauhin Robin. Dan satu lagi, gue bukan babu lo jadi lo nggak bisa seenaknya nyuruh-nyuruh gue!"

Alin mengangkat satu alisnya. "Apa pas gue bilang lo mutusin Robin sama dengan perintah? Nggak kan? Kalo lo nggak mau oke fine, gue mau gimana lagi emangnya. Gue juga nggak pernah bilang lo babu gue, perasaan lo aja yang gitu, baperan banget."

Plakk!

Alexa kaget. Dia menatap tangannya yang baru ia gunakan untuk menampar Alin. Sungguh dia tidak berniat, tapi Alin memancingnya.

Alin memegang pipinya bekas tamparan Alexa," Well, thanks atas tamparannya. Sans, gue nggak bakal bales kok."

"Gue lo anggap apa sih, Lin? Teman atau musuh? Kenapa lo bersikap layaknya gue ini musuh lo!" Alexa membentaknya keras.

"Harusnya gue yang nanya gitu sama lo, gue ini siapa lo sih? Teman atau bukan? Kalo lo anggep gue temen harusnya lo denger ucapan gue, kalo nggak setuju ya bilang baik-baik bukan malah emosi kayak gini!" Bentak Alinza tak kalah keras.

Alexa menatap penuh kebencian kearah Alin, lalu segera pergi meninggalkan gadis itu sendiri.

Alin mengusap wajahnya kasar lalu memilih duduk dibangku taman. Memejamkan matanya sebentar lalu menoleh ketika merasakan bangku disebelahnya terisi oleh seseorang.

"Sori, gue gak sengaja denger."

"Gak papa."

"Dan sori lagi karena gue gak bisa ngasih tawaran lo untuk bersandar disaat gue sendiri butuh sandaran orang lain. Pikiran gue sendiri udah banyak beban, jadi gak bisa denger curhatan lo, bisa makin sinting gue ntar, mungkin lain kali aja."

Alin terkekeh. "Sans."

"Pipi lo merah banget. Ke UKS gih, sori lagi nih gue gak bisa nganter lo. Karena gue banyak pikiran, gue butuh istirahat. Mau tidur dulu, bye beb." Reon berdiri, lalu meregangkan otot-ototnya. Tersenyum manis sebentar pada Alin, lalu pergi ke kelasnya.

Alinza menggeleng pelan. Tidak heran, seperti itulah Reon. Namun, biasanya lelaki itu tetap perhatian disela-sela sikapnya yang menyebalkan. Mungkin kali ini, lelaki itu memang memiliki masalah.

Setelah memastikan Reon benar-benar pergi, Alin memejamkan matanya. Ia merasakan seseorang duduk disampingnya, apakah Reon kembali?

Ia membuka matanya dan ternyata adalah Elvano. Lelaki itu duduk disebelahnya, tempat dimana Reon duduk sebelumnya.

"Mungkin lo butuh temen buat cerita masalah lo?"

Inilah yang Alin suka dari Elvano, lelaki itu terlalu baik. Rela menjadi sandaran ketika dirinya sedang tidak baik-baik saja. Tapi, Alin benci kenapa Elvano harus sebaik ini. Lelaki setahun lebih tua darinya itu tanpa sadar membuat hatinya terjatuh.

"Makasih El, lo selalu baik sama gue. Selalu ada disaat gue butuh. Thanks untuk semuanya"

Elvano menatap Alin khawatir. "Lo bisa cerita, Lin!"

"Gue rasa udah cukup, gue nggak mau ngerepotin lo."

Elvano menggeleng. "Salah besar. Gue sama sekali nggak pernah ngerasa direpotin sama lo."

Kenapa Elvano tidak peka sekali? Alin tidak ingin Elvano berbuat baik padanya. Alin tidak ingin jatuh terlalu dalam.

"Gue pengin sendiri, El"

Tidak! Alin butuh teman, tapi bukan Elvano orangnya. Dia tidak ingin menambah luka baru.

"Seengaknya pipi lo dikompres dulu pake air dingin. Ayo, ikut gue ke UKS. Setelah itu, terserah lo mau sendirian apa enggak." Tanpa menunggu sahutan Alinza, Elvano langsung menarik tangannya, membawa menuju UKS.

Disisi lain, mereka tidak tahu bagaimana geramnya Amara saat tidak sengaja mengikuti Elvano kesini dan ternyata lelaki itu malah menghampiri dan terlihat manis bersama perempuan lain.

***

"Mom, anak kesayangan Mommy dah pulang!" Teriak Beltran begitu memasuki rumah besarnya hingga suaranya terdengar menggelegar.

"Ck, apa sih, nak? jangan teriak-teriak, deh." Queen yang semula duduk disofa dengan sebuah majalah ditangannya, menyahut.

"Mommy...I love you, I need you, Te amo, Sarangheo!" Beltran menghambur kepelukan Mommy.

Queen menggeleng pelan sambil mengelus surai hitam Beltran. "Kenapa?"

"Nope, Mom. I just feel happy now. Pasti Mommy selalu berdoa yang terbaik buat aku kan? sekarang, doa Mommy terkabul. Tuhan pasti sengaja ngirim Nasha ke aku karena dia tau hanya Nasha satu-satunya perempuan yang terbaik buat aku." Beltran kembali memeluk Mommy erat.

"Dasar bucin!"

Beltran tertawa, kemudian mengecup pipi Mommy. "Aku sayang Mommy!"

"Dasar manja. Mommy juga sayang kamu."

***

TBC


published March 02, 2021.

Continue Reading

You'll Also Like

2.3M 143K 89
Asyhila Ersya Arabell gadis manis dan lugu yang selalu terlihat ceria didepan semua orang. tetapi dibalik semua itu tidak pernah ada yang tahu tentan...
364K 14.3K 51
Selamat membaca kisah Arshaka Kai Bimantara dan Naeva Raveena Arkatama ❀️❀️❀️ Naeva Raveena Arkatama, atau kerap di sapa Naeva, adalah gadis baik, pe...
1M 68.1K 61
β€’ 𝘚𝘦𝘲𝘢𝘦𝘭 𝘰𝘧 π˜’π˜¦π˜Ίπ˜΄π˜©π˜¦π˜·π˜’ β€’ [α΄›α΄‡Κ€κœ±α΄‡α΄…Ιͺα΄€ α΄ α΄‡Κ€κœ±Ιͺ ᴄᴇᴛᴀᴋ] "Vendo gak bakal tinggalin Via kan?" "Iya, Vendo gak bakal tinggalin Via." "Janji sama...
1.7M 68.6K 43
"Setiap pertemuan pasti ada perpisahan." Tapi apa setelah perpisahan akan ada pertemuan kembali? ***** Ini cerita cinta. Namun bukan cerita yang bera...