The Player VS The Playing | T...

By hermosavidazach

805K 75.6K 1.6K

Menjadi gadis paling yang tidak menonjol adalah tujuan Andrea. Selama hidupnya, Ibunya tidak suka jika ia ber... More

BLURB - ANDREA
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
XI
XII
XIII
XIV
XV
XVI
XVII
XIX
XX
XXI
XXII
XXIII
XXIV
XXV
XXVI
XXVII
XXVIII | END
Ekstra |1|
Ekstra |2|
Special Part Andrea & Arya

XVIII

21.3K 2.2K 39
By hermosavidazach

Matteo Lubis menendang tulang kering Arya yang disambut pelototan oleh pemuda itu. Arya pikir, Matteo Lubis sudah gila. Di saat putrinya sudah ada di depannya, dan ia setengah mati memancing kemarahan pria itu malah dihadiahi tendangan di tulang keringnya? Semua ini gara-gara Andrea yang menangis! Bukannya menerima pernyataan cintanya, Andrea malah menangis kencang dan membuat Arana khawatir.

"Kau! Sudah Om katakan, kau tidak boleh naksir pada Natte!" ujar Matteo Lubis dengan kesal.

Pradipta hanya tertawa, melihat putra sulungnya menderita dan ia sama sekali tidak mau menolong anaknya.

"Om!" bentak Arya. "Aku memang tertarik pada penampilannya yang udik itu!"

"Apa kamu bilang!? Udik? Wah... Pradipta!" kesal Matteo pada Pradipta. "Putramu ini memang setengah gila, dia naksir pada putriku tapi malah menghinanya!"

"Aku tidak menghina Andrea!" sekali lagi Arya berteriak. "Aku mengatakan kenyataan!"

"Pradipta, katakan pada putramu untuk menjaga batasannya pada Natte, putriku! Demi Tuhan, aku tidak akan membiarkan Arya jadi menantuku!"

Arya terkekeh pelan mendengarnya. "Lihat saja nanti, belum tahu rasa kalau aku sudah mencuri hati Andrea,"

"Arya!" geram Matteo kesal.

Pradipta menghela napasnya kesal. "Arya," kata pria itu dengan mendominasi. "Bukan saatnya kamu bersikap kekanakan seperti ini. Natte belum siap dengan kamu."

Arya mendengus mendengarnya. "Gadis itu terlalu kaku, bukan belum siap."

Matteo sekali lagi ingin menyiksa Arya. Namun Pradipta malah memotongnya. "Apa kamu tidak bisa melakukan pendekatan, Arya? Papa yakin kamu bukan pria bodoh."

Arya menatap Papanya tak percaya, ia baru saja disebut bodoh? Oleh Papanya sendiri? "Papa mengatakan aku bodoh?! Lalu bagaimana dengan pria ini!" tunjuknya pada Matteo. "Putrinya sudah ada di depannya, tapi pria ini malah diam saja seolah patung yang tak bisa berbicara!"

Matteo mendengus dan memutarkan bola matanya malas. "Diberi pernyataan cinta saja dia sudah shock, bagaimana bisa Om mengatakan kalau Om adalah ayahnya, Arya? Plis, Andrea keluar dari rumah sejak usia dia kecil, dan Om yakin dia sudah lupa akan wajah Ayahnya!"

"Lalu siapa yang salah di sini? Aku sudah membantu Om, kalau Om sampai menolak aku untuk menyukai Andrea, sama saja Om itu tidak berpikir rasional!"

"Kamu pikir Om tidak berpikir matang-matang? Dimana otak kamu, Arya? Om nggak yakin kalau kamu adalah the best eligible bachelor in the world, something was wrong here. What earth on doing right now? Kamu memang membantu Om, Om berterima kasih akan hal itu. But please, take care my daughter, Arya.."

Arya tersenyum mendengarnya. "Om ingin aku menjaga Andrea, ya?"

"Ya," jawab Matteo tegas.

"Kalau begitu, hanya ada satu yang aku inginkan."

"Apa?"

"Aku akan membuatnya jatuh cinta padaku." jawab Arya percaya diri.

Matteo membulatkan matanya. "No! I don't believe you!"

"What?!" balas Arya heran.

Matteo tersenyum dan melihat ke arah pemandangan danau yang ada di paviliun belakang kediaman Atmodjo itu. "Tidak sekarang, Arya. Setidaknya, usaha lah.."

"Cih," balas Arya dengan menyebalkan. "Aku bahkan bisa memilih wanita yang lain jika ingin."

"Kalau begitu lakukan lah," balas kedua pria itu bersamaan. Arya menatap Papanya dan Matteo bergantian.

"Married if you want, kamu mampu." ujar Matteo kembali.

Arya mengangguk. "I'm 29 and I'm fine. Tidak perlu secepat itu, bukan?"

"Ya, lagi pula kamu memang harus tetap kembali pada Atmodjo. Itu alur yang baik." kata Pradipta.

Arya memutarkan bola matanya dengan jengah, ia kini melihat Arana, Mamanya yang baru saja datang dengan wajah yang tidak bersahabat.

"Andrea sedang bersama Kepala Maid di depan sana. Dia baru saja selesai menangis." adunya pada Matteo.

Matteo menghela napasnya pasrah. "Apa dia tidak berbicara apapun?"

"Hanya bingung karena kelakuan putraku." balas Arana kesal.

Arya hanya tersenyum. "Sepertinya, aku adalah pria pertama baginya, Om." ujar Arya dengan bangga.

"Aku tidak akan membiarkanmu mendekatinya, Arya!" kesal Matteo kali ini.

Arana menjewer telinga putranya dengan kencang. "Sebenarnya apa yang kamu lakukan, Arya? Membawa Andrea ke Gala Charity Ball dan mengatakan bahwa dia kekasihmu?"

Arya meringis. "Ma! Lepaskan! Astaga.. Aku bukan anak kecil yang harus dijewer seperti ini, kan?"

"You should! You lie to me, ah Mama bahkan percaya dan hampir senang ketika kamu membawa Andrea ke hadapan Mama."

"Just stop it, Ma. Aku hanya tidak mau Mama terus menerus mengadakan blind date menyebalkan untukku."

"Arya.. Mama done with you, Ya.. Itu terserah kamu sekarang, tapi please jangan Andrea." kata Arana dengan serius.

"Why?! Kenapa kalian lagi-lagi melarangku?"

Matteo dengan dingin berkata. "Jelas ada aku yang harus kau lewati dulu, Son."

Arya menoleh dan lagi-lagi merasa kesal. Kenapa ketika ia berusaha menggapai sesuatu terasa begitu sulit? Apa pentingnya Andrea? Lihat saja, Arya akan membuktikan pada Matteo bahwa ia bisa melakukan apapun untuk membuat Andrea bertekuk lutut di kakinya!

Dari nilai 10 maka Andrea akan memberikan Arya nilai 100. Jangan tanya kenapa ia memberikan poin luar biasa untuk pria itu. Arya berhasil mengobrak-abrik perasaan dan pikirannya. Setelah di buat malu dihadapan orangtua pria itu, Arya malah bersikap dingin dan seolah-olah tidak terjadi apa-apa diantara mereka berdua.

Andrea tidak bisa pulang. Ia yakin, setelah pukul empat sore pun tidak ada tanda-tanda Arya akan mengajaknya pulang kembali. Pria itu malah sibuk dengan gadget-nya. Andrea sendiri merasa canggung dan ingin merubah suasana menyeramkan ini.

"Pak," panggil Andrea kini yang tengah duduk di sisi Arya, tepatnya di ruang tengah rumah besar itu.

"Hm?" jawab Arya malas.

Andrea berdeham dan membetulkan letak kacamatanya. "Kapan kita pulang?"

"Besok,"

"Besok?!" kedua mata Andrea membulat. "Sa-saya.. Harus.. Tidur dimana?"

"Di kamar saya boleh, jika kamu ingin." balas Arya santai.

Andrea ingin menjambak rambut hitam nan rapi milik Arya. "Pak! Saya, serius."

"Saya lebih serius," balas Arya lagi.

"Pak, kalau saya nggak pulang, nanti apa kata orang lain? Ini, terlalu berlebihan dan nggak sopan."

