08

1.1K 268 18
                                    

Jari jemari Taera bergerak cepat di atas keyboard komputer nya.

Ia baru saja diberi setumpuk kerjaan, langsung dari Taeyong melalui Doyoung sebagai perantaranya.

Semuanya mesti selesai sekarang, tenggat waktu pekerjaan yang menumpuk serentak harus selesai sampai malam ini juga. Seperti disengaja, tampaknya Taeyong memberi setumpuk kerjaan agar Taera lebih fokus pada pekerjaannya dan tidak memikirkan masalah hal lain.

Tapi gak gini juga, dong! Batinnya meronta tidak terima, tapi yang ia lakukan hanya bisa bungkam.

Taeyong posisinya menjadi seorang bos saat ini, bukan seorang sahabat yang bisa Taera protes seenaknya. Ia harus bersikap profesional, tidak menggunakan statusnya sebagai sahabat agar terhindar dari setumpuk pekerjaan.

Tapi mengeluh tidak ada salahnya, kan?

Pandangannya fokus pada layar komputer, tidak memerhatikan sekeliling. Tidak sadar, suara yang ditimbulkan dari jari jemarinya itu nyaring menarik perhatian rekan kerjanya.

Joy yang duduk di sebelahnya memerhatikan, menggelengkan kepala sekali menyadari rekan kerja nya yang satu itu menahan kekesalan pada bos mereka.

"Mau dibantu gak, Ra?" Tanya Joy, bertopang dagu memerhatikan layar komputer Taera.

Mendengar kata dibantu, Taera melirikkan matanya ke arah Joy. Ingin sekali kepalanya mengangguk mantap, tapi urung saat matanya menangkap setumpuk berkas di atas meja Joy tak jauh banyak jumlahnya sama dengan berkas miliknya.

Ia menghela napas, memilih untuk menggelengkan kepalanya. "Lo aja banyak kerjaan gitu." Katanya menggumam, masih dapat Joy dengar dengan jelas.

Alis Joy terangkat, ia memandang ke arah meja nya yang memang dipenuhi setumpuk berkas juga.

"Ini mah diserahkan nya masih lama. Paling deket lusa, tapi udah mau selesai di gue." Kata nya menjelaskan, kembali menawarkan. "Mau gak gue bantuin?"

Lagi-lagi Taera menggeleng tanpa berpikir panjang. "Mending Lo bantuin gue doa aja deh, atau nanti gue singgah ke kosan Lo cuma minta pijitin."

"Bahaya ini mah, kalau minta bantu. Habis dimarahin bos kalau ketahuan." Kata nya lagi, diangguki oleh Joy.

"Iya, sih. Keliatan banget hawa nya, kalau ini berkas harus Lo sendiri yang ngerjain." Bilang Joy berdecak pelan, sementara Taera menganggukkan kepalanya malas untuk menyetujui.

"Padahal dia tuh sahabat Lo, kan. Makan pas istirahat aja biasa lo di kantornya, sama pak Johnny itu. Kok bisa dia setega ini. Berantem kalian?" Tanya Joy penasaran sekaligus keheranan.

"Rumit." Jawab Taera malas, "gue no comment, deh. Takut salah ntar."

Menanggapinya Joy hanya terkekeh pelan.

Tidak ada lagi percakapan di antara Joy dan Taera, keduanya sibuk dengan komputer masing-masing dengan Joy sesekali bangkit dari duduknya pergi entah kemana membawa beberapa berkas.

Taera meneguk kopinya yang tinggal setengah, fokusnya benar-benar hanya tertuju pada komputer. Sampai ponsel yang ia sengaja letakkan di atas meja berdering, tanpa melihat siapa yang menelpon ia segera menjawab panggilan.

"Halo—"

"Mbak Taera?" Suara Sejeong menyapa Indra pendengaran nya, belum perawat itu mengatakan apa-apa jantungnya sudah berdebar tak karuan. Ia memiliki firasat bahwa perawat yang merawat sang ibu itu membawa berita buruk.

"Kenapa? Mama baik-baik aja, kan? Kenapa jam segini suster nelpon?" Tanya nya terdengar panik, suaranya yang nyaring menarik perhatian rekan kerja.

Semua saling pandang, tidak paham mengapa rekan kerjanya yang satu itu terdengar panik sendiri. Bahkan Joy yang tidak tahu menahu mengernyit, memerhatikan dari jauh.

"Kondisi mama mbak Taera drop, dia ada di UGD sekarang. Kalau enggak keberatan, mbak bisa kesini—"

Mendengar kata UGD disebut-sebut, Taera panik bukan main langsung bangkit dari duduknya. Ia mengambil tas nya segera, melupakan pekerjaannya yang juga sama pentingnya harus dikerjakan.

"Saya enggak keberatan. Saya ke sana sekarang." Katanya lalu menutup telepon.

Ia berlari tak peduli kakinya akan sakit nanti, yang paling utama ia pikirkan adalah kondisi sang ibu saat ini.

Joy yang melihatnya itu ikut panik, hendak menyusul tapi langkahnya kalah cepat. Ia akhirnya memilih tinggal dan menyimpan pekerjaan Taera yang tampaknya belum sempat disimpan file nya.









Doyoung menghela napas, begitupun Taeyong yang sedaritadi menyandarkan punggungnya sebab lelah lama duduk tegap.

Dari semenit yang lalu karyawan lainnya yang ikut rapat keluar dari ruang rapat. Keduanya masih setia bersantai di ruang rapat, melepas penat sejenak.

Terlampau malas untuk bergerak kembali ke ruangan yang lumayan jauh jaraknya.

Doyoung memijit pangkal hidungnya, "jam tujuh malam Lo ada janji, Yong."

Taeyong yang daritadi memejamkan mata kini membuka mata, mendelik ke arah Doyoung.

Doyoung membalas delikan Taeyong, "perjodohan Lo. Adek Johnny."

Mendengar penjelasan yang Doyoung berikan, seulas senyum terbit di sudut bibir Taeyong.

"Jadi gak sabar." Kata Taeyong, jelas ia bersemangat.

Doyoung berdecak pelan, "Lo seneng gak jelas, sementara Taera Lo siksa."

"Ha?"

"Lo ngerjain Taera, kan?" Tanya Doyoung jelas wajahnya terpampang kesal, "Lo kasi dia banyak kerjaan, biar dia sibuk, kan?"

Taeyong mengangguk, tidak mengelak, "kenapa? Salah?"

"Menurut Lo?"

"Benar." Jawab Taeyong tanpa ragu, "disini gue bos nya. Wajar gue kasi dia kerjaan, wajar dia sibuk karna kerjaan. Lo pikir, gue gaji dia cuma buat dia main-main?"

"Tapi alasan Lo sebenarnya bukan itu, kan?"

Taeyong menghela napasnya, kini memejamkan mata kembali. "Terlepas dari apapun alasannya, gue berhak ngelakuin itu. Dan gue rasa, cara gue terlalu kemanusiaan buat disebut nyiksa."

Doyoung diam, ia enggan membalas yang kemudian memancing perdebatan di antara keduanya.

"Kalau Lo mau bantu dia, bantu aja. Dia kan bergantung banget sama Lo, Doy."



•••



Maaf yaa Taeyong nya baru updateee huhuhuhu 💚💚💚💚

Stay healthy selamat hari Minggu yaaa💚💚💚💚💚



Bout Feelings - TaeyongΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα