Who Is Rama

By Koo_Alla

800 109 156

"Awas, jangan kebanyakan ngode. Salah tiga kali hatinya bisa keblockir. Hahaha..." -Rama- ... More

Prolog
Bab 1. Dapat Uang
Bab 2. Cewek Galak
Bab 3. Balas Dendam Si Sadewa
Bab 4. Kenalin Gue Rama
Bab 5. Teman Dunia Maya
Bab 7. Cctv
Bab 8. Prinsip Hacker
Bab 9. Hangout
Bab 10. Kumpul Bareng
Bab 11. Apa Jangan-Jangan/Ataukah Dia
Bab 12. Raja Berubah
Bab 13. Dia Queensha
Bab 14. Katakan Putus
Bab 15. Marahnya Rama
Bab 16. Hot News
Bab 17. Rama Diculik
Bab 18. Ada Apa Dengan Laras
Bab 19. Kesialan
Bab 20. Rumah Naya
Rasa Tak Terbendung
Tingkah Anehnya
Perteman Yang Mulai Retak
Sinta Dan Nasehatnya
Laras Hilang
PINDAH!
vote Cover DIFL

Bab 6. Menarik

28 5 2
By Koo_Alla

Jangan mengoleksi kemalasan.
Tapi koleksilah keuletan.

-Rama-



Drrt! Drrttt! Drrtt!

Mendengar suara jam weker yang berdendang, Rama dengan otomatis menendang jam wekernya sampai terjatuh dari atas nakas. Membuat suara tibur yang mulai menjalar ke seluruh sudut ruangannya. Merentangkan kedua tangannya dan menggigau entah berkata apa. Setelah puas merenggangkan tangannya Rama terdiam lagi. Napasnya mulai teratur lagi, membuat keheningan tercipta di ruang kamarnya. Namun keheningan tak perlaku lama, tiba-tiba suara benda jatuh terdengar.

Bruak!

"Arrghh, kasur sialan!" maki Rama yang sontak membuka kedua matanya. Mengusap punggungnya yang jatuh menghantam lantainya. Berdiri dengan bibirnya berdecak penuh kekesalahan. Mengangkat kakinya kemudian dia tendang ke arah kasurnya dengan kekuatan yang sangat kuat.

"Mamam, mamam tuh! Rasain!" katanya penuh dendam. Kemudian mengusap punggungnya lagi.

"Sakit weh punggung gue! Dasar kasur laknat. Nggak ada sopan-sopannya sama majikan sendiri," omelnya terus berlanjut dengan decakan kesal setiap detiknya.

Rama melirik ke arah jam wekernya lagi, tak berapa lama kedua matanya membulat dengan sempurna saat melihat deretan angka disana. Bergegas ke kamar mandi dengan sebelah tangannya yang menyambar handuk dari balik pintu. Menutup pintunya dengan sangat keras membuat pajangan furnitur di belakang pintu terjatuh ke lantai.

Setelah mandi kilat hanya lima menit dan persiapan lainnya tiga menit, Rama segera berlari menuruni anak tangga. Decakan penuh rasa kesal dari dasar hatinya terdengar lagi saat indra penglihatannya tak menemukan satu orangpun dibawa sana. Terutama mamanya.

"Ma! Mama, Anakonda sudah bangun nih! Siapain sarapan dong!" teriak Rama setelah sampai di lantai dasar. Pandangannya menelisir semua sudut rumahnya. Hingga tak berapa lama, kedua netranya melihat ke arah meja makan. Alisnya mengernyit saat melihat sebuah benda yang tak asing baginya. Rama pun segera mendekat.

"Ck, kebiasaan. Ngedate nggak ajak anaknya," dengus Rama setelah membaca benda yang tergeletak di atas meja makan yang ternyata adalah secarik kertas bertulisan catatan yang ditulis oleh mamanya.

'Rama, papa sama mama mau ke kantornya papa. Ada acara penting disana. Kalau kamu mau sarapan, itu diatas meja udah mama siapin sarapan buat kamu.'

Begitulah kalimat yang tertulis di secarik kertas note itu. Dengan kesal Rama meletakkan kembali kertas di tempatnya. Duduk dengan sengaja dia hentakan keras membuat bunyi yang memekikan telingan. Baru satu suapan, Rama baru teringat sesuatu.

