The Omega's Toy [Revised Vers...

By ksnapdragon

12.1K 1K 31

Logan adalah seorang Omega. Dia tidak hanya sangat membenci Alpha, tapi juga membenci sesama Omega. Kesombong... More

IMPORTANT NOTES
Meet The Omega
Greet The Alpha
Chapter Satu
Chapter Dua
Chapter Tiga
Chapter Lima
Chapter Enam
Chapter Tujuh
Chapter Delapan
Chapter Sembilan
Chapter Sepuluh
Regret

Chapter Empat

880 81 1
By ksnapdragon

Logan's POV

Sinar rembulan yang malu-malu mengintip dari balik lebatnya daun-daun di pepohonan yang tinggi di sekitar area pesta. Alpha Shaw membimbingku berjalan menuju lapangan parkir. Kami berjalan bersebelahan dengan jarak sekitar satu lengan. Setelah ciuman yang impulsif tadi, aku tidak ingin melakukan kontak fisik lainnya dengan Alpha Shaw. Aku tidak tahu apa yang merasukiku beberapa saat yang lalu ketika aku mengizinkan Alpha Shaw untuk mendaratkan ciumannya padaku. Mungkin itu rasa penasaran yang mendorong keingintahuanku mengenai Mate. Mungkin juga itu hasrat penanda bahwa Alpha di sampingku ini adalah milikku. Mungkin juga itu jalan pintas menuju hari-hari mendatang untuk kami berdua.

Hembusan angin malam tiba-tiba menerpa. Membuat rambut di kepalaku berantakan ke segala arah. Aku menyipitkan mata, menghindari debu yang kemungkinan terbawa angin. Temperatur udara mulai turun saat mulai memasuki musim gugur. Sangat kontras dengan temperatur panas dan lembab ketika musim panas.

"Apa kau kedinginan?" Alpha Shaw bertanya padaku.

Aku meliriknya sekilas.

"Tidak." ujarku, "Aku bukan wanita paruh baya yang sensitif dengan udara dingin." intonasiku cukup datar.

Pertanyaan yang dilontarkan oleh Alpha Shaw itu cukup mengusikku.

"Ah... baiklah." gumam Alpha Shaw dengan nada yang sedikit kecewa, tapi aku tidak merasa bersalah.

"Jangan perlakukan aku seperti manusia yang rapuh. Aku seorang werewolf dewasa, dan kau merusak egoku dengan tidak mengakui fakta ini."

"Aku tidak bermaksud begitu, aku hanya sedikit khawatir." sanggahnya.

Aku tersenyum masam dan menghentikan langkah. Merapihkan kembali rambutku yang tertiup angin lalu menjatuhkan pandangan pada Alpha Shaw. Tatapan mataku menelusurinya bagaikan menjajaki peta harta karun misterius. Sejak bertemu denganku beberapa jam yang lalu, kekhawatiran yang dimiliki pria ini banyak sekali. Aku tidak menyangka pria tipe dirinya bisa memiliki segudang kekhawatiran akan hal-hal yang menurutku sangat tidak penting untuk dikhawatirkan.

"Alpha Shaw..." panggilku padanya.

"Panggil saja aku Xander. Tidak perlu memberiku gelar." koreksinya.

Aku menyipitkan mata, berpikir sejenak dan memutuskan bahwa hubungan kami belum cukup jauh hingga aku bisa memanggil namanya begitu saja.

"Alpha Xander..." panggilku mengulangi.

"Hmm?" sahutnya pasrah dengan pemilihanku untuk penyebutan namanya.

"Apa kau selalu seperti ini pada semua kekasihmu sebelumnya?"

"Apa maksudmu?" tanyanya bingung.

"Bersikap terlalu perhatian pada mereka. Aku bisa muak jika harus berhadapan dengan seseorang yang seperti ini secara terus menerus." kataku mengakui.

"Aku tidak pernah punya kekasih. Aku tidak tahu harus bersikap bagaimana." gumamnya masam, "Aku bersikap seperti ini hanya kepadamu."

Mendengar pengakuannya yang mengejutkan itu, pikiranku menjadi kosong. Aku tidak habis pikir, bagaimana mungkin seorang Alpha seperti dirinya sama sekali tidak pernah menjalin hubungan percintaan.

Kemana saja kau selama ini? Hidup di hutan?

Aku ingin melontarkan pertanyaan itu, namun sadar bahwa kami memang tinggal di tengah hutan. Meskipun begitu, bagaimana bisa kehidupan yang kami jalani sangat bertolak belakang? Bukankah seorang Alpha sepertinya sudah sewajarnya memamerkan kekuatannya kesana kemari pada semua orang? Alih-alih aku yang seorang Omega justru hidup lebih liar dibandingkan dengan dia yang menguarkan aura penuh feromon dan maskulinitas.

Lupakan saja.

Aku menghela napas dan mulai berjalan lagi. Diikuti oleh Alpha Xander sesaat setelahnya. Kami mencapai mobilnya yang terparkir cukup dekat dengan jalan raya. Aku berinisiatif untuk membuka pintu kursi penumpang depan dan duduk di sana sebelum Alpha Xander mengambil tindakan serupa. Tangan dan kakiku masih utuh, dan aku tidak butuh perhatian klise semacam itu. Alpha Xander masuk ke belakang kemudi dan menyalakan mesin mobil. Dia mengenakan sabuk pengaman dalam diam. Seperti seolah sedang memikirkan sesuatu. Melihat gelagatnya yang kurasa tidak akan membuka percakapan dalam waktu dekat, aku pun melemaskan otot-otot ditubuhku yang beberapa saat lalu menegang. Menikmati suasana malam yang terlihat di luar kaca jendela.

Xander's POV

Deru mesin mobil memecah kesunyian malam. Hanya suara ini yang mengisi perjalan kami selama menuju teritori kawanan Red Blood. Sesekali aku mencuri pandang ke arah Logan dari ekor mataku. Postur tubuhnya sangat rileks dengan seulas senyum kecil tersungging di bibirnya yang ranum. Warna bibirnya sudah kembali ke warna alami pink pucat, tidak seperti warna merah mengkilap sesaat setelah kami berciuman tadi.

Entah mengapa aku merasa sikap Logan menjadi sedikit berubah setelah kami melepaskan diri dari pelukan masing-masing. Aura yang dia pancarkan seolah memberi tahu ada dinding pembatas yang sengaja dibangun. Aku yakin ikatan Mate di antara kami sudah mulai terjalin, tapi sepertinya Logan masih ragu untuk mencoba menapaki jalur ini.

Dari interaksi singkat kami beberapa waktu yang lalu, sedikit banyak aku sudah mulai paham dengan jalan pikiran dan prinsip hidup yang selama ini jalani. Logan membenci para Alpha, juga Omega. Atau bisa dibilang dia membenci seluruh spesies werewolf. Tapi aku bisa mengerti dan maklum akan kebenciannya itu. Spesies kami memiliki tradisi hierarki mendarah daging yang pada satu poin tertentu bisa mendorong perlakuan semena-mena dari kelompok yang berada di hierarki atas.

Tapi aku masih belum memahami apa kaitannya antara perasaan muak Logan dengan gaya hidup liarnya. Sebelum bertemu dengannya hari ini, aku sudah cukup banyak mendengar desas-desus dan rumor mengenai dirinya bertebaran di mana-mana. Khusunya ketika aku berada di pertemuan terbuka dengan kawanan lain. Saat mendengar bisik-bisik bernada merendahkan dari banyak orang, aku sempat berpikir, segila apa sebenarnya sosok Royal Omega ini. Apakah dia tipe Omega yang gemar menggunakan segala cara untuk membuat para Alpha memenuhi permintaannya? Apakah dia tipe Omega yang senang memperlakukan Omega lainnya dengan buruk? Apakah dia tipe Omega yang akan berhubungan dengan siapapun tidak peduli ikatan seperti apa yang dia dan orang itu miliki di luar sana? Jika sosok Royal Omega yang aku dengar adalah tipe orang yang seperti ini, aku tidak pernah ingin bertemu dengannya apalagi memiliki sangkut paut dengan seseorang seperti dirinya.

Namun, secara mengejutkan, setelah aku bertemu dengan si Royal Omega yang asli, terlebih lagi menyandang status sebagai Mate, aku sadar betapa salahnya desas-desus yang menyebar selama ini. Bahwa rumor selamanya hanya akan menjadi rumor, dan hal itu tidak benar-benar menggambarkan orang yang dirumorkan. Logan bukanlah tipe Omega seperti yang aku duga. Dia memiliki seperangkat prinsip hidup yang tidak akan dia biarkan untuk diganggu gugat oleh orang lain. Dia menjalani kehidupannya sesuai dengan apa yang ia percayai. Dia akan mengatakan 'ya' dan 'tidak' secara gamblang pada apa pun, siapa pun, dan kapan pun.

