ATLANTAS || END

By badgrik

276K 21.9K 2K

[ Winner of the co-writing event held by TWT] Warning ⚠️ Terdapat banyak kata-kata kasar, harap bijak dalam m... More

Prolog
01. Permulaan
02. SMA Delton
03. Insiden
04. Tawuran dan Pencarian
05. Jaket
06. Jalan-Jalan Ke Mall
07. Abel Hilang
Cast + Nama + karakter Pemain
08. Markas Vagos
09. Berlalu
10. Bertemu Kembali
11. Apartemen
12. Berangkat Bersama
13. Penasaran
14. Turnamen Futsal
15. Atlantas Dan Alex
16. Bimbang
17. Gosip Sekolah
18. Simpang Siur
19. Gudang Sekolah
21. Syndrome Sandi
22. Senja Di Rumah Sakit
23. Antara Abel, Atlantas & Alex
24. Orang Tua Abel
25. Hal Indah Di Rumah Atlantas
26. Penyerangan
27. Antara Bandung Dan Jakarta
28. Cerita Di Dufan
29. Malam Minggu
30. Setan
31. Kotak Bekal
32. Tentang Atlantas
33. Mimpi Abel
34. Meniti Ke Akhir Cerita
35. (Bukan) Akhir Segalanya
Ucapan Terima kasih
Extra Part 1
Extra Part 2
Extra Part 3 • Special POV Atlantas
Cerita Baru
Grub Atlantas
Info Bahagia?
Atlantas Versi Baru?

20. Fakta Yang Sebenernya

4.8K 462 9
By badgrik

“Hanya benturan ringan. Pasien bisa dipastikan tidak mengalami geger otak atau semacamnya. Hanya saja bagian kaki dan punggung tangannya terkilir. Beberapa hari dirawat, InsyaAllah pasien akan sembuh total asalkan rajin meminum obat dan istirahat secara teratur” papar Pak Dokter kepada Banu dan Atlantas di depan pintu ruang inap Abel.

Rendi telah pulang beberapa saat lalu sejak orang tua Nabila menelpon agar putri mereka segera pulang ke rumah. Sebagai pacar yang baik tentu saja Rendi mengantarkan Nabila pulang.

Banu mengangguk. “Baik, terima kasih, Dok.”

“Sama-sama. Kalau begitu saya pergi dulu. Kalian udah bisa jenguk pasien di dalam.”

“Iya, Dok.”

Atlantas memejamkan kedua matanya. Tangannya terkepal erat di dalam saku celana. Emosinya terasa berkobar-kobar, namun ia tahan.

Banu membuka pintu ruang inap Abel. Memperhatikan kondisi cewek tersebut yang terbaring lemah di brankar dengan selang infus yang terpasang di punggung tangannya. Ia segera duduk di samping brankar Abel. Tak lama habis itu Atlantas masuk.

Hening.

Atlantas melirik ke arah Abel. Wajah cewek tersebut tampak membiru walaupun sudah dioleskan salep.

“Gue gagal lagi, Tas,” ucap Banu memecahkan keheningan diantara mereka dengan penuh nada penyesalan. “Gua nggak becus jadi seorang Abang bagi Abel. Gue gagal, selalu. Bahkan dari dulu sampai sekarang gue nggak pernah berhasil jaga Abel. Kelalaian gue selalu buat dia celaka.”

“Itu musibah,” sahut Atlantas. “Lo udah jaga Abel, semua ini diluar kendali kita sendiri.”

Banu menunduk. Digenggamnya erat tangan Abel yang terpasang infus tersebut. “Gue harus ngomong apa ke orang tuanya Abel. Gue nggak berani. Gue takut mereka bawa Abel balik ke Kalimantan pas tau masalah ini.”

Atlantas menatap wajah damai Abel yang terlelap. Banu mengangkat wajahnya. Ia tau kalau Atlantas tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Abel sejak masuk tadi.

“Gue tau lo udah sadar,” ungkap Banu tiba-tiba membuat Atlantas mengernyitkan dahi. “Gue tau kalau lo cowok di masa lalu Abel.”

Atlantas tertegun.

“Gue nggak nyangka kalau lo bakalan sadar secepat ini,” sambung Banu sambil terkekeh. “Siapa sangka si Raja Jalanan inj ketemu lagi sama gadis masa kecilnya.”

Atlantas menghela napas panjang. “Bacot!”

Banu tersenyum tipis. “Gue mencoba buat lo nggak sadar kalau Abel adalah cewek di masa lalu lo, Tas. Tapi siapa sangka lo udah sadar duluan.”

Banu meletakkan tangan Abel ke sisi kasur. Ia tersenyum tiois. “Gue udah tau dari awal. Bahkan jauh sebelum Abel datang ke Jakarta.”

“Mungkin lo nggak sadar. Waktu itu gue lihat foto di kamar rumah lo yang berada di Bandung. Itu foto lo sama Abel pas di rumah sakit, kan?”

Atlantas berdecak. “Kapan lo masuk ke kamar gue, hah?!”

“Pas gue masih kelas 10.”

“Udah selama itu?” Atlantas menatap sengit ke arah Banu.

“Iya.”

Atlantas mengacak-acak rambutnya. Kesal dan emosi bercampur menjadi satu.

Banu melirik ke arah Atlantas. “Asal lo tau aja ya, Tas, yang motoin waktu itu gue, bego!”

Atlantas kaget. “Lo?!” tanyanya tidak percaya.

“Iyalah,” jawab Banu jujur.

Banu bersandar di kursi dengan tangan yang terlipat di atas dada.“Dari kecil gue sama Abel itu udah deket banget, Tas. Barengan juga sama si Rendi asal lo mau tau aja. Kita bertiga tuh udah kayak sodara kandung,” papar Banu menceritakan. “Waktu itu Oma kita sakit keras. Jadi, orang-orang tua kita—minus bokap gue pada jenguk beliau. Otomatis terkumpul dah tuh gue, Rendi, sama Abel.”

Atlantas setia mendengarkan.

“Tapi, siap sangka di waktu itu lo juga masuk rumah sakit. Kaki lo cidera parah, kan? Abel jadi teman ngobrol lo di taman rumah sakit selama dua minggu.”

“Gue sama Rendi sering intipin lo berdua di sana. Gue cemburu kalau Abel dekat sama orang baru. Gue takut dilupakan sama dia. Jadi, setiap lo ketemuan sama Abel gue pasti aduin ke Oma. Tapi, Oma gue cuman bilang itu hal yang wajar buat seumuran Abel.”

“Tapi tetap aja gue nggak terima! Gue sering bilang hal-hal buruk tentang lo pas Abel mau tidur malam, dan Abel selalu bilang Benua Atlas nggak gitu ya orangnya! Yang sering colong mangga itu Bang Banu' dia selalu tepis omongan buruk tentang lo dari mulut gue.”

“Abel selalu gambar orang-orangan di buku atas nama lo sama dia. Orang-orangan lidi gitu pokoknya. Terus di kasih love-love di sampingnya.”

Atlantas merasa tidak percaya dengan semua ini. “Sialan!” Ia benar-benar tidak tau harus berkata apa lagi.

Banu tertawa pela, namun menyiratkan akan kesakitan. “Tapi, bukan karena lo Abel lupain gue sama Rendi, Tas.” Tatapannya menyendu. “Abel diculik, tepat pas perayaan valentine day di rumah sakit.”

Atlantas menenggakkan punggungnya. “Diculik?”

Banu mengangguk. “Waktu itu lo masih sempat ketemuan sama Abel. Agak siang 14 Februari Abel izin ke gue. Dia bilang mau minta bunga sama cokelat ke orang dewasa yang lagi bagi-bagi hadiah valentine di depan rumah sakit. Awalnya sih gue mau temenin, tapi Rendi udah duluan narik gue ruang inap Oma.”

Kedua mata Banu berkaca-kaca. “Oma dikatakan makin kritis waktu itu. Gue benar-benar terpukul, dan gue lupa sama keberadaan Abel.”

“Pas sorenya satu ruang inap Oma heboh pada cariin Abel. Gue baru sadar, jadi gue langsung bilang ke orang tuanya kalau tuh cewek tadi sempet izin keluar sama gue. Jam itu juga kita langsung mencar cari Abel sampai malam. Nihil, seluruh keluarga gue nggak bisa temuin Abel.”

“Lo tau, Tas, di situ gue merasa terpukul. Gue cuma bisa nangis berjam-jam karena Abel dinyatakan hilang. Pihak polisi nggak gerak malam itu juga, dan itu yang buat gue geram setengah mati. Kesal-kesal gue lempar aja pistol ke salah satu kepala polisi di sana sampai berdarah."

“Dua hari Abel hilang satu keluarga jadi pusing, cemas, takut. Ditambah keadaan Oma yang makin kritis dan keberadaan Abel yang benar-benar kayak ditelan bumi.”

“Pas seminggu setelah kejadian itu, orang tua Abel dapat telpon dari pihak kepolisian kalau Abel udah ditemukan ... tapi dalam keadaan luka parah.”

Napas Atlantas tercekat. Banu menunduk.

“Bisa dibilang selama penculikan Abel mendapatkan kekerasan fisik di seluruh tubuhnya. Kepala dia bahkan sampai dijahit.”