Arya menghela napasnya. "Tenang lah, Andrea. We need to talk right now."

Kening Andrea mengernyit heran. "Bukannya kita memang sedang berbicara?"

"Berbicara yang serius, Andrea."

Andrea mengangguk. "O-okay, kita mulai."

Arya kini memasukkan gadget miliknya ke dalam saku celana dan menatap Andrea dengan lekat. "Kamu lihat pria yang memakai kaus hitam tadi?"

Andrea mengangguk. "Yang tampan itu?"

"Jadi menurutmu dia tampan?!" balas Arya dengan shock. Ia tak menyangka jika ketampanan Matteo ternyata valid hingga diakui oleh putrinya sendiri.

Andrea mengangguk lagi. "Iya, dia tampan.. Sayangnya sudah tua saja, tapi masih terlihat oke, kok. Kenapa?"

Kini Arya yakin, Andrea benar-benar tidak mengingat Matteo. "Kamu benar-benar tidak tahu?"

Andrea lagi-lagi mengangguk. "I'm sure, Pak. Kayaknya saya baru lihat, atau mungkin.."

"He's your father, Andrea." balas Arya dengan cepat.

Mata Andrea membelalak tak percaya, tubuhnya menegang dan kini tengah berusaha mencerna apa kata-kata Arya.

"Dia Ayahmu," kata Arya sekali lagi berusaha membuat Andrea mengerti.

Andrea masih menatapnya, Arya tahu gadis tipikal Andrea tidak akan pernah menyembunyikan emosi yang ia rasakan.

"Matteo? Apa nama pria tadi Matteo Lubis?" tanya Andrea meyakinkan.

Arya mengangguk dengan santai. "Ya, Matteo Lubis, Ayahmu."

Andrea berdiri dari sofa dengan cepat. Ia menutup mulutnya sendiri dengan tubuhnya yang bergemetar. Setelah sekian tahun, ia melihat Ayahnya sendiri? Yang tak pernah ia kenali?

Astaga.. Bagaimana jika Ibunya mengetahui ini? Ibunya akan marah besar, bukan? Dan kenapa Ayahnya ada di sini? Apa kaitannya dengan keluarga Arya?

Setelah sekian lama, Andrea selalu membayangkan bagaimana wajah Ayahnya sendiri. Bagaimana rasanya merasakan pelukan aman dari sang Ayah, bagaimana rasanya memiliki seseorang pelindung yang ia sebut Ayah?

Jika saat kecil Andrea membayangkan bahwa pahlawan sejati adalah seorang Ayah maka itu benar. Tidak tahu siapa yang salah dan benar diantara kedua orangtuanya, Andrea tidak peduli, hanya saja.. Apa cukupkah bagi Ibunya menjauhkan dirinya dari sang Ayah?

Menutup segala komunikasi yang berhubungan dengan Ayahnya. Andrea tahu nama lengkap Matteo Lubis dari akta kelahiran miliknya, Andrea hanya bisa mengucapkannya dalam doa sebelum tidur. Tapi hari ini ia melihatnya secara langsung? Dan ia sendiri tak mengingat Ayahnya?

"A-aku.. Pak Arya.." lirih Andrea dengan gugup. "Dimana Ayahku?"

Arya tersenyum setelah menunggu sejak tadi atas shock yang Andrea rasakan. "Di taman belakang, hampiri dia, Andrea. Dia hanya sedikit takut, dan.. Ya, seorang pria yang sudah lama hidup sendiri dan takut akan penolakan."

Andrea menangis, ia mengusap air matanya yang turun membasahi pipinya. "Terima kasih, Arya, terima kasih."

Arya menegang mendengarkan panggilan dari Andrea yang tak biasa itu. Andrea menghapus embel-embel Pak yang biasa gadis itu pakai.

...

...

Andrea berlari menuju halaman belakang rumah Arya. Ia berlari menuju pria yang tengah berdiri sendirian dalam keheningan sore hari. Tak peduli napasnya yang sudah tersengal-sengal, paru-parunya yang membutuhkan pasokan oksigen, atau tangisan yang harus ia hentikan. Andrea tidak peduli.

