"Kok kosong?" Ana memutuskan untuk menembus pintu si pirang. Dirinya terdiam, Jeff benar. Tubuhnya terbujur kaku di sana dengan banyak alat bantu pernapasan. Suara alat bernama electrocardiogram masuk ke pendengaran Ana.

"Ini ... A-ku. Ini tu-tubuh aku," ucap Ana terbata-bata, ia mendekati tubuhnya sendiri yang terlihat pucat dan kurus itu.

"Aku harus coba masuk," Ana memposisikan dirinya berbaring di tempat yang sama dengan tubuhnya,  setelah itu ia bangun.

Namun raganya tidak ikut bangun, tubuhnya menolak untuk menerimanya.

"Aku harus apa?" tangis Ana. Ia mengusap tangan dirinya yang terbaring itu. "Aku bakal kembali dan nyari cara," gumam Ana.

Ana lalu berdiri, menatap keadaan kamarnya. Lalu ia menatap tulisan 'Seli loves Meli loves Seli'. "Meli," ucap Ana.

"Dimana Meli? Kenapa kamarnya kosong? Dan dimana kedua orang tua aku? Kenapa di rumah sebesar ini cuma ada suster?" kemudian Ana dapat mendengar suara gaduh di luar.

Terdengar suara barang-barang pecah dan dua orang yang saling meneriaki satu sama lain. Setelah itu terdengar suara langkah kaki yang terkesan tergesa-gesa menuju kamar Ana.

Ana memutuskan untuk mengamati semuanya dari sudut ruangan. Seorang wanita yang sepertinya hampir berkepala empat itu mendatangi Ana dengan wajah congkak.

"Nyonya! Jangan Nyonya!"

"Mati kamu! Mati kamu anak setan!" wanita itu melepas paksa sebuah alat bernama nasogastric tube yang merekat di hidung Ana.

Lalu tangan keriputnya mencekik tubuh kaku itu, tubuh Ana tidak bereaksi.

"Nyonya! Jangan!" suster itu terus menarik wanita itu agar tidak melakukan hal yang membahayakan.

"KAMU NGAPAIN DARA!" Ana melihat ke ambang pintu. Seorang laki-laki yang sepertinya Ayahnya itu mengeraskan rahang.

Laki-laki itu menarik tangan Dara kasar, ia menyeretnya keluar kamar. Rentetan makian keluar dari bibir manis Dara.

"Jaga Roselia!" perintah laki-laki itu.

Ana menggigit bibir dalamnya, air matanya sudah turun deras.

"Nona Roselia harus kuat," bisik suster itu sambil membenahi tubuh Rose.

"Apa dia Ibu aku? Mereka orang tua aku?  Kenapa begini?" tanya Ana pada dirinya sendiri, ia menghapus air matanya yang membasahi pipinya cepat.

Tapi karena air matanya turun dengan deras, pipinya kembali basah. Ana memang tidak ingat tentang kehidupannya, tapi ketika hanya melihat kejadian yang tidak ada 5 menit tadi sudah membuat dada Ana sesak.

Beralih dengan Jeff yang duduk diam di mobil, ia dari tadi berusaha untuk mengikuti lirik lagu yang ia dengarkan. Gunanya? Untuk menghapus perasaan  Ana yang turut ia rasakan sekarang.

Tapi bukannya hilang, ujung mata Jeff malah turut menitihkan air mata.

"Bangsat! Ada apa sih?" geram Jeff sambil memukul stir mobilnya. Jeff semakin memundurkan jok mobilnya, sepertinya tidur lebih baik ketimbang menahan rasa ini.

Sialnya, Jeff tidak mengantuk dan perasan itu malah semakin menjadi.

"Ana keluar. Keluar Ana kalau lo gak sanggup, keluar!" gumam Jeff kuat.






Brak!!






"Ana?"

"Hanan bener, Jeff," Ana mengucapkan itu dengan nada bergetar. Matanya juga sembab.

To : My Pretty Ghost 🎀حيث تعيش القصص. اكتشف الآن