"Gue telat! Dasar bego!" teriaknya kemudian berlari meninggalkan meja makan. Baru tiba di ruang tengah, Rama teringat sesuatu. Dengan terburu-buru Rama kembaki ke meja makan. Meraba meja makan tapi fak menemukan apa yang dia cari.

"MAMA! UANG JAJAN RAMA MANA!" teriaknya kesal dengan kepala terdongak ke atas. Merasa jika semua adalah sia-sia, dengan lesu Rama berjalan keluar dari rumahnya. Membanting pintunya dengan kekutaan yang dasyat.

"Rumah gede, tapi lupa ngasih uang jajan ke anaknya," cibir Rama yang mulai mengeluarkan motor merahnya .

Brum! Brum! Brum!

Dengan rasa kesalnya yang berlipat-lipat, hingga akhirnya Rama pergi berangkat ke sekolah.





"Pagiku cerahku, matahari bersinar. Ku gendong tas merahku, didengkul-"

Nyanyian Rama terhenti saat merasaakan panas dikepala bagian belakang.

"Bego kok dipelihara sendiri, nggak ada niatan dizakatin gitu?" sindir Nakula, seperti biasa.

Rama diam memikirkan perkataan Nakula barusan. Mengangguk kemudian karena setuju.

"Boleh juga tuh usul lo Na. Besok deh gue zakatin."

"Bodo!" murka Nakula kemudian berjalan mendahului Rama.

Rama segera berlari mengejar Nakula hingga sampai di depan kelas. Pandangannya jatuh kepada best friendsnya, Dewa. Mengernyit heran saat melihat Dewa menyandarkan tubuhnya ke dinding kelas, terlihat lesu.

"Kenapa lo?" tanya Rama yang berjalan mendekat, menaruh tasnya di atas mejanya.

Dewa menoleh lesu, terlihat seperti zombie yang kekurangan darah? Eh bukannya vampir yang doyan darah?

"Belum sarapan," balasnya lesu.

"Ya udah sono makan di kantin. Nggak nafsu makan? Sini biar gue yang makan," ujar Rama ngasal.

Tiba - tiba Dewa merubah raut wajahnya seperti orang yang sedang tertimpa tangga. Mengangkat kedua telapak tangannya ke atas.

"Ya Allah, semoga kemiskinan ini hanya prank," ujar Dewa. "Amin."

Rama hanya mendengus kesal, dia tahu penyebab Dewa tak sarapan.

"Nggak punya uang lo?" tanya Rama baik-baik.

"Ngeremehin gue lo?!" tanya Dewa ngegas.

"Gue tanya baik-baik bagong!" sahut Rama yang ikut ngegas.

Nakula berjakan ke arah kedua temannya, "Udahlah, ribut mulu lo pada. Masih pagi juga."

Dewa dan Rama saling menolehkan pandangannya berlawanan, mendengus kesal. Keheningan tercipta, Rama dan Dewa masih saling memalingkan wajah. Bahkan Nakula hanya duduk diam sembari membaca buku paketnya, tak menghiraukan kedua temannya.

Rama segera bangkit dari tempat duduknya, menepuk bahu Nakula untuk menarik perhatiannya.

"Kalo ada yang nyariin gue, bilangin gue lagi pergi," pamit Rama.

"Emang lo mau pergi ke mana?" tanya Nakula sembari mengernyitkan alisnya.

"Bilang aja gue lagi kumpul sama pare," sahut Rama. "Lagi curhat sama pare tentang pahitnya mencintai namun tersakiti."

"Lah?" cengo Nakula tak paham. Rama tetap jalan lurus keluar dari kelas.

Tak berala lama, Sinta dan Naya masuk ke dalam kelas.

"Na, temen lo yang satu kemana?" tanya Naya, karena tak biasanya Rama pagi - pagi sudah ngilang. Biasanya juga siang baru ngilang.

"Kumpul sama pare," balas Nakula seadanya.

"Ngapain?" tanya Naya lagi dan Nakula hanya mengedikkan bahunya.

Sinta menoleh ke arah Naya, tersenyum jail ke arah Naya.

"Suka lo sama Rama?" tanya Sinta mengusili Naya.

"Apaan, orang nyebelin kek gitu, mana bisa gue suka," balas Naya tak suka. "Lagian masih gantengan mantan gue."

"Acie, yang galmov. Emang siapa sih mantan lo. Bisa aja kan gue kenal sama orangnya," kata Sinta menanti jawaban.