Andrea ingin menggapai pria dalam impiannya, Ayahnya sendiri! Andrea ingin memeluknya dan mengatakan bahwa ia merindukannya.

Andrea berhenti tepat di belakang tubuh pria itu. Rambut putih yang sudah mulai bermunculan tidak mengganggu ketampanan pria itu. Sejak dimana Andrea melihatnya tadi pagi, ia merasakan hal aneh.. Rasa rindu yang tak bisa ia jabarkan, dan hal itu tersangkut dengan rasa curiganya pada Arya yang selalu memberikannya rasa-rasa magis.

Andrea menormalkan napasnya, tapi ia tahu isak tangisnya tidak akan bisa disembunyikan dengan baik. Sejak kecil, Andrea anak manja, ia suka sekali menangis dan saat itu ia mengingat ada jari-jari besar dan hangat yang akan selalu menghapus air matanya.

"Ayah.." lirih Andrea di belakang Matteo. "Ayah.." panggil Andrea sekali lagi.

Matteo menggenggam erat kepalan tangannya sendiri, ia membalikkan tubuhnya dan melihat putrinya sendiri yang sudah berlinangan dengan air mata. Wajah Natte-nya yang basah, putrinya yang sudah tidak ia temui selama tujuh belas tahun terakhir.

"Natte," balas Matteo dengan pelan.

Andrea menghapus air matanya sendiri dan menatap Matteo. "Ayah.."

"Natte,"

Matteo tak kuasa lagi menahannya, ia menarik tubuh Andrea dan memeluknya. "Natte putri Ayah.."

"Ayah.." isak Andrea di pelukan Matteo. "Maafin Natte, Ayah. Natte nggak ingat Ayah, Natte sudah lupain Ayah.."

Matteo memeluknya tak kalah erat, ia mencium puncak kepala Andrea dan berkata. "Don't blame yourself, this is not your fault. Aku terlalu pengecut dan takut berhadapan dengan kamu."

Andrea menggeleng di pelukan Matteo. "Ayah bukan pengecut, kau bukan Ayah.."

Matteo menangis, putrinya sudah ada di pelukannya. "Maafkan Ayah, Natte."

Andrea mengangguk, hatinya menghangat kala mendengarkan panggilan masa kecilnya yang hilang itu. Natte, ia dikenal sebagai Natte, bukan Andrea.

"Natte sayang Ayah.." kata Andrea sambil menatap Matteo.

Matteo mencium kening putrinya. "Sekarang, Ayah nggak akan membiarkan kamu jauh dari Ayah lagi. Kita hadapi Ibumu yang keras kepala itu, dimana dia sekarang?"

"Ibu di Bandung, selama ini kita tinggal di Bandung, Ayah."

Matteo menghela napasnya dengan kesal. "Ibumu menyembunyikan kamu selama ini, Natte. Ayah paham, kesalahan Ayah tidak akan bisa dia maafkan."

Andrea menggeleng. "Ayah, Ibu merindukan Ayah juga kok."

Matteo menggeleng tak percaya. "Ibumu adalah wanita paling tega, Natte. Sepertinya Ayah harus bersujud dan mencium kakinya, pada saat itu Ayah yakin dia akan memaafkan Ayah."

Andrea terkekeh mendengarnya. "Aku sedang di hukum, Ayah. Ibu sebenarnya nggak setuju aku kerja di Jakarta."

"Why? Lihatlah, Ibumu itu pemarah sekali. Tell me, selama ini apa kamu selalu dimarahi olehnya?"

Andrea menggeleng. "Sesekali, Ayah. Tapi aku memang bukan anak yang baik, Ibu selalu kerja.. Tapi, aku tetap menyayangi Ibu."

Matteo mengangguk paham. "Of course, urutanku dalam kehidupan kamu adalah nomor dua, Natte. Ibumu yang pertama."

Andrea mengangguk setuju. "Sudah lama aku tidak di telepon Ibu. Aku lebih sering mengirimkan pesan padanya, yang jelas tidak Ibu baca dan tidak Ibu balas."

"Ibumu memang kejam," timpal Matteo lagi.

Andrea tertawa dan kini memeluk Matteo lagi. "Ayah harus menemui Ibu."

