Lluvia

Par mafiakangkung

61.9K 6.6K 7.5K

[𝙊𝙣 𝙂𝙤𝙞𝙣𝙜] Lluvia / Yu-vee-ah Spanish (n.) Rain Qaaley Wonwoo Aestas terlahir di era yang memandang ke... Plus

Guide to Lluviaverse
Capítulo 00 : introducción
Capítulo 01 : un amante de la libertad
Capítulo 02 : un momento caótico
Capítulo 03 : una sonrisa pacífica
Capítulo 05 : uno despiadado
Capítulo 06 : un aroma potente
Capítulo 07 : un melocotón en flor
Capítulo 08 : una negociación
Capítulo 09 : un primer encuentro
Capítulo 10 : un hombre de hombros anchos
Capítulo 11 : lazos de sangre de la familia
Capítulo 12 : esperanzas rotas
Capítulo 13 : verdad amarga
Capítulo 14 : hermoso error
Capítulo 15 : efecto mariposa
Capítulo 16 : antes de irte
Capítulo 17 : quemar el océano
Capítulo 18 : nuevo al comienzo
Capítulo 19 : entre vida y muerte
Lluvia F.A.Q
Capítulo 20 : ser el único
Capítulo 21 : en nombre del amor
Capítulo 22 : no puedes escapar
Capítulo 23 : el último diablo
Capítulo 24 : un nuevo día, un nuevo comienzo
Capítulo 25 : bello durmiente

Capítulo 04 : un nuevo secreto

2.1K 354 438
Par mafiakangkung

Chapter IV : A New Secret

"I thought about how there are two types of secrets: the kind you want to keep in, and the kind you don't dare to let out." —Ally Carter

.

.

.

Wonwoo tidak pernah memahami Mingyu.

Sedikitpun, tidak ada satu bagian dalam otaknya yang bisa menerjemahkan seberapa aneh Dorado termuda di antara empat anggota familia yang terdampar di La Cascada. Masalah Seungcheol saja sudah membuat Wonwoo kehilangan semangat karena selama mereka tinggal satu atap, tak pernah sekalipun absen merecokinya. Katakanlah sudah tiga hari ini si Dorado tertua pergi entah ke mana, tanpa pamit pada Wonwoo namun seperti sudah dimaklumi oleh tiga Dorado lainnya.

Sudahlah, terserah. Wonwoo malas membahas Seungcheol karena selama tiga hari itu pula dia mendapatkan kebebasan yang berharga. Meski tidak bisa dikatakan bebas sepenuhnya, ya bayangkan saja bagaimana Wonwoo tidak kesal jika terus-terusan dijadikan sebagai objek mata genit Kylan Mingyu. Pasalnya sejak kepergian Seungcheol, Dorado paling muda itu melayangkan tatapan tajam padanya. Entah apa motivasinya, tapi Wonwoo betul-betul merasa sudah direnggut kenyamanannya. Seolah-olah tatapan Mingyu meremehkan eksistensi Wonwoo yang dianggap rendah. Dia paham seberapa hebat sosok Mingyu Dorado yang memiliki tubuh idaman dengan wajah rupawan. Tapi bukan berarti jika menyadari kelebihan diri sendiri bisa dengan mudah menyepelekan orang lain dong ya? Enak saja.

Sudah setengah jam berlalu sejak kegiatan Wonwoo mencuci piring seusai makan, mereka berdua berdiri bersebelahan di mana Mingyu sedang memasak pasta. Anehnya, alih-alih pergi karena tugasnya sudah selesai, Wonwoo malah mematung di tempat. Melakukan kegiatan paling bodoh yakni mengelap piring basah. Semakin menambah canggung kondisi dapur super buluk di mana mereka terdampar tanpa kata. Dibandingkan Mingyu yang terkesan agresif karena selalu kepergok sedang menatapnya, kenyataan justru mengatakan jika di sinilah Wonwoo yang lebih penasaran.

Buktinya sekarang dia sedang memerhatikan seberapa lincah tangan Mingyu yang leluasa mengaduk saus pasta dengan spatula. Wonwoo baru tahu jika ternyata pemuda itu adalah seorang kidal. Hebat juga melakukan banyak hal menggunakan tangan kiri. Banyak orang yang mengatakan jika seorang kidal sudah pasti diberkahi spesialisasi yang tidak dimiliki pengguna tangan kanan lain.

Haaah, tapi sepertinya Wonwoo ragu dan enggan berharap lebih pada Kylan Mingyu. Di benaknya, si pemuda tak lebih dari pemuda mesum karena selalu diam-diam mencuri pandang. Kadangkala wajah tanpa ekspresi itu berakhir konyol lantaran ketahuan Wonwoo. Persis maling karena tindakannya benar-benar mencurigakan. Dasar beruang mabuk!

Lebih baik Wonwoo sudahi saja kegiatan tak jelas ini lalu ikut berkumpul dengan Jun dan Seokmin di ruang tengah. Tapi sayang, saat membalikkan badan sebuah dada bidang memblokade jalan. Bahkan nahasnya, wajah Wonwoo harus menjadi korban lantaran terkantuk sesuatu yang cukup keras di depan sana.

Astaga, apa itu? Kenapa sekeras batu?

"Ya Tuhan, Kylan! Tak bisakah kau untuk tidak berdiri di belakangku?"

"Tak bisakah kau pun untuk tidak berdiri di depanku?"

"Loh, jalanan ini kan bukan milikmu. Bukan pula hakmu untuk mengatur orang. Aku mau pergi, jadi tolong jangan halangi langkahku."

"Ya, aku juga mau mengambil piring, jadi tolong jangan menghalangiku."

"Hah?"

Wonwoo emosi. Langkahnya yang serampangan mencoba keluar dari kungkungan si pemuda namun lagi-lagi gagal karena setiap Wonwoo bergerak ke kanan maupun kiri, Mingyu selalu mengikuti. Entah disengaja atau tidak, tapi hal tersebut berhasil membuat Wonwoo semakin kesal dan mendorong bahu tegap Mingyu. Nahasnya, dikarenakan lantai licin berakibat pada kaki Wonwoo tergelincir dan hampir terjengkang ke wastafel jika punggung dan kepalanya tidak segera diraih Mingyu.

"Kau gila, ha? Bagaimana jika kepalamu terbentur?"

"Ma-maaf," cicit Wonwoo yang masih shock dan sebisa mungkin mencoba tenang di tengah kondisi super sunyi.

Saking sunyinya, Mingyu bisa mendengar detak jantung Wonwoo yang berpacu heboh laksana festival drum. Terang saja, siapapun pasti akan terkejut setelah mengalami hal yang sangat mendadak dalam kurun waktu singkat. Beruntung Mingyu memiliki refleks yang baik karena selain menahan tubuh Wonwoo, dia berhasil menyeimbangkan diri agar tidak terbawa gravitasi.

"Terima kasih sudah menolongku, t-tapi sepertinya kau tidak perlu menahanku selama itu. Aku tidak apa-apa kok, ya ... aku baik-baik saja."

"Hm."

Tapi bukan berarti Mingyu membiarkan Wonwoo begitu saja. Meski berhasil menahan tubuh yang lebih ringan darinya, Mingyu memilih untuk berdiri tegap dan lagi-lagi menghalangi akses Wonwoo. Atmosfer canggung semakin diperparah oleh kesunyian yang juga semakin melingkup, Wonwoo rasa dia tidak begitu buruk dalam berkomunikasi dengan manusia, tapi entah kenapa dalam kasus Mingyu selalu ada ragu dan segan untuk memahaminya? Wonwoo sangsi, apakah jangan-jangan Mingyu memang tidak mengerti bahasa yang digunakan rakyat Paradia? Sejauh ini, bahasa yang paling sering diucap Mingyu persis bahasa kalbu apalagi hm hm hm nya itu.

"Maaf, tapi bisakah kau untuk ... memberikan ruang agar aku bisa keluar? Aku masih ada pekerjaan lain, dengan kau berdiri di hadapanku hanya akan menghambat pekerjaanku."

"Kau ...."

"Iya?"

"Masih menggunakan sabun bayi, huh?"

"...?"

Demi Dewa, otak Wonwoo benar-benar tidak paham dengan isi kepala Mingyu. Sabun bayi dari mana jika toiletries yang sudah disiapkan sebelum hijrah ke La Cascada saja tertinggal di flatnya. Dan lagi Wonwoo tidak pernah membeli sabun apalagi parfum bayi, bahkan aromanya tidak begitu familier. Selama 19 tahun hidup di bumi, Wonwoo tidak pernah bersinggungan langsung dengan makhluk mungil bernama bayi. Sehingga gambaran akan aroma sabun yang dimaksud Mingyu terasa lebih halu dari kenyataan itu sendiri.

"Kau meledekku? Aku bahkan tidak menggunakan parfum apa-apa. Sepertinya penciumanmu betulan rusak. Lebih baik cek ke dokter saja sana. Jangan dibiarkan terlalu lama nanti bahaya."

"Tidak, aku tidak salah. Aromamu memang seperti bayi."

Mingyu mendekatkan diri pada Wonwoo di mana jarak keduanya terpaut tipis. Tangan berotot sang Alpha bertumpu pada tembok. Mengukung si Dorado gadungan dan dengan lancangnya masih dalam keterkejutan yang luarbiasa, Mingyu malah menjatuhkan wajahnya di perpotongan leher Wonwoo. Mengendus dan menghidu sedalam-dalamnya aroma yang dia maksud itu.

"Y-Ya mesum! Apa yang kau lakukan, hah? Lepas! Lepaskan pinggangku dan angkat wajah mesummu dari leherku, Kylan!"

"Kau sama sekali tidak merasakannya? Aroma tubuhmu seperti bedak tabur bayi, Qaaley."

"Tidak! Persetan dengan bedak tabur! Aku tidak suka bayi. Aaaaah, ayo pergilah, jangan nodai aku. Aku masih ingin menikahi wanita cantik yang jelas tidak mesum sepertimu."

Jika dilihat memang pose keduanya cukup mengundang pertanyaan besar. Apalagi bagi Seokmin yang tiba-tiba muncul dari belakang punggung Mingyu, wajar jika angle yang dia terjemahkan kini adalah Wonwoo sedang memeluk mesra adik bongsornya itu.

"Oya? Pantes saja kucari kalian ke mana-mana tidak ada, ternyata ada di sini." Seokmin mengambil gelas dan menuangkan air minum. "Syukurlah, dua adik manisku sudah akur bahkan saling memeluk mesra. Maaf ya jika kedatanganku malah mengganggu, tapi ini benar-benar tidak disengaja. Selamat bersenang-senang Kylan dan Qaaley. Aku pergi dulu, hahaha."

Begitu Seokmin lesap di balik pintu, Wonwoo mendorong sekuat tenaga dada bidang Mingyu yang enggan beranjak barang sejengkal pun. Meninggalkan si pemuda mesum di dapur sendirian, sedangkan wajah Wonwoo entah sudah semerah apa sekarang. Yang jelas kondisi hatinya tidak baik-baik saja. Bagaimana cara Mingyu mendekatkan diri padanya, bahkan napas hangat si pemuda berembus di lehernya benar-benar hal yang sangat fatal dan berbahaya. Sebab Wonwoo di tengah panik luarbiasa susah payah menghalau pening, bahkan hampir saja pingsan jika tidak ditahan sekuat tenaga. Beruntung Wonwoo masih bisa bersikap wajar seolah tidak terjadi apa-apa begitu mendudukan diri di sofa bersama Jun dan Seokmin di ruang tengah.

Beberapa menit kemudian, Mingyu datang membawa piring berisi pasta yang mengepulkan uap panas dan beraroma lezat. Padahal mereka baru saja selesai makan malam, dan Wonwoo masih ingat dari tiga Dorado yang ada, satu dari mereka masing-masingnya menghabiskan tiga kotak nasi organik yang dibeli di mini market. Pantas saja Dorado terlahir dengan tubuh bongsor bak algojo, dari asupan makan saja tidak pernah cukup satu porsi. Malah setelahnya ditambah menyemil pasta dengan kandungan karbohidrat tinggi.

"Ah, kenyang. Aku tidak sanggup mengunyah lagi. Pasta buatan Kylan memang terbukti juara soal citarasa. Tapi sayangnya aku harus segera pergi ke galeri. Sepertinya untuk malam ini dan besok aku tidak bisa pulang karena harus latihan di sanggar."

Jun mengangguk saat menikmati pasta buatan adiknya, memerhatikan Seokmin yang terburu-buru. "Hati-hati, Arthur. Jangan lupa membawa payung dan jas hujan, aku takut canvasmu basah saat di perjalanan."

"Tidak perlu khawatir, Javiero. Jika basah, aku bisa minta kompensasi pada Lluis. Dia pasti tidak masalah meski harus mengganti satu lusin sekalipun."

"Ya, itu kan jika canvas yang kau bawa memang masih kosong melempong. Bagaimana jika ternyata sudah ada sketsa maupun gambarnya?"

"Asal kau tahu, aku ini bukan tipe seniman yang mudah hilang inspirasi sehingga harus membawa alat dan melukis di sembarang tempat. Aku tipe setia, imajinasiku menyala saat berada di galeri saja."

"Hampir saja aku lupa. Kemarin Jisoo menanyakanmu dan membahas masalah lukisan. Kira-kira kapan kau akan menyelesaikannya?"

Sontak wajah Seokmin memerah saat mendengar kalimat Mingyu. Pemilik nama lengkap Eden Jisoo Lupus adalah ladang inspirasinya, termasuk melukiskan wajah yang merupakan bisnis di antara mereka namun terasa seperti pendekatan sakral sebelum menyatakan cinta. Semua penghuni ruangan paham perasaan Seokmin sebenarnya, namun sayang bagi Wonwoo yang baru terkonfirmasi sebagai warga La Cascada selama dua pekan malah mengalami kesulitan untuk peka. Padahal dari segi privilege dia adalah orang pertama yang melihat hasil lukisan Kakak Doradonya.

"Sedikit lagi. Bilang saja pada Eden, aku butuh waktu ... um, paling lambat minggu ini."

"Yoooo, romantis sekali hubungan kalian? Aku heran kenapa seorang Arthur Seokmin bisa begitu ciut saat berhadapan dengan Eden. Bukankah kalian sering bertemu? Apalagi dia adalah temannya Kylan, rasanya aneh saja saat melihat drama roman picisan terjadi di La Cascada yang terkenal tidak pernah ramah soal asmara."

"Dia terlalu pengecut," sindir Mingyu seraya menyeringai pada Seokmin yang tertawa. "Padahal Eden sendiri yang sudah mulai mendekat, tapi kau terlalu payah untuk melancarkan kode lain."

"Astaga, kalian ini kenapa senang sekali meledekku? Sudah berulangkali aku katakan, sampai semua lukisanku laku terjual dan menjadi orang yang bisa melunasi hutang-hutang Brendan, aku baru bisa menyecap apa itu cinta. Eden jelas berharga, sudah kewajibanku untuk memerjuangkannya."

"Hah, dasar payah. Jika kau terus menerus begini, jangan salahkan waktu jika ada orang yang ingin serius dengan Eden. Kau pasti akan berakhir galau jika tidak segera berjuang."

"Betul juga. Tapi ... ah, sudah dulu ya, aku harus berangkat sekarang. Semuanya ... aku pergi dulu."

"Oh, hati-hati!" balas tiga penghuni di ruang tengah lainnya. Wonwoo menatap punggung Seokmin yang secepat kilat hilang di belokan.

Padahal memang eksistensi Seokmin terbukti membantu terciptanya kedekatan di antara Dorado lain. Sebab jika Wonwoo perhatikan lagi, baik Jun dan Mingyu benar-benar mirip. Selain karena faktor genetik, pembawaan mereka yang tidak banyak berbicara jika berada di tempat sama akan menjadi kasus berbeda jika diubah menjadi Jun dan Seokmin. Pasti Wonwoo tidak akan secanggung ini karena Seokmin selalu menjadi jembatan di antara mereka. Kombinasi kakak beradik Dorado sangat mengerikan jika tidak bisa memahami celahnya. Seperti Wonwoo sekarang yang merasa beku bak terdampar di kutub utara.

"Kylan, bukankah sebentar lagi kau akan memasuki siklus rut? Apa kau akan mengambil cuti?"

Mingyu mengangguk. "Mungkin sesekali aku berkunjung ke Simpático. Mengingat beberapa anggota lain pun ada yang memiliki siklus rut di tanggal yang sama. Kami masih kekurangan tenaga pengajar."

"Benar juga, selain kau ada Lucanie yang juga seorang Alpha dominan. Lebih baik kau istirahat saja di rumah, andai aku tidak sibuk dalam minggu ini mungkin bisa membantu kalian."

