🍃 bagian dupuluh

Start from the beginning
                                    

"Makasih, Jeff. Maaf ngerepotin, aku nggak bisa balas semua kebaikan kamu. Tapi semoga Tuhan balas semuanya, semoga kamu hidup bahagia, senang bisa kenal kamu," ucap Ana sambil tersenyum tipis. Senyuman yang Ana pancarkan benar-benar tulus.

Cahaya berwarna kuning berkilauan di sekitar tubuh Ana.

"Lo mau pergi?" tanya Jeff dengan air mata yang sudah berkumpul di pelupuk matanya. Jantungnya berdetak lebih cepat karena takut.

"Aku mau pulang," jawab Ana.

Jeff berusaha meraih tangan Ana, tapi perlakuan itu sia-sia. Cahaya kuning itu semakin memancar dan tubuh Ana semakin memudar.

"Pulang kemana?" Jeff berkedip, air mata yang sudah berkumpul di pelupuk matanya tadi merosot begitu saja dan meluncur menuruni pipi Jeff.

"Kamu harus percaya sama aku," tidak ada sedetik, kamar Jeff tiba-tiba menjadi gelap gulita.

Ana sudah pergi dari sana, angin berhembus kencang hingga menggerakkan tirai di kamar Jeff.

"Lo jahat, Roselia," ucap Jeff sambil menunduk, ia menangis.

"Tuhan, berikan yang terbaik buat dia," doa Jeff sambil menyenderkan kepalanya di kasur. Ia mendongak menatap langit-langit dengan lengan yang menutupi matanya, Jeff membiarkan air matanya turun dengan derasnya.

👾👾

Gadis itu terus mengelus tangan kembarannya, ia mencium tangan itu berkali-kali sambil terus berdoa kepada Tuhan.

"Mel, gue gak nemuin tas lo," Hanan masuk dengan langkah tergesa-gesa.

"Gak papa. Isinya cuma ponsel, gue bisa beli lagi. Gimana sama monster itu?" tanya Meli.

"Bokap lo yang urus, entah masuk penjara atau rumah sakit jiwa," jawab Hanan.

"Gue harap omongan gue gak jadi kenyataan," ucap Hanan yang agaknya menyesal.

"Lo ngomong apa aja?" tanya Meli dingin.

"Gue berharap dia meninggal, Mel. Gue cuma gak tega sama dia, gue gak mau lihat Seli terus disiksa sama Tante Dara. Dia juga keras kepala karena nggak mau ninggalin Tante Dara, makanya gue nyeplos gitu. Maafin, gue Sel, Mel," ucap Hanan.

"Kalau takdirnya gitu kita bisa apa, Han," jawab Meli seakan tidak bertenaga.

"Dia baik-baik aja kan?" tanya Hanan.

Meli menatap alat pendeteksi detak jantung yang menampilkan sebuah gelombang T itu.

"Gue takut, Han," ucap Meli. Hanan hanya diam sambil menekan pundak Meli, bermaksud untuk memberikan semangat.

"Bangun, Sel. Gak ada lo hidup gue jadi gak keurus, biasanya kan lo yang jadi sosok ibu buat gue," pinta Meli sambil menggenggam tangan Ana.

"Gue janji, kalau lo bangun gue bakal pulang," ucap Meli sambil menangis.

















Suara dengung yang terdengar dari alat pendeteksi detak jantung itu menggema,  garis yang awalnya bergelombang itu berubah menjadi garis lurus.

"Sel! SEL GUE NYURUH BANGUN BUKAN LANJUT TIDUR!!" teriak Meli sambil mengguncang tubuh Ana.

Hanan sudah lari keluar guna mencari dokter yang biasanya merawat Ana.

To : My Pretty Ghost 🎀Where stories live. Discover now