Jika Logan memang seperti yang dirumorkan, maka dia tidak akan bersedia memberiku kesempatan untuk meresmikan ikatan Mate di antara kami. Dia tidak akan menjelaskan hubungannya dengan pria yang statusnya kupertanyakan sebelumnya di pesta. Dia juga tidak akan menolak ajakan dari Alpha seperti laki-laki yang sebelumnya jika dia benar-benar tipe Omega yang gampangan. Well mengingat interaksi antara keduanya tadi membuat perutku kembali melilit. Sepertinya aku harus lebih sering menghabiskan waktu bersama Logan dan mengajaknya menemaniku pergi ke pertemuan dengan kawanan lain mulai sekarang. Aku tidak ingin memberikan kesan pada werewolf lain bahwa mereka masih punya kesempatan dengan Logan. Dan aku ingin memastikan bahwa Logan tidak akan mengingkari ucapannya.

Sebelum berkendara kembali ke rumah kawanan, aku terlebih dahulu memberi tahu Gerald-Gamma di kawananku-melalui mind link bahwa aku akan kembali bersama dengan seseorang yang sangat penting. Aku ingin memastikan bahwa kondisi rumah kawanan kondusif untuk kunjungan pertama Logan. Aku tidak ingin Logan mendapatkan pengalaman yang tidak menyenangkan di momen penting seperti sekarang. Aku ingin Logan menganggap bahwa kawanan Red Blood adalah bagian dari keluarganya. Aku ingin membina rumah tangga yang serius dengannya, bukan sekedar mengucap janji pengikat untuk menstabilkan posisiku di kawanan ataupun kalangan Alpha lainnya.

Suasana di rumah kawanan malam ini cukup ceria. Beberapa remaja berkumpul bersama di tanah lapang di depan rumah. Bersenda gurau mengelilingi panggangan barbeque. Ketika kami memasuki pelataran, beberapa dari mereka datang menghampiri dan menungguku keluar dari mobil. Aku mematikan mesin mobil, melepas sabuk pengaman, dan memutar tubuh ke arah Logan.

"Apa kau gugup?"

"Tidak. Haruskah aku merasa demikian?"

"Tidak perlu." jawabku sambil tersenyum dan mengalihkan pandangan sekilas ke arah beberapa anggota kawanan di luar mobil sebelum kembali ke Logan dan bertanya, "Kau sudah siap?"

"Hmm." gumamnya seraya mengangguk dan membuka pintu mobil.

Aku bisa melihat tatapan penuh tanda tanya dan rasa ingin tahu dilemparkan oleh para remaja anggota kawanan ke arah Logan yang sedang menyapukan pandangannya ke segala penjuru. Dia memperhatikan setiap detail seolah ingin mematri apa yang ia lihat ke dalam benaknya.

"Alpha Xander! Kau sudah kembali?" tanya salah seorang remaja padaku.

"Ya, aku punya urusan lain." jawabku sembari berjalan menghampiri Logan di sisi lain dan berdiri di sebelahnya.

"Apa pestanya menyenangkan?" tanya seorang lainnya.

"Kalau pestanya menyenangkan, aku tidak akan ada di sini sekarang." kataku bercanda yang direspon dengan tawa pelan dari mereka.

Kami berbincang sebentar tentang hal-hal trivial yang terjadi hari ini.

Menyadari Logan yang tengah memperhatikan interaksi kami dengan seksama ditambah dengan kerumunan remaja yang semakin bertambah karena ingin tahu tapi tidak berani bertanya, aku pun mengalihkan pembicaraan.

"Ah... aku ingin mengenalkan seseorang yang penting pada kalian." kataku memulai.

Aku menyentuh pundak Logan dengan lenganku yang terulur dan memperpendek jarak di antara kami.

"Dia Logan Alastair dari kawanan Silver Shadow, Sir Alastair untuk kalian." ujarku memperkenalkan Mate-ku pada anggota kawanan.

"Hei semua, senang bertemu dengan kalian." Logan membuka mulut dan menyapa semua orang.

Sapaannya itu ditanggapi dengan perkenalan nama dari tiap orang secara bersahut-sahutan. Sebagai balasan, Logan tersenyum kecil dan mengangguk.

"Baiklah, kalian bisa melanjutkan pesta kecil kalian. Kami akan masuk ke dalam." kataku menyudahi perkenalan mereka.

Wajah para remaja itu menampakkan ekspresi kecewa. Logan yang menyadari perubahan itu segera mengutarakan janji.

"Kita akan berbincang lagi lain waktu. Saat itu tiba, aku akan menghabiskan waktu lebih banyak dengan kalian." tuturnya.

Tidak hanya janji itu membuat para remaja yang mendidih dengan rasa penasaran senang, aku pun ikut memuji keramahan para remaja itu yang sukses membuat Logan berjanji untuk berkunjung lagi. Yang artinya, Logan masih memberiku kesempatan untuk memperdalam hubungan kami lebih jauh lagi.

Setelah berpisah dari gerombolan para remaja, aku menuntun Logan memasuki rumah dan mengajaknya berkeliling untuk sebuah tur singkat. Aku menunjukkan padanya tiap-tiap bagian rumah tanpa terkecuali. Mulai dari kamar para anggota yang tidak tinggal terpisah dari rumah kawanan, fasilitas yang ada di rumah kawanan, dapur, ruang penyimpanan minuman, sampai ruang studi yang biasa aku gunakan untuk menyelesaikan pekerjaan dan berisi rak-rak penuh buku.

"Di mana kamarmu?" tanyanya sambil memperhatikan kesana kemari.

"Kenapa? Kau ingin bermalam di tempat tidur yang sama?" godaku padanya.

Dia hanya tersenyum miring tanpa benar-benar tersenyum yang membuatku buru-buru memberikan jawaban yang sebenarnya.

"Aku tinggal terpisah dari rumah kawanan." jawabku lalu berjalan ke dekat jendela, mengisyaratkan padanya untuk mendekat, "Aku tinggal di atas sana." aku menunjuk ke arah bukit tak jauh dari sini.

"Ah... oke..." gumamnya mengikuti arah kemana jariku menunjuk.

"Aku tinggal terpisah karena lebih nyaman untuk menikmati waktuku sendiri. Maksudku, aku tidak keberatan dengan kecerian di rumah ini, hanya saja kadang-kadang duduk bersantai sambil membaca buku atau menikmati pemandangan tanpa interupsi tidak kalah menyenangkannya." jelasku.

"Aku mengerti maksudmu." balas Logan.

Dia menyandarkan bahunya pada tepian jendela yang terbuka dan sedikit menjatuhkan berat badannya ketika meletakkan sebelah kakinya untuk duduk di sana.

"Kadang-kadang aku dan Cole akan menghabiskan hari duduk di pinggir danau di belakang rumah orang tua kami." tambahnya dengan senyum manis seolah mengingat-ingat kenangan yang menenangkan pikiran.

"Apa kau juga sering berenang di danau itu?" tanyaku penasaran.

"Kadang-kadang. Kalau cuaca dan suasana hatiku sedang baik, kami akan berpiknik bersama kedua orang tuaku juga, lalu aku dan Cole akan bertingkah kekanak-kanakan di sekitar mereka." katanya mengakui sambil tertawa pelan.

"Ah! Kebetulan yang tidak terduga." kataku senang.

Logan menoleh padaku, kilatan di matanya penuh tanda tanya. Heran dengan pernyataanku yang tiba-tiba.

"Ada sumber mata air di belakang rumahku. Cukup dalam dan luas untuk berenang dan menghabiskan waktu di sana." terangku padanya.

Seolah tahu kemana arah pembicaraanku, senyum di bibirnya sedikit memudar. Kilatan penuh pemahaman menghiasi bola matanya yang mengkilap di bawah cahaya lampu.

"Apa kau ingin berkunjung ke rumahku dan melihatnya?" tawarku hati-hati.

"Kurasa sekarang bukan waktu yang tepat..." dia menolak dan menyunggingkan senyum kecil.

"Ah..." gumamku kecewa, mengalihkan pandangan darinya dan menundukkan kepala.

"Karena hari ini sudah larut." ujarnya dengan menarik tiap katanya, membuatku mendongak dan menatapnya penuh harap.

"Jika aku datang ke sana sekarang, aku tidak akan bisa melihat keindahannya." imbuhnya.

"Ah!" pekikku dengan nada senang, "Aku mengerti. Apa kau bersedia berkunjung ke sana dan menghabiskan hari bersamaku lain waktu?" tanyaku meminta kepastian.

"Oke, aku akan menjanjikanmu hari itu." jawabnya dengan anggukan kecil.

"Great! Aku janji kau akan bersenang-senang saat hari itu tiba."

