"Mas, aku ke kamar duluan ya? Capek banget ngurusin anak-anak hari ini. Mereka lagi ngerjain PR di kamar tuh, tolong ditengok ya, jangan sampe malah bablas main game."
"Iya, Ten."
"Makan malem juga udah ada di meja. Tapi hari ini aku ga masak karena anak-anak minta gofood tadi. Kamu makan yang banyak ya, Yong. Kalau ga ada pantangan dari dokter mah hajar aja semuanya dimakan. Hehe..."
Setelah mengatakan itu Ten benar-benar masuk ke kamarnya. Pintu ia kunci dari dalam. Biar saja. Ia yakin Jaehyun akan memilih tidur bersama Taeyong malam ini. Mereka pasti ingin bersenang-senang berdua setelah mendapat kabar bahagia. Mana ingat mereka dengan dirinya yang bersandar di pintu bersama perasaannya yang hancur?
Satu per satu tetes air mata jatuh dari mata Ten. Ia sudah tak kuat lagi berpura-pura. Kalau boleh protes, ia ingin menuntut pada Tuhan sekarang juga.
Kenapa ia tidak dilahirkan dengan normal? Kenapa ia harus terlahir dengan kondisi jantung yang lemah? Kenapa ia harus meregang nyawa bahkan untuk mengandung dan melahirkan sesosok bayi kecil saja? Kenapa harus Taeyong yang hamil? Kenapa bukan ia? Kenapa bukan Ten Lee istri Jung Jaehyun yang merasakan kebahagiannya malam ini?
Kenapa?
Kenapa?
Ini yang Ten takutkan sejak awal Jaehyun berniat menikahi Taeyong. Saat ada kehadiran seorang anak dalam pernikahan mereka, maka akan sulit bagi mereka memutus ikatan yang telah terjalin. Dan sekarang itu sudah terjadi.
Bagaimana jika setelah ini Jaehyun akan dimiliki oleh Taeyong sepenuhnya? Bagaimana jika tak ada lagi ruang baginya, si istri penyakitan yang tidak mampu memberikan keturunan kedua untuk suaminya?
Ten tahu sejak dulu Jaehyun bermimpi ingin punya banyak anak. Dan itu bisa Jaehyun dapatkan dari Taeyong, bukan darinya.
Tidak. Tidak boleh begini.
"Aku harus sembuh... Ya... Aku ga boleh kalah dari Taeyong..."
.
.
.
Setelah beristirahat satu hari, Taeyong kembali masuk ke kantor. Kehadirannya yang diiringi Jaehyun di sebelahnya mengundang tatapan banyak orang. Mereka pasti sudah bertanya-tanya sejak kemarin mengenai statusnya dan Jaehyun. Jaehyun bilang ia sudah mengklarifikasi pada semuanya kemarin, tapi tetap saja Taeyong kepikiran.
"Selamat pagi Pak Jaehyun, Pak Taeyong." Sapa resepsionis yang baru saja mereka lewati. Wow, sebuah kemajuan, batin Taeyong. Biasanya ia hanya disuguhi senyum kecut setiap pagi.
"Mas, jadi ramah mereka."
"Emang biasanya gimana?"
"Ga gimana-gimana, biasa aja."
"Kalo ada yang macem-macem sama kamu bilang mas."
"Ga ada yang macem-macem kok-"
"Eh, Jaehyun sama Taeyong... Udah baikan, Yong? Kata Jaehyun kemarin sakit?" Johnny menyapa mereka sama ramahnya seperti biasa.
"Eh, i-iya bang, udah mendingan." Taeyong melirik Jaehyun saat memanggil Johnny dengan "bang". Takutnya Jaehyun cemburu seperti yang sudah-sudah.
"Hahaha, makanya Jae, jangan diajak "main" mulu Taeyongnya, jadi sakit kan?"
"Eh?"
"Ya terserahku dong, John, istri istriku." Jaehyun merangkul pinggang Taeyong posesif, menunjukkan kepemilikannya yang mutlak. Taeyong tersenyum canggung.
"Tapi ya bagi-bagi dong, Jae. Yang di rumah udah cakep masih nyari yang lain juga. Tapi kalo aku punya sekretaris kayak Taeyong sih, hari pertama kerja juga udah kuajak nikah..." Krik krik. "Haha...bercanda, bercanda. Dah ya, baik-baik di kantor. Tahan sampe di rumah kalo mau ngapa-ngapain."
YOU ARE READING
In Between [JaeYong version]
FanfictionJaehyun kira ia telah berdamai dengan masa lalu. Nyatanya saat "dia" kembali, hatinya kembali goyah. . . . . JaeYong & JaeTen, bxb, mpreg, age switch, plot receh ala sinetron indo**ar, local setting, bahasa baku-nonbaku, the world of the married ver...
![In Between [JaeYong version]](https://img.wattpad.com/cover/233637683-64-k106652.jpg)