Part 6 - A Misterious Boy

118 40 17
                                    

Tidak semudah itu mendapat kesempatan untuk berada didekat Aaron, apalagi jika untuk berbicara dengannya.

Ia dingin, liar, dan tampan.

Semua siswi menyukainya tak terkecuali. Maddison sadar bahwa hari dimana ia diakui sebagai kekasih Aaron, adalah hari dimana hidupnya berubah. Ia tidak tahu apa yang mendasari lelaki itu menunjuknya sebagai kekasih palsu yang harus membuat Jessica menyesal. Jika saja Aaron mau lebih memilih, banyak wanita cantik lainnya yang mau menggantikan posisinya sekarang.

Maddison kembali kedalam ruang kelasnya dengan lesu, ia tidak ingin bicara dengan siapapun, termasuk Hanna. Bukan, bukannya ia menghindar. Ia hanya takut jika Hanna mengetahui kebohongan yang akan ia lakukan dalam kurun waktu yang belum bisa ditentukan.

Berkali-kali Hanna mengajaknya bicara, yang hanya bisa Maddison balas hanyalah anggukan, terlihat tidak tertarik.

"Maddy, kau tidak apa-apa?" tanya Hanna dengan raut wajah khawatir.

Maddison mengangguk.

"Kurasa aku akan izin pulang, Hanna. Badanku tak enak." ucap wanita itu.

"Kau demam?" tanya-nya sembari menyentuh dahi Maddison.

"Tidak, kurasa hanya lelah. Sebaiknya aku pulang duluan. Ku telepon kau nanti, ya?" tanya Maddison.

Hanna mengangguk. "Ya, hati-hati. Kabari aku."

Maddison keluar dari ruangan guru setelah mendapat izin pulang dari wali kelasnya. Kepalanya terasa berat, kakinya terasa lemas dan berkali-kali ia berhenti untuk hanya bersandar pada dinding koridor.

"Aku tidak akan sampai dirumah jika terus seperti ini." ucap Maddison kepada dirinya sendiri.

Ia kembali berjalan dengan kepala terasa berat dan pusing. dan tiba-tiba saja ia kehilangan keseimbangan.

Sepasang tangan memegangi bahunya agar tidak jatuh, tangan yang kuat dan hangat. Maddison menoleh, mendapati seorang lelaki tampan dengan raut wajah datarnya sembari berkata, "Jika sakit, sebaiknya ke ruang kesehatan."

Maddison langsung berusaha berdiri tegap.

Tampan sekali, apakah aku berhalusinasi? ucapnya dalam hati.

"T-terima kasih." ucap Maddison dengan kikuk.

Lelaki itu hanya diam, dan pergi berjalan memasuki ruang kepala sekolah.

Tidak ada yang melihatnya selain Maddison dikarenakan waktu menunjukkan bahwa kelas masih berlanjut. Hanya Maddison dan lelaki itu yang ada dikoridor tadi.

"Sepertinya aku berhalusinasi." ucapnya lagi.

"Ya, aku harus segera pulang. Aku berhalusinasi lagi."

**
Selama dua hari Maddison tidak datang ke sekolah, berkali-kali Aaron meneleponnya namun ia abaikan saja. Toh, ia begini juga karna ulah lelaki itu, pikirnya.

Hanna meneleponnya saat jam istirahat yang terpaksa harus diangkat oleh Maddison—jika tidak ia tahu bahwa Hanna tidak akan membiarkannya tidur dengan tenang.

"Ya?" ucap Maddison dengan malas.

"Bagaimana keadaanmu, Sweetheart?" tanya Hanna terdengar sangat khawatir, "Aku menelponmu sejak kemarin, dan juga kenapa kau tidak membalas satupun pesanku?"

"Hanna, aku baik-baik saja. Kurasa besok aku bisa segera masuk. Ada gosip apa disekolah?" tanya Maddison dengan hati-hati memastikan bahwa ia tidak masuk dalam deretan gosip hangat sekolahnya.

"Ah, ya!" Pekik Hanna dengan semangat. "Kau tahu saja apa yang hendak kusampaikan. Kau tahu bahwa Jessica kembali mendekati Aaron. Umm.. Tapi--kau tidak apa-apa?" Tanya Hanna dengan keraguan disuaranya.

"Maksudmu?"

"M-maksudku, kau tahu beberapa hari yang lalu Aaron bertindak seakan-akan ia kembali bersama Jessica. Kudengar, kau dan Aaron punya hubungan."

Maddison mendengar dengan rasa tidak tertarik, ya begitulah pikirnya, memang lelaki itu tidak bisa dipercaya. Sehari ia bertindak untuk membalas dendam, dihari kemudian ia akan menunduk seperti anak anjing.

"Tidak ada berita yang lebih menarik untuk ku dengar?" tanya Maddison dengan tidak semangat.

Hanna berpikir sejenak, "Oh! Aku tahu!" Pekiknya.

"Ada anak pindahan baru! Oh.. Maddy kau harus bertemu dengannya. Ia. Sangat.Sangat. Sangat. Seksi!"

"Oh ya?"

"Ya! Kau tahu apa yang lebih mengejutkan? Ia satu kelas dengan kita!" Pekik Hanna histeris.

"Hm.. Oke."

"Kau terdengar seperti tidak tertarik, apa kau masih sakit? Boleh kujenguk? Boleh?"

"Tidak perlu, Hanna. Besok aku akan masuk sekolah, kau tidak perlu khawatir."

"Kau serius?" tanya Hanna dengan cemas.

"Ya. Sekarang kembalilah ke kelasmu. Aku ingin istirahat."

***

Belum sempat Maddison melangkahkan kakinya ke ruang kelas, seseorang menarik tangannya dengan paksa.

"Sial apa yang kau--" ucapannya terhenti saat ia melihat lelaki pertama yang ingin ia hindari sepanjang hari. "Lepaskan!" 

"Kenapa tidak menjawab telfonku?" tanya Aaron mengernyitkan dahinya.

"Kau tidak tahu aku sakit? Pentingkah telfonmu itu ketimbang istirahatku?"

"Setidaknya aku harus tahu kondisimu, kau tahu bahwa kau masih harus menjadi pacar bohonganku. Aku akan ikrarkan itu hari ini." Ucap lelaki itu dengan mantap.

"Terserah." Ucap Maddison dengan singkat, bersikap tak peduli dan melangkah masuk dalam kelasnya.

"Aku belum selesai bicara, Maddison." Aaron menarik kembali tangan Maddison dengan keras hingga tubuhnya hampir membentur dinding jika saja tidak ada seseorang yang menahan punggungnya dari belakang.

Maddison menoleh kebelakang. Matanya membelalak terkejut melihat sosok lelaki yang ia temui beberapa hari lalu dikoridor sekolah.



***


Short but clear yah.....................

Vomments guys kalian mau next partnya gimana ^^


Stare At MeDonde viven las historias. Descúbrelo ahora