"Apa siklus rutmu sudah lancar? Sudah tiga hari Brendan tidak pulang. Aku curiga dia mengalami masa yang lebih panjang dari sebelumnya."

"Belum terlalu," Jun terkekeh mengingat kondisi mereka yang meskipun Alpha tapi sangat berbeda karena di antara 4 Dorado, hanya Mingyu yang mengalami siklus rut lancar dan rutin setiap bulannya. Bahkan saking lancarnya, Mingyu bisa mengatur akan selama apa. Benar-benar hal yang tidak bisa Jun lakukan karena baik dirinya, Seokmin, dan Seungcheol adalah seorang Alpha resesif.

Tapi, akhir-akhir ini Seungcheol sudah memasuki siklus rut yang lebih baik karena kabarnya berhasil mendapatkan Omega dominan. Namun sayang, meskipun mereka tinggal satu atap, urusan seksual bukan hal yang bisa digosipkan dengan santai. Seperti ada sekat di antara mereka berempat, yang mana tidak ada satupun yang mengetahui pengalaman ranjang masing-masing. Setidaknya sebagai warga La Cascada yang bebas tanpa aturan mengikat, masalah itu malah menjadi privasi yang dijaga oleh Dorado yang tersisa.

Dan jangan salahkan Wonwoo jika tidak mengerti arah pembahasan dua Dorado ini. Hidup sebagai seorang Beta male adalah hal paling normal karena memang tidak ada hal aneh yang Wonwoo rasakan. Apalagi mendapat siklus heat maupun rut rutin seperti yang Kakak Doradonya katakan. Yang dia tahu dan pernah alami hanya mimpi basah saat berusia 15 tahun dulu. Tapi setidaknya Wonwoo mencoba menghargai, karena mayoritas orang di sekitarnya adalah Alpha dan Omega. Meski populasi Beta lebih banyak di dunia, tapi tetap saja di lingkaran Wonwoo didominasi oleh manusia spesial. Hanya dia yang hidup dalam tanda tanya. Terutama memertanyakan seberapa nyaman hidup sebagai golongan spesial dan terkadang diagung-agungkan oleh Beta lainnya.

"Aku iri padamu, Qaaley," Jun tiba-tiba membuka suara. "Selama ini kau pasti hidup tenang karena tidak memikirkan apa yang kami pusingkan. Jika boleh memilih, rasanya aku ingin terlahir kembali sebagai Beta. Kau harus bersyukur karena kau spesial."

"Terima kasih, Jun. Tapi tidak juga ... aku merasa biasa-biasa saja. Ah, aku memang tidak mengerti dengan istilah-istilah yang kalian katakan. Jadi, maaf jika aku hanya bisa menyimak."

"Itu lebih baik daripada kau ikut dalam obrolan dan bersikap sok tahu."

"Bukan sok tahu! Aku memang betul-betul tidak tahu. Lagi pula kenapa kau senang sekali marah-marah sih? Apa memang semua Alpha terlahir seperti dia ya?"

"Hahaha, tidak, Qaaley," Jun mengibaskan tangan seraya tertawa. "Itu memang sudah menjadi sifat Kylan, kau pasti akan terbiasa. Jadi, maafkan dia yang suka seenaknya ya?"

"Karena aku baik, aku sudah memaafkan dia jauh-jauh hari kok. Bahkan sebelum mulutnya yang menyebalkan meminta maaf."

"Cih," protes Mingyu melipat tangan sedangkan Wonwoo dan Jun tersenyum seolah meledek Dorado bongsor itu. "Dasar menyebalkan."

Kau yang lebih menyebalkan, Tuan Beruang! -Wonwoo

"Ah, iya, bukankah hari ini adalah jadwal kau ikut denganku ke bar? Kebetulan aku mendapat shift malam, atau kau ingin mengganti waktu saat aku mendapat shift siang?"

"Bukan masalah, Jun. Mau pagi, siang, bahkan malam sekalipun aku akan ikut denganmu."

"Baiklah, kalau begitu sebelum kita berangkat mau kan mengantarku belanja beberapa persediaan? Karena Kylan sebentar lagi akan memasuki masa rut, sepertinya kita butuh menyetok bahan makanan yang cukup di rumah."

"Baik! Laksanakan!"

Wonwoo bangkit dengan senyum riang, namun lagi-lagi terganggu lantaran tatapan tajam Mingyu masih menghujam. Ya Tuhan, tak bisakah Kau menukar sepasang mata si pemuda Dorado mesum ini dengan bakso ikan?

Ini namanya pelecehan seksual! Wonwoo geram dan ingin mendaratkan bogeman, tapi saat memberanikan diri untuk menatap Mingyu, degub tak nyaman menginvasi dada.

Wonwoo tiba-tiba merasakan sensasi aneh yang jelas berbeda.

Tidak ya, tidak. Meski tampan, tapi Kylan Mingyu Dorado itu menyebalkan!

•••

Sama-sama terletak di Distrik 13, tempat Jun habiskan hampir 24 jam waktu kerja yang tak beraturan yakni bar tanpa nama betul-betul berlokasi di dalam gang sempit yang jauh dari jalan utama.

Lucunya, saking banyak pengunjung karena dibandingkan kota lain, La Cascada memang menjadi destinasi untuk bersenang-senang. Sehingga mayoritas yang bisa kalian temukan di sepanjang jalan hanya bar, tempat hiburan, dan warung remang-remang. Bahkan bar tempat Jun bekerja selalu buka selama 24 jam dalam sepekan. Tinggal membagi shift beberapa personil yang ternyata lebih dari 20 orang. Siapapun yang membuka bisnis dalam bidang ini pasti akan untung besar. Benar-benar kontradiktif dengan El Fuego yang membatasi populasi tempat hiburan malam.

Harusnya Wonwoo jangan terlalu berharap. Sejak tahu jika dia akan menantang maut di kota dengan angka kejahatan paling tinggi, pastinya suatu kemustahilan menemukan kerumunan yang lebih normal. Selama dua pekan, Wonwoo sedikit demi sedikit terbiasa. Walau ada beberapa hal yang masih belum masuk dalam akal pikirannya, seperti kondisi ekonomi Dorado yang tersisa jika melihat desain bar dari dalam.

Dalam ekspektasi Wonwoo, Jun bekerja di tempat yang tak kalah kumuh seperti warung remang-remang. Ternyata salah besar, interior dan koleksi minuman beralkohol yang dipajang di rak berukuran besar betul-betul memberikan kesan mewah dan mahal. Wonwoo takjub melihat seberapa estetik bar dengan nuansa kayu namun luxury, bahkan bahan kursi seperti terbuat dari kulit hewan kualitas premium. Penjahat akan menjadikan tempat ini surga sebab ada banyak barang bermerk dari dalam negeri maupun luar Paradia.

Saking takjubnya, Wonwoo tiba-tiba lupa cara bernapas yang benar bagaimana.

"Qaaley, apa kau haus?"

"S-sedikit."

"Kalau begitu duduklah," pinta Jun sambil senyum. "Bar masih sepi karena masih ada jeda 1 jam sampai shift malam dibuka. Tunggu sebentar, akan aku buatkan kau minuman."

"Tidak usah, Javiero. Air putih saja, aku tidak terbiasa minum selain jus dan air putih."

"Ah, benarkah? Baiklah, aku buatkan jus mangga saja ya?"

Ya sudah, Wonwoo kepalang canggung lantaran tak mau menolak kebaikan sang kakak memilih duduk di kursi yang menghadap counter, di mana Jun sedang mengenakan apron hitam. Padahal Wonwoo sudah melihat seragam Dorado tampan itu sepanjang perjalanan, tapi begitu Jun berdiri di bawah lampu aura Alpha tampan nan menawan langsung menguar.

Pemuda itu memang betul-betul seorang Dorado. Karena selain diberkahi tubuh tinggi dengan massa otot yang ideal bahkan menjadi idaman, sekilas wajah Jun mirip dengan Yuri kala tersenyum. Meski genetik yang paling kental ada di wajah Mingyu, namun dua Dorado itu memang betulan anak kandung dari sang ibu. Wonwoo tersenyum miris, berpisah selama dua pekan berhasil membuat gila karena menahan rindu. Jika biasanya setiap tiga hari sekali akan mengunjungi rumah sakit seraya membawakan bunga berbeda, kini kebiasaan itu harus digantikan harapan semata.

