1 |PINDAH KE WITHERCROWN MANOR

143 17 11
                                    

Hai, aku kembali, dengan cerita baru tentunya. Aku harap kalian suka :)   
REMEMBER FOLLOW, VOTE AND COMMENT:) 

***

“Aku memasang jerat di ribuan tempat dalam pemikiranmu, berharap jerat itu dapat menangkapmu.”

Sang Terdakwa

*

    “Lihat, betapa indahnya kota Sussex anak-anak,” kata Cordelia––ibu tiriku tampak terkagum-kagum melihat tempat ini padahal kami masih di luar stasiun kereta api. Aku memberengut, melirik adik tengahku Glenda melompat-lompat kecil sambil menjilat lolipop. Aku takjub lolipop itu belum kandas setelah perjalanan kami dari London. Si bungsu yang berusia sepuluh bulan––Christopher Timyz Howard––yang biasa kami panggil Timmy juga mengiyakan pernyataan ibunya.  Kakinya mengentak-ngentak dalam gendongan Cordelia sembari memainkan gelembung ludah. Kurasa hanya aku yang merana di sini.

“Sampai berapa lama kita akan menunggu?” tanyaku setengah kesal, aku menopangkan berat tubuhku ke sebelah kaki, bersedekap. Akhirnya, Cordelia memerhatikanku, dia tersenyum hangat. “Kau benar, Dakota, Ayahmu masih belum kembali, kurasa sebentar lagi. Kita tunggu saja,” kata Cordelia. Itu juga yang dia katakan lima belas menit yang lalu.

“Mum, apa di sana aku boleh punya kuda?” tanya Glenda.

“Tentu, tentu. Tapi sebelum itu kita harus membicarakannya dengan Ayahmu,” jawab Cordelia.

    Tak cukup membuatku sengsara, kini cuaca juga sedang membuat lelucon padaku dengan menebarkan awan pekat yang menggumpal di langit. Angin berembus kencang, membawa aroma laut. Topi yang dikenakan Cordelia terlepas dari kepalanya lalu terbang. Tangan Cordelia yang bebas tidak terlalu sigap sehingga dia hanya memegang puncak kepalanya dan memandangi topi Floppy-nya melayang. “Topiku!” Dia mendesah muram, “seharusnya aku tidak memakai topi itu.” Aku prihatin melihatnya. Timmy tertawa terbahak-bahak sedangkan Glenda memekik seperti seorang putri baik hati dalam dongeng.

“Aku akan mengambilnya, Mum!” kata Glenda. Tanpa meminta izin, Glenda berlari mengejar topi. Aduh, kenapa sih bocah ini? Kalau dia bertingkah aku juga yang perlu mengurusnya!

“Glenda, jangan! Biarkan saja!”

     Glenda berubah tuli jika sudah begini. Dia lebih suka mengerjakan sesuatu yang aneh daripada harus bersikap seperti anak perempuan yang manis. Aku buru-buru berpaling dari Cordelia, menuduk untuk memeriksa koperku atau melakukan aktivitas seperti mencongkel-congkel kuku. Aku menyadari bahwa Cordelia sedang mengawasiku.

“Aku tahu kau memerhatikan, sayang. Kumohon, Dakota, bisa kau susul adikmu? Aku takut dia tersesat,” katanya. Aku menengadah, memejamkan mata sambil mengerang. “Sudah kubilang, dia butuh diikat!” erangku kemudian bergegas menyusul adikku. Namun belum tiga langkah kuambil, dari kejauhan aku melihat topi Floppy milik Cordelia mengapung di tengah lautan manusia, hingga lautan itu membelah secara perlahan-lahan, menampakkan Glenda yang sedang digendong oleh Ayah di pinggul.

      Aku tidak mungkin salah mengenali adikku. Dengan rambut cokelat ikal, gaun merah jambu bermotif bunga tulip dan juga permen lolipop di tangannya, ia mudah sekali dikenali––terkecuali topi Floppy cokelat muda berhias pita milik Cordelia yang sekarang terpasang kebesaran di kepalanya hingga menutupi setengah wajahnya. Tapi walaupun begitu, aku tidak mengenal dua lelaki di dekat Ayahku. Mereka membututi Ayah dengan punggung yang sedikit terbungkuk.

PENDONGENGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang