Rasa bahagia membuat Taeyong lupa untuk berhati-hati. Ia berdiri sedikit terlalu cepat sehingga rasa kram menyerang perut bagian bawahnya. Ia sampai harus berpegangan pada meja untuk menahan sakitnya. Sebenarnya rasa kram itu sudah muncul sejak pagi. Tapi karena terlalu sibuk ia sempat mengabaikannya dan baru terasa lagi sekarang.
Taeyong menghirup dan membuang napas perlahan. Dengan lebih hati-hati ia berjalan menuju toilet. Perasaannya tak enak. Ia merasakan sedikit basah di bagian bawahnya.
"Semoga ga kenapa-kenapa..."
.
.
.
Ten menoleh saat merasa tangannya digenggam. Ia bisa melihat Jaehyun yang kini sedang tersenyum padanya. "Jangan tegang gitu ah mukanya, serem tau ga?"
"Ih mas... Aku takut mau operasi, ya wajarlah."
"Jangan mikirin yang bikin kamu takut, pikirin Jaemin, pikirin ayah-ibu, pikirin mas. Pikirin wajah bahagia kita pas kamu sembuh nanti."
Ten meresapi kata-kata Jaehyun. Benar, di saat-saat seperti ini ia harus berpikir positif agar tak memperburuk kondisinya sendiri. Setidaknya sekarang ia memiliki harapan untuk sembuh. Orang tuanya berhasil mendapatkan nomor pertama donor untuknya. Meskipun harus pergi ke negara tetangga dan berpisah sementara dengan keluarga, setidaknya ia akan bergabung dengan mereka lagi nanti dalam keadaan sehat.
Tapi bagaimana jika gagal? Bagaimana jika ia tidak bisa bertahan hidup?
Satu ketakutan yang muncul itu berhasil menurunkan air mata dari netra Ten. "Aku takut mas..."
"Jangan takut. Ada mas di sini, hm?"
Ten mengangguk kemudian merangsek maju untuk menenggelamkan diri di dada bidang suaminya. Ia menumpahkan resah dan gelisah hatinya di sana sampai merasa tenang. Sekarang tak ada lagi yang boleh dipikirkannya selain kesembuhan. Ia harus sembuh, demi orang-orang yang dicintainya.
.
.
.
Sesudah melalui proses check in, kini mereka hanya tinggal menunggu waktu keberangkatan pesawat. Ibu Ten sibuk mengecek ulang segala keperluan Ten. Mengingat Ten adalah pasien dengan riwayat penyakit jantung, banyak hal yang perlu diperhatikan sebelum menaiki pesawat.
Jaehyun sedikit menjauh dari keduanya untuk menelepon. Entah kenapa perasaannya tak enak sejak tadi. Apalagi ia memang dengan sengaja mematikan handphonenya. Setidaknya ia harus mengecek benda itu sekali sebelum berangkat.
Ada banyak panggilan masuk dari nomor Johnny. Beberapa juga dari rekan kerja lainnya. Perasaannya semakin tak enak. Tanpa pikir panjang ia segera menekan tombol panggil pada nomor Johnny.
"Akhirnya nelpon juga kamu, Jae!"
"Halo, John? Ada apa? Taeyong gapapa?" Pikiran Jaehyun langsung tertuju pada istrinya.
"Itu dia... Taeyong pendarahan, Jae. Sekarang masih di IGD."
"Pendarahan? Ya Tuhan... Kok bisa? Trus gimana sekarang? Tolong bilang istri sama anakku baik-baik aja."
"Belum tau. Masih ditanganin dokter. Semoga ga kenapa-kenapa. Kamu ga bisa ke sini? Taeyong pasti butuh kamu banget sekarang."
"Aku..."
Jaehyun tak bisa menjawab. Di satu sisi ia ingin menerobos pintu bandara sekarang juga agar bisa menghampiri Taeyong. Tapi di sisi lain ada Ten yang juga membutuhkan dukungan darinya. Dilema. Inilah hal yang tak pernah ia bayangkan saat memutuskan menikah untuk yang kedua kalinya.
Siapa yang harus ia pilih?
.
.
.
Jaehyun menghampiri Ten dan ibunya dengan langkah gontai. Kepalanya tertunduk karena beratnya beban pikiran yang ditanggungnya. Ada dua nyawa yang sedang bertaruh hidup di dekatnya. Sangat berat memilih satu di antara keduanya. Seandainya ia bisa membelah dirinya menjadi dua.
YOU ARE READING
In Between [JaeYong version]
FanfictionJaehyun kira ia telah berdamai dengan masa lalu. Nyatanya saat "dia" kembali, hatinya kembali goyah. . . . . JaeYong & JaeTen, bxb, mpreg, age switch, plot receh ala sinetron indo**ar, local setting, bahasa baku-nonbaku, the world of the married ver...
![In Between [JaeYong version]](https://img.wattpad.com/cover/233637683-64-k106652.jpg)