Tapi, setidaknya Wonwoo bersyukur bisa bertemu dengan 4 Dorado yang tersisa. Dia sangat berterima kasih dengan kenyataan jika kakak-kakaknya hidup baik-baik saja di La Cascada.

"Sebentar lagi akan ada banyak pengunjung. Jadi, kau tidak perlu bingung ya, Qaaley. Duduk manislah di kursimu dan fokus memerhatikanku selama meracik minuman."

"Um, apa aku boleh membantu mengelap meja dan kursi sebelum bar dibuka?"

"Tidak perlu. Toh, itu sudah menjadi tugas karyawan di shift sebelumnya."

"Tapi jika hanya duduk dan berdiam diri ... membosankan. Setidaknya, aku ingin membuat diriku sedikit lebih berguna."

Kalimat yang sama diucapkan saat dia habiskan waktu di galeri lukis milik Lluis Suho, mendengarnya Jun lantas tersenyum tulus. Menganggukan kepala sebagai bentuk perizinan yang langsung disambut suka cita oleh Wonwoo. Maka, selama sisa waktu sebelum Jun mengganti tag di pintu dari closed ke open, dia mengelap beberapa spot yang bisa dibersihkan. Meski harus berhati-hati karena beberapa barang merupakan ukiran antik yang terlihat mahal. Akan menjadi masalah besar jika Wonwoo tak sengaja merusaknya, lantas begitu bar perlahan ramai yang bisa dia lakukan hanya duduk manis di kursinya.

Memerhatikan seberapa hebat Jun saat meracik minuman, termasuk pengunjung yang silih berganti berdatangan. Entah sudah ada berapa orang, tapi Wonwoo sedikit sesak lantaran ruangan yang tidak begitu luas harus menampung di luar kapasitas. Yang membuat Wonwoo pusing bukan seberapa gesit gerakan Jun, tapi aroma parfum para pengunjung bersetelan rapi dan mahal. Mungkinkah mereka pebisnis dari luar kota? Tapi, yang pasti ada satu hal yang mengusik batin Wonwoo. Bahkan sampai membuat pipinya tersipu setiap kali ada wanita dewasa dengan gaun mahal atau beberapa pria dewasa dan muda mengecup pipi bartender Dorado itu.

Wonwoo takjub namun juga heran dengan kemampuan berinteraksi Jun yang cukup mengejutkan. Karena dia kira sang Kakak tidak begitu terbuka dan tidak banyak bicara. Namun asumsinya salah sebab di hadapan Wonwoo kini Jun malah dengan ramah dan sopannya menjamu pengunjung yang ada.

Sampai pintu menjeblak terbuka, suasana riuh dari gelak tawa pengunjung yang minum di tempat berubah sunyi saat segerombol pria dengan setelan hitam berdiri di balik pintu.

"Apa mereka adalah anggota Black Wolf? Astaga, aku tidak menyangka bisa bertemu di sini," ujar salah seorang pemuda di sudut ruangan.

"Ssssh, pelankan suaramu. Kudengar Aleix tidak suka mendengar nama itu."

"Loh kenapa? Bukankah Black Wolf adalah geng mafia yang paling terkenal di La Cascada? Bukankah mereka sangat kuat di balik namanya? Kenapa dia tidak suka?"

"Entahlah. Tapi rumor yang beredar setahun lalu jika pernah terjadi hal yang sangat fatal sampai berakibat keluarnya ketua juga anggota geng paling kuat. Mungkin mereka memang tidak ingin mengungkit masa lalu."

"Sayang sekali, padahal aku sangat mengagumi mereka. Bahkan jika aku menjadi salah satu pengikutnya akan melantangkan nama Black Wolf di dalam dada."

"Ya, sayangnya tidak semulus dugaan kita. Tapi kudengar Black Wolf yang sekarang masih aktif meski tidak seperti dulu."

Rasanya Wonwoo sudah menjadi orang paling bodoh di dunia. Apa mungkin ini adalah karmanya karena sudah menolak tawaran melanjutkan kuliah ya? Tapi ilmu pengetahuan di La Cascada memang terlalu ekstrem untuk dipelajari. Kenyataan jika Suho menjual obat terlarang, termasuk malam ini Wonwoo harus bertemu dengan anggota geng mafia yang terkenal seantero La Cascada. Astaga, Black Wolf? Bukankah nama itu pernah Seungcheol sebut saat dia pertama kali tiba? Kenapa atmosfer ini begitu mengerikan? Sontak bulu kuduk Wonwoo berdiri apalagi saat matanya tak sengaja berserobok dengan pemuda paling tinggi yang berjalan dengan dingin ini.

Dari postur dan auranya saja Wonwoo bisa menebak jika si pemuda yang datang dengan dua pengikutnya yang tak kalah bongsor adalah seorang Alpha. Meski Wonwoo merasa tidak begitu terintimidasi, tapi seisi bar seperti terhipnotis untuk tunduk dalam sekejap.

"Selamat datang Señor Aleix Chanyeol, Señor Gerard Shownu, dan Señor Lizer Jackson."

"Javiero, buatkan aku minuman yang seperti biasa," ucap Chanyeol langsung mendudukan diri di kursi.

"Karena aku sedang tidak mood untuk mabuk, daiquiri please," susul Shownu.

Jackson mengacungkan jari telunjuk. "Aku martini saja."

Saking takjubnya, Wonwoo sampai menganga dan larut dalam suasana langsung menampar pipi karena terkejut dengan kenyataan jika di La Cascada banyak pemuda tampan dan kaya. Bahkan apabila dilihat dari setelan pakaian mereka memang bukan dari keluarga biasa. Jika memang tergabung dalam anggota geng mafia, pasti mereka memiliki pengikut kan? Poin pentingnya adalah seseorang tidak akan diikuti jika memang tidak memiliki kredibilitas tinggi. Wonwoo berani bertaruh jika keluarga mereka pasti sangat berpengaruh di kota ini.

Benar-benar mengerikan.

"Minumlah. Kau pasti lelah," sesosok bartender datang tanpa aba-aba dan memberikan mug berisi susu hangat pada Wonwoo. "Aku Lorin Eunwoo, salah satu bartender yang juga satu shift dengan Javiero. Selamat menikmati."

"Eh, tapi aku tidak memesannya."

"Tidak apa, anggap itu traktiran dariku. Jadi, jangan sungkan ya. Salam kenal juga, aku tidak jahat kok apalagi menakutkan seperti mereka."

Wonwoo tersenyum, merasa lega karena ada yang mau mengajaknya bicara. "Salam kenal, Lorin. Aku Qaaley Wonwoo. Kau pasti sudah tahu kenapa aku ikut ke sini, semua karena ajakan Jun."

Eunwoo mengangguk. Kembali tersenyum rupawan. "Ya, aku sudah mendengarnya kemarin. Selamat datang di La Cascada, Qaaley. Semoga kau bisa mempertimbangkan baik-baik untuk bekerja di sini."

"Apakah mereka orang jahat, Lorin? Kenapa mereka seperti ditakuti oleh banyak orang?"

"Dibilang jahat tidak juga, tapi Señor Aleix Chanyeol dan Señor Shownu berasal dari keluarga Cygnus. Begitupun Señor Jackson Vulpecula yang mana dua keluarga tersebut hampir setara dengan keluarga Lupus yang menjadi penguasa La Cascada. Oh, apakah Jun sudah memberitahumu masalah ini sebelumnya?"

Wonwoo menggeleng. "Aku sama sekali tidak tahu apa-apa mengenai kota ini. Makanya aku bertanya apakah mereka orang jahat atau sebaliknya."

"Eeeeh, padahal kabar kedatanganmu di La Cascada dan tinggal bersama Jun juga kakak adiknya sudah santer tersebar di sepanjang Distrik 13 loh."

"Benarkah? K-kenapa aku terdengar seperti buronan?"

Eunwoo terkekeh, gemas dengan Wonwoo yang berwajah panik ketakutan. "Sangat sulit menjaga rahasia di sini, Qaaley. Apalagi keluarga kalian memang cukup terkenal. Kau memang tidak tahu ya jika Brendan Seungcheol dulu pernah menjadi orang kepercayaan ketua Black Wolf yang setahun lalu memutuskan keluar? Jika tidak salah, mereka berdua tidak lagi tergabung dalam Black Wolf dan meninggalkan 3 anggota lainnya."

Ya Tuhan, jika benar begitu berarti memang Seungcheol mengusir Wonwoo bukan tanpa alasan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Seokmin jika dulu si Dorado tertua pernah dikecewakan oleh seseorang, apakah karena geng ini? Kenapa Wonwoo harus terlibat hal rumit sih? Lebih tepatnya, kenapa Seungcheol harus semisterius ini?

Tak tahan dengan pengap dari asap rokok yang semakin membumbung di ruangan, Wonwoo putuskan keluar mencari udara segar. Dadanya sesak tanpa sebab, mungkin memang hal yang salah apabila bekerja di sana. Wonwoo tidak bisa seramah Jun yang menyambut pengunjung dengan wajah riang. Wonwoo pun paling tidak bisa berpura-pura pada orang yang dianggap tidak baik dalam benaknya.

"Apa kau Qaaley Wonwoo?"

Sontak Wonwoo mencari sumber suara, gelap dari langit malam dan lampu jalanan yang remang membatasi ruang pandangnya yang rabun jauh. Tiba-tiba sepotong tangan menepuk bahu, Wonwoo yang terkejut menjerit hingga tersungkur di tanah.

Sesosok pemuda tinggi dengan tubuh atletis menatap tajam. Dari remang cahaya Wonwoo samar-samar menangkap siluet wajah yang ternyata adalah salah satu dari anggota Black Wolf.

"Belum juga kuapa-apakan tapi kau sudah menciut duluan. Bangunlah, ada sesuatu yang ingin aku tanyakan padamu."

"A-apa? Kau ingin bertanya apa Señor...?"

"Jackson. Panggil saja aku Jackson dan tolong jangan sok ramah begitu. Kau membuatku muak."

"M-maaf."

"Apa benar kau adiknya Javiero?"

Wonwoo mengangguk.

"Berarti benar jika kau juga adik Brendan Seungcheol?"

"Bisa dikatakan begitu."

Jackson menyeringai, tangannya bersedekap di dada. "Konyol. Benar-benar konyol."

"Y-ya?"

"Lucu rasanya mengetahui fakta jika pembunuh itu ternyata memiliki adik yang bahkan ... aku ragu kalian disebut adik karena sama sekali tidak mirip. Tapi yah, tidak ada yang tidak mungkin. Bahkan kematian Johnny pun bukan hal mustahil di tangan Brendan. Dia memang seorang iblis."

"Apa maksudmu? Siapa yang membunuh siapa?"

"Oh, Kakak sialanmu tidak memberitahumu sesuatu? Mana mungkin juga sih, kejadian setahun lalu bahkan bisa membuatnya malu sampai memutuskan untuk keluar dari Black Wolf."

"Aku tidak mengerti, Señor Jackson. Maafkan aku, t-tapi Brendan...."

"Apa, hah?" jeritnya lantang terbawa emosi. Lantas didekatkan diri pada Wonwoo yang berjalan mundur hingga punggung mencapai dinding. "Kau akan membela kakak sialanmu itu? Kuberitahu satu hal ya, bocah. Aib seorang Brendan akan terus kami ingat, bagaimana dia melenyapkan anggota yang juga rekannya sendiri tidak akan pernah kumaafkan. Dia harus membayar dengan harga yang setimpal! Ya, dengan nyawanya sendiri."

"Aku mohon ... l-lepaskan tanganku, Señor. Urusan Brendan bukan urusanku."

"Tentu saja urusanmu juga, karena jika aku bisa melukaimu mungkin akan membuat skor kami satu sama. Dia harus merasakan kehilangan yang sama seperti saat kami kehilangan Johnny."

"Jangan," Wonwoo meringis ketakutan. "Jangan lukai a-aku. Jangan bu-bunuh aku juga. Aku minta maaf ... untuk kesalahan Brendan."

"Tidak semudah itu bocah!"

"Akh," Wonwoo semakin meringis saat pergelangannya diremas dan hampir dipatahkan oleh Jackson.

Grep.

"Hentikan, Lizer. Kau menyakitinya."

Sontak genggaman kuat Jackson mengendur, Wonwoo yang terkejut dengan kondisi lututnya lemas beringsut ke tanah. Meringis kesakitan, tapi lebih tepatnya dia terkejut dengan perlakuan kasar Jackson yang mengancam akan membunuhnya.

"Cih. Mau jadi pahlawan kesiangan ya kau bangsat?!"

"Aku sedang tidak berminat untuk melawanmu. Tapi, karena ini ada di kawasan bar milikku, tidak seharusnya kau melakukan hal di luar kesepakatan yang sudah disepakati sebelumnya."

"Sialan!" Jackson menepis tangan yang diremas oleh si pemuda. "Jika bukan karena aku menghargai keluargamu, mungkin aku sudah habisi kalian berdua. Kau dan Brendan sama saja. Sama-sama iblis yang bersembunyi di balik kata penyesalan."

"...."

"Lihat saja, suatu hari nanti aku pasti akan membuatmu mati dalam penderitaan, Castiel Kai Lupus! Akan kuberikan ajal yang langsung mengantarmu ke neraka!"

Jackson lesap pergi, meninggalkan pemuda bernama lengkap Castiel Kai Lupus yang berdiri tanpa ekspresi. Sepasang manik kelamnya tampak kosong saat menatap Wonwoo yang gemetar di bawah, lalu menjulurkan tangan sebelum membuka suara.

"Kau tidak apa-apa?"

"...apa kau juga akan membunuhku?"

Kai mengangkat alis lebatnya. Gelap lantaran kondisi sudah malam dan pencayahaan minim membuatnya kesulitan mengenali wajah si pemuda berkacamata. Tapi, satu hal yang membuat Kai tergerak adalah air yang menggenang di pelupuk mata kucingnya. Pemuda itu terlalu muda untuk berkeliaran di dunia malam La Cascada.

"Aku tidak ada urusan denganmu. Dan lagi meskipun aku membenci seseorang, membunuh bukan solusi untuk memecahkan masalah. Jadi, kau aman ... karena aku memang bukan seorang pembunuh."

"Haaah, syukurlah. Rasanya jantungku mau copot gara-gara pemuda gila itu. Apa semua manusia di La Cascada memang kehilangan kewarasannya ya?"

"Qaaley? Kau di mana?"

Teriakan Jun membuat Wonwoo yang masih terduduk mendongak. Namun anehnya, begitu dia menatap lurus untuk melihat si pemuda di hadapannya, ternyata sudah pergi entah ke mana. Meninggalkan Wonwoo sendiri yang terkejut luarbiasa, bahkan tepukan dari Jun di pipi belum berhasil mengembalikan ke alam sadar.

"Kenapa kau bisa di sini? Kau tidak apa-apa, Qaaley? Ya Tuhan ... pergelangan tanganmu ... siapa yang melukainya?"

•••

Jun buru-buru melepas apron untuk menutupi tubuh Wonwoo yang malam itu hanya mengenakan kaus pendek. Hatinya cukup terkejut saat mendengar penuturan Wonwoo mengenai Jackson yang tiba-tiba bersikap kasar. Membawa kenangan lama yang susah payah dilupakan oleh 4 Dorado tersisa.

"Maafkan aku, Qaaley. Tidak seharusnya kau mendapatkan perlakuan kurang mengenakkan. Baiknya mungkin sejak awal aku tidak mengajakmu ke bar. Kau pasti terkejut ya?"

Wonwoo menggeleng saat Jun dengan lembut mengelus telapak tangannya. "Tidak, Javiero. Aku tidak apa-apa kok. Walau sedikit terkejut karena laki-laki bernama Jackson langsung menyerangku, tapi aku tidak merasa jika opsi untuk ikut ke bar adalah kesalahan. Setidaknya aku bertemu dengan Lorin Eunwoo yang sudah baik padaku."

"Kau bertemu dengannya? Lorin adalah rekanku yang sering ditempatkan di shift sama. Dia memang baik, aku harap kalian bisa berteman."

"Aku juga tahu, ternyata masih ada banyak orang baik di kota ini. Walau aku terlalu naif karena yang seperti Jackson pun banyak, tapi itu semua bukan masalah. Aku sama sekali tidak menyesal sudah ikut denganmu malam ini. Terima kasih, Javiero."

Dorado tertua kedua itu mengangguk, seulas senyum tampan berhasil membuat Wonwoo tersipu karena disertai tepukan halus di puncak kepala. Bohong jika dia tidak terkejut setelah bertemu dengan Jackson, tapi kenyataannya sekarang jauh lebih baik karena ada Jun menemaninya. Walau Wonwoo harus menelan kenyataan pahit akan penolakan kedua seperti yang dikatakan Seokmin beberapa hari silam. Jelas bukan hal mudah untuk mengajak Dorado yang tersisa kembali ke kampung halaman.

