The Player VS The Playing | T...

By hermosavidazach

805K 75.6K 1.6K

Menjadi gadis paling yang tidak menonjol adalah tujuan Andrea. Selama hidupnya, Ibunya tidak suka jika ia ber... More

BLURB - ANDREA
I
II
III
V
VI
VII
VIII
IX
X
XI
XII
XIII
XIV
XV
XVI
XVII
XVIII
XIX
XX
XXI
XXII
XXIII
XXIV
XXV
XXVI
XXVII
XXVIII | END
Ekstra |1|
Ekstra |2|
Special Part Andrea & Arya

IV

27.2K 2.9K 28
By hermosavidazach

Andrea memejamkan matanya lelah di atas ranjang indekosnya. Hanya karena Nathalia, ia jadi ikut pusing. Wanita itu yang tidak jadi di lamar, dan kenapa Andrea yang merasa tidak nyaman dan harus di salahkan?

Ia bahkan belum mandi dan sudah berbaring di kasurnya. Menurut Ibunya, ini adalah hal yang jorok, tapi sekali lagi Andrea harus ingat kalau di sini tidak ada Ibunya.

Ia menarik napasnya kembali, melihat kulkas kecil yang sudah ia beli minggu lalu. Di dalamnya terdapat bahan-bahan masakan yang akan ia masak. Memikirkan Nathalia memang membuatnya jadi lapar.

"Eits!"

Seseorang baru saja membuka pintu kamarnya, Andrea terkejut melihat Rani yang tiba-tiba datang masih lengkap dengan pakaian kerjanya. Temannya itu pasti akan merecoki dirinya.

"Suruh siapa kamu masak, Ndre? Aku tahu kamu habis gajian!" teriak Rani yang baru saja melepas flat shoes-nya.

Andrea memutarkan bola matanya dengan jengah. "Terus kalau aku gajian kenapa sih, Ran?"

"Ini kan gajian pertama kamu. Bukan waktunya masak! Kita makan di luar!" bantah Rani.

Andrea tidak paham. "Aturan darimana itu?"

"Namanya bagi-bagi rezeki, Ndre. Udah deh, cepetan ganti baju. Aku pun ganti baju dan kita makan di luar."

"Eh tunggu!"

Rani sudah pergi melenggang masuk ke kamarnya, meninggalkan Andrea yang kesal. Malam ini, artinya ia harus membuang uang hanya untuk makan di luar.

Andrea bukan tipe manusia pelit, tapi memikirkan menghabiskan beberapa ratus ribu hanya untuk mengisi perut menurutnya sangat mubazir, selagi ia masih bisa memasak makanan enak dan lebih murah kenapa tidak?

Ya, lagi-lagi Andrea tidak bisa mengalahi Rani. Rani dan keras kepalanya adalah paket komplit. Lagi pula, jarang-jarang juga ia pergi bersama Rani setelah sibuk bekerja satu sama lain.

Ia mengambil pakaiannya, yang jauh dari kata modis. Rok berwarna putih tulang yang panjang hingga mata kaki, beserta sweater tipis yang tidak membuat badannya terlihat besar. Andrea tidak lupa untuk mengepang rambutnya yang panjang.

Berbeda dengan penampilan Rani yang cukup modis. Celana jeans, kaus putih beserta kemeja yang tidak dikancingkan oleh gadis itu terlihat baik-baik saja.

Rani berdeham mencairkan suasana aneh, tentu saja ia tidak bermaksud untuk mencela Andrea, sahabatnya. Tapi, siapapun yang melihat Andrea kini pasti dianggap sebagai pembantu rumah tangga.

"Ndre, baju kamu di lemari memang nggak ada yang lain?" tanya Rani berusaha setenang mungkin.

Andrea menyentuh sweater rajut berwarna coklat mudanya dan berkata. "Ada yang aneh dengan bajuku?"

"Ng, nggak sih, Ndre. Tapi.. Apa kamu yakin nggak mau ganti?" tanya Rani kali ini.

Andrea menggeleng, dengan percaya diri ia berkata. "Ayok, kita mau makan dimana?"

Rasanya Rani ingin menarik napasnya, namun ia terlalu sesak melihat rok panjang yang Andrea pakai. Untung saja, Andrea tidak memakai sandal capit. Jika memakai sandal capit, tamat riwayat Andrea yang terlihat seperti ART itu.

...

...

Restoran steak yang sudah ramai di pukul tujuh malam ini membuat Andrea mengernyitkan keningnya heran. Restoran ini terlalu ramai, berarti memang seenak itu untuk ia coba bersama Rani.

Sebenarnya, Andrea bukan penyuka daging sapi. Hanya saja, jika ia makan daging sapi rasanya cepat begah, dan lagi Andrea malas untuk mengunyahnya.

Suasana restoran yang ramai membuat Andrea dan Rani kesulitan mencari meja untuk mereka berdua.

"Ran, ini penuh banget. Kita nggak kebagian meja." kata Andrea pada Rani.

Namun Rani tetap bersikukuh. "Kita cari dulu aja, deh. Ya untung-untung bisa makan di sini, Ndre.. Aku udah lama pengen steak di sini."

Rani menggandeng tangan Andrea dan mencari meja kosong untuk mereka berdua. Sayangnya, belum masuk setengah restoran, kaki Andrea yang sial itu tersandung dengan kaki seseorang yang tengah duduk.

Andrea dengan teriakannya karena terkejut berhasil membuat semua orang menatapnya. Tubuhnya hampir saja terjerembab ke atas lantai, dan untungnya seseorang menangkap tangan Andrea dengan cepat.

"Catch!"

Andrea menarik napasnya, sementara Rani sudah menutup mulutnya karena terkejut.

"Andrea!" teriak Rani.

Andrea berusaha menegakkan tubuhnya dengan tangan yang masih memegang lengannya itu. Ia membalikkan tubuhnya dan melihat siapa yang baru saja memegangi tangannya.

Di depannya, ada Arya Atmodjo yang tengah menatapnya. Andrea melepaskan genggaman tangan Arya yang ada pada lengannya dan menunduk.

"Pak Arya.. Terimakasih." kata Andrea yang masih mengingat wajah pria itu.

Wajah Arya Atmodjo memang khas. Rahang yang dipenuhi oleh bulu-bulu halus dan mata berwarna abu-abu itu.

"Andrea?" sahut seseorang.

Andrea menoleh pada panggilan tersebut dan menemukan Bagus yang kini sedang ia tatap. "Pak Bagus," sapa Andrea terkejut.

"Ndre, kamu kenal sama mereka?" tanya Rani yang penasaran.

Andrea mengangguk. "Mereka satu kantor sama aku, Ran."

"Oh, jadi ini teman-temannya Andrea, ya?" kata Rani dengan mode semangatnya.

Andrea menelisik orang yang tengah bersama Bagus. Ada Arya Atmodjo, satu wanita yang tidak ia kenali dan satu pria yang tak ia kenali juga. Entah, Andrea berusaha tenang seolah ia senang bisa bertemu dengan Bagus malam ini.

"Kamu nggak apa-apa, Andrea?" tanya Bagus pada Andrea.

Andrea merasakan wajahnya memanas dan mengangguk dengan cepat. "Oh, saya baik-baik saja, Pak."

Bagus mengangguk dengan wajah datarnya. "Ya, syukur lah Pak Arya menangkap kamu sebelum jatuh ke lantai."

Sekali lagi Andrea menoleh pada Arya Atmodjo yang tengah menatapnya dengan aneh. "Terima kasih, Pak." katanya pada Arya.

Arya mengangguk sebagai jawabannya, namun pria itu tidak melepaskan pandangannya menatap Andrea.

"Mau makan di sini juga? Kayaknya penuh deh," sahut salah satu wanita itu.

"Iya, gabung sini aja, Ndre." kata Bagus menginterupsi. "Ya, nggak apa-apa, kan? Andrea kan karyawan lo juga. Gabung sama kita nggak apa-apa, kan?" tanya Bagus pada Arya.

Andrea menatap Rani yang tengah tersenyum senang. "Ya, gabung saja." kata Arya pada Andrea.

Andrea mengangguk kecil dan tersenyum tipis. "Terima kasih, Pak. Saya dan teman saya akan makan dengan cepat."

"Ndre! Gimana sih, masa makan cepat-cepat? Memang kita mau kemana?" timpal Rani dengan kurang ajarnya.

Karena restoran steak itu menyediakan bangku panjang, Andrea melihat Arya yang menggeser tubuhnya ke sisi kiri, sementara di depannya ada Bagus yang juga bergeser. Sayangnya, tempat di sisi Bagus sudah di isi duluan oleh Rani. Mau tak mau, Andrea harus duduk di sisi Arya Atmodjo. Huh, menyebalkan!

"Jadi, Andrea ini dari divisi mana?" tanya salah satu wanita pada Andrea.

Andrea menoleh dan tersenyum, wanita itu terlihat cantik dan baik. "Saya dari Divisi Kreatif, Mbak."

Salah satu pria berwajah Asia itu tersedak dan tertawa. "Indi, lo di sebut Mbak sama dia." tunjuknya pada Andrea.

"Marshall! Nggak baik lo ketawain orang kayak begitu!" hardik wanita itu. Lalu setelahnya ia tersenyum pada Andrea. "Kenalin, nama gue Indira lo bisa panggil gue Indi." katanya pada Andrea.

Andrea mengangguk. "Iya, Indi.."

"Lalu yang ini? Temannya Andrea?" sahut Indira pada Rani.

"Saya Rani, teman Andrea sejak SMA."

"Ah, jadi kalian berdua sudah berteman lama." sahut Indira.

Rani mengangguk. Di sebelahnya, Bagus terlihat canggung dan menatap Andrea. "Ndre, kamu pesan apa? Kita juga kebetulan baru datang tadi."

"Oh itu—"

"Andrea memang pemilih soal makanan, dia pasti nggak akan milih daging sapi." timpal Rani terlebih dahulu.

Andrea mengangguk saja. "Andrea ini aslinya darimana?" celetuk pria bernama Marshall itu.

"Saya dari Bandung, Pak."

Kali ini giliran Bagus yang tersedak. "Andrea.. Dia nggak pantas buat kamu panggil seformal itu."

Lagi-lagi Andrea merasa serba salah. Duduk di sisi Arya Atmodjo ternyata tidak nyaman, ada aura negatif yang bisa Andrea rasakan. Rasanya, ia ingin pulang saja dan tidur di indekosnya. Duduk bergabung bersama Arya Atmodjo adalah hal terburuk, tapi di depannya ada Bagus yang selalu tersenyum menanggapi obrolan teman-temannya.

Itu saja sudah cukup bagi Andrea. Ia tak bisa melepaskan pandangan matanya dari Bagus. Bagus adalah sosok pria yang sopan, tutur katanya halus dan enak di dengar. Bagus tidak pernah membentak, dan ia terlihat menikmati suasana restoran yang ramai.

Berbeda dengannya, Andrea cukup sulit menempatkan diri di keramaian. Arya Atmodjo apa lagi!

"Arya, apa yang lo pikirkan mau punya pacar kayak Nathalia, sih?" sahut Marshall pada Arya.

Arya meminum wine yang ia pesan dengan tenang. "Memang apa yang salah? Nathalia adalah definisi perempuan sempurna, bukan?"

"Lo sehat?" tanya Marshall kali ini.

Indira menggelengkan kepalanya. "Orang ini," tunjuknya pada Arya dengan garpu. "Nggak akan ngerti kalau belum rasain sendiri."

"Apa sih, Ndi? Kamu mulai bawel ya kayak Mami!" hardik Arya.

Indira berdecih dan menjewer telinga Arya. "Orangtua mana yang mau lihat anaknya milih salah pasangan? Aku kalau nggak hamil anak Fazan mana mau jadi istri dia!"

"Hei! Secara nggak langsung lo menyesal punya Teresa!" timpal Marshall.

Wanita itu langsung menyebut. "Astaga, gue sayang Teresa ya!"

Bagus hanya terkekeh pelan lalu ia menatap Andrea. "Arya dan Indira ini saudara kembar, jadi jangan aneh kalau lihat mereka berantem." kata Bagus memberitahunya.

Andrea mengangguk sekali lagi, Rani sedang sibuk dengan ponselnya dan Andrea berusaha fokus dengan makanan yang ada di depannya.

"Andrea, jangan kaku begitu.. Santai aja, kalau di luar begini, lupakan status si Arya yang notabenenya CEO FGM, dan PA lo ini," tunjuk Marshall pada Bagus. "Dia nggak berhak bersikap bossy pada lo di saat seperti ini."

"Hei, gue nggak pernah bersikap bossy, Marshall." cetus Bagus membela dirinya.

Andrea tersenyum. "Saya cuman agak bingung aja, agak aneh buat saya gabung sama kalian."

"Teman kamu nyaman saja tuh." kata Indira yang kini menatap Rani.

Rani mengangguk. "Iya, saya dari tadi ngobrol sama Bagus. Santai aja, Ndre.. Aku nggak keberatan kok." sahutnya.

Andrea memanas. Bukan Rani yang keberatan, tapi dirinya! Bisa-bisanya Rani akrab dengan Bagus secepat itu.

Arya Atmodjo terlihat mengeluarkan ponselnya dari saku celananya. Pria itu tidak terlihat peduli, bahkan tidak pernah bertanya padanya. Bukan Andrea ingin ditanya, tapi ia jadi curiga bahwa sikap Arya ada hubungannya dengan kejadian siang tadi di ruang tata rias.

"Kalian pulang kemana?" tanya Indira lagi.

"Masih Kemang kok," jawab Andrea.

Wanita itu menjentikkan jarinya dan kini menepuk bahu Arya. "Nah, kebetulan nih. Arya, pulang ke apartemennya yang di Nirvana Residence. Ya, anterin Andrea sama temannya ya." kata Indira pada saudara kembarnya itu.

Andrea menundukkan wajahnya tak mau berespon apa-apa. Tapi tidak di sangka-sangka pria yang ada di sebelahnya malah mengiyakan.

"Ya,"

"Nah, bagus. Udah kalian nggak usah sibuk naik taksi."

Rani tersenyum pada Indira. "Duh, makasih banget ya.. Jadinya repotin."

Marshall tertawa. "Kapan lagi repotin CEO FGM ini, kan? Sudah, jangan sungkan-sungkan."

Andrea tidak bisa tersenyum, anehnya ia tidak bisa mengucapkan terima kasih atau senang karena Arya Atmodjo akan mengantarnya.

Continue Reading

You'll Also Like

3.4M 49.7K 32
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
2.6K 166 10
Wang Yibo melakukan semua cara untuk mendapatkan orang yang dicintainya. Sayangnya orang yang dicintainya adalah aseksual dan philemaphobia. Akanka...
98.5K 6K 23
Regina, cewek biasa aja yang sudah menjomblo dua tahun bertemu dengan Martin cowok yang digilai banyak wanita. Wajah tampan, kulit putih bersih, ting...
14.5M 1.4M 101
Ketika dua remaja yang tak saling kenal harus mengikat janji sehidup semati.