RAPUH

By _nabilaajeng

4.8K 1K 397

___________________________________________________ -RAPUH- Gadis yang b... More

-RAPUH : 01 Awal kesakitan
-RAPUH : 02 New own-
-RAPUH : 03 Hate
-RAPUH : 04 Sela Kecil-
-RAPUH : 05 Rasa
-RAPUH : 06 A little harsh
-RAPUH : 07 I want it
-CAST-
-RAPUH : 09 Fragile
-RAPUH : 10 Deep wound
-RAPUH: 11 I Want To Be Happy
-RAPUH: 12 I'm fragile
-RAPUH: 13 Three room

-RAPUH : 08 I can't find it

238 37 11
By _nabilaajeng


Senja tampak indah di ujung barat sana, sangat indah sampai-sampai Grisel enggan memalingkan tatapannya dari senja ini.

Hari ini Grisel pulang sekolah lebih lambat dari biasanya, ada kelas tambahan hari ini.

Berjalan menelusuri jalanan pulang, sekaligus mencari-cari spanduk lowongan pekerjaan. Dalam hati Grisel berteriak sangat ingin mendapatkan pekerjaan untuk kelangsungan hidupnya, disatu sisi Grisel cemas akan keadaan Neneknya di rumah sakit.

Grisel duduk di bangku taman, menglea nafas panjang. Lelah rasanya berjalan dari sekolah, mengirit pengeluaran berjaga-jaga untuk kebutuhan yang lebih penting.

"Huhh.. tidak ada lowongan pekerjaan sama sekali? Aish! Aku membutuhkannya.. sangat membutuhkannya ya Tuhan," Grisel bersender dan memejamkan matanya seolah berharap ada ibu peri datang dan memberinya keajaiban. Haha terlalu konyol.

Hari hampir petang namun Grisel belum juga beranjak dari bangku taman itu, membuang nafas gusar berkali-kali.

Ada seseorang turun dari motornya, menghampiri gadis yang masih memejamkan matanya sembari bersender di salah satu bangku panjang di taman.

"Kita bertemu lagi Gris" ucap orang itu saat tiba-tiba sudah duduk di sebelah Grisel.

"E-eh?" Spontan Grisel membuka matanya, menemukan sosok Devan di sampingnya.

"Untuk apa merenung disini? Pulanglah ini sudah hampir malam" ujar pria itu.

"Aku lelah, untuk apa kau kemari?" Tanya Grisel yang enggan menatap Devan karena jarak mereka dekat sekali dalam satu bangku.

"Aku melihatmu disini, sebenarnya baru saja pulang sekolah. Ayo pulang lah denganku Gris" Ajak Devan pada Grisel, Devan beranjak dari duduknya dan mengulurkan tangannya pada Grisel.

"Ehm? T-tidak, aku bisa naik taxi"

Devan tertawa, "Aku benci penolakan, ayo lah tuan putri" masih setia mengulurkan tangannya pada Grisel.

"Tuan putri? Yang benar saja!" Grisel tersenyum kecil karena Devan.

"Aku merindukan senyummu Gris" tanpa persetujuan Devan menggenggam tangan Grisel berjalan ke arah motornya, memakaikan helm pada Grisel yang tanpa sengaja ia membawa dua helm.

Grisel membelalakkan matanya karena perlakuan Devan, sebelumnya untuk dekat dengan laki-laki saja Grisel tidak pernah berfikir sejauh itu. Namun sekarang jelas sekali keduanya sangat dekat.

"M-makasih" Grisel canggung, apa sangat canggung? Ya!.

Devan melajukan motornya melewati jalanan yang mulai sepi, banyak sekali lampu di tepi jalan yang sudah menyala dengan berbagai warna membuat pemandangan lebih indah kali ini.

"Gris? Kau menyukainya?" Tanya Devan saat mereka mengelilingi bundaran air mancur yang indah.

"Tentu saja!" Jawab Grisel bersemangat.

Grisel benar-benar merasa senang ketika memiliki teman sekarang, apalagi seperti Devan si pria tampan dengan motornya.

Selang beberapa menit akhirnya mereka sampai di rumah Grisel.

"Hei, makasih" Ucap Grisel dengan senyumannya yang masih mengembang.

Devan mencubit pipi Grisel gemas, membuat Grisel terkejut karena diperlakukan demikian.

"Sama-sama Gris, lain kali boleh aku mampir kemari?"

Grisel membelalakkan matanya, bingung dengan ucapan Devan barusan. "Tidak!.. a-ahh maksudku jangan, orang tuaku bisa saja mengusirmu"

Devan terkekeh, "baik, masuklah aku akan menunggumu hingga masuk ke dalam."

Grisel tersenyum dan mengangguki.

"Gris.." Suster Ara menghampiri Grisel dengan sedikit berlari, wajahnya panik.

"Ada apa sus?" Tanya Grisel.

"Ny.Pranaja kritis"

"Nenek kritis?!!" Grisel menjatuhkan tas sekolahnya tiba-tiba.

Devan menarik pergelangan tangan Grisel, "aku akan mengantarmu ke rumah sakit, ayo." Devan menuntun Grisel ke motornya.

Sepanjang perjalanan hanya air mata yang membanjiri wajah Grisel, matanya sembab.

"Kita sampai gris, apa ini rumah sakitnya?," Tanya Devan saat turun dari motornya.

Terlalu banyak melamun hingga Grisel tidak fokus pada jalanan, "a-ahh iya ini tempat nenek biasa dirawat." Grisel berlari ke dalam rumah sakit, bertanya-tanya ruang rawat pemilik marga Pranaja itu.

#

Bram mondar-mandir didepan pintu ruangan Alena. Sesekali duduk dengan raut begitu tegang, panik, resah, semuanya bercampur dalam otaknya.

"Argh!! ini semua karena anak sialan itu!"

"Pah.. Mamah juga khawatir sama Ibu di dalam sana, jangan begini dong. Mamah khawatir sama Papa jadinya" Ucap Lavina atau istri Bram tepatnya. Lavina terus mengusap lengan Bram, berusaha menenangkan suaminya.

Disisi lain terdapat Rosa anak sulung mereka yang sedang tertawa dan sesekali tersenyum dengan melihat ponselnya, tidak terdapat raut khawatir, Rosa justru fokus pada dunia maya nya.

"Rosa! Nenek sedang kritis di dalam, dan kamu begini?! Nenekmu didalam sana bertaruh nyawa nak! Letakkan benda itu sebentar saja!" Bram kehilangan akal untuk menasihati anaknya itu, emosi? Ya.. Bram masih emosi

"Tapi pa.. apa salahnya Rosa mencari kesenangan? Nenek hanya kritis, bukan meninggal" Sahut Rosa seenaknya.

Lavina menatao tajam anak perempuannya itu, masih dengan menenangkan Bram.

Suara hentakan kaki terdengar ke arah mereka, Grisel menghampiri ketiga orang disana.

"Pa... N-nenek?" Grisel tak sanggup meneruskan kalimatnya, badannya di tahan oleh Devan agar tidak ambruk disana.

Bram berdiri, menghampiri Grisel disana.

Plakkk

Satu tamparan keras terkena pada pipi putih Grisel.

"Ini semua karena kamu! Ya.. kamu!! Seharusnya jangan ganggu kehidupan kami! Ibu saya terlalu menyayangi kamu hingga melupakan kesehatannya, dan peristiwa terakhir adalah kamu berada di kamar Ibu saya dengan keadaan Ibu saya tidak berdaya! Kamu apakan Ibu saya hah?!." Penuh penekanan sekali kata-kata yang terlontar dari Bram.

Grisel menangis sesenggukan, lemas, tidak punya arah. Menyedihkan ditambah lagi pipinya yang memar dengan satu tamparan keras.

"Apa salah gris? Ken-"

"Salah adalah hadir dalam keluarga saya, paham?!," Bram terus memojokkan Grisel sekarang.

Grisel kehilangan kendali, dia kini begitu berani menatap mata tajam Bram atau lebih tepat Papa, itu sebutannya.

"Siapa Gris sebenarnya? Kenaoa selalu Grisel yang salah?! Kenapa tidak Rosa, Papa, ataupun Mama? Atau juga pengurus rumah?! Kenapa harus Gris paa... Kenapa?!," Grisel menangis menjadi-jadi, nada bicaranya sangat tinggi.

Plakkk

Tamparan yang lebih keras mengenai pipi Grisel kembali.

"Turunkan nada bicaramu anak tidak tahu diri!"

Grisel tersungkur begitu saja di lantai, Devan dengan sigap membantu Grisel berdiri.

Kini Devan menatap tajam ke arah bram, "Mohon maaf sebelumnya, saya memang bukan siapa-siapa om, tapi apakah anda memiliki tata perilaku yang baik? Atau anda tidak tahu cara memperlakukan anak?" Devan begitu berani, tangannya tidak lepas dari tubuh Grisel yang lemas.

Bram tertawa samar, "Anak muda sekarang, tidak tahu sopan santun!."

Bughh!

Satu pukulan mengenai sudut bibir Devan, darah segar sedikit keluar dari sudut bibirnya.