Aku yang tidak bisa menyembunyikan perasaan sukacita ini pun refleks memegang kedua pundaknya. Logan mengulum senyum melihat tingkahku, dan aku pun melepaskannya lalu menjauh.

"Hari sudah larut." kata Logan kemudian.

Aku menoleh padanya dan memiringkan kepala sedikit.

"Aku harus kembali." lanjutnya.

"Ah... baiklah." kataku mengiyakan keinginannya yang ingin menyudahi kunjungan hari ini.

Logan mengangguk lalu berbalik dan berjalan mendahuluiku untuk menuju pintu keluar.

Sesampainya di pintu depan rumah kawanan, aku kembali bertanya padanya,
"Apa kau yakin tidak ingin kuantar pulang?" tanyaku was-was.

"Ya, aku akan memesan taksi di jalan utama nanti." katanya.

"Bagaimana kalau Gerald yang mengantarmu?" tawarku lagi.

Jika dia tidak bersedia untuk kuantar secara personal, mungkin dia bersedia untuk diantarkan oleh Gamma-ku. Meskipun jika dia mau nantinya, aku akan sedikit kecewa karena dia diantar oleh orang lain yang bukan diriku.

"Alpha Xander, kau yakin akan terus memperlakukanku seperti ini?" tanyanya dengan nada jengah.

Logan memasukkan kedua tangannya ke saku celana dan memberikan tatapan menyamping. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya dan menghela napas.

Untuk sesaat aku merasa sedikit panik dan frustrasi menghadapi penolakan dari Logan. Aku tidak pernah menjalin hubungan percintaan dengan siapapun sebelumnya, jadi aku sama sekali tidak tahu apa yang wajar dan normal untuk dilakukan seorang kekasih untuk pasangannya. Terlebih lagi untuk seseorang dengan perangai seperti Logan.

"Jika kau akan terus seperti ini kedepannya, aku tidak keberatan memberimu konfirmasi untuk hubungan kita sekarang juga." tambahnya enteng.

"Tidak. Jangan." tolakku tanpa pikir panjang.

Aku masih ingin meresmikan hubungan kami, dan jika Logan memberikan jawabannya sekarang, aku yakin aku akan menyesalinya seumur hidupku.

"Baiklah, aku tidak akan berkata apa-apa lagi." kataku menyerah, tetapi kemudian sebuah ide terlintas di pikiranku.

Aku merogoh kunci mobil yang ada di kantong dan mengulurkannya pada Logan.

"Aku tidak akan mengantarmu, tapi paling tidak pakailah mobilku."

Aku menarik satu tangannya dari dalam kantong dan meletakkan kunciku di telapak tangannya.

"Kumohon... dengan begitu aku akan tenang." imbuhku.

Logan melihat kunci mobilku yang ada di tangannya dan wajahku secara bergantian lalu mengehembuskan napas panjang tanda menyerah.

"Baiklah." katanya pasrah lalu berjalan ke arah mobilku.

Aku tersenyum sumringah dan mengikutinya dari belakang.

"Jangan menyetir melebihi batas kecepatan. Berhati-hatilah di setiap tikungan. Perhatikan rambu-rambu jalan." kataku mengingatkan.

"Oke."

"Hubungi aku setelah kau sampai."

"Baiklah... aku mengerti." dia memutar bola matanya, "Bolehkan aku pergi sekarang?" tanyanya dengan nada sedikit tidak sabaran.

"Oke..." aku mendesah, "Berhati-hatilah di jalan."

"Hmm... sampai jumpa." pamitnya.

Aku mendekatkan wajah ke jendela dan mengecup keningnya sebelum menjawab, "Sampai jumpa."

Logan melambaikan tangan ke gerombolan remaja yang mengantar kepulangannya dari tanah lapang. Salah seorang dari mereka berdiri di sampingku dan berbisik, "Sepertinya jalanmu masih panjang untuk mendapatkannya, Alpha..."

Di dalam hati aku menyetujui perkataannya. Untuk bisa membuka hati Logan dan membuatnya menerima ikatan Mate di antara kami, aku harus menempuh perjalanan panjang dan terjal. Sambil memikirkan hal ini, aku terus memperhatikan kendaraan yang ditumpangi Logan. Sampai akhirnya mobilku itu keluar dari pagar yang mengelilingi rumah kawanan, barulah aku mengambil tindakan selanjutnya.

"Aku akan pergi sebentar." pamitku pada remaja itu, lalu melepas pakaian yang kukenakan dan berubah ke wujud inner wolfku sebelum berlari mengikuti mobil yang dikendarai Logan dengan jarak hanya beberapa meter di belakangnya.

