Tertanda Dosenmu (Complete ✓)

By ZahrotulAn

2.7M 222K 4.6K

Serangkaian kejadian tidak terduga membuat mereka harus melakukan sebuah pernikahan. Walaupun bagi yang lain... More

Bagian 1 : Kenangan Mati Lampu
Bagian 2 : Nomor Adam
Bagian 3 : Lamaran
Bagian 4 : Telepon
Bagian 5 : Dia Yang Berbeda
Bagian 6 : Hukuman
Bagian 7 : Hukuman Dari Adam
Bagian 8 : Pulang Bersama
Trailer
Bagian 9 : Menginap
Bagian 10 : Penyusup!
Bagian 11 : Keputusan
Bagian 12 : Menyebalkan
Bagian 13 : Bekas Merah
Bagian 14 : Andrian
Bagian 15 : Khawatir
Bagian 16 : Dihibur
Bagian 17 : Calon Istri
Bagian 18 : Inggrid Iswara
Bagian 19 : Terlalu Berharap
Bagian 20 : Merenggang
Bagian 21 : Insiden
Bagian 22 : Kebohongan
Bagian 23 : Menikah?
Bagian 24 : Lamaran
Bagian 25 : Kebimbangan
Bagian 26 : Keputusan Ara
Bagian 27 : Hari Pernikahan
Bagian 28 : Panggilan
Bagian 29 : Berpelukan
Bagian 30 : Bersembunyi
Bagian 31 : Pindah
Bagian 32 : Bersinar
Bagian 33 : Bakat Terpendam
Bagian 34 : Definisi Dosen Killer
Bagian 35 : Baby Adam
Bagian 36 : Terlalu Kolot?
Bagian 37 : Puput
Bagian 38 : Wejangan
Repost Bagian 39 : Kamu Rumahku
Bagian 40 : Happy Ending
Bagian 41 : Terpesona
Bagian 42 : Cemburu
Bagian 43 : Tertanda, Dosenmu.
Bagian 44 : Ilham yang Ngenes
Bagian 45 : Awal Jumpa
Bagian 46 : Cinderellawan
Semara Loka
Bagian 47 : Hamidun
Bagian 48 : Menjadi Seorang Ibu
Bagian 49 : Rempong
Menyapa
Bagian 50 : Entah Kesalahan Apa
Bagian 51 :
Bagian 52 : Penolakan
Bagian 53 : End
Versi Revisi
Bang/Mas/Kak

Bagian 39 : Kau Rumahku

31.6K 2.9K 89
By ZahrotulAn

"Mang, bakso satu porsi," ucap Ara dengan nada lemas. Ia berada di bakso langganannya dan Adam. Ya, bakso mana lagi kalau bukan bakso depan gang.

"Siap, Neng. Neng Ara lemes aja. Baru pulang kuliah ya?"

Ara menggeleng lemas. "Libur, Mang. Mau masuk semester baru soalnya."

"Oh, libur yang berbulan-bulan gitu ya?!" tanyanya lagi sedikit dengan berseru senang.

"Enggak, cuma beberapa minggu. Soalnya semester ganjil ke genap."

"Yah... kirain yang berbulan-bulan itu. Emangnya Neng Ara semester berapa?"

"Mau semester 8, udah mulai tugas akhir. Mang Reza kenapa kok kelihatan sedih gitu?"

"Kangen anak, hehe. Udah beberapa bulan ini nggak pulang, katanya tugas kuliahnya numpuk. Oh iya, suaminya kemana? Kok beberapa hari ini nggak liat?"

"Lagi keluar kota, besok pagi baru pulang."

"Oh." Mamang bakso yang bernama Reza itu mangut-mangut sambil menyerahkan semangkuk bakso. "Minumnya apa?"

"Es Jeruk tanpa es, Mang." Yang dimaksud Ara adalah jeruk dingin. Diseduh menggunakan air dingin.

"Siappp, tanpa es ya?"

"Iya, Mang."

Ara melahap bakso dengan malas. Entah kenapa bawaannya sore itu memang malas sekali. Mengingat ucapan Mang Reza, ia jadi merindukan rumah keluarganya. Sejak menikah dengan Adam dan menetap di rumah baru, ia jadi jarang bertemu keluarganya.

Ia pun mengeluarkan ponselnya dan menelepon Adam. Namun, panggilannya tidak diangkat. Ara pun mengirimkan pesan untuk izin menjenguk keluarganya. Namun, hanya centang satu.

Ara mengernyit. "Kok tumben centang satu?" gumamnya heran.

***

Ara berjalan memasuki rumah dan bergegas mengambil tas. Ia akan pergi dan kembali sebelum larut.

Setelah siap dengan helm dan sepeda Mia-J dari Yamahal kesayangannya, ia pun membelah jalanan yang dihiasi bunga-bunga air keruh di sepanjang jalan.

"Assalamu'alaikum, Bang Ilham," teriak Ara saat baru saja memasuki halaman rumah dan melihat Abang satu-satunya itu sedang menyirami Janda Bolongnya.

"Wa'alaikumsalam. Cari siapa ya?"