Naya menoleh lesu, "Rahasia, anak kecil nggak boleh tahu."

"Yaelah masih aja main secreto," cibir Sinta. "Gue janji dah, nggak bakal gue bocorin ke siapa - siapa."

Naya hanya menggeleng, dan Sinta hanya menggembungkan pipinya. Menolehkan wajahnya ke arah lain.

"Siapa juga yang bilang gue punya mantan?" tanya Naya yang saat ini terlihat sedikit lebih ceria.

Sinta menoleh dengan wajah bingung, "Lah tadi lo bilang-"

"Gue cuma bercanda kali," kekeh Naya.

Sinta yang kesal segera menggelitiki Naya sampai membuat Naya kegelian.

"Nih nih rasain, siapa suruh bohongin gue," masih saja Sinta menggelitiki tubuh Naya.

"Hahaha ampun dong Sin, kan gue cuma bercanda. Sinta udah, berhenti geletiki gue. Hahaha, Sinta stop."

Naya yang mendapat kesempatan segera berlari menjauhi Sinta. Dan langsung saja Sinta mengejar Naya. Aksi mereka sampai di luar kelas. Saat Naya sedang berlari, tiba - tiba kepalanya menubruk seseorang.

Bruk!

"Aduh, kepala gue bocor," erang Naya sembari mengusap jidatnya.

"Alhamdulillah," sahut seseorang yang ada di depannya Naya.

Sontak Naya menegakkan kepalanya. Menoleh ke atas, dan tiba - tiba kedua bola matanya melebar dengan sempurna.

"Heh cowok bregedel, kalo ngomong jangan sembarangan dong," ucap Naya sembari menuding Rama dengan jarinya.

"Apaan sih, jadi cewek sensian mulu. Gue bilang alhamdulillah karena tadi gue habis sarapan di kantin," sahut Rama dengan melempar tatapan malasnya.

"Halah ngeles mulu lo jadi cowok."

"Siapa juga yang ngeles, orang gue ngomongin fakta kok."

"Lo itu ya-"

"Cie, yang suka berantem. Ujung -- ujungnya juga bakal jadian," tanpa rasa malunya, Sinta berteriak mengintrupsi kedua maskhluk berbeda kelamin itu.

Sontak saja Rama dan Naya menoleh ke arah Sinta dengan tatapan melototnya. Sedangkan Sinta hanya menyengir lebar. Rama tak berkomentar, segera pergi meninggalkan Sinta dan Naya.

Setibanya di kelas, Dewa hanya diam dengan memainkan ponselnya, tanpa berucap, Rama memberikan sekantong plastik kresek ke arah Dewa. Dewa yang masih kaget dengan adanya kantong kresek itu hanya melotot saja. Kemudian menoleh ke arah Rama.

"Makan aja, gue jamin halal," kata Rama kemudian duduk di bangkunya.

Dewa segera membuka kantong kresek itu. Segera mata Dewa berbinar saat melihat beberapa potong gorengan. Ada bakwan goreng, tempe goreng, bakso goreng, dan sebotol air mineral.

Segera mencopot gorengannya, Dewa tersenyum senang ke arah Rama. "Thanks ya Ram, lo emang temen paling pengertian."

"Lha ngapain? Gue cuma ngambilin doang. Itu elo yang ngutang ke neng Ayu," balas Rama.

"Lah, elo nggak beliin buat gue?"

"Ya kagaklah." sahut Rama santai. "Jangan lupa dibayar."

"Rama!" murka Dewa dan Rama hanya tersenyum manis saja.

Bel pun berbunyi, tanda jam pelajaran dimulai. Seorang guru dengan dandanan yang 'wah' memasuki ruang kelas dengan tergesa - gesa.

"Beri salam kepada bu guru,"  ujar Aldi memberikan aba - aba.

"Selamat pagi bu guru!" sapa semua murid.

"Selamat pagi anak-anak. Bagaimana kabar kalian? Tidak usah kalian jawab karena ibu sudah tahu. Sekarang materi kita adalah bab observasi. Sekarang kalian bentuk kelompok lima anak, lima anak. Saya beri waktu lima menit untuk mencari anggotanya setelah itu akan ibu beri soal. Waktunya dimulai dari sekarang. Ayo kalian cari anggota kelompoknya," perintah bu Martiyem kepada seluruh murid yang ada di dalam kelas.

Rama mendengus kesal, "Seperti biasa, to the point sekali," ujar Rama kesal.

