Prolog~

163 23 47
                                        

"Pokoknya nanti kita pakai adat Sunda. Baju kebayanya harus warna turkish, merah terang, sama pink." Tante Nina menunjuk satu per satu gaun yang disebutkan warnanya.

"Oh, hampir lupa!" Kepala beliau tiba-tiba menengok ke arahku. "Zen, kamu setuju, kan, sama warnanya?"

"Setuju, Tante." Aku memasang senyum setipis kertas.

"Oke, bagus. Nanti kamu pakai mahkota, aja, ya! Jangan pakai siger. Berat, lho, takut sakit kepala." Usulan lain setelah warna kebaya.

"Kira-kira kalau dekor bagus warna apa ya, Bu Yusti?"

Pemilik salon yang tak lain adalah tetanggaku itu lambat menjawab. Bu Yusti menatapku lama, sebelum akhirnya berkata, "Calon pengantin kepengin warna apa?"

Serentak, semua mata yang hadir tertuju ke arahku dan Ardya. Mereka menunggu pendapat kami, menunggu komando dari calon boneka sehari. Ardya yang seharusnya menjawab pertanyaan mudah itu malah mencolek lenganku. Aku tahu maksudnya. Aku tahu arti isyarat itu. Dia ingin aku bersuara, memberikan sebuah ide kepada keluarga besar.

Sayangnya, aku tidak punya keinginan apa pun. Sekeras-kerasnya berpikir, pandanganku tentang hari pernikahan ini tetap mengabur. Aku tidak bisa membayangkannya.

"Mama, sih, kepengin dekornya warna pink, putih, sama turkish. Kalau Zenna gimana?" Tante Nina ikut melemparkan keputusan akhir padaku.

Aku menghela napas panjang. Tersenyum kepada mereka untuk memberi kepastian. "Zenna ikut gimana baiknya, aja."

"Tuh, kan ... apa Mama bilang? Selera Zenna sama Mama, tuh, sama." Tante Nina menyenggol lengan anaknya sambil tersenyum puas.

Bu Yusti yang sudah mendapat jawaban buru-buru menulis tiga warna yang disebutkan ke buku. "Berarti sudah deal, ya. Untuk dekorasi ruangan pakai warna turkish, putih, dan pink."

"Nah, sekarang lanjut ke sesi nyoba kebaya. Mau siapa dulu, nih? Ardya dulu atau Zenna dulu?"

Kepalaku langsung menunduk. Rasanya, ini semua membuatku lelah. Aku pikir sesi bersama rias pengantin cukup sampai di sini. Ternyata masih ada hal lain yang harus dicoba.

"Lebih baik Zenna duluan, sih. Saya bisa belakangan."

Perkataan Ardya jelas mendorongku ke urutan pertama. Tidak punya pilihan dan tidak bisa menawar, aku mengikuti Bu Yusti memasuki ruang yang dipenuhi cermin. Tiga warna kebaya yang tadi dipilih pun sudah terpampang rapi di tubuh manekin. Masih kurang antusias, aku diam, menunggu instruksi dari si pemilik pakaian.

"Ayo, Zen! Mau coba yang mana dulu?" Bu Yusti mulai memusatkan perhatian padaku.

Aku tersenyum, memandang beliau sambil menjawab, "Terserah Ibu, aja."

Tidak seperti di luar ruangan. Jawaban semacam itu malah membuat kening beliau mengernyit. Sejenak aku menangkap keanehan. Kenapa Bu Yusti tidak senang mendengar jawaban terserah barusan?

"Zen?"

Panggilan singkat itu mendadak terasa menegangkan.

"Sebenernya, kamu bahagia gak, sih?"

Aku mengejapkan mata. Syok mendengar pertanyaan yang sangat tiba-tiba. Belum cukup membuatku terkejut, Bu Yusti sudah bersuara kembali.

"Ardya orang yang kamu sayang, kan?"

"Kenapa ibu tanya begitu?" Solusi terbaik dari semua pertanyaan ini adalah balik bertanya.

"Kamu ... terlalu lain."

Keningku mengernyit. Apa artinya? Kenapa aku dibilang terlalu lain?

Sorot keanehan di mata Bu Yusti berubah sendu dan penuh khawatir. Beliau sampai menggenggam tanganku erat-erat. "Zen, pengantin yang normal itu gak kayak gini. Mereka biasanya antusias, banyak mau, banyak minta, bahkan ada yang sampai berantem gara-gara konsepnya gak sejalan. Beda sama kamu. Kamu terlalu ... pasrah."

Aku tertegun. Penuturan itu sukses membuatku sadar. Sepertinya, aku memang bermasalah.

"Makanya ibu tanya, kamu bahagia, gak? Ardya orang yang kamu sayang, kan?" Ulang beliau masih ingin mendengar jawabannya.

Perlahan pandanganku mengabur. Hawa panas menyertai setiap kedipannya sampai dada terasa sesak. Tanganku yang digenggam beliau pun tiba-tiba gemetar. Penuh kehati-hatian, aku membuka mulut dan bersuara pelan. "Bu ... emang harus, ya, nikah sama orang yang kita sayang? Bukannya, cinta itu urusan belakangan?"

•••

See You AgainKde žijí příběhy. Začni objevovat