“Hampir berminggu-minggu Abel di rawat untuk penyembuhan. Bukan cuman luka fisik, tapi juga mental dia.”

Banu mengusap-usap pelan surai rambut lembut Abel. “Setelah sembuh Abel minta izin buat ke rumah sakit. Dia cari lo, Tas. Dia bilang mau kasih bunga sama coklat buat hadiah valentine yang sempat dia janjikan kepada lo.”

Dada Atlantas terasa sesak. “Jangan bohong.”

“Ngapain gue bohong sama lo? Abel benar-benar cari lo di rumah sakit. Dia sampai nanya keberadaan lo ke perawat di sana, tapi nggak ada yang tau. Lo juga tiba-tiba hilang kayak ditelan bumi.”

“Gue pikir habis itu Abel akan baik-baik aja di Jakarta bareng gue, tapi ternyata enggak. Entah gimana ceritanya tiba-tiba aja dia ketabrak truk depan rumah sakit. Abel koma 3 minggu. Dia kehabisan darah cukup banyak.”

“Pas siuman Abel dinyatakan kehilangan sebagian memorinya.” Banu beralih mengusap pelan pipi Abel. “Tapi anehnya dia cuman lupa tentang lo, Tas.”

Atlantas membisu.

“Dan ya ... setelah sembuh Abel langsung di boyong keluarganya ke Kalimantan, memulai kehidupan baru di sana dan melupakan semua kejadian yang telah terjadi di sini. Karena di Jakarta hanya bisa memicu trauma Abel semakin buruk.”

“Nggak lama habis itu Oma gue meninggal. Gue benar-benar hampir kayak orang gila. Sampai akhirnya orang tua Rendi yang rawat gue selama orang tua gue sibuk berbisnis.”

“Bertahun-tahun Abel dibayangi kejadian buruk itu. Penculikan, kekerasan, tabrakan, semua itu jadi mimpi buruk tiap malam buat dia.” Banu mengusap-usap punggung tangan Abel. “Sampai akhirnya dia di bawa ke beberapa psikiater sampai sembuh. Tapi, walaupun sembuh Abel selalu minpiin lo, Tas. Keluarganya bahkan sampai bingung tiap kali ngigau dia pasti manggil Benua Atlantas.”

“Gue tau itu dia ngigau-in lo.”

Haruskah Atlantas merasa tersanjung saat ini?

Banu masih melanjutkan ceritanya. “Saat Abel udah berumur 14 tahun, dia balik lagi ke Jakarta. Dia tiba-tiba nyamperin gue buat minta temenin ke rumah sakit. Dia cari lo lagi di sana selama berhari-hari.”

Banu menatap Atlantas. “Faktanya, Abel nggak sepenuhnya melupakan lo, Tas.”

“Tapi, ingatannya tentang lo menolak untuk datang kembali.”

“Jadi, semuanya dibiarkan begitu aja. Sampai akhirnya gue gabung ke Bandidos dan kenal sama lo,” ucao Banu sedikit tersenyum. “Di hari pertama kenal sama lo gue sempat ragu kalau lo itu Atlantas yang sama gue kenal dulu atau enggak.”

“Dan Tuhan kayaknya mau perjelas semuanya ke gue. Pas kita adain party di Bandung. Tepatnya di rumah lo yang gedenya astagfirullah banget itu. Gue masuk ke kamar lo, niat gue sih mau ke toilet tapi pas lihat ada figura di dekat tivi gue samperin aja. Gue fikir kapan lagi gue bisa tau isi kamar lo kalau bukan hari itu.”

Banu berdiri. Rasanya capek juga kalau duduk terlalu lama. Ia Berjalan menuju jendela yang menunjukkan semburat orange di langit. Kebetulan ruang inap Abel berada di lantai dua. Udara yang berhembus terasa hangat. Banu berdiri membelakangi Atlantas.

“Apa? Apa yang lo lihat?” desak Atlantas.

Banu menatap ke arah bawah. Banyak orang yang berlalu-lalang di parkiran.

“Gue tanya apaan, hah?!” tuntut Atlantas tidak sabaran. “Jangan-jangan foto itu?!” sambungnya dalam hati.

Banu berdecak. “Jangan teriak-teriak, anjer! Lo mau Abel kebangun?!”

Atlantas menutup rapat mulutnya. Banu memilih untuk menjawab pertanyaan Atlantas saat ini juga.

“Seperti yang lo duga, Tas. Yang gue lihat waktu itu adalah foto lo sama Abel pas lagi kecil,” jawab Banu.

