1.1. sembilan belas

Start from the beginning
                                    

Akhirnya, setelah setahun penuh keterdiaman, Jeno memutuskan untuk memulai langkahnya ketika semester ketiga perkuliahannya dimulai. Berkat motivasi dari sahabat baiknya, Jeno pun berpikir bahwa ia harus berani, berani mendekati Jaemin yang anti-sosial maksudnya.

Iya, Jaemin itu anti-sosial. Temannya bisa dihitung jari. Ada Lee Donghyuck dari Ilmu Komunikasi dan—entahlah, Jeno pun tidak pernah melihat Jaemin bersama orang lain selain Lee Donghyuck.

Maka ketika ia baru saja hendak menghampiri Jaemin di lobi utama, bermaksud mengajaknya makan bersama, pemuda itu tiba-tiba saja jatuh pingsan tepat di pelukannya. Jeno mendadak berdebar, namun rasa khawatirnya tumbuh lebih cepat daripada rasa bahagianya.

Puluhan pasang mata menatapnya yang sedang menggendong Jaemin dengan heran. Pemuda Lee itu dengan rusuh langsung berlari ke klinik kampus, yang sialnya tidak ada siapapun yang berjaga disana, membuat Jeno akhirnya harus menunggui si Na itu hingga bangun.

"Yah, aku tidak keberatan, sih," ia bermonolog sembari menarik kursi ke samping kasur yang ditempati Jaemin. "Wajahnya pucat sekali, astaga. Dia pasti belum makan!"

Jeno pun berlari ke kantin untuk membelikan roti dan air mineral untuk Jaemin. Begitu sampai, pemuda itu ternyata tengah menggeliat bangun dan Jeno pun seketika panik harus bagaimana.

"Na Jaemin?"

"Ah, ya... bagaimana kamu kenal saya?"

Lalu, rasa bahagia itu kembali muncul dalam hati Jeno ketika ia menyadari bahwa Jaemin mengenalinya.

Oh, tentu saja kenal. 'Kan Jeno populer.

Jeno kemudian duduk sembari memperhatikan Jaemin makan. Perlahan-lahan ia terlarut dalam kegiatan memandangi gebetannya itu. Hari ini betul-betul hari bahagianya, tapi nampaknya sekarang tidak memungkinkan Jeno untuk mengajaknya makan bersama.

Ketika melihat pipi orang yang disukainya itu merona merah setelah ulahnya mengacak-acak rambut coklat tebal itu, tekad Jeno jadi semakin yakin untuk cepat-cepat mendekati Jaemin.

"Jaga kesehatan ya."

Akhirnya Jeno memutuskan untuk pulang, ia akan mencoba lagi besok melihat kondisi Jaemin yang tidak terlalu fit. Ia harus buru-buru masuk kelas karena temannya sudah mengiriminya pesan bahwa dosen sudah datang.

Keesokan harinya, Jeno menyapa Jaemin dari kejauhan. Ia yakin Jaemin tengah menatap padanya, namun pemuda itu sama sekali tidak menggubrisnya dan malah buru-buru melangkah pergi. Jeno menghela napas kecewa, mungkin Jaemin tidak sadar kalau ia sapa?

Sehari kemudian, Jeno mencoba lagi dan berakhir diabaikan pula.

Jeno tidak menyerah di hari ketiga, pada akhirnya Jaemin sadar bahwa Jeno tengah menyapanya dengan ceria.

Pemuda Lee itu pun kembali melancarkan rencana awalnya, yaitu mengajak Jaemin makan siang bersama. Namun, bahkan tanpa menjawabnya satu kata pun, si manis Na itu langsung balik badan dan berjalan cepat meninggalkannya.

"Jaemin—hei, Na Jaemin—"

Jaemin nampak kesal, namun ia tidak marah. Ia lebih ke arah panik sebenarnya karena mendapat perhatian tidak perlu dari orang-orang sekitar. Jeno kalang kabut, ia takut Jaemin illfeel padanya, namun Jeno tidak boleh mundur begitu saja. Ia sudah sampai sejauh ini.

"Permisi, Jeno, saya—"

"Jaemin, aku suka padamu."

Akhirnya terucap juga kata suka yang sudah tertahan setahun lamanya di dalam hatinya. Jaemin mendadak bergeming dan menatap Jeno kaget. Tapi sialnya, pujaan hatinya itu malah berlari meninggalkannya sendirian di koridor, membuat Jeno mengerang frustasi dan mendengus kecewa.

Starlit Night - [nomin]Where stories live. Discover now