Devan menyunggingkan senyuman fake nya, "Anda akan menyesal, lihat setelah ini apa yang akan terjadi pada keluarga anda!."

Devan menggendong tubuh Grisel pergi dari rumah sakit itu, Grisel tidak bisa berkutik badannya terlalu lemas sekarang. Bahkan untuk berbicara saja lidahnya terasa kelu.

Devan menurunkan tubuh Grisel perlahan dibangku taman di dekat rumah sakit itu.

"Hei? Kau baik-baik saja?" Devan menatap Grisel sendu.

"Bolehkah Gris mengakhiri semuanya? Gris lelah, Gris ingin kembali pada Tuhan," sahutnya.

Jawaban Grisel membuat Devan sulit mengatakan apapun saat ini.

"Gris.." Devan menatap Grisel dalam-dalam, "hei gadis cantik, dengarkan aku. Lelah itu wajar, tapi jika keputusanmu mengakhiri ini semua kau salah. Akan sia-sia pertahanan tembok kokoh yang kau bangun untuk tetap bertahan, kita bangkit ok?."

Grisel membalas tatapan devan, layu sekali matanya. "Gris tidak mau berjuang, Gris menyerah pada dunia ini."

"Tidak! Aku disini! Aku akan membantumu bertahan, keluargamu akan menyesal setelah ini."

Grisel terkejut, "a-apa? Apa maksudmu?,"

"Jangan difikirkan, ayo pulang." Sahut Devan buru-buru.

Grisel hanya mengangguki, mengikuti tuntunan Devan yang sudah beranjak dan menggenggam tangannya ke arah motor Devan yang terparkir.

Dalam perjalanan tidak ada titik fokus pada diri Grisel, semuanya berantakan, dunianya kembali kacau malam ini. Bahkan ada tetesan air yang sedari tadi membasahi mereka dijalanan ia pun tak merasa.

Devan menepikan motornya ditepi jalan, memakaikan jaketnya di tubuh Grisel. Menggosok-gosokan tangannya dan sesekali meniup tangannya memberikan rasa hangat.

Devan meraih tangan grisel, memberikan kehangatan serupa. Ada senyuman singkat dari bibir manis wanita di depannya itu.

"Ayo lanjutkan perjalanan kita, kita bisa menangis dengan hujan sekarang," Ucap Grisel tiba-tiba.

"Gris-" tertahan kalimat dari Devan.

Devan melajukan motornya kembali dengan hujan yang menemani perjalanan mereka. Tidak hanya perjalanan mereka namun hujan turun bersamaan dengan derasnya air mata Grisel sekarang.

Selang beberapa menit mereka sampai di rumah megah, bagus, rumah yang mewah.

Grisel terkejut saat menyadari itu bukan rumahnya "Dev, kenapa kita kesini?".

"Tenangkanlah dirimu disini, rumahku. Tenang saja kita tidak berdua, ada Ayah dan Bunda di dalam."

"T-tapi-" Devan tiba-tiba meraih tanganku dan berjalan masuk.

Keadaan badan kita saja masih basah kuyup karena hujan tadi, namun dengan percaya dirinya Devan menggenggam tangan Grisel masuk begitu saja melewati beberapa penjaga rumah besar itu.

"Ah itu Bunda," Devan masig menggenggam tangan Grisel menuju ruang tengah dimana Bundanya berada.

Keduanya berdiri tepat didepan Bunda Devan atau Lauren Aldebaran. Devan tersenyum pada Bundanya yang tengah fokus pada laptop, mungkin tentang pekerjaan.

"Bunda.." panggil Devan pelan namun lembut, sangat halus saat melewati telinga.

"Ehm? Kenapa pulang terlam-" Lauren menghentikan kalimatnya saat melihat Grisel juga ada disana, "Devan, jelaskan pada Bunda siapa dia?," Pinta lauren pada putranya.

"Grisel namanya bun, Devan mengajaknya menginap diluar hujan lebat." Masih dengan suara begitu pelan Devan meminta izin pada Bundanya.

Tidak langsung menjawab, Lauren mengamati Grisel dari kepala hingga ujung kakinya, tatapannya begitu mengintimidasi seolah mencari sesuatu. Benar-benar detail cara pandangnya, membuat Grisel begitu tidak nyaman disana.

-

To be continued-

Continue Reading

You'll Also Like

7.4K 302 9
Ketika sebuah cinta harus terhalang oleh tembok perbedaan kepercayaan. Sekuat apa pun menggenggam, tetap saja sulit untuk di miliki. Apa salah aku se...
2.4M 132K 53
[PART MASIH LENGKAP] "Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua!" Baginya yang terbiasa dibandingkan den...
ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2.1M 112K 58
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
4.2M 246K 60
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...