Di sampingku, Gerald juga ikut berlari mendampingi, membawakan pakaian ganti di dalam tas yang tergantung di lehernya. Kami berpacu mengikuti kecepatan kendaraan Logan. Memastikan tidak ada sesuatu hal pun yang mengancam sejauh beberapa mil ke depan. Kami mendampinginya berkendara dalam wujud ini sampai akhirnya Logan memasuki wilayah kediaman orang tuanya di dalam teritori Silver Shadow. Saat itulah kami menghentikan langkah, memperhatikannya dari kejauhan. Mempertajam penglihatan, pendengaran, dan penciuman dari jarak ini. Kami tidak ingin melanggar batas wilayah dan menyebabkan kekacauan yang tidak perlu. Akan tiba waktunya saat aku dapat dengan leluasa keluar masuk teritori ini. Sampai waktu itu tiba, aku akan menunggu dengan sabar.

Ketika aku melihat Logan keluar dari mobil dan mengeluarkan ponsel dari kantong celananya, aku pun kembali ke wujud manusiaku. Gerald membungkukkan tubuhnya yang masih berwujud inner wolf agar aku bisa meraih tas yang melingkar di lehernya. Aku mengeluarkan sweatpants dan kaus polos dari dalam tas, lalu mengenakannya dengan cepat. Tepat setelah aku selesai berpakaian, ponselku berdering. ID yang tertera di layar ponselku menunjukkan si penelepon dan aku tidak bisa menahan senyum merekah di wajahku.

"Hei..." sapa Logan dari seberang saluran.

Aku mendongak saat mendengar suaranya, melihat langsung ke arah Logan berdiri tepat di halaman depan rumah.

"Hei... kau sudah sampai?" tanyaku.

Aku menyandarkan tubuh ke batang pohon rindang, sementara Gerald berbaring di atas empat kakinya di tanah tepat di sampingku.

"Yeah."

"Kau baik-baik saja?"

"Hmm."

"Baiklah, selamat beristirahat."

"Oke." Logan mengiyakan dan terdiam beberapa saat.

Aku tidak mengatakan apa-apa lagi dan membiarkan panggilan kami tetap tersambung.

"Xander?" bisiknya memanggil namaku.

Aku merasakan dadaku mengencang ketika mendengarnya memanggil nama depanku tanpa gelar dengan suara yang demikian lembutnya.

"Ya?" sahutku hampir tercekat.

"Terima kasih." ujarnya lembut.

Aku bisa merasakan ketulusan yang kentara dari ucapannya. Meskipun aku tidak tahu pasti untuk apa dia berterima kasih padaku, tapi aku tetap senang.

"Tidak perlu berterima kasih."

"Oke..." dia terdiam lagi untuk sesaat sebelum menambahkan, "Dan Xander... selamat malam."

"Selamat malam." balasku sambil mendesah penuh kelegaan.

Setelahnya, Logan pun memutus sambungan telepon. Sementara aku masih berdiri memperhatikannya dari kejauhan, sampai ia masuk ke dalam rumah, sampai lampu kamar di lantai dua menyala untuk sesaat dan kemudian mati. Barulah saat itu aku dan Gerald pergi dari sana dan berjalan kembali pulang ke teritori kawanan Red Blood. Menunggu hari berganti sampai aku bisa bertemu lagi dengan Logan. Menunggu Mate yang akan segera menjadi pasangan resmiku selama sisa umurku. Menunggu Mate yang akan segera menyandang posisi Luna untuk kawanan Red Blood. Menunggu masa depan penuh kebahagiaan.

Continue Reading

You'll Also Like

103K 4.7K 39
Tamat!! Sebelum baca wajib vote, comen, share, dan fallow Seorang wanita yang lelah akan hidupnya didunia yang kejam pada dirinya, tapi malah dipe...
357K 32.9K 53
*** Takdir selalu tak terduga, suka atau tidak kita harus menjalaninya. Agnoraga Demetri Apollo, keturunan murni Dewa Serigala itu telah melenyapkan...
2.5M 249K 32
"Seperti halnya sang Putri Tidur dalam cerita dongeng Anak-anak, yang harus mendapat ciuman magis dari sang Pangeran, cinta sejatinya, agar terbangun...
41.7K 4.8K 40
bukan kami yang hendak memilih memiliki takdir seperti apa, sudah ketentuan moon goddess yang sudah menulis jalan kehidupan.... andai kami bisa di...