Extra Part - C

105 18 12
                                    

James sudah boleh pulang karena kondisinya makin membaik. Dia di bawa ke rumah Nadine karena orang tuanya harus terbang ke Australia lagi untuk mengurus beberapa hal. Sebenarnya mereka punya rumah juga di Jerman—untuk investasi—tapi, tak mungkin meninggalkan James sendiri. Maka dari itu, untuk sementara James tinggal di sana.

Tanggal pernikahan mereka juga sudah diumumkan. Akan tetapi, hubungan antara keduanya masih belum membaik. Maksudnya, sejak pertengkaran mereka di rumah sakit kala itu baik James maupun Nadine masih saling diam. Kecuali jika di depan orang tua mereka, maka berusaha sebaik mungkin terlihat baik-baik saja.

Nadine juga sekarang lebih sering mengurung diri di kamar, dia hanya akan keluar jika dipanggil untuk makan atau menemani James. Selebihnya Nadine habiskan untuk merenung.

"Nadz, kalian mau nikah masa marahan gini sih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nadz, kalian mau nikah masa marahan gini sih."

Ayaz mampir ke kamar Nadine, ingin tahu keadaan sang keponakan.

"Gak kangen sama James? Delapan bulan lho kalian gak saling bicara, sekalinya ngobrol malah berantem."

Nadine yang tiduran di kasur sambil memeluk guling hanya diam. Matanya bengkak karena menangis terus.

"Nadine," panggil Ayaz.

"Aku ngantuk, Onkel," jawab Nadine malas.

Ayaz terdiam, sampai kapan sih mereka bakal perang dingin begini. Gak kasihan apa sama Ayaz yang nahan kawin ini—eh, nikah deng.

"Ya udah, kamu istirahat dulu. Nanti malam kan mau ke butik, desainer yang kamu sewa dari Paris itu udah dateng. Nanti Onkel anter ke sananya."

Ayaz pun keluar, di depan pintu kamar Nadine ada James yang sedari tadi mendengarkan. Ayaz hanya mengangkat bahunya, tak tahu lagi bagaimana harus membujuk Nadine.

"Danke, Onkel."

Ayaz hanya mengangguk lalu meninggalkan James sendiri. Kini cowok itu tengah menarik napasnya dalam dan dihembuskan. Dengan bantuan tongkat untuk berjalan, James pun memasuki kamar Nadine.

"Aku bilang pengen tidur, Onkel."

"Ini aku."

Nadine yang tengah memejamkan matanya jadi melotot, dia pun bangkit dan melihat James dengan tampang melas itu.

"Kamu ngapain ke sini? Kok bisa ke atas sih, nanti kalau jatuh gimana?"

Tanya Nadine terlihat sangat khawatir, dia sampai beranjak dan menghampiri James yang hanya berdiri.

"Sini duduk."

Nadine membantu James duduk di kasur, tongkatnya Nadine sandarkan ke dinding. Meski mereka marahan, tapi Nadine tetap perhatian pada James.

"Aku minta maaf, Naddie."

Panggilan itu terdengar lagi di telinga Nadine, hatinya terasa menghangat.

"Aku gak mau kehilangan kamu, aku gak mau nikah selain sama kamu. Kamu juga tahu kan, perjuangan aku untuk dapetin kamu gak mudah, Naddie. Bahkan, pas kemarin ngelamar kamu ... aku harus nunggu dua bulan baru disetujui. Aku ngerasa kecewa pas kamu bilang minta putus, seakan gak menghargai usaha aku," jelas James dengan wajah menunduk.

SACRIFICE | 2020 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang