Chapter Four

77 24 13
                                    

"Naddie, kata onkel kamu sakit. Sakit apa, Sayang? Kok gak bilang ke aku sih?"

Rentetan pertanyaan keluar dari mulut James, cowok itu mengusap-usap pipi Nadine. Wajahnya terlihat sangat khawatir, pasalnya sudah tiga hari dia tak bertemu dengan kekasihnya dan malah mendapat kabar bahwa Nadine sakit.

"Udah berobat? Kamu udah makan belum? Kalau belum aku bikinin bubur ya."

Nadine yang duduk bersandar di kepala kasur hanya diam, wajahnya nampak pucat. Matanya juga sembab.

"Sayang ... kamu kenapa sih? Cerita dong sama aku, jangan diem aja."

James jadi bingung sendiri, ada apa dengan kekasihnya?

"Aku bawa kamu ke rumah sakit aja, ya? Daripada diem mulu, muka kamu pucet gitu. Serem, hehehe."

James masih sempat-sempatnya terkekeh padahal ekspresi Nadine datar.

"Aku mau putus."

Tawa James mendadak berhenti, agak menatap Nadine dengan tak percaya. Tapi, lalu berkata, "Perasaan gak hujan deh, kok kamu bisa sakit ya? Apa salah makan." James merapikan rambut Nadine dan menyelipkannya ke telinga.

"Aku mau kita putus," ulang Nadine. Kini air matanya ikut jatuh dan James langsung menghapusnya.

"Kamu demam, aku bawa kamu ke rumah sakit sekarang."

James sudah bangkit dan hendak pergi keluar untuk menyiapkan mobil, tapi Nadine malah menahannya.

"Apa kata-kata aku kurang jelas? Aku mau kita putus, James!" ucap Nadine penuh penekanan.

James terduduk dengan masih menampik ucapan Nadine barusan. "Aku lagi gak mau bercanda, Sayang. Sekarang kita ke rumah sak ....""

"Aku mau putus, James. Aku mau kita putus!" potong Nadine.

James diam dengan perasaan dongkol. "Kenapa? Kenapa mau putus? Aku gak suka ya, kamu bercanda kayak gini," marah James. Dia mencoba untuk tidak meledak di depan Nadine yang tengah sakit itu.

"Aku gak mau jadi pacar kamu. Aku gak mau nikah sama kamu ... aku berubah pikiran," ucap Nadine lugas.

Sementara James tertawa, dia bangkit dan mengacak rambutnya kesal. "Kamu sakit, Nadz," ujarnya.

"Kalau kamu gak mau ke rumah sakit sama aku ya udah, gapapa. Nanti aku minta tolong onkel untuk antar kamu." James melangkah meninggalkan Nadine yang hanya menunduk. "Aku anggap ... kamu gak pernah ngomong kayak tadi."

Setelah itu James benar-benar pergi dengan perasaan yang kacau. Tiga hari tidak bertemu dan bertukar kabar dengan Nadine, tapi barusan dia malah mendapatkan ini?

What the heck is going on?

Sementara Nadine sudah menumpahkan air matanya sedari tadi. Ini adalah keputusan yang sangat sulit baginya. Nadine tidak pernah menginginkan berada dalam situasi seperti ini.

🥜🥜🥜

Tiga hari lagi berselang dan selama itu James tak mengunjunginya. Nadine sudah baikan karena sang onkel membawanya ke rumah sakit.

Kini Nadine meminta pria itu datang untuk menemuinya. James yang berpikir jika semuanya sudah baik-baik saja pun menuruti ucapan Nadine, walaupun dia sedang sibuk dengan kuliahnya.

Sore hari di taman dekat perumahan Nadine, cowok dengan jaket army itu menghampiri Nadine yang sedang duduk memandang ke depan dengan tatapan kosong.

James sebenarnya masih sangat mengingat kejadian tiga hari lalu, jujur dia merasa takut untuk bertemu Nadine saat ini. Tapi, dia juga butuh kejelasan dan berharap bahwa kemarin bukanlah apa-apa.

SACRIFICE | 2020 ✓Where stories live. Discover now