ATLANTAS || END

By badgrik

266K 21.6K 2K

[ Winner of the co-writing event held by TWT] Warning ⚠️ Terdapat banyak kata-kata kasar, harap bijak dalam m... More

Prolog
01. Permulaan
02. SMA Delton
03. Insiden
04. Tawuran dan Pencarian
05. Jaket
06. Jalan-Jalan Ke Mall
07. Abel Hilang
Cast + Nama + karakter Pemain
08. Markas Vagos
09. Berlalu
10. Bertemu Kembali
11. Apartemen
12. Berangkat Bersama
14. Turnamen Futsal
15. Atlantas Dan Alex
16. Bimbang
17. Gosip Sekolah
18. Simpang Siur
19. Gudang Sekolah
20. Fakta Yang Sebenernya
21. Syndrome Sandi
22. Senja Di Rumah Sakit
23. Antara Abel, Atlantas & Alex
24. Orang Tua Abel
25. Hal Indah Di Rumah Atlantas
26. Penyerangan
27. Antara Bandung Dan Jakarta
28. Cerita Di Dufan
29. Malam Minggu
30. Setan
31. Kotak Bekal
32. Tentang Atlantas
33. Mimpi Abel
34. Meniti Ke Akhir Cerita
35. (Bukan) Akhir Segalanya
Ucapan Terima kasih
Extra Part 1
Extra Part 2
Extra Part 3 • Special POV Atlantas
Cerita Baru
Grub Atlantas
Info Bahagia?
Atlantas Versi Baru?

13. Penasaran

5.3K 483 48
By badgrik

“Lo lo pada pernah nggak, sih, suka sama teman sekelas?” —Sandi.

🏍️🏍️🏍️

“Gini banget gue. Ganteng-ganteng nggak punya pacar. Apa santet gue udah kadaluwarsa lagi, ya?” tanya Anji kepada teman-temannya. Saat ini mereka tengah berada di kantin. Seusai 2 jam lebih belajar di dalam kelas, akhirnya mereka bisa makan di kantin.

Lagu Maudy Ayunda - Aku Sedang Mencintaimu, yang tengah terputar melalui sound mini di pojok kantin menjadi backsound kesedihan Anji hari ini.

“Kenapa nggak lagu ku menangis aja, sih?” Leo berdecak. Ingin sekali mengganti lagu yang tengah berputar saat ini. “Gue paling anti ya lagu cinta-cintaan gini, aneh dengernya anjir,” ucapnya seraya bergidik bahu.

“Rata-rata isi kantin cewek semua isinya, Yo. Pasti mereka suka, lah,” sahut Sandi kepada Leo.

Kini terdengar lagu Ran - Melawan Dunia. Lagi dan lagi Leo bergidik geli. Yang lainnya hanya tertawa melihat hal tersebut.

“Gue pengen uwu-uwuan, tapi sama siapa?” Anji jadi nelangsa dibuatnya. “Kata nyokap gue, gue gay karena nggak pernah bawa cewek ke rumah.”

“Anjir, mulut nyokap lo, Nji.” Liam tergelak pelan. “Tinggal cari cewek aja, Nji. Siswi Delton cakep-cakep nih, tinggal pilih.”

“Gue pengen cari yang sesuai kriteria gue, Yam.”

Liam melotot. Memukul kepala Anji dengan cukup keras. “Yam, Yam, lo pikir gue ayam?!

Anji mengaduh kesakitan. “Terus gue panggil apa, Yam? Ayam geprek?”

“Anjing!” umpat Liam kehabisan stok kesabaran.

“Oke, gue panggil Anjing sesuai keinginan lo.”

Liam memutuskan untuk tidak menghiraukan cowok gila tersebut lagi. Ia memilih untuk memakan batagor milik Ucup saja.

“Punya gue tuh, anjir.”

“Nggak usah pelit.”

Ucup mencibir.

“Omong-omong kriteria, emangnya kriteria lo gimana, sih, Nji?” tanya Ucup. Anji, cowok yang tengah membernarkan kancing bajunya itu mengernyitkan dahi. Namun setelah itu sedikit mengatur duduk.

“Ya, yang cantik, sih. Pinter, Baik, kreatif, nggak cerewet, sama pinter masak.”

“Lo cari pacar di mana yang begituan. Emangnya ada?” tanya Sandi sedikit sarkas. “Cewek yang baik aja susah di cari. Apalagi yang paket completed gitu. Lo keliling dunia aja, belum tentu bisa nemu yang gituan.”

Ucup menggeleng tidak terima. “Lo lupa, San? Ini tuh Dunia Orange. Semua cewek dengan kriteria kita ada di sini. Lo tinggal request ke authornya aja. Dan cring, dalam hitungan detik cewek sesuai keinginan lo bakal terwujud.”

Sandi meletakkan jari di bawah dagu, tampak berfikir. “Lo benar juga. Gue mau request, deh!” ucap Sandi semangat. Lalu berdiri di tempatnya sambil berteriak.

THOR, AUTHOR TERSAYANG! LO DENGER GUE, KAN? GUE MAU REQUEST CEWEK, NIH. SERAH LO AJA CEWEKNYA MAU DATANG DARI MANA. TAPI, YANG PENTING CEWEKNYA HARUS BAIK, CANTIK, NGGAK MUNAFIK, LEMAH LEMBUT, SAMA JAGO ANU.

Pikiran Anji jadi traveling. “Anu? Anu apa dulu, nih?” tanyanya sambil menaik-naikkan kedua alis.

“Satu kata, tapi berjuta-juta makna. Ya, anu,” timpal Leo sambil memakan kuaci.

“Pikiran lo semua kotor banget, anjir. Anu maksud gue tuh, pinter fisika.” Koreksi Sandi kepada teman-temannya yang tentu saja tidak langsung percaya.

“Yaudah kalau nggak percaya.”

“Gara-gara lo teriak anu, jadi banyak cewek yang lirik-lirik ke arah sini, buset.” Ucup menaikkan satu kakinya ke atas kursi.

“Kalau bisa gue mau request juga, deh. Gue mau cewek yang kreatif gitu. Yang cakep tapi.”

“Semoga cepat ketemu,” kata Leo.

“Aamiin,” Anji mengamini doa Leo.

“Dasar anak dugong saraf!”

Anji menoleh, dan melihat Selline yang tengah mengomel-ngomel di dekat salah satu pedagang kantin. Entah apa penyebabnya, tapi tampak sekali kalau cewek tersebut lagi marah.

“Gue mau samperin si toa dulu, sekalian mau bayar semua pesanan.”

Toa, itu sebutan Anji untuk Selline, si Youtubers yang udah memilik jutaan pengikut di channel-nya.

“Lah, demen si Anji sama Selline?” tanya Ucup.

“Mana mungkin,” jawab Liam. “Lo tau sendiri, kan, meraka tuh kalau ketemu pasti beran—”

Belum sempat Liam menyelesaikan perkataannya, teriakan Selline terdengar sangat menggelegar. Membuat Sean yang sedari tadi fokus ke ponselnya jadi mengangkat wajah.

“HEH, GUE TUH LAGI NGE-VLOG! MINGGIR LO KADAL SULTAN!”

“Gue cuman mau ikutan nge-vlog anjir, bukan mau rusakin kamera lo.”

“YA TERUS GUE PERDULI GITU? YA, ENGGAKLAH!”

Ucup tergelak keras. “Si Anji emang.” Tapi, setelah itu ia baru tersadar akan sesuatu. “Anji suka yang kreatif, kan?” kedua matanya tampak berbinar-binar. “Anjir, ini sih namanya dikabulkan langsung sama authornya!”

“Anji kenapa?” tanya Sean setelah meletakkan ponselnya ke atas meja.

“Biasa, cari ribut mulu sama si Selline,” jawab Leo dengan santai.

“Eh, Tas, diam-diam aja lo dari lagi tadi. Sariawan?”

Atlantas melirik ke arah Sandi. “Bukan urusan lo.”

“Dih, kampret!” Sandi melemparkan sedotannya ke depan Atlantas. Cowok tersebut tidak mempedulikannya.

“Eh, Rendi mana? Tumben nggak gabung.”

“Ada urusan katanya.”

“Oh, oke.”

“Yang jadi perwakilan lomba futsal besok siapa, btw?” tanya sandi kepada Liam, Leo, Sean, dan Ucup.

“Gue malas ikutan,” sahut Leo.

“Apalagi gue,” timpal Ucup.

“Ye, si anjir. Ikutan aja napa, katanya kita lawan sekolah Alex,” ucap Sandi.

“Alex yang anak Cakrawala itu?” tanya Liam tepat sasaran.

Sandi mengangguk. “Lumayan, cewek-cewek sekolahnya Alex pada cakep semua. Kalau hoki kita raup semuanya.”

“Otaknya ke campur sama air selokan, makanya gitu,” ledek Ucup membuat Doubble L terbahak.

Sean tersenyum tipis. Sangat tipis, hingga tak terlibat oleh pandangan mata orang.

Sedangkan Atlantas hanya diam. Memilih untuk menatap ke arah pintu kantin sedari tadi dan mengabaikan keributan teman-temannya.

Entah kenapa ia malah menunggu kedatangan Abel. Ada yang ingin ia sampaikan. Tapi, sepertinya cewek tersebut tidak kunjung ke kantin juga. Membuat darah Atlantas naik aja. Ia paling benci menunggu.

“Gue ke toilet.” Atlantas berdiri, dan langsung pergi begitu saja.

Di sepanjang koridor sekolah, decakan kagum para siswi-siswi terdengar sangat jelas di kedua telinganya. Sudah biasa. Hal yang seperti ini kerap terjadi di manapun ia berada. Ia tidak terusik sama sekali. Lagipula itu bukan urusannya, biarkan saja mereka menjerit-jerit karenanya.

Di ujung sana—dekat tangga, Abel berdiri bersama seorang cowok. Keduanya tampak tertawa bersama. Atlantas menyeringai melihatnya, lalu berjalan cepat menuju keduanya.

“Gue tungguin kenapa nggak datang?”

Abel terkesiap kaget. Menatap horor ke arah Atlantas yang kini berdiri menjulang di depannya.

“Kak Atlas?”

🏍️🏍️🏍️

Abel habis saja dari perpustakaan yang berada di lantai diam Perpustakaan tersebut biasnya digunakan oleh para guru. Karena buku-buku di sana lebih banyak tentang pelajaran. Sangat berbeda perpustakaan yang berada di lantai satu. Yang isinya tercampur dengan beberapa komik dan novel.

Mitsuko memegang sebuah buku di sebelah tangannya. “Hari ini aja gimana? Gue temenin, deh, ke Mall.”

“Nggak usah. Nanti Abel bisa sendirian, kok.”

“Serius, nih? Gue takut lo di culik om-om, Bel,” gurau Mitsuko yang di respons tawa oleh Abel.

Mitsuko tersenyum. “Aduh, manis banget senyumnya bidadari yang satu ini.”

“Haish, jangan bercanda.” Abel memalingkan wajahnya. Ia malu. Baru kali ini ada cowok yang memuji senyumannya.

“Eh, wajah lo merah, Bel.” Mitsuko mendekat. Sangat dekat. Abel sampai menahan napas di buatnya. Dengan jarak sedekat ini, Abel bisa melihat dengan jelas gestur wajah Mitsuko yang benar-benar tampan. Kedua matanya sipit, kulitnya sangat putih, dan rahang yang sedikit lancip.

Blush

Wajah Abel kian memerah. “A—apaan, sih! Udah, ah, sanaaa.” Abel mendorong pelan tubuh Mitsuko. Baru setelah itu ia bisa bernapas dengan normal. Walaupun jantungnya berdegup sangat kencang di dalam sana. “Nggak enak diliatin yang lain.”

“Ya, sebenarnya gue juga nggak perduli, Bel.”

“Bikin malu tau.”

“Ngapain harus malu. Kita nggak ngapa-ngapain, kan?”

“Iya, emang nggak. Tapi, tetap aja Abel malu.”

Mitsuko mengacak-acak rambut Abel gemas, lalu tertawa pelan. “Gemesin banget.”

Abel ikutan tertawa. Menatap kedua mata Mitsuko yang menyipit lantaran tertawa. Melihat hal tersebut, tawa Abel terdengar lebih keras.

“Kenapa ketawa, sih?”

“Nggak papa.” Abel masih tertawa.

“Dasar.”

“Oh, iya. Kemarin—”

“Gue tungguin kenapa nggak datang?”

Langkah Abel terhenti seketika. Menatap ke arah cowok di depannya dengan tidak percaya.

Napasnya mulai terasa mencekat di tenggorokan dengan kedua kakinya yang bergemetaran.

Abel tau ini berlebihan. Tapi, entah kenapa reaksi tubuhnya selalu saja seperti ini saat melihat Atlantas. Ia takut, tapi juga tertarik secara bersamaan.

“Kak Atlas?”

“Ikut gue.” Atlantas langsung menarik pergelangan tangan kanan Abel tanpa sepatah katapun, membuat sang empu terpekik kaget.

”Eh, astaga. Kak Atlas pelan-pelan, sakit tau.”