Jun pasti akan menolak ajakannya.

"Bagaimana wajah beliau? Apakah masih secantik dulu?"

"Hm?" Wonwoo menatap Jun yang masih tersenyum. "Beliau siapa?"

"Ibu. Aku ingat saat kecil dulu memanggilnya Madre. Sudah 22 tahun berlalu, ternyata ingatanku tidak setajam itu. Wajah Madre benar-benar kabur dalam ingatanku. Apakah sekarang dia masih cantik? Aku ingin tahu."

Wonwoo terkesima, tak menyangka jika Jun akan membuka pembahasan mengenai Yuri untuk pertama kalinya. Memang yang namanya darah tidak pernah berbohong, ikatan mereka sebagai ibu dan anak akan terus kuat meski terhalang waktu dan jarak.

"Aku punya fotonya!" jawab Wonwoo riang seraya merogoh saku. "Mungkin bukan foto baru dengan kualitas bagus, tapi aku selalu menyimpannya karena ini kali pertama Ibu mengunjungi sekolahku saat hari kelulusan dulu."

"Oh iya? Boleh aku melihatnya?"

Wonwoo mengangguk lalu memberikan gawai di mana layar menampilkan wajah muda Yuri Dorado yang masih bugar. Sebelum kesehatannya menurun beberapa waktu silam, bahkan mungkin menjadi kenangan terakhir Wonwoo menikmati dunia luar sebelum sang ibu habiskan waktu di rumah sakit untuk perawatan.

"Cantik. Madre seperti Kylan, bahkan Padre pun demikian ... mereka begitu indah. Setidaknya ingatan terakhirku tentang mereka masih bisa samar-samar didapatkan setiap kali melihat Kylan."

"Aku kira kau sama seperti Seungcheol membenci Ibu."

Jun menggeleng. "Dibandingkan benci, aku hanya tidak tahu bagaimana menghadapi situasi ini. Saat kerusuhan terjadi, usiaku masih terlalu kecil. Bahkan selama masa bertahan hidup dari kota ke kota sampai akhirnya kami tinggal di La Cascada, yang aku khawatirkan hanya Kylan. Mungkin itulah caraku melupakan kenangan buruk di masa lalu. Aku sengaja membuang kerinduan untuk Madre dengan menjadi sosok kakak yang bisa diandalkan."

"Maafkan aku, Javiero. Aku tahu pasti semuanya terkejut dan keberatan oleh kedatanganku. Terlebih aku pun tahu bagaimana kondisi yang terjadi di El Fuego 22 tahun lalu. Pasti untuk kalian yang mengalami langsung, kenangan itu terlalu kejam untuk diingat, tapi aku betul-betul tidak ada pilihan lain. Aku harus datang ke La Cascada dan menemui Dorado yang tersisa."

"Tidak apa-apa, Qaaley. Kenapa kau harus meminta maaf? Aku justru bahagia bisa bertemu dengan Dorado lainnya. Walau pada awalnya cukup kesulitan untuk memercayainya, tapi aku percaya jika Madre adalah orang yang tidak akan melakukan kejahatan. Termasuk membesarkan seorang Qaaley Wonwoo sampai menjadi pemuda yang manis sepertimu."

"Kau ... kau tidak masalah memiliki adik sepertiku?"

Jun menggeleng lagi. "Sama sekali tidak. Aku malah ingin sekali berkunjung ke El Fuego suatu hari nanti. Meski kenangan itu menyakitkan, tapi sampai detik ini aku masih ingat pesan Madre. 'Hiduplah, Javiero. Lindungi adikmu, doa Madre akan selalu menyertaimu'. Bagaimana tangan kami yang menggenggam kala itu harus terlepas, aku percaya jika Madre tidak punya pilihan selain membiarkan kami pergi agar selamat dari bahaya. Walau harus berpisah 22 tahun lamanya, tapi kelembutan Madre masih terasa. Bohong jika aku tidak merindukannya."

Wonwoo menggigit bibir, tangannya langsung terkepal ketika mengingat wajah Yuri yang begitu putus asa kala melamun yang ternyata adalah masa-masa dia tersiksa lantaran merindukan anak kandungnya. Jun tidaklah sendirian, begitupun Yuri tidak merindukan secara sepihak. Mereka yang terpisah oleh keadaan sangat berhak untuk bahagia. Ya, Wonwoo bersumpah akan mewujudkan itu semua demi keluarganya berkumpul bersama.

"Kau tahu? Ibu sangat menyayangi kalian, meski harus terpisah lama ... selama ini Ibu selalu ingin bertemu bahkan jika beliau mampu ingin mencari di mana anak-anaknya berada. Kehidupan memang seringkali berjalan dengan sangat tidak adil, tapi kau jangan khawatir ... Ibu pun merasakan rindu yang sama. Bahkan beliau melalui rasa sakit yang sama. Orang tua mana yang sanggup hidup terpisah dari buah hatinya kan?"

"Kau benar, Qaaley. Kejadian di masa lalu sudah berlalu, tidak ada alasan untuk melanjutkan rantai kebencian. Meski itu semua sangat sulit direalisasikan, tapi mungkin aku tidak seperti Brendan yang menanggung beban besar. Termasuk kebenciannya pada Madre lantaran menelantarkan kami berempat pada saat itu. Aku tidak pernah menyalahkan siapa-siapa, sehingga untuk hal ini pun aku tidak ingin membohongi siapa-siapa. Karena bagaimanapun juga, aku memang mencintai wanita yang sudah melahirkanku dan Kylan. Jika keadaan kami sudah kembali pulih, impianku satu-satunya sebelum mati adalah bertemu dengan Madre. Mungkinkah itu semua akan terjadi, Qaaley?"

Wonwoo mengangguk yakin. "Pasti. Aku berani bersumpah akan datang hari baik untuk kita semua. Kau sudah berjuang selama 22 tahun ini, Javiero. Terima kasih karena sudah bertahan dan mengingat Ibu setelah banyak hal buruk terjadi. Ibu pasti bangga melihat jagoannya tumbuh menjadi pria yang hebat."

Tiba-tiba getar di gawai mengganggu obrolan Jun dan Wonwoo. Sunyi perlahan menyergap karena sepertinya itu adalah panggilan yang cukup penting karena Jun membahas janji temu dalam beberapa jam kemudian.

"Maaf Wonwoo, sepertinya aku tidak bisa menemanimu di bar malam ini karena ada pekerjaan lain."

"Oh, apa tempat kerjanya dekat dari sini?"

"Tidak terlalu. Dan maaf ya, sepertinya kau tidak bisa ikut kali ini karena aku tidak ingin melibatkanmu. Jadi, biar kuantar kau pulang sekarang."

"Eh, tidak perlu. Aku bisa kok pulang sendiri."

"Kau yakin tidak akan tersesat? La Cascada saat malam sangat minim pencahayaan. Dan banyak pula jalanan bercabang."

"Tidak apa-apa. Aku pasti akan sampai rumah tanpa tersesat. Kau juga sedang buru-buru, kan? Lebih baik temui sekarang sebelum kau terlambat."

"Tapi—"

"Sudah, sudah. Aku baik-baik saja kok. Jangan khawatir ya?"

Jun tersenyum sedikit dipaksakan lantaran ragu namun anggunakan Wonwoo berhasil meyakinkan. Tidak ada alasan untuk tidak percaya dengan adik Doradonya itu.

"Hati-hati, Qaaley. Jangan lupa hubungi aku begitu kau sampai."

•••

"Ngh...."

Di sebuah kamar, derit ranjang bercampur desah terdengar kencang. Seungcheol mencapai klimaks yang entah sudah kali ke berapa jika mengingat tiga hari masa rut memborbardir tanpa ampun. Begitupun dengan sang partner yang tampak menikmati sensasi digagahi si Dorado tampan.

"Kau jahat, Brendan," protesnya begitu Seungcheol yang lelah rebah di ranjang. Masih dengan tubuh polos tanpa sehelai benang. Sepertinya ini akan menjadi kegiatan seks yang terakhir sebelum pulang. Tiga hari bergumul di ranjang sudah cukup untuk meredakan insting liarnya.

"Apa lagi, Ren? Aku sudah mengabulkan banyak posisi yang kau mau selama tiga hari ini. Bahkan bukan satu atau dua fantasimu yang kuladeni. Apa lagi yang kau proteskan?"

"Kau tidak mengeluarkannya di dalam. Padahal aku sudah memohon padamu, toh jika aku mengandung anakmu pun aku sudah berjanji tidak akan merepotkan jika kau keberatan. Aku bisa membesarkannya sendirian."

Aroa Ren, seorang Omega dominan yang selama tiga tahun terakhir menjadi partner Sengcheol di ranjang kala masa rut dan heat menyerang. Entah harus bangga karena selama mereka berhubungan belum pernah kelepasan, atau sebaliknya karena konon katanya jika Alpha bertemu Omega akan ada ikatan yang secara naluri kuat. Tak jarang banyak kasus saat mating berakhir memiliki bonding sehingga membuat Alpha lain mundur lantaran Omeganya sudah berhasil diklaim.

Namun lain kasus dengan Seungcheol yang menjadikan Ren tak lebih dari sekadar teman. Meski sama-sama diuntungkan, untuk kasus membuahi omega dengan aroma feromon memabukkan itu bukan hal yang akan Seungcheol kabulkan. Dia tidak ingin mengikat siapapun, apalagi menghadirkan satu nyawa yang berasal dari benihnya.

"Kenapa kau ingin sekali hamil? Mengurus diri sendiri saja tidak becus, lantas kau juga ingin memiliki keturunan yang seorang manusia? Tidak ya. Mungkin aku masih mampu memberimu pengalaman seks, tapi tidak dengan anak. Aku tidak mau hidupku berakhir konyol hanya karena harus bertanggungjawab atas sebuah nyawa."

Ren mencebikkan bibir namun karena dia memahami Seungcheol mendekatkan tubuh untuk memeluk si Alpha tampan.

"Apa karena Qaaley Wonwoo?" tebaknya dan Seungcheol tertegun. "Sejak kita bertemu setelah sebulan berlalu, hal yang kau curhatkan pertama kali adalah adik Doradomu itu. Kau memang tidak ingin melanjutkan keturunan dari nawa maupun familiamu ya? Membiarkan Dorado lain lahir dan merasakan indahnya dunia? Toh, kita sekarang hidup di La Cascada, aku tidak masalah kok jika harus membiayai segalanya sendiri. Karena yang aku butuhkan hanya benihmu, Brendan. Aku ingin hamil, aku sudah muak hidup kesepian."

"Tapi sayangnya aku tidak mau, Ren. Tak bisakah kita nikmati hubungan ini tanpa membahas keturunan? Apa yang kau harapkan dari seorang Alpha resesif yang bahkan feromonku tidak bisa memuaskan? Dan untuk rencana konyolmu membiayai semua sendiri, apa kau sudah gila? Tolong sayangi tubuhmu, jangan sampai kau lukai dengan mengandung anak dari pemuda yang bahkan tidak kau cintai."

Ren mencebikkan bibir lantas dikecup oleh Seungcheol. "Aku sangat menyukai fitur wajahmu, Brendan. Bulu mata lebat, rahang tegas, hidung bangir, dan mata teduh yang selalu membuatku gila setiap milikmu menghujamku. Rasanya aku ingin mengandung Brendan Junior di rahimku. Meskipun aku tidak mencintaimu, bukan berarti aku tidak mencintai anakku kelak."

"Ah, sudahlah. Aku mau pulang dan izin pinjam kamar mandimu sebentar. Jika masa heatmu datang, hubungi aku segera."

"Huh, dasar Alpha menyebalkan! Tapi semenyebalkan apapun itu, kau tetap paling hebat dalam urusan ranjang."

Seungcheol memeluk Ren yang duduk di kasur, mengecup pipi dan bibir sebelum membersihkan tubuh yang bisa dikatakan kacau karena selama libido seksnya memuncak, yang mereka lakukan hanya bersenggama. Sudah menjadi hal wajar bagi Alpha dan Omega yang kehilangan kendali saat masa kawin. Sehingga apabila tidak segera dilampiaskan bisa melukai mereka sendiri.

Sedangkan Seungcheol yang terlahir sebagai Alpha resesif entah sudah berapa kali berganti pasangan dalam urusan ranjang. Rata-rata dari mereka adalah seorang Beta male karena tidak ada kekhawatiran apabila melakukan tanpa pengaman. Berbeda dengan saat melakukan bersama Ren karena Seungcheol harus paham timing dan keamanan dengan terus menggunakan pengaman.

Jika kilas balik bagaimana mereka bisa sejauh ini, semua karena Seungcheol tak sengaja bertemu dengan Ren saat dia masih tergabung di Black Wolf. Ren adalah seorang Omega male yang menjadi simpanan keluarga Cygnus. Ya, Chanyeol mengenalkan pada Seungcheol karena Ren kerap disiksa jika tidak bisa memuaskan. Semua murni atas dasar balas budi sehingga Ren menawarkan dirinya untuk membayar kebaikan Seungcheol. Luarbiasa, sejak mereka melakukan hubungan intim, siklus rutnya yang tidak serutin Alpha lain perlahan kembali normal. Meski untuk produksi feromon tidak sekuat Mingyu yang merupakan satu-satunya Alpha dominan di antara 4 Dorado.

Dan alasan mengapa Seungcheol begitu tegas menolak keinginan Ren untuk mendapat anak, semua tidak lain dan tak bukan karena kebencian pada darah Dorado yang mengalir dalam tubuhnya. Jika Seungcheol boleh meminta, darah iblis itu baiknya tidak pernah ada dan Seungcheol hadirkan pada bayi tak berdosa. Mungkin baiknya dia mencari Beta male lain saja untuk menjadi partner seksnya. Keinginan Ren benar-benar menyebalkan bahkan membuatnya muak.

Apalagi sejak Wonwoo datang tanpa aba-aba, mengakui jika dirinya adalah Dorado yang Seungcheol susah payah hapus dari hidupnya. Kenyataan konyol ini membuatnya bingung, di satu sisi Seungcheol tak mau Dorado kembali lahir, namun di lain sisi dia pun tak sampai hati setiap melihat wajah Wonwoo yang manis namun pancarkan raut putus asa.

Seungcheol bisa merasakan kesedihan dan mengira jika semua penyebab berasal dari nawa maupun familia yang mengikat di belakang namanya. Demi Tuhan, jika Seungcheol bisa mengatur ulang waktu akan mencegah kerusuhan agar tidak pernah terjadi. Setidaknya sampai tidak ada satupun sejarah tentang Dorado yang melumuri tangannya dengan darah akibat membunuh sesama. Seungcheol benar-benar tak berdaya ketika melihat wajah pria yang dia banggakan selama 6 tahun hidupnya tersenyum penuh sesal atas dosa yang dia mulai.

Ah sial, Seungcheol lagi-lagi terbawa suasana setiap mengingat masa krisis di tahun 1993. Bagaimana Yuri yang juga kesulitan untuk menyelamatkan mereka harus menyerah dengan meninggalkan bahkan membebankan tugas berat padanya di usia kurang dari sepuluh tahun. Bagaimana Seungcheol bocah dipaksa dewasa melindungi 3 adik Doradonya yang sama sekali belum mengerti akan neraka yang terjadi di tanah asalnya.

Kini, setelah 22 tahun berlalu, ketika Seungcheol sudah berhasil damai dengan trauma masa lalu malah melihat kembali dari manik sipit Wonwoo. Dia muak, sangat muak karena tidak bisa menolong bahkan bertanggungjawab untuk nyawa lain. Maka, jangan salahkan dia apabila menolak keras keinginan Ren untuk memiliki keturunan darinya.

Tidak. Sampai kapanpun Seungcheol tidak akan pernah bisa bertanggungjawab atas hidup seseorang. Termasuk hidup sisa Dorado yang bertahan hidup di La Cascada.

Langkah kaki Seungcheol terasa ringan malam itu. Mungkin karena dia ada di kondisi prima setelah melewati masa rut, setidaknya udara malam La Cascada yang tanpa diguyur hujan adalah pemandangan paling menenangkan untuk sampah sepertinya. Seungcheol bahagia hidup di kota ini karena merasa cocok untuk menampung manusia rendahan sepertinya. Meski ada keraguan untuk memercayai apakah kota ini berhantu, sebab selama belasan tahun terdampar di La Cascada, sepertinya malam ini pengecualiannya.

Dari tempat Seungcheol berdiri, beberapa meter di sebrangnya tampak siluet seseorang yang berjalan terseok laksana zombie. Dia sengaja menunggu dan perlahan siluet itu berubah menjadi penampakan utuh seorang pemuda yang langsung berteriak histeris.

"Huwaaaa, Brendan! Demi Tuhan aku takut ... a-aku kira sedang ada di alam baka karena selama satu jam hanya memutari kawasan yang sama."

Seungcheol hendak protes tapi terdiam ketika pelukan mengerat diikuti isak tangis. Wonwoo jelas ketakutan apalagi dari getar tubuhnya yang semakin mengkhawatirkan.

"Kenapa kau berkeliaran selarut ini, bodoh? Mau sok jagoan, huh?"

"Hiks, tidak," Wonwoo sesenggukan dan Seungcheol yang aslinya lemah dengan air mata terpaksa menyeka pipi basah Wonwoo. "A-aku tadi ikut dengan Jun ke bar, tapi karena ada urusan mendadak ... aku putuskan pulang sendiri. Tapi aku malah tersesat huwaaaa, aku takut tidak bisa pulang."

"Aishhh, bocah ini! Sudahlah jangan menangis, suaramu jelek sama sekali tidak merdu jadi tolong diamlah."

"B-Brendan, maaf ya ... tapi aku betul-betul takut, izinkan aku memelukmu, sebentar saja."

"Terserah!" balas Seungcheol galak tapi mengizinkan Wonwoo sesenggukan di perpotongan lehernya.

Memang hal paling berbahaya jatuh pada tipu muslihat manusia lemah. Seungcheol sudah sering menghadapi hal serupa, sehingga dia bersikap keras pada Wonwoo. Manusia adalah musuh alami manusia itu sendiri. Tidak ada yang bisa dipercaya dari seseorang yang lemah sekalipun. Sebab ketika mereka berhasil bangkit dan menjadi kuat selalu melupakan kebaikan yang datang dari sekitar. Seungcheol adalah salah satu korbannya, sudah banyak orang lemah yang dia lindungi justru menjadi anjing yang berubah menggonggong sampai menggigitnya.

Tapi sekuat apapun Seungcheol menolak, hatinya yang masih seorang manusia berakhir menerima dan melakukan hal yang sama terulang kembali. Selalu seperti itu, selalu dia yang berakhir sakit dan dilukai.

"Oh, Brendan? Kau sedang apa di sini?"

Tiba-tiba sebuah mobil berhenti di hadapan Seungcheol yang masih dipeluk Wonwoo. Sesosok pemuda manis nan rupawan melirik dari jendela yang terbuka, melambaikan tangan pada mereka berdua yang berdiri tanpa kata.

"Dia siapa? Kenalanmu?" bisik Wonwoo setelah tenang. Dia takjub melihat seberapa indah wajah si pemuda lalu kembali pening jika mengingat malam ini sudah bertemu dengan banyak pemuda tampan di La Cascada.

"Jangan cerewet kau ya. Lebih baik sekarang kita pulang."

"Loh, tapi dia tadi bertanya padamu? K-kau serius mengabaikannya? Hei, Brendan ... lepas, jangan tarik tanganku sembarangan. Aw, sakit."

"Élyséen, tutup jendelanya. Memang kau tidak kedinginan?"

"Aaaaah, sayang sekali. Padahal aku penasaran dengan pemuda yang berdiri bersama Brendan. Hei, Castiel ... apakah dia adik Brendan yang dimaksud Namjoon?"

Kai diam tak membalas, hanya memerhatikan dari kaca spion mobilnya. Di mana punggung pemuda mengabur dalam gelap malam. Pemuda berkacamata yang sempat ditolongnya saat di bar.

Ya, si pemuda misterius yang diingat Kai beraroma manis dan berhasil membuat hatinya bergetar.

to be continued
____________________

Length : 7264 words

Author's note : Rame ya Bun, belum apa-apa satu bab atas bawah isinya cogan semua. Emang mantul nih La Cascada, sarang manusia tamvan.

I know, bukannya meredakan rasa penasaran malah nambah bahan kepo yang lain kan? Atau malah makin mumet ini cerita mau dibawa ke mana? Tenang yorubun, Kangkung punya solusinya, silakan mentemen jangan sungkan bertanya, biar Kangkung menjawab. Kita kupas apa yang belum jelas, apa yang mengganjal, dan apa yang 'anjir apaan sih iniiiii?' 😎

Kesimpulan dalam bab ini, kebenaran tentang siapa Qaaley Wonwoo mulai terendus pemirsa. Ada dua Alpha yang bisa notis aroma Wonwoo, Mingyu dan Kai (Jongin). Adakah yang memiliki spekulasi kenapa bisa begini?

Untuk Jun, dia memang gak segarem Dorado yang lain. Sebetulnya Seokmin menolak gak mau diajak pulang ke El Fuego bukan berarti garem sih, emang dasarnya keinginan yang paling tulus harus datang dari diri sendiri. Apalagi kondisinya dia di La Cascada ada orang yang udah lama dianggap spesial, jadi kemungkinan buat ngajak pulang 4 Dorado bisa-bisa aja selama Wonwoo gak bosen buat terus usaha.

Terus apa lagi ya? Ah, soal pekerjaan Jun, bab depan akan Kangkung jelasin, termasuk kenapa kok Kai sama Jeonghan bisa satu mobil? Kenapa mereka bisa satu nawa Lupus? Apa hubungannya sama Jisoo juga? Next chapter yes akan Kangkung jelasin. Tenang azzah.

Buat Meanie, harap bersabar. Masih tipis tapi nanti dikasih non stop kok. Bahkan kandidat cogan lain masih disimpen sama Kangkung, siap-siap aja ngapalin nama mereka ueueueue 😘

Oh yes, satu lagi mumpung Kangkung inget. Di lapak ini akan ada karakter villain atau karakter antagonis yes, yang membuat cerita ini rada-rada dark gitu deh walau kayaknya gak akan dark sih, tau sendiri Kangkung gemana wkwk

Buat pairing, Kangkung gak akan banyak bikin crackpairing, semua member sebong kembali pada kapal masing-masing. Termasuk Jun sama siapa terlepas dari bookingannya banyak, Seungcheol sama siapa walau Ren (Minki) adalah sex buddynya. Semua akan kembali pada rumah / couple masing-masing. Jadi buat penikmat kapal selain meanie jangan khawatir 😚

Hm, segitu aja kali yah, pokoknya yang masih bingung jangan segan bertanya. Yang masih loading, pelan-pelan aja bacanya. Memang ini bukan tipe bacaan yang bisa screening langsung paham, tapi istilah asing, plot yang rumit sengaja Kangkung sajikan. Semoga bisa tersampaikan tanpa ada ketidakjelasan di antara kita.

Jadi, yok mari yok bantu Kangkung agar bisa lebih semangat lagi nyicil bab yang akan datang. Jangan sungkan komen, jangan malu, jangan merasa kecil, karena percayalah satu patah kata "semangat" yang mentemen tinggalkan di kolom komentar berdampak luarbiasa buat Kangkung.

Mari kita budayakan untuk saling menghargai ya? Kangkung berikan yang terbaik, mentemen pun berikan semangat yang tak kalah baik.

Hshshshs aaminkan yang paling serius kalau buat kasus ini.

Ya sudah deh segitu aja, udah hampir 8k ini sama cuap-cuap, takut gak dibaca kan. Seenggaknya poin yang mau disampaikan udah direkap di author's note. Walau updatenya gak bisa rutin karena nyicil ngetik dulu, tapi Kangkung juga berdoa agar bisa memberikan lapak ini ending yang semestinya!

P. S : Hayoloh beruaaaang gemes, meong kamu udah dilirik sama Alpha lain loh. Hayok buru-buru diresmiin sebelum menyesal seumur hidup! 😆

- 26/01/2021 -

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

771K 49.3K 95
Cerita sekuel dari 'Katakan: karena sebuah cerita berawal dari sebuah kata Meraih cinta itu mudah, tidak semudah itu memang. Mungkin tampak lebih mud...
295K 3.4K 78
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
99.4K 7.2K 49
cerita fiksi jangan dibawa kedunia nyata yaaa,jangan lupa vote
84.4K 12.4K 28
Renjun mengalami sebuah insiden kecelakaan yang membawa raganya terjebak di dalam mobil, terjun bebas ke dalam laut karena kehilangan kendali. Sialny...