Fyi, sampai sekarang Abel sampai cari Atlantas yang dia kenal dulu. Cari sosok lo yang sebenernya sudah jelas-jelas di depan mata. Dan itu juga jadi alasan mengapa dia berani ke Jakarta saat ini. Gue tau lo itu orang yang di cari Abel, tapi gue diam. Gue pendam semuanya selama berbulan-bulan ini. Gue juga berusaha buat lo nggak notice kehadiran Abel setelah nanti jika ada suatu pertemuan lo sama Abel. Tapi, takdir nggak bisa diajak berkompromi sama gue, Tas.”

Banu membalikkan badannya. “Gue salah, Tas, gue merasa bersalah banget. Nggak seharusnya gue rahasiakan ini kepada Abel, kan?”

“Pada akhirnya takdir pertemukan lo sama Abel lagi dengan cara yang benar-benar diluar dugaan. Siap sangka pertemuan pertama lo sama Abel setelah 10 tahun malah di Markas Bandidos.”

Atlantas tampak menyerap semua kebenaran yang baru ia ketahui dari Banu.

Banu tersenyum ramah. “Dari kecil gue tau lo punya ketertarikan yang kuat sama Abel. Gue sadar itu semuanya. Bahkan sampai detik ini, kan ....”

Atlantas menipiskan bibirnya. Terasa seperti ada beban dipundaknya yang terangkat begitu saja.

“Lo kemana aja waktu itu? Bukannya lo bakalan di rawat di ruang sakit sampai rencana operasi?”

Bagaimana pun juga dulu Banu sempat beberapa kali mengobrol dengan Atlantas kecil. Jadi, ia tahu.

“Gue pergi.”

“Gimana ceritanya?”

Atlantas tampak menimbang-nimbang, apa untungnya juga jika ia bercerita tentang masa lalunya kepada Banu.

Tapi mulutnya seolah-olah ingin membeberkan semuanya kepada Banu.

Sialan!

“Gantian. Gue mau denger cerita dari versi lo.”

Atlantas membasahi bibir bawahnya.

“Gue cari Abel setelah valentine day itu, Nu.” Atlantas membuka mulut.

“Gue fikir Abel ninggalin gue karena gue lemah, gue cacat. Padahal tiap kita ketemuan dia janji buat nggak pergi dari gue, apapun keadaan gue. Tapi, tiba-tiba aja dia hilang. Gue nungguin dia di bawah pohon tiap hari. Berharap dia datang sambil ketawa.”

Kini giliran Banu yang mendengarkan.

“Gue marah, kecewa, dan benci karena Abel pergi ninggalin gue gitu aja. Kebencian gue memupuk tiap detiknya. Gue sadar gue bukan tertarik lagi, tapi gue udah berada di tahap ingin memiliki Abel sepenuhnya. Tapi ekspektasi gue nggak sesuai sama realita. Itu yang buat gue kecewa berat.”

“Nggak lama habis itu gue langsung pergi ke Jerman buat nyembuhin kaki gue yang patah. Dan bertahun-tahun gue di Jerman yang gue benci cuman Abel doang.”

“Dan takdir buat gue ketemu lagi sama Abel waktu itu.”

“Awalnya gue emang nggak sadar, tapi setelah mimpi masa lalu gue yang samar-samar sering muncul, gue coba cari tau soal Abel. Dan sesuai dugaan gue, Abel adalah orang yang sama sepuluh tahun lalu.”

“Kebencian gue tiba-tiba aja semakin besar saat itu. Gue benar-benar berencana buat hancurin hidup Abel ... tapi gue gagal.”

Banu dan Atlantas saling menatap. “Rasa cinta gue lebih besar dari rasa benci gue ke dia, Nu. Dan setelah gue tau semua kebenarannya, gue nggak bakal segan-segan milikin dia sepenuhnya lagi.”

“Gue akan buat dia ngingat gue lagi. Apapun itu caranya.”

Banu tersenyum tipis. “Coba aja kalau bisa. good luck, bro!”

🏍️🏍️🏍️





Continue Reading

You'll Also Like

18.8K 2.8K 47
Akalanka Alister Bramantio. Sang Monster Amazon, itu julukan yang di berikan dari seorang gadis masa kecil nya. Lelaki dengan paras sempurna ini, sud...
ALEXIS 2 By wpyann__

Teen Fiction

11.6K 799 9
Menceritakan kelanjutan kisah cinta Alexis yang kini melibatkan geng barunya Starblack. Starblack sebuah geng gabungan dari Ringstar dan Goldblack y...
1.8M 194K 52
Ditunjuk sebagai penerus untuk mengabdikan dirinya pada pesantren merupakan sebuah tanggung jawab besar bagi seorang Kafka Rafan El-Fatih. Di tengah...
1M 33K 45
-please be wise in reading- ∆ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ∆ Tentang Vanila yang memiliki luka di masalalu dan tentang Vanila yang menjadi korban pelecehan...