"Dih, sama adek sendiri nggak ngenalin. Dahlah, sabodo. BUNDAAAAA," teriak Ara kemudian sembari masuk ke dalam rumah, mencari-cari keberadaan Bundanya, tapi ia tidak menemukannya. "Bang, Bunda kemana?

"Wah, ada tamu, tamu nggak ada sopan-sopannya. Nggak izin dulu langsung nyelonong masuk," ucap Ilham menyindir.

"Yaudah, Ara balik lagi aja. Kehadiranku tidak dihargai lagi, untuk apa bertahan?"

"Heh, alay," sahut Ilham kemudian menyemprotkan air ke arah Ara. 

"Eh-eh, Bang! Nanti basah!"

Ilham tertawa keras. Sudah lama sekali rasanya ia tidak menjahili Ara. "Bunda kerja ikut Ayah."

Ara terkejut. "Hah? Ikut Ayah dinas?"

"Ya nggak lah. Ikut Ayah bersama ke pelaminan."

"Dih, bego. mereka udah nikah kali, ngapain mau ke pelaminan lagi? Nikahnya remidi?" tanya Ara tidak habis pikir.

"Nggak tahu, gabut kali."

Ara menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Kadar menyebalkan Ilham meningkat 2 kali lipat. "Abangku sayang, Ara bertanya  dengan serius. Kemanakah Bundahara kita pergi?"

Ilham tersenyum geli. "Buat kesimpulan dari jawaban Abang."

"Dikira lagi penelitian apa."

"Latihan, kan kamu habis ini skripsian."

"Tinggal jawab susah banget sih," gerutu Ara.

"Tinggal mikir kesimpulan susah banget sih," ucap Ilham membalik gerutuan Ara. "Bunda lagi kerja sebagai istri yang baik, sama Ayah lagi kondangan."

TINGGAL JAWAB BUNDA LAGI KONDANGAN SAMA AYAH AJA BERBELIT-BELIT AMAT, NYUSAHIN AUTHOR AJA JADI NGETIK BANYAK-BANYAK! gerutu Ara dalam hati.

"Yaudahlah kalau gitu. Ara balik dulu ya, Bang," pamitnya.

"Loh, nggak masuk dulu? Abang masih ada waktu sebelum berangkat kerja."

"Tadi kan udah nyelonong masuk. Lagian Ara tadi niatnya mau ketemu Bunda sama Ayah."

"Kamu nggak kangen sama Abang?" tanya Ilham pelan.

Ara mengulum bibirnya menahan senyum. "Kangen bangettttttt!" seru Ara lalu berhamburan ke pelukan Ilham.

"Ya ampun, udah jadi istri orang aja adek abang ini," ucap Ilham sambil membalas pelukan Ara.

"Abang kapan nyusul?"

"Besok kalau nggak hujan," jawab Ilham ngawur. "Kamu nginep sini? Adam belum balik?"

Ara melepaskan pelukannya. "Enggak, Bang, niatnya mau mampir sebentar liat keadaan Bunda sama Ayah secara langsung. Lagian Bang Adam balik besok pagi, takutnya pas nyampe aku nggak ada di rumah kan kasihan capek-capek."

"Yaudah kalau gitu. Kalau senggang kesini lagi sama Adam."

"Siap mantan bossque," ucap Ara sembari nyengir lebar.

***

Malam ini, Ara hanya berguling-guling di atas kasurnya. Adam tak kunjung bisa dihubungi. Walaupun pesannya sudah centang dua, tapi tak kunjung dibalas.. Cemas tentu saja. 

Di tangannya ia menggenggam ponsel dan juga baby Adam 'gantungan kunci miniatur Adam dari flanel', buatan Adam tempo hari.

"Bang Adam baik-baik aja kan?" tanyanya ke gantungan kunci di tangannya. "Abang nggak lupa buat pulang kan?"

Ara kemudian menggelengkan kepalanya. "Kendalikan dirimu, Ra. Ini cuma gantungan kunci," ucapnya menyadarkan dirinya sendiri. Ia mematikan lampu tidur kemudian memilih tidur dengan memeluk gantungan kunci Adam.

Setelah Ara telah benar-benar terlelap, pintu rumah terbuka. Terlihat Adam memasuki rumah dengan membawa sebuah tas besar. Ia berjalan mengendap-endap ke arah kamarnya. Saat sampai di depan kamar, ia membuka tasnya dan mengeluarkan sebuket bunga dari tasnya dan sebuah kotak.

Dengan pelan, ia membuka pintu kamar yang gelap.

"Kok gelap? Ara udah tidur?" gumamnya. Dan benar saja, saat ia menyalakan lampu, ia melihat Ara sudah tidur. 

Sedetik kemudian, Ara merubah posisi tidurnya menjadi terlentang. Hal itu membuat Adam melihat baby Adam yang digenggam Ara. Hati Adam menghangat melihatnya. Ia tersenyum dan duduk di samping Ara. Ia menyelipkan rambut yang menjuntai di pipi Ara ke belakang telinga dengan sangat pelan. Takut menyadarkan Ara. Namun, sepelan apapun, Ara tetap saja terbangun. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya.