Atlantas mengabaikannya. Abel hanya bisa meringis pelan. Pergelangan terasa kebas karena cengkraman cowok tersebut yang sangat kuat.

Di sepanjang koridor yang ia lalui, terdengar banyak sekali pekikan dari para siswi-siswi yang lama kelamaan membuatnya risih. Abel tidak terbiasa dengan hal seperti ini. Ia merasa seperti menjadi pusat perhatian dan ia benci itu.

“Kak Atlas, lepas ...,” cicit Abel pelan.

“Nggak.”

“Kak Atlas kenapa? Bisa kita berhenti?”

Diam. Atlantas tidak menjawab pertanyaannya.

“Kak, Abel malu. Lepasin.” Abel mencoba untuk melepaskan cengkraman Atlantas walaupun terasa mustahil. Ia yakin setelah ini pergelangan tangannya akan meninggalkan bekas. “Kita mau ke mana?”

Atlantas semakin menguatkan cengkramannya. Entah kenapa, di saat seperti ini ia malah terbayang wajah Abel yang tertawa saat bersama cowok tadi.

“Gue nggak suka,” desis Atlantas. Ia membawa Abel ke rooftop sekolah.

“Nggak suka apa?” tanya Abel di sela-sela langkah mereka. Atlantas menapaki undakan tangga dengan langkah cepat. Abel hanya bisa terseok-seok mengikutinya.

“Lo.”

Abel menatap punggung lebar Atlantas dari belakang, lalu menunduk—melihat pergelangan tangannya yang di cengkram kuat oleh cowok tersebut.

“Kak ....” Panggil Abel lirih. “Ada apa?” tanyanya.

“Lo tau kesalahan lo apa?” desak Atlantas. Kedua matanya memicing ke arah Abel. Posisinya yang berhadapan dengan cewek tersebut cukup membuat Abel merasa getir.

“Kak Atlas ngomong apa, sih?” tanya Abel tidak paham. Mencoba untuk tenang. “Datang-datang Kak Atlas langsung bawa Abel ke sini,” selorohnya sedikit kesal. “Ada yang mau dibicarain, kah?” sambungnya lagi. Mendongak, untuk menatap wajah Atlantas.

“Gue nggak suka lo,” aku Atlantas cepat. “Jangan main-main sama gue,” pintanya dengan ambigu.

Main-main apa, sih? Main petak umpet?

Abel memiringkan kepalanya. Kedua matanya sedikit menyipit. “Kak Atlas ngomong apaan, sih?”

Atlantas memejamkan kedua matanya. Benar juga, ia ngomong apa barusan? Tapi, ia juga tidak bisa menahan keinginan tiba-tibanya ini. Sialan!

“Jangan dekat sama cowok tadi,” papar Atlantas. “Gue nggak suka,” tambahnya.

Abel mengangkat alisnya. “Ini beneran Kak Atlantas, kan?” ungkap Abel kepada cowok di depannya tersebut. “Kok, aneh ya? Kak Atlas nggak salah makan kan pagi tadi?”

“Gue makan roti lo,” terang Atlantas datar.

Kedua pupil Abel seketika membesar. Dengan cepat ia berjinjit, menyentuh kening Atlantas yang dingin. “Nggak panas,” gumamnya.

”Gue nggak sakit.”

“Terus, Kak Atlas kenapa?”

“Nggak ada.”

“Aneh.”

“Siapa?” tanya Atlantas dengan nada beratnya. Abel kembali mendongak, sedikit menggerakkan bola matanya ke sisi kanan dan kiri.

“Kak Atlas hari ini aneh tau. Mau sarapan sama Abel, anterin Abel, dan sekarang ngomong. Aneh aja, kan?” lontarnya tidak dapat menutupi rasa heran.

“Begitu?”

Abel mengangguk. “Iya.”

Atlantas bergumam pelan. “Mana ponsel lo?”

“Ponsel? Oh, itu di kelas. Kenapa emangnya?”

“Lo nggak liat pesan dari gue?” sinis Atlantas tiba-tiba emosi.

Abel menggelengkan kepalanya pelan. “Nggak liat. Maaf ya Kak Atlas, soalnya dari tadi Abel sibuk kerjain tugas di kelas. Terus, pas istirahat Abel langsung pergi ke perpustakaan di lantai dua buat cari buku,” jelas cewek dengan rambut di gerai tersebut tidak ingin membuat Atlantas marah.

“Yaudah.”