"Ya, Ayah akan menemuinya dan mencium kakinya, Natte."

Andrea terkekeh sekali lagi. "Jangan berlebihan juga, nanti Ibu tidak akan suka."

"Natte," kini kata Matteo yang memegangi kedua bahu Andrea. "Ibumu tidak menikah dengan pria lain, kan?"

"Nggak, Ayah. Ibu sangat anti.. Sangat-sangat membenci pria. Itu yang Ibu ajarkan padaku, sehingga aku pun harus menuruti batasan-batasan yang Ibu lakukan."

Matteo melepaskan kedua tangannya dari bahu Andrea. Jadi, Zoya masih trauma dan kini malah membenci para pria?

"Ibumu pasti akan marah besar pada Ayah." lirih Matteo.

Kening Andrea bekerut. "Sebenarnya, apa yang Ayah lakukan dulu? Kenapa Ibu sampai membawaku dan memisahkan aku dari Ayah?"

Matteo menatap Andrea dengan sendu. "That's a long story, Natte. Nanti Ayah akan menceritakannya pada kamu. Sementara ini, I'm very grateful bertemu dengan kamu lewat Arya. Who know? Arana dan Pradipta adalah teman Ayah, Natte. Dan ternyata kamu bekerja di stasiun televisi milik Arya si anak keras kepala itu? Bagaimana bisa?"

"I love being creatif, Ayah. Aku sangat menyukai passion-ku sekarang."

Matteo menghela napasnya dan mengusap puncak kepala Andrea. "Ayah bahkan bisa membuatkan stasiun televisi untukmu jika kamu mau. Tapi, kamu malah bekerja untuk si Arya the stubborn. Jika kamu sudah lelah dan malas bekerja, tell me.. Biar Ayah yang menyiapkan segalanya untuk kamu."

"Ayah.. Itu tidak perlu, aku bisa—"

"Setelah 22 tahun, Ayah harap kamu tahu, kalau apapun yang Ayah punya tidak berguna jika kamu tidak memakainya. That's all yours, technically is mine. Tapi kamu memiliki andil untuk memegang semuanya."

"Ayah.." lirih Andrea tak bisa berkata-kata.

"Now, you're a Lubis Daughter. Jangan takut, maafkan Ayah karena selama ini tidak ada bersama Natte. Tidak di sisi Natte selama kamu membutuhkan Ayah, Ayah tidak bisa membayangkan seberapa jauh dan susahnya segala hal yang sudah kamu tempuh. But, I just can say this.. I'm proud of you my daughter."

Andrea lagi-lagi menangis mendengarkan rentetan kata-kata indah dari sang Ayah.

"And I'm proud being your father, thank you for being my Natte. You're always my Natte even you're 22 years old. I'm sorry, Natte.. Untuk semua waktu yang sudah memisahkan Ayah dan kamu. I will always love you."

"Ayah..."

Andrea berhambur memeluk kembali Matteo dengan hangat. Satu keluarga di balkon atas, Arana, Pradipta dan Arya tersenyum haru. Melihat bagaimana bersatunya Matteo dan Andrea yang sudah terpisahkan selama beberapa tahun lamanya.

Karena setiap perpisahan, maka selalu ada pertemuan yang Tuhan rencanakan. Akhir bukan dari segalanya, tapi akhir adalah awal baru yang harus diciptakan kembali.

Continue Reading

You'll Also Like

98.4K 6K 23
Regina, cewek biasa aja yang sudah menjomblo dua tahun bertemu dengan Martin cowok yang digilai banyak wanita. Wajah tampan, kulit putih bersih, ting...
27.3K 3.5K 6
Bersahabat dan masih sama-sama sendiri hingga usia nyaris menyentuh kepala tiga, membuat orang tua Gaven dan Adel gemas sampai akhirnya mereka memutu...
KailAziel By amalia

Teen Fiction

44.3K 2.1K 10
[ Follow Sebelum Membaca -! ] Kaila Adelyn Anandyta, seorang gadis cerdas dengan sifat angkuh dan sombongnya. Kaila sangat di idolakan oleh para guru...
1.9M 8.5K 17
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...