Sinta menoleh ke arah Rama, bingung juga mau ikut gabung dengan siapa.

Bu Martiyem yang melihat Rama masih duduk diam dibangku segera meneriaki. "Rama, jangan bermalasan kamu. Ayo cari anggotanya. Cepat jalan!"

Rama hanya memutar kedua bola matanya, dia melihat ke arah depan. Tepatnya ke arah Nakula yang masih duduk diam di tempatnya. Kemudian pandangannya jatuh kepada dua orang yang duduk tepat di depan mejanya.

Rama maju, mengulurkan kedua tangannya, menarik kerah baju milik Dewa dan juga Naya.

"Lo berdua gabung sama gue," perintah Rama mutlak.

"Woy tangan lo!" teriak Dewa dan Naya berbarengan.

Tanpa rasa bersalah, Rama melepas kedua cengkeramannya. Menoleh ke arah depan lagi.

"Woy Nakula, lo gabung sama gue!" teriak Rama memanggil Nakula. Nakula hanya mengangguk malas.

Nakula segera berjalan ke meja Rama. Setelah itu mengambil asal meja dan kursi terdekat. Segera menyusun meja yang akan mereka tempati untuk berkelompok. Setelah beberapa menit, akhirnya kelas mulai tenang. Kini posisi kelompok Rama sudah tertata rapi. Rama berhadapan dengan Sinta. Dewa berhadapan dengan Naya dan Nakula duduk menghadap ke ruangan kosong.

"Okey, sekarang semua sudah mendapatkan kelompoknya kan. Tidak usah dijawab, karena ibu tahu kalian semua sudah mendapatkan kelompok. Okey lanjut saja, ibu beri tugas ke kalian, kalian harus mencari lima  teks observasi. Setelah itu kalian cari struktur dan ciri kebahasaannya. Setelah selesai kumpulkan tugasnya ke ketua kelas. Tugas ini dikerjakan sampai waktu pelajaran ibu selesai. Ibu ada urusan, jadi ibu mau keluar dulu. Apa ada pertanyaan?" tanya bu Martiyem sebelum benar - benar meninggalkan ruang kelas.

"Tidak bu!" jawab semua murid kompak.

Bu Martiyem mengangguk dan langsung saja pergi keluar kelas.

"Na, lo kan pinter. Mubazir kali punya otak pinter kalo nggak digunain. Nah mending lo kerjain tuh itu tugas," suruh Rama tanpa rasa bersalah.

Nakula mendengus kesal, "Gini nih yang bikin gue mikir dua kali buat gabung satu kelompok sama elo."

"Ya elah Na, tugasnya gampang loh. Buat elo mah cuma kecil."

Nakula tak menjawab, tapi dia segera meraih sebuh buku tulis. Mulai mengerjakan tugasnya sendirian. Sedangkan Rama segera membuka permen karet yang tadi pagi dia beli di kantin. Dewa segera melanjutkan acara sarapannya. Sinta dan Naya malah asyik bergosib ria.

Dua puluh menit kemudian, mereka berlima masih bertahan dengan kegiatannya masing - masing. Bahkan sudah beberapa kali Sinta dan Naya berselvi dengan berbagai gaya.

"Eh Sin, lo kenal sama Queensha nggak?" tanya Naya setelah melihat sebuah postingan di instagram.

"Enggak, emang siapa dia?"

"Dia itu kakak kelas kita. Kelas dua belas, IPS tiga," sahut Naya yang masih fokus di ponselnya. "Beuh dandanannya udah perisi cabe - cabean."

Sinta yang kepo hanya melirik ponselnya Naya. Setelah itu hanya memandang Naya dengan pandangan flat. Kenapa?

"Lo kenapa Sin?"

"Ya biasa kali, namanya juga anak IPS. Kalo dandan ya sering gitu," balas Sinta sekenanya.

Naya hanya menyengir lebar. Kemudian Naya mengscroll postingan milik Queensha.

"Ghibah mulu lo berdua," cibir Rama yang sedari tadi menguping pembicaraan Sinta dengan Naya.

Sontak saja Sinta dan Naya hanya mendengus kesal.

"Kita itu tidak pernah ghibah. Kita hanya melakukan studi kualitatif mengenai perilaku manusia menggunakan metode focused group discussion," sahut Naya.

Rama yang malas mendengarkan ocehan dua cewek didepannya langsung menyumbalkan earphone di kedua telinganya.

Naya lanjut mengscroll instagramnya.

"Sebenarnya gue insecure Sin," kata Naya sedih.

"Kenapa?"

"Lihat bodynya dia, bikin gue insecure."

Sinta menoleh kemudian menarik kedua bahunya Naya agar Naya menghadap ke arahnya.

"Nay, dengerin apa yang gue bilang," kata Sinta. "Lo itu memang nggak sempurna, nggak ada manusia sekali pun yang sempurna. Tapi dibalik itu, lo pasti punya kelebihan. Dan kelebihan lo itu bakal jadi penarik buat cowok yang baik untuk lo. Jadi, jangan insecure lagi yah."

Naya mengangguk, dan segera memeluk Sinta, "Gue seneng banget bisa jadi temen lo, Sin."

"Gue yang lebih seneng, bisa jadi temen lo. Lo juga temen pertama gue disini," balas Sinta.

Hingga akhirnya Sinta dan Naya saling berpelukan. Aksi kedua tak lepas dari pandangan Rama. Tanpa kedua cewek itu sadari, Rama tersenyum diam - diam menyaksikan keduanya.

Tiba - tiba Naya menarik diri. Melepaskan pelukannya dengan Sinta.

"Oh iya Sin, bye the way lo pindah sekolah karena apa? Nggak mungkin kan karena lo nggak naik kelas."

"Ya bukanlah," balas Sinta sewot.

"Terus?"

"Gue nggak tahu," balas Sinta lesu.

"Maksutnya?" tanya Naya, Rama, Dewa dan Nakula kompak. Bahkan Sinta dibuat kaget dengan pertanyaan mereka yang sama.

"Ya gue nggak tahu. Tiba - tiba aja bokap gue mindahin gue. Padahal gue nggak bikin ulah disana. Bokap gue juga nggak ngasih penjelasan yang jelas. Bokap gue bilang, gue pindah ke sini supaya aman," cerita Sinta akhirnya.

"Tapi gue masih belum tahu alasan yang pasti gue dipindahin."

Naya, Rama, Dewa dan Nakula hanya menganggukan kepala. Mereka saling diam, memikirkan kemungkinan alasan Sinta dipindahkan.

"Mungkin," kata Rama. "Bokap lo tahu kalau di sini ada jodoh lo."

Dewa dan Nakula yang paham maksut Rama hanya menatap flat. Sinta dan Naya malah terheran.

"Siapa?" tanya Naya mewakili pertanyaan Sinta.

"Gue," balas Rama bangga. "Feeling ortu nggak pernah salah kan?"

"Ngarep!" teriak Sinta dan Naya bebarengan.

Sinta melirik ke bawah, ke arah sepatunya. Ternyata salah satu tali sepatunya terlepas. Buru - buru Sinta menunduk, membenarkan tali sepatunya. Tak lama kemudian Sinta duduk kembali ke tempat semula.

Rama menoleh ke arah Sinta. Memandangkan ke sebuah kalung yang baru pertama kali ini dia lihat. Kalung itu sangat cantik, dengan bandul batu permata yang sangat indah. Terlihat cukup sederhana namun elegan.

Menyadari tatapan dari Rama, Sinta akhirnya ikut menoleh. Dengan buru - buru segera Sinta memasukkan kalungnya ke dalam seragam sekolah. Sinta menoleh lagi ke arah Rama yang terlihat sedang tersenyum manis ke arahnya.

"Ngapain lo senyum - senyum nggak jelas gitu?" tanya Sinta.

Bukannya menjawab, Rama malah mengagumi kalung milik Sinta. "Menarik."

Alis Sinta berkenyit, "Apanya?"

"Yang tadi," sahut Rama. "Cantik, sama kek yang punya."

Sinta hanya memutar kedua bolanya malas saat mendengar gombalan dari Rama.

Saat ini, jam pulang sekolah sudah berbunyi. Rama masih bertahan didalam kelas, karena Rama bosan jika harus pulang awal. Tiba - tiba ada sebuah notifikasi muncul di ponselnya. Alis Rama sedikit mengernyit saat membaca sebuah pesan dari nomor tak dikenal.

"Gue butuh bantuan elo, Rama. Kita ketemuan di Cafeku jam tiga sore. Sebelumnya kenalin, gue Dewanata, anak Sekar Arum."

From: 0881XXX
To: Rama

Meskipun bingung dari mana cowok itu mendapatkan nomornya, Rama tetap mengiyakan saja.

"Okey, gue ke sana sekarang."

From: Rama
To: 0881XXX

Segera Rama meraih kunci motor yang tergeletak di atas meja. Sekarang sudah pukul dua lebih empat puluh menit, dengan tergesa - gesa, Rama menuruni anak tangga.

Setelah lima menit perjalanan, akhirnya Rama sampai di depan Cafeku. Setelah melepas helm fullfacenya, Rama segera masuk. Baru saja memasuki ruangan, tiba - tiba ada yang memanggilnya.

"Rama!" teriak seorang cowok dengan melabaikan tangannya. Rama segera mendekat.

"Elo?" tanya Rama.

Cowok itu mengangguk. Berdiri dan menyodorkan telapak tangannya.

"Kenalin, gue Dewanata panggil aja Nata."

Rama memyambut uluran tangan itu, "Ramawijaya, panggil aja Rama."

Cowok itu hanya mengangguk dan tersenyum.

"Ngomong - ngomong darimana lo dapet nomor gue?" tanya Rama to the point.

"Gue dapet nomor lo dari temen gue yang ada di Angkasa Wijaya. Lo kenal Antasena kan? Nah itu sobib gue."

Rama mengangguk karena kenal dengan Antasena, si cowok badung beralis tebal.

"Terus, kenapa lo nyuruh gue ke sini?"

Raut wajah Nata terlihat berubah. "Sebenarnya gue ngalamin suatu peristiwa. Adik gue meninggal akibat tabrak lari. Tapi sampai sekarang, belum ada yang mengetahui pelakunya. Gue tahu disana ada cctv, tapi pihak kepolisian nggak mau memperlihatkan isi rekamannya. Mereka bilang, bahwa yang salah itu adek gue. Tapi gue nggak yakin kalau kecelakaan itu terjadi akibat kesalahan adik gue," cerita Nata.

Rama mendengar dengan seksama, kini dia dapat menyimpulkan apa maksud ajakan Nata untuk bertemu.

"Jadi, maksud lo gue ngehack cctv milik pemerintah? Yang mana cctv ini adalah rekaman sebuah kecelakaan adik lo?"

"Bener, itu yang gue ingin minta tolong ke elo. Lo mau kan nolongin gue?" balas Nata.

Rama terdiam sebentar, mungkin aksinya kali ini lebih berbahaya dari aksi - aksi yang sebelumnya. Karena aksi ini harus berhadapan langsung dengan kepolisisan. Tapi Rama cukup tergiur dengan tawaran itu, karena Rama merasa tawaran tersebut cukup menantang baginya.

"Okey gue mau," ujar Rama akhirnya. "Nama jalannya?"

"Jalan Aster putih nomor dua belas. Tepat di depan toko emas Emasku."

Rama mencerna baik informasi yang diberikan oleh Nata. Dia hanya menganggukan kepalanya. Tiba - tiba Nata menyodorkan sebuah amplop.

"Nih."

Rama bingung, "Buat?"

"Kata Anta, siapa yang minta bantuan lo pasti ngasih duwit ke elo," ucap Nata. "Dan ini nggak seberapa, gue harap lo bisa terima."

Rama mengambil amplop itu. Meniliknya sebentar kemudian dia masukan ke dalam tasnya.

"Thanks banget, seharusnya lo nggak usah gitu. Anggep aja gue nolong demi kebaikan," kata Rama dan Nata hanya tersenyum.

"Tapi kalau emang lo maksa, gue bisa apa?" ucap Rama terkekeh sedangkan Nata hanya mendengus kesal dan kemudian ikut terkekeh.

Hingga akhirnya Rama dan Nata saling berbincang hingga waktu yang cukup lama. Rama juga sangat friendly dengan orang lain, jadi tak heran jika Rama gampang nyambung saat berbincang dengan orang baru. Misalnya dengan Nata saat ini.

Continue Reading

You'll Also Like

5.3M 366K 68
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...
6.2M 107K 25
"Mau nenen," pinta Atlas manja. "Aku bukan mama kamu!" "Tapi lo budak gue. Sini cepetan!" Tidak akan ada yang pernah menduga ketua geng ZEE, doyan ne...
500K 39.8K 26
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
2.4M 132K 53
[PART MASIH LENGKAP] "Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua!" Baginya yang terbiasa dibandingkan den...