Atlantas berjalan meninggalkan Abel yang ternganga. Entah sejak kapan Atlantas melepasnya cengkramannya. Sungguh, ia tidak sadar.

Keadaan rooftop yang sepi membuat bulu kuduk Abel seketika berdiri, walaupun masih belum terlalu siang.

Tapi, lebih seraman Kak Atlas, sih.

Di susulnya langkah lebar Atlantas hingga di undakan anak tangga. Dengan setia ia melangkah di belakang Atlantas.

“Kak,” panggil Abel yang tidak di respon oleh Atlantas.

“Bang Banu kalan pulang dari Bandung?”

“Kapan-kapan.”

“Kapan-kapan itu kapan?”

“Berisik!” cibir Atlantas.

Abel tidak perduli. Ia berjalan dengan cepat hingga bisa berada di sisi kiri cowok tersebut.

“Cewek emang berisik,” sahut Abel.

“Oh.”

Huft, Abel pengen pulang ke rumah lama,” tutur Abel tanpa takut. Sudah dibilang, Atlantas itu seperti magnet, membuat dirinya tertarik. Walaupun tadi sempat gugup, tapi sekarang? Lihatlah, ia sudah biasa saja.

“Sebenarnya, ini aneh menurut Abel. Padahal, Abel baru ketemu sama Kak Atlas beberapa bulan yang lalu. Tapi, rasanya kayak udah kenal lama. Walaupun ada rasa takut, tapi selalu diiringi rasa percaya,” jelasnya. “Menurut Kak Atlas, gimana?” tanyanya dengan wajah polos.

Atlantas melirik. “Gue nggak tau.”

“Apa ini cuman perasaan Abel aja kali, ya? Abel rasa kita udah kenal sejak lama gitu.”

Langkah Atlantas seketika terhenti. Kedua tangannya mengepal kuat. Namun, dengan cepat ia kembali menguasai emosinya hingga ke angka stabil. Lalu, melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda.

“Bukan urusan gue. Gue juga nggak perduli.”

Abel hanya bergumam tidak jelas, dan berhenti di tiga undakan anak tangga terakhir. Menarik ujung baju Atlantas hingga membuat cowok tersebut terdiam di tempatnya.

“Bang Banu pernah bilang, kalau Abel harus jauhin Kak Atlas. Tapi sekarang, Bang Banu malah suruh Abel tinggal di Apartemennya Kakak.”

“Waktu itu juga kak Atlas pernah suruh buat Abel nggak tunjukkin muka lagi di depan Anak Bandidos, kan? Tapi, ini apa?”

Atlantas membalikkan badannya. Membuat pegangan Abel di ujung bajunya jadi terlepas. Posisi Atlantas yang sudah di lantai membuat wajah meraka jadi sejajar.

“Kenapa lo nanya begituan?” Ada nada sinis di dalamnya.

“Abel penasaran.”

Atlantas terkekeh sinis. “Lo jangan berlebihan. Di sini gue cuman ikutin amanat Banu. Setelah dia pulang ke Jakarta, posisi lo bakalan seperti semula. Jangan pernah tunjukkin muka di depan Anak Bandidos, terutama gue.”

Atlantas membalikkan badannya, dan pergi begitu saja. Abel menggigit bibir bawahnya.

“Masalahanya, kemarin Abel mimpi Kak Atlantas di tabrak motor,” lirih cewek tersebut. Tetap memandangi ke arah punggung Atlantas yang kian mengecil.

“Nggak sekali, tapi berkali-kali.”

“Kan, bikin khawatir aja.”

🏍️🏍️🏍️










Continue Reading

You'll Also Like

34.1K 3.3K 44
"Gue akan selalu percaya sama lo Al" "Jangan pernah percaya sama gue" Alvaero ketua Xezagron yang terjebak dengan cinta Aurora si cewek Bar-bar dan p...
16.6K 2.8K 47
Akalanka Alister Bramantio. Sang Monster Amazon, itu julukan yang di berikan dari seorang gadis masa kecil nya. Lelaki dengan paras sempurna ini, sud...
6.2K 3.3K 50
"Ketika tawamu menjadi kebahagiaanku." -Reyno Daimend- Sudah bertunangan dan hampir mau menikah sih, tapi tunangannya malah dibunuh. Miris memang. Se...
6.1K 580 8
"kapan rencana akan dimulai kak..?" "..." "kak" "Hmm... Selesai liburan" "Serius kak..!" "Ya" "Yeayyy..... akhirnya" "Besok kakak bakal menyuru...