"Bang Adam?!" kaget Ara yang dibalas senyuman manis oleh Adam. Langsung saja Ara berhamburan ke pelukan Adam. "Bang Adam kemana aja sih seharian nggak bisa dihubungi? Abang nggak lupa sama Ara kan?"

Adam mengelus-elus rambut Ara dan melepaskan pelukan Ara. "Gimana mau lupa kalau kamu tempatku pulang, Ra. Kamu rumahku. Kemana pun aku pergi baliknya ya ke kamu. Ini, Abang punya hadiah buat kamu." Adam memberikan sebuket bunga dan sebuh kotak.

"Wah, oleh-oleh nih," Ucap Ara senang. "Makasih ya, Bang. Ini apa?" tanya Ara mengocok-kocok kotak ditangannya.

"Buka aja."

Ara menurut dan melihat sebuah kalung. "Wah, bagus banget, Bang. Makasih."

Adam mengambil kalung di tangan Ara. "Sini Abang pasangin."

Ara pun mengangkat rambutnya untuk memudahkan Adam memasang kalung. Namun, saat Adam memasangkan kalung tersebut, Ara tersadar bahwa jarak mereka sangat dekat. Napas Adam dapat Ara rasakan di lehernya.

Selesai melepaskan kalung, Adam menggangkat wajahnya dan melihat Ara dari jarak yang sangatlah dekat. Mereka saling memandang lekat.

Adam semakin memangkas jarak di antara mereka. Melihatnya, Ara menutup mata. Sebuah tarikan pelan menarik dagu Ara dan ciuman yang dalam mendarat di bibirnya, Ara membalasnya tidak kalah dalam.

Di saat ciuman mereka, ia teringat wejangan dari Puput.

Ciuman panjang itu terlepas. Bibir mereka tidak lagi bertaut. Namun, mereka masih saling pandang lekat. "Aku sayang kamu, Ra," ucap Adam kemudian mencium kening Ara lama. 

"Ara juga sayang sama Bang Adam."

Saat Adam hendak bangkit dari duduknya, Ara mencekal tangannya. "Kenapa, Ra?"

Ara tampak diam berpikir. Kemudian Ara mendekat ke arah Adam. Kedua telapak tangannya menapak di bahu bidang Adam. "Ra? Kenapa?" Adam terlihat bingung.

Tangan Ara kemudian merosot pelan ke dada bidang Adam. Membuka kancing baju hem yang Adam satu persatu. Adam memalingkan wajahnya. "Ra, jangan gini, nanti Abang bisa khilaf."

Saat telah selesai dengan kancing baju Adam, Ara beralih membuka kancing bajunya satu persatu. Namun, Adam menahan tangan Ara, mencoba mengehntikan tindakan Ara yang tiba-tiba.

"Ayo, Bang," ucap Ara yang membuat Adam terkejut. "Pasti berat ya, Bang? Selama ini nahan semuanya gara-gara kesepakatan yang Ara buat."

"Ra, tatap mataku," ucap Adam. Ara dengan takut-takut menatap ke mata Adam. "Kamu serius?" tanyanya.

"Iya, Bang. Biarkan Ara memenuhi kewajiban Ara."

"Kalau hamil gimana? Eh-" Pertanyaan bodoh terlontar dari Adam saking kagetnya.

"Kata Puput, ada teknologi yang namanya...." Ara membisikkan lanjutanya ke telinga Adam.

Adam terkekeh pelan. "Tapi Abang nggak punya itu."

Ara menggaruk kepalanya bingung kemudian berkata, "Nggak apa-apa, Bang. Kalau hamil berarti itu rezeki. Abang bisa bacakan doa sebelum malam pertama kita yang tertunda?"

Adam yang mendengarnya tersenyum bahagia. Ia pun meletakkan tangannya di kepala Ara dan membacakan do'a.

Dengan jantung yang berdegup lebih kencang dari ciuman tadi, Ara memasrahkan dirinya pada Adam. Dengan perlahan, bibir mereka bertaut kembali dan sebelum Adam melanjutkan melepaskan kancing baju Ara yang sempat ia tunda, ia mematikan lampu tidur. Kemudian gelap pun menyambar ke segala arah.

***

Semoga sukaaaa.

Jangan lupa tinggalkan jejak.

Continue Reading

You'll Also Like

15.1K 2K 9
Huang Renjun hanyalah seorang pekerja kantoran biasa yang baru saja akan naik pangkat dan sangat suka membaca webnovel. Suatu hari ketika dia sedang...
29.4K 1.8K 12
seorang gadis yang mencintai kakak kelasnya dari awal ke temu.
228K 12.1K 47
Tidak ada yang baik Bagi Reina, jika harus berhadapan Dengan Melvino Rafkha Davendra. Boss super Arrogan, yang Hanya Bisa memerintah . Namun demi...
1.8K 207 55
Sekali lagi Revan melihat rumah kosong itu. Di mana pemiliknya sekarang. Rumahnya kotor dan tak ada yang membersihkannya. Banyak